Politik Ekonomi

Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Berbagai Permasalahannya

tenaga kerja indonesia
Written by M. Aris Yusuf

Pengertian TKI – Tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan dan praktik demi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, yaitu dengan memanfaatkan kesempatan kerja internasional yang tersedia. TKI adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (seperti Malaysia, Arab Saudi, Hong Kong, dan sebagainya) dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu. TKI wanita disebut dengan tenaga kerja wanita (TKW). Namun demikian, istilah TKI sering kali dikonotasikan dengan pekerja kasar.

Selain mengurangi angka pengangguran, TKI merupakan devisa yang cukup besar bagi negara. Indonesia memperoleh devisa dari pengiriman tenaga kerja ke mancanegara lebih dari Rp 100 triliun setiap tahunnya. Sumbangan TKI terhadap devisa negara pada 2004 mencapai sekitar US $ 170 juta atau 1,53 triliun dengan kurs US$ 1 = Rp 9000. Devisa itu diperkirakan akan terus meningkat tahun berikutnya mengingat permintaan terhadap TKI terus mengalir. Hal itu terjadi karena TKI dinilai mampu bekerja dengan baik.

Menurut Menteri Perburuhan dan Sosial Arab Saudi, Ali bin Ibrahim Al Namlah, tenaga kerja dari Indonesia bekerja dengan baik, sopan, dan memiliki akhlak yang baik, sehingga diterima dengan baik oleh masyarakat Arab Saudi. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Moh Jumhur Hidayat, mengatakan jika Bank Indonesia selama 2009 melaporkan devisa dari pengiriman TKI mencapai Rp 82 triliun dan jumlah tersebut tidak termasuk gaji pekerja yang dibawa langsung saat pulang maupun yang dititipkan kepada kerabat di negara asalnya.

Peningkatan jumlah TKI di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2001, tercatat sebanyak 55.206 TKI laki-laki dan 239.942 TKI wanita, tahun 2002 meningkat menjadi 116.706 TKI laki-laki dan 363.607 TKI wanita, seterusnya sampai tahun 2006 jumlahnya berlipat ganda menjadi 126.601 TKI laki-laki dan 484.935 TKI wanita.

TKI

Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

1. TKI dalam Perspektif UndangUndang

Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri menyebutkan bahwa TKI adalah lakilaki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk menjadi TKI harus melalui perjanjian prosedur penempatan TKI yang benar dan sah. Jika tidak melalui prosedur tersebut, para TKI nantinya akan menghadapi masalah di negara tempatnya bekerja karena dapat dikatakan sebagai TKI ilegal.

Menurut Pasal 1 bagian (1) UndangUndang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perindungan TKI di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja diluar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan TKI adalah individu yang mampu bekerja dalam rangka menghasilkan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selanjutnya, pengertian pekerja atau buruh menurut Pasal 3 UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Istilah tenga kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari istilah tenaga kerja, kemudian diberi tambahan belakang dengan kalimat “Indonesia” yang menunjukkan kata arti khusus, yaitu “tenaga kerja Indonesia”. Sementara itu, menurut UU No. 13 Tahun 2013 pasal 1 ayat (2), tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun masyarakat.

Menurut pengertian di atas, terdapat kata “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan”, itu berarti tidak semua penduduk dapat dikatakan sebagai tenaga kerja karena pada dasarnya tidak semua orang mampu melakukan pekerjaan. Orang yang tidak mampu melakukan pekerjaan inilah yang disebut sebagai bukan tenaga kerja. Namun, istilah TKI yang sering kita dengar dan yang dimaksud di sini adalah TKI yang mempunyai arti sendiri, yaitu predikat seseorang yang dipekerjakan di luar negeri.

Berdasarkan beberapa pengertian TKI tersebut, dapat dikemukakan bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia (WNI) yang telah memenuhi syarat untuk dapat bekerja di luar negeri, dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja, melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah atas pekerjaanya tersebut.

2. TKI Menurut Pendapat Para Ahli

Menurut DR Payaman Siamanjuntak dalam bukunya berjudul Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa penduduk yang sudah bekerja, sedang bekerja, atau aktif mencari pekerjaan adalah tenaga kerja; dalam hal ini calon tenaga kerja atau tenaga kerja yang sedang bekerja atau aktif mencari pekerjaan.

Imam Soepomo berpendapat jika yang dimaksud dengan pekerja, yaitu setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun luar hubungan kerja, yang secara kurang tepat oleh sementara orang disebut sebagai buruh bebas.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui jika tenaga kerja adalah orang yang melakukan hubungan kerja. Namun, TKI dalam penulisan ini adalah orang yang melakukan hubungan kerja melalui perjanjian penempatan TKI.

tenaga kerja indonesia

Hukum Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri

Pada awalnya, masalah ketenagakerjaan merupakan bidang yang berada dalam ruang lingkup hukum privat. Namun dalam perkembangannya, negara perlu melakukan intervensi afirmatif dalam hubungan industrial. Bentuk intervensi afirmatif tersebut adalah dalam fungsi regulasi dan dalam fungsi supervisi. Negara dalam fungsi regulasi harus turun tangan langsung dengan membuat regulasi yang mengatur mengenai ketenagakerjaan, sehingga tidak lagi bagian dari hukum privat, tetapi menjadi bagian dari hukum publik.

Dalam konteks penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, alasan inilah yang mewajibkan negara membuat instrumen legal perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri, baik dalam penyusunan undang-undang (UU) atau meratifikasi konvensi yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja migran. Langkah-langkah yang telah dilakukan antara lain pembuatan regulasi yang mengatur secara khusus ketenagakerjaan dituangkan dalam UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, regulasi tentang TKI ke luar negeri melalui UU. No. 39/2004, dan Ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families).

Penempatan dan perlindungan calon TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia (Pasal 3 UU. No. 39 Tahun 2004). Perlindungan TKI yang diberikan pemerintah dalam rangka penempatannya ke luar negeri dimulai sejak pra penempatan, sebagaimana diamanatkan dalam UU. No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap calon TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan, demikian pula ayat (2) menyebutkan bahwa perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.

tenaga kerja indonesia

Masalah terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

tenaga kerja indonesia

Para tenaga kerja wanita (TKW) yang berada di Victoria Park, Hong Kong pada 12 Januari 2008 (Flying Toaster/Creative Commons Attribution 3.0 Unported).

Peningkatan kuantitas TKI tentu harus diimbangi dengan perlindungan yang optimal. Sebagaimana data Kedutaan Besar Republik Indonesia (RI) di Kuala Lumpur, tercatat sebanyak 211 TKI pada 2009 gajinya tidak dibayarkan, 114 TKI yang mengalami penyiksaan, dan 53 TKI yang mengalami pelecehan seksual. Secara kuantitatif, angka-angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pada 2008.

Menurut laporan APIndonesia.com, sedikitnya ada sekitar 60 orang setiap hari mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Singapura untuk mengadukan nasibnya. Sementara itu, Kompas mencatat sedikitnya ada 400 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berupa pelecehan seksual, pemerkosaan, penipuan, dan lain-lain. Para TKI di negara lain seperti Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania, juga mengalami masalah yang tak kalah memiriskan.

Jumlah kasus yang menimpa TKI sejatinya sangat banyak. Hanya sebagian kecil saja yang terekspos media massa. Terbukti, dari laporan hasil monitoring Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (Kopbumi) menyatakan jika sejak 1999–2004 jumlah kasus yang dialami TKI sebanyak 1.308.765 kasus dari total 5–6 juta TKI yang bekerja di sejumlah negara. Kasus itu terjadi pada saat pra (sebelum) pemberangkatan, saat pemberangkatan, dan saat pulang ke kampung halaman.

Persoalan yang sering mendera para buruh migran Indonesia ketika bekerja di luar negeri coba diantisipasi pemerintah dengan membuat sebuah lembaga baru. Pada awal 2007, pemerintah meresmikan Badan Nasional Penempatan  dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Namun, eksistensi, fungsi, dan tugas dari BNP2TKI sejak awal sudah menuai kontroversi banyak pihak. Menurut Menteri Luar Negeri Hasan Wirajudha, 80% permasalahan TKI ada di dalam negeri karena kurang optimalnya peran BNP2TKI.

Jumlah kasus yang menimpa TKI di kawasan Asia–Pasifik dan Amerika selama Januari 2009 terdapat 40 kasus. Negara Brunei Darussalam menempati posisi pertama dengan memiliki 20 kasus penganiayaan; disusul Hong Kong yang memiliki 5 kasus; Malaysia, Korea, dan Singapura masing-masing memiliki 4 kasus; serta Taiwan 3 kasus.

Beberapa contoh kasus kekerasan yang dialami TKI di antaranya kasus yang menimpa Siti Hajar (33), TKI asal Limbangan, Garut, Jawa Barat yang bekerja kepada Michael (majikannya) sejak Juli 2006 di Lanai Klara Condominium, Bukit Klara, Kuala Lumpur, Malaysia. Siti Hajar menguak deritanya selama bekerja 34 bulan di sana.

Siti Hajar melarikan diri dari rumah majikannya pada Juni 2009 lalu dengan sekujur wajah dan tubuh bagian atas dipenuhi bisul dan koreng yang memerah. Hajar kepada media mengaku jika majikan perempuannya kerap memukuli dan menyiram tubuhnya dengan air mendidih, selain memukulinya berulang-ulang dengan sebatang tongkat. Selain tersiksa, gaji Siti Hajar tidak dibayar oleh majikannya selama tiga tahun. Semestinya, dia berhak mendapatkan gaji sebesar 17 ribu ringgit atau Rp 15 juta per bulan.

Kasus lainya adalah Elly, korban perdagangan manusia yang dijual seharga AS $ 4.500 untuk ditempatkan sebagai wanita penghibur di Kurdistan, Irak. Elly awalnya adalah TKI yang dijanjikan agennya bekerja di Dubai sebagai sekretaris. Namun, di Dubai dia malah mendapatkan pelecehan seksual dari agennya, kemudian dijual untuk menjadi wanita penghibur di Kurdistan, Irak.

Kasus lain dialami oleh TKI bernama Ismail (38) yang meninggal dunia akibat penyiksaan di penjara Keluang, Johor Baru, Malaysia. Ismail ditahan dengan tuduhan tidak memiliki paspor oleh polisi Malaysia, padahal dia memiliki paspor saat ditangkap, tetapi dipaksa mengaku tidak memilikinya dalam persidangan. Selain Ismail, banyak TKI yang ditangkap dan tidak pernah didampingi oleh kuasa hukum dengan kondisi seperti itu. Ismail dipulangkan dari tahanan ke Indonesia dengan kondisi sakit parah. Dia bekerja di Malaysia sebagai pemetik kelapa sawit selama tujuh bulan. Warga Indonesia memang selalu diperlakukan kasar di dalam tahanan. Mereka biasanya disiksa dan tidak diberikan pengobatan, meskipun dalam keadaan sakit.

Mencuatnya beragam kasus penganiayaan yang dialami TKI di luar negeri membuat pemerintah Indonesia berusaha keras menyelesaikan masalah tersebut, bahkan pernah menetapkan penghentian sementara (moratorium) penempatan pekerja informal ke luar negeri. Pemerintah akan mengeluarkan aturan untuk pemberhentian pengiriman TKI ke Malaysia. Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta di sisi lain memperketat pengiriman TKI ke Malaysia, bahkan sudah melakukan pendataan terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang beroperasi di Kota Yogyakarta.

Hingga tahun 2010, Indonesia masih menerapkan moratorium pengerahan tenaga kerja. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, pemerintah akan terus dilakukan sosialisasi agar TKI tidak berangkat ke Malaysia karena jika mereka masih berangkat ke sana pasti melalui jalur ilegal dan justru akan merugikan TKI itu sendiri. Setidaknya, terdapat lebih dari dua juta TKI di Malaysia. Mereka bekerja di berbagai bidang, mulai dari pembantu rumah tangga hingga ke pabrik-pabrik. Sayangnya, tidak sedikit TKI yang masih terus berangkat ke Malaysia, walaupun sudah ada moratorium pengerahan tenaga kerja. Hal ini dipicu oleh tingginya angka pengangguran di Indonesia.

Catatan lain tentang suramnya perlindungan TKI adalah dari 16 negara penerima TKI pada 2006. Indonesia baru menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan lima negara, yaitu Kuwait, Korea, Malaysia, Taiwan, dan Yordania. Sebagai perbandingan, Filipina sudah menandatangani perjanjian dengan 12 negara pada 2004, termasuk negara-negara maju guna memberikan perlindungan bagi pekerja migrannya.

Dalam beberapa waktu terakhir, media silih berganti menyuguhkan fakta dan detail peristiwa dengan tujuan memberi gambaran secara gamblang tentang kasus TKI kepada publik. Ini dilakukan melalui berbagai macam cara dan teknik, baik verbal maupun visual. Permasalahan TKI di luar negeri menempati posisi yang istimewa di berbagai media, baik media cetak, media online, radio, dan televisi. Saat kasus ini terkuak, hampir seluruh media memberitakan kasus ini. Hampir selama sebulan penuh media memberitakan tentang kasus TKI. Kedaulatan Rakyat sendiri sejak 6 Juni 2009 hingga 6 Juli 2009 memuat 20 artikel tentang kasus TKI.

Kasus TKI di luar negeri tidak pernah absen dalam pemberitaan media. Puncak dari pemberitaan kasus ini saat media memberitakan tentang penyiksaan yang dialami oleh Siti Hajar di Malaysia pada Juni 2009. Kasus ini akhirnya menjadi pemberitaan utama di sejumlah media. Secara serentak, hampir semua media cetak nasional (Kompas, Media Indonesia, dan Jawa Pos) edisi 8 Juni 2009 memberitakan kasus ini dan menampilkan foto Siti Hajar dengan kulit wajah, dada, tangan, dan kaki yang melepuh akibat siksaan majikannya.

Hampir setiap bulan, kasus TKI mencuat di media massa, mulai gaji yang tidak dibayar, paspor yang ditahan majikan supaya tidak bisa melarikan diri, sampai kejadian penyiksaan fisik, pemerkosan, perlakuan kejam majikan yang berakibat kematian, dan lainnya. Hal ini menjadi menarik untuk diberitakan oleh media. Kasus TKI menjadi isu utama yang kerap diberitakan oleh media. Kasus ini menjadi penting untuk diangkat karena menyangkut kepentingan warga Indonesia sendiri, khususnya para TKI.

Baca juga:

About the author

M. Aris Yusuf

Politik dan ekonomi merupakan dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan satu sama lain.