Politik Ekonomi

Pungli: Pengertian, Faktor, Contoh, dan Aturan Hukum yang Mengatur Pungli

pengertian pungli
Written by M. Aris Yusuf

Pengertian pungli – Istilah pungli sangatlah familiar di telinga masyarakat Indonesia. Pungli juga dapat terjadi di mana saja, baik itu di jalanan, hingga di dalam perusahaan atau di sebuah instansi dan birokrat pemerintah. Tindakan ini juga merupakan tindakan yang tercela.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pungli juga merupakan akronim ataupun singkatan dari kata pungutan liar yang berarti tindakan meminta sesuatu berupa uang dan lain sebagainya kepada seseorang, lembaga ataupun perusahaan tanpa menuruti peraturan yang lazim. Hal ini umumnya disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai salah satu perbuatan buruk yang sering dilakukan oleh seseorang, seperti diantaranya pegawai negeri ataupun pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tak sesuai peraturan terkait pembayaran tersebut.

Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud pungli dan aturan hukum apa yang berkaitan tentang pungli? Kamu bisa mengetahui sedikit lebih banyak tentang pungli pada pembahasan artikel ini. Jadi, simak artikel ini sampai habis, Grameds.

Pengertian Pungli

Pungli ataupun pungutan liar adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang, pegawai atau pejabat pemerintah dengan meminta pembayaran sejumlah uang yang tak pantas ataupun tidak berdasarkan kepada persyaratan pembayaran yang ada. Kegiatan pungli itu sendiri juga sering disamakan dengan pemerasan, penipuan ataupun korupsi.

Pungutan liar sebagai komisi yang tak boleh dibebankan ataupun dikumpulkan. Pemerasan sendiri sering dilakukan oleh pejabat ataupun pegawai pemerintah. Kata pungutan liar sendiri tiba-tiba menjadi tren lagi sejak kemunculan Keputusan Presiden 87 Republik Indonesia mengenai Pasukan Bersih yang Menyapu Satgas Retribusi Liar 2016. Setelah Perpres, Satuan Tugas Saber Pungli juga dibentuk di pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten atau kota di wilayah provinsi Bengkulu.

Istilah pungutan liar sendiri sangat populer di akhir-akhir ini. Banyak orang yang telah menyadari betapa serius serta merusaknya perilaku pungutan liar. Jadi, sudah seharusnya sebagai bangsa Indonesia yang baik harus menjauhi perilaku pungli ini.

Faktor Penyebab Pungutan Liar

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pungutan liar diantaranya adalah:

1. Penyalahgunaan Wewenang

Jabatan serta kewenangan seseorang bisa menyebabkan seseorang untuk melakukan pelanggaran disiplin oleh oknumnya pungutan liar.

2. Faktor Mental

Karakter ataupun kelakuan dari seseorang dalam bertindak serta mengontrol dirinya sendiri, sehingga pungli dilakukan.

3. Faktor Ekonomi

Penghasilan yang dapat dikatakan tak mencukupi kebutuhan hidup dan tidak sebanding dengan tugas atau jabatan yang diemban dengan membuat seseorang terdorong untuk kemudian melakukan pungli.

4. Faktor kultural dan Budaya Organisasi

Budaya yang terbentuk di suatu lembaga juga yang berjalan terus menerus terhadap pungutan liar serta penyuapan yang dapat menyebabkan pungutan liar sebagai hal biasa.

5. SDM yang Terbatas

Terbatasnya berbagai sumber daya manusia (SDM) dapat menjadi faktor penyebab pungli.

6. Sistem Pengawasan yang Lemah

Lemahnya sistem kontrol serta pengawasan oleh atasan dapat meningkatkan perilaku pungli.

Tindak Pidana Pungutan Liar dalam Aturan Hukum KUHP

pengertian pungli

Sumber: Pixabay

Dalam kasus tindak pidana pungutan liar juga tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, tetapi meski demikian pungutan liar juga dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan serta korupsi yang diatur dalam KUHP, berikut penjelasannya.

Pasal 368 KUHP

Pasal ini berisi mengenai “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum, yaitu memaksa orang lain dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya maupun sebagian milik orang lain atau untuk memberikan hutang serta menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara yang paling lama yaitu sembilan tahun.”

Pasal 415 KUHP

Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri atau orang lain, yang diwajibkan untuk seterusnya atau untuk sementara waktu menjalankan sesuatu pekerjaan umum, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat yang berharga, yang disimpannnya karena jabatannya, atau dengan sengaja membiarkan uang atau surat yang berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau menolong orang yang lain itu sebagai orang yang membantu dalam hal itu dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”

Pasal 418 KUHP

Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau patut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau berjanji itu ada berhubungan dengan jabatan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”

Pasal 423 KUHP

Pasal ini sendiri berisi mengenai pegawai negeri yang dengan maksud tertentu menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki untuk memaksa orang lain menyerahkan sesuatu melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan pada suatu pembayaran ataupun melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, juga dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Kejahatan Tindak Pidana yang Dapat Dipidana

Dengan berdasarkan ketentuan pidana yang ada di aturan hukum KUHP, maka kejahatan pungutan liar yang dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:

Tindak Pidana Penipuan

Penipuan serta pungutan liar adalah tindak pidana yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.

Tindak Pidana Pemerasan

Tindak pidana pemerasan adalah pemerasan, penipuan dan pungutan liar juga termasuk tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama serta saling berhubungan antara lain untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan serta berbagai ancaman agar orang lain untuk menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.

Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kejahatan para pejabat atau orang yang memiliki jabatan ini, karena rumusan pasal 415 pasal dimana penggelapan dalam KUHP yang diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001 yang dimuat dalam pasal 8.

Contoh Pungli

pengertian pungli

Pungli Dalam Pelayanan Publik

Dalam suatu pelayanan publik, pungutan liar (Pungli) juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Pelaksana Pelayanan Publik) dengan cara meminta pembayaran uang yang tidak sesuai atau tidak ada aturan atas layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Pungli juga merupakan salah satu bentuk contoh maladministrasi yang cukup sering terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Terdapat beberapa faktor yang kemudian menyebabkan pelaksana layanan publik melakukan tindakan pungli, antara lain:

  1. Disebabkan akan ketidakjelasan prosedur layanan.
  2. Adanya penyalahgunaan dalam hal wewenang.
  3. Keterbatasan mengenai informasi layanan yang diberikan, sehingga tidak dapat diakses oleh para pengguna layanan.
  4. Kurangnya dalam hal integritas pelaksana layanan.
  5. Kurangnya dalam hal pengawasan dari atasan serta berbagai pengawas internal.
  6. Terdapatnya kebiasaan dari pelaksana serta pengguna layanan.

Berbicara mengenai pungli dalam pelayanan publik, idealnya juga dapat dicegah dengan melakukan pengawasan maksimal serta pemenuhan setiap standar layanan. Namun, ada banyak hal yang menjadikan hal ini sulit dilakukan. Mulai dari kurangnya komitmen dari atasan pelaksana pelayanan publik, kurangnya integritas serta profesionalitas pelaksana pelayanan publik adanya perilaku korup yang dimiliki oleh pelaksana pelayanan publik tersebut, dan masih banyak lagi.

Pungli Dalam Pandangan Masyarakat

Kata pungli telah dipahami serta cukup luas diketahui masyarakat sebagai suatu bentuk pelanggaran, tetapi masih terdapat masyarakat yang abai karena membiarkan perbuatan pungli ini. Erat kaitannya dengan tipikal masyarakat setempat, pungli juga cenderung tumbuh serta berkembang disaat tak adanya kepedulian ataupun keberanian masyarakat untuk melaporkan pungli kepada pihak yang berwajib.

Dalam kehidupan sosial masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung misalnya, masyarakat cenderung abai dan bahkan seringkali memaklumi perbuatan pungli ini dengan berbagai macam alasan serta pertimbangan.

Seringkali didapati bahwa masyarakat memaklumi pungli dengan alasan “kasihan” dan “tidak mau ribet“. Bahkan yang lebih parah lagi adalah pada masyarakat yang dengan sadar memberikan uang sebagai bentuk imbalan pada pelaksana layanan agar pelayanannya ini dipercepat serta dipermudah.

Tentunya, hal ini tak dapat dibenarkan dengan alasan tertentu. Kebiasaan masyarakat yang “baik” serta “pemaaf” inilah yang menjadikan pungli tumbuh subur dalam pelayanan publik. Kebiasaan masyarakat ini sendiri tak jarang dimanfaatkan oleh oknum nakal, sehingga praktik pungli dianggap wajar oleh masyarakat dalam pelayanan publik.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadikan masyarakat terbiasa memaklumi pungli, antara lain

  1. Kurangnya pemahaman masyarakat bahwa pungli adalah maladministrasi.
  2. Adanya budaya masyarakat yang lebih mudah memaafkan serta mengikhlaskan yang cukup besar.
  3. Tidak adanya keberanian dalam diri masyarakat dalam melaporkan perbuatan pungli.
  4. Masih terdapat masyarakat yang membutuhkan pungli. Dalam artian cukup dengan membayar pungli, masyarakat ini akan mendapatkan kemudahan dalam layanan. Melihat kecenderungan perilaku masyarakat yang memaklumi pungli tersebut, menjadikan pemberantasan pungli menjadi tidak efektif. Disatu sisi pemerintah dengan instrumen Satgas Saber Pungli giat sekali melakukan upaya-upaya pemberantasan pungli, disisi lain, justru masyarakat sendirilah yang menjadi penyebab mengakarnya perilaku pungli dalam pelayanan publik.
    Hal ini tentunya juga menjadi sangat kontradiktif. Perilaku ini akan memaklumi pungli ini sudah saatnya dihilangkan agar pungli dapat diberantas sampai ke akar-akarnya.

Cara Memberantas Pungli

pengertian pungli

Sumber: Pixabay

Mencegah pungutan liar dalam hal birokrasi sebenarnya tidaklah sulit, asalkan aparat memiliki keinginan untuk mengubah serta melayani kepentingan warga negara. Kamu juga dapat melakukan ini dengan membuat sistem zona integritas di setiap unit pelayanan dengan melakukan berbagai hal berikut:

  1. Penandatanganan dokumen, Pakta Integritas dengan semua pejabat dan karyawan.
  2. Kewajiban setiap karyawan untuk mematuhi laporan resmi dan aktivitas negara serta laporan aktivitas sipil negara.
  3. Kewajiban dalam hal mematuhi laporan keuangan, penerapan disiplin PNS serta kode etik bagi para penjahat.
  4. Dalam hal penerapan pedoman serta sistem pelaporan untuk berbagai layanan sipil.
  5. Dalam hal pendidikan mengenai korupsi serta kontrol orientasi dan kepuasan di semua unit layanan. Jika semua ini dilakukan, masyarakat tidak akan lagi bingung dengan kenaikan atau dengan maraknya pungutan liar di semua bidang pelayanan publik serta masyarakat.

Langkah memberantas pungli sendiri diantaranya, yaitu:

  1. Meningkatkan pelayanan publik berupa memangkas waktu pelayanan, serta memangkas jalur birokrasi, juga memberlakukan sistem antri (queueing system), juga memasang tarif yang berlaku terkait dengan pembayaran pelayanan secara jujur dan transparan.
  2. Dengan mengedukasi masyarakat dalam bentuk kampanye publik untuk tidak memberi tips kepada petugas pelayanan.
  3. Mengantri dengan tertib untuk mendapatkan pelayanan.
  4. Kontrol dari atasan langsung yang lebih sering.
  5. Terdapatnya inspeksi atau sidak secara berkala dari pihak atasan.

Pemberantasan pungli sendiri tidak dapat dilakukan sepihak saja, perlu adanya integrasi antara masyarakat serta pemerintah untuk mencapai hasil yang optimal. Pencegahan pungli juga dapat dimulai dengan kesadaran diri sendiri untuk tidak memberikan atau dengan meminta pungutan yang tidak resmi serta tidak mempunyai landasan hukum.

Buku-Buku Terkait

Delik-Delik Korupsi

https://www.gramedia.com/products/delik-delik-korupsi?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Buku ini secara khusus membincangkan delik-delik korupsi dan penerapannya dalam putusan pengadilan. Korupsi kerugian keuangan negara sudah berubah menjadi delik materiil sehingga mutlak dengan pembuktian hubungan kausalitas. Kerugian keuangan negara tidak boleh lagi dimaknai sebagai potential loss. Delik suap diantaranya ditandai dengan adanya meeting of mind, dan memungkinkan adanya OTT.

Pada delik menerima gratifikasi, kedua ciri tersebut tidak ditemukan. Tidak mungkin OTT pada perkara korupsi menerima gratifikasi. Buku ini juga mengurai korupsi penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, dan konflik kepentingan dalam pengadaan barang. Delik turut serta (medeplegen) yang mensyaratkan kesengajaan ganda (double opzet) juga dianalisis kontekstualisasi dan penerapannya dalam beberapa putusan pengadilan.

Say No To Korupsi! (Katakan Tidak Pada Korupsi)

https://www.gramedia.com/products/say-no-to-korupsi-katakan-tidak-pada-korupsi?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Korupsi ibarat kanker yang menggerogoti keuangan atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sementara itu, penanganan korupsi di Indonesia telah menimbulkan dilema sosial akibat manajemen koruptif yang telah membudaya dalam birokrasi pemerintahan dan swasta. Ditambah lagi proses penegakan hukum dalam memberantas korupsi yang dilakukan oleh pemerintah terasa sangat lambat.

Di sisi lain, peraturan perundang-undangan tentang korupsi sebagai hukum positif tidak akan mampu secara efektif menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia tanpa disertai kegiatan yang bersifat preventif dan kerja sama berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun masyarakat internasional. Buku SAY NO TO KORUPSI! ini bukan hanya membahas korupsi secara umum, tetapi juga menyajikan alternatif solusi untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Di antaranya mengautopsi perkara-perkara korupsi; menyajikan 10 tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan pedoman Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 dan 10 fakta perbuatan koruptif yang wajib dihindari; menjabarkan rumusan delik dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi; serta menjelaskan tahap penyelidikan, penyidikan, dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Buku ini wajib dibaca oleh semua kalangan yang peduli dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama pelaku bisnis, pejabat pemerintahan, penegak hukum, praktisi hukum, mahasiswa jurusan hukum, serta masyarakat luas.

Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Republik Indonesia

https://www.gramedia.com/products/himpunan-peraturan-undang-undang-tindak-pidana-korupsi-dan-suap-dilengkapi-uu-pencucuian-uang?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Korupsi merupakan suatu tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.

Ketika seseorang melakukan pungli, maka sudah dianggap sebagai tindak pidana korupsi, sehingga orang yang melakukan pungli itu bisa dijatuhi hukuman. Mengetahui lebih banyak tentang korupsi tidak ada salahnya, bahkan bisa menambah wawasan kita. Kamu bisa menambah wawasan tentang korupsi melalui buku yang bisa didapatkan di Gramedia.com.

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Sofyan

Baca juga:

About the author

M. Aris Yusuf

Politik dan ekonomi merupakan dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan satu sama lain.