Hukum

Hukum Perlindungan Pasien di Indonesia dan Hal Di Dalamnya

Written by Nandy

Hukum perlindungan pasien – Saat ini, tingkat kesuksesan layanan kesehatan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh profesionalisme tenaga kesehatan seperti perawat, bidan, dokter, dan yang lainnya. Di samping itu, peran penyedia layanan kesehatan juga harus ikut diperhitungkan.

Sebab penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada semua pasien. Di sisi lain, pasien juga harus kooperatif saat menggunakan pelayanan kesehatan tersebut.

Dengan kata lain, rumah sakit/puskesmas dan pasien terikat dalam sebuah hubungan yang menuntut keduanya untuk melaksanakan kewajiban dan saling memenuhi hak satu sama lain.

Dalam kacamata hukum, hubungan antara rumah sakit dan pasien termasuk hubungan keperdataan, ini berarti jika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan akibat kelalaian pihak lainnya maka yang menjadi korban bisa mengajukan tuntutan ganti rugi.

Maka dari itu, setiap pasienn termasuk kamu wajib mengetahui apa saja hak dan kewajibannya menurut hukum perlindungan pasien. Pasalnya hal ini berhubungan dengan jaminan kesehatan dirimu sendiri. Di Indonesia ada beberapa undang-undang yang mengatur perlindungan pasien, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan Undang-Undang Rumah Sakit.

Lantas, apa saja hal yang perlu kamu ketahui mengenai hukum perlindungan pasien tersebut? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Hal-Hal Yang Perlu Kamu Ketahui Tentang Hukum Perlindungan Pasien

Hak pasien menurut undang-undang

  • Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Rumah sakit memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan perlindungan hukum kepada semua pasien. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.

Dengan kata lain, pasien juga termasuk ke dalam konsumen karena pasien menggunakan jasa dokter dan barang-barang yang ada di layanan kesehatan. Oleh karena itu, pasien dilindungi dengan UU No. 8 Tahun 1999.

Dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 ini disebutkan bahwa konsumen memiliki hak-hak sebagai berikut:

  • Mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan ketika menggunakan barang dan/atau jasa;
  • Memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar yang berlaku dan kondisi serta jaminan yang telah dijanjikan;
  • Mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi serta jaminan barang dan/atau jasa;
  • Didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang telah digunakan;
  • Mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan baik;
  • Mendapatkan pembinaan serta pendidikan konsumen;
  • Mendapatkan perlakuan atau pelayanan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • Mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Hukum Perlindungan Konsumen akan melindungi dan menjamin konsumen untuk mendapatkan perlindungan hukum. Bagi para pelaku bisnis, ada baiknya untuk mengetahui hukum perlindungan konsumen agar bisnis yang dijalaninya bisa mengalami perkembangan.

Untuk memahami hukum perlindungan konsumen, maka kamu bisa mencari tahunya pada buku Hukum Perlindungan Konsumen. Buku ini sangat bermanfaat baik bagi Mahasiswa, Dosen, maupun tutor dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai yang direncanakan.

 

  • Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Selain itu, menurut pasal 52 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasien mempunyai hak-hak sebagai berikut:

  • Memperoleh penjelasan lengkap mengenai tindakan medis yang dimaksud dalam pasal 45 Ayat (3);
  • Meminta pendapat kepada dokter yang bertugas atau dokter lain;
  • Memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan;
  • Menolak tindakan medis yang akan dilakukan;
  • Memperoleh isi rekam medis pasien.
  • Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Hukum perlindungan pasien juga diatur dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pasien memiliki hak untuk:

  • Mendapatkan informasi tentang tata tertib serta peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
  • Mendapatkan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien;
  • Mendapatkan pelayanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
  • Mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar profesi dan juga standar prosedur operasional;
  • Mendapatkan pelayanan yang efektif dan efisien supaya pasien terhindar dari kerugian, baik fisik maupun materi;
  • Mengajukan pengaduan terhadap kualitas pelayanan yang didapatkan pasien;
  • Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan serta peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
  • Meminta konsultasi mengenai penyakit yang sedang diderita kepada dokter lain yang telah mengantongi Surat Izin Praktik, baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
  • Memperoleh privasi serta kerahasiaan penyakit yang sedang diderita, hal ini mencakup juga data-data medis;
  • Memperoleh informasi yang mencakup diagnosis, tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko, serta komplikasi yang mungkin akan terjadi, dan juga prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan serta biaya pengobatan yang diperlukan;
  • Menyetujui atau menolak mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang sedang dideritanya
  • Didampingi oleh anggota keluarga saat berada dalam keadaan kritis;
  • Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama tidak mengganggu pasien rumah sakit yang lainnya;
  • Mendapatkan keamanan serta keselamatan dirinya sendiri selama berada dalam perawatan di Rumah Sakit;
  • Memberikan saran, usul, perbaikan terhadap perlakuan Rumah Sakit kepada dirinya;
  • Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan kepercayaan atau agama yang dianutnya;
  • Menuntut dan/atau menggugat pihak Rumah Sakit jika pihak Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
  • Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya aturan tentang hak-hak pasien ini, maka jika dalam praktiknya kamu merasa pihak rumah sakit melakukan pelanggaran, kamu bisa melakukan upaya hukum. Beberapa upaya hukum yang bisa dilakukan oleh pasien diantaranya adalah:

  • Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha–dalam hal ini Rumah Sakit, baik kepada lembaga peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.
  • Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya karena pada setiap undang-undang yang sudah disebutkan di atas, ada ketentuan sanksi pidana terhadap pelanggaran hak-hak pasien.

Namun perlu diingat juga bahwa ada perbedaan pandangan mengenai posisi pasien sebagai konsumen dalam hubungan antara dokter dan pasien secara etika dan hukum. Dalam pandangan praktik kedokteran, dokter dituntut untuk memberikan jasa upaya dalam mengobati serta merawat pasien, namun tidak bisa menjanjikan hasil pengobatannya.

Maka dari itu, sebagai pasien kamu harus memahami bahwa praktik kedokteran fokus pada upaya pengobatan serta perawatan yang sesuai dengan kebutuhan, bukan pada hasil akhir dari pengobatan yang telah dilakukan.

Agar Grameds bisa lebih paham tentang hak-hak yang dimiliki oleh pasien, buku Hukum Perlindungan Pasien yang ditulis oleh Dr. Zahir Rusyad dapat kamu gunakan sebagai referensi utama. Buku ini mengkaji lebih lanjut terkait konsep perlindungan hukum terhadap pasien dalam pemenuhan hak kesehatan oleh dokter dan rumah sakit pada konteks modern, sehingga buku ini sangat cocok dibaca oleh calon pasien, pasien maupun dokter.

 

Kewajiban Pasien

Pixabay.com/oswaldoruiz

Pasien tidak hanya memiliki hak dan dijamin perlindungan atas haknya. Di lain sisi, kamu juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan selama menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan.

Kewajiban seorang pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan juga Kewajiban Pasien. Adapun kewajiban tersebut adalah:

  • Mematuhi semua peraturan  yang  berlaku  di  rumah sakit
  • Memakai fasilitas  rumah  sakit  sebaik mungkin dan bertanggung  jawab
  • Menghormati hak  pasien  lain,  pengunjung  dan  hak  tenaga  kesehatan  serta  petugas  lainnya yang  bekerja di  rumah  sakit
  • Memberikan informasi  yang  jujur,  lengkap  dan  akurat  sesuai  dengan  kemampuan  dan pengetahuannya  tentang  masalah  kesehatan yang dideritanya
  • Memberikan informasi  mengenai  kemampuan  finansial  dan  jaminan  kesehatan  yang dimilikinya
  • Mematuhi rencana  terapi  yang  direkomendasikan  oleh  Tenaga  Kesehatan  di  rumah  sakit  dan disetujui  oleh pasien  yang  bersangkutan  setelah  mendapatkan  penjelasan  sesuai  dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan
  • Menerima segala  konsekuensi  atas  keputusan  pribadinya  untuk  menolak  rencana  terapi  yang direkomendasikan  oleh  tenaga  kesehatan  dan/atau  tidak  mematuhi petunjuk  yang  diberikan oleh  tenaga  kesehatan  untuk  penyembuhan  penyakit atau  masalah  kesehatannya
  • Memberikan imbalan  jasa  atas  pelayanan  yang  diterima

Jika melihat beberapa kewajiban pasien tersebut, kamu harus ingat bahwa implementasinya pasti berbeda-beda di setiap rumah sakit. Misalnya, mengenai poin “memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima”, jika pasien ternyata belum bisa memenuhi kewajibannya maka pihak rumah sakit akan memberikan tenggang waktu yang disepakati kedua belah pihak.

Nah, karena implementasinya bisa berbeda-beda antara satu rumah sakit dan lainnya, maka kamu harus bertanya langsung kepada pihak rumah sakit tentang hak serta kewajiban pasien saat menggunakan pelayanan kesehatannya.

Pengecualian Dalam Pemenuhan Hak-Hak Pasien

Di atas sudah disebutkan bahwa pasien memiliki hak yang dilindungi oleh undang-undang. Artinya rumah sakit maupun pemberi layanan kesehatan wajib memenuhi hak pasien tersebut. Namun ada beberapa poin yang memiliki pengecualian berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. poin-poin tersebut diantaranya adalah:

Hak untuk memilih akses pelayanan kesehatan dan pelayanan medis

Dalam pembahasan mengenai hak-hak pasien menurut undang-undang di atas, pasien mempunyai hak untuk memilih akses pelayanan kesehatan serta pelayanan medis. Akan tetapi hak ini tidak berlaku mutlak.

Mengapa demikian? Karena hak memilih akses pelayanan kesehatan dan pelayanan medis dapat terhapus jika:

  1. Pasien berada dalam kondisi yang gawat darurat dan membutuhkan tindakan medis yang krusial untuk menyelamatkan nyawanya;
  2.  Pasien yang terdaftar dalam program jaminan kesehatan nasional yang diharuskan mengikuti mekanisme yang berlaku ketika menggunakan pelayanan kesehatan;
  3. Pasien yang terdaftar dalam asuransi kesehatan swasta yang diharuskan memenuhi ketentuan dari perusahaan asuransi tersebut;
  4. Pasien yang tinggal di daerah dengan sarana prasana kesehatan tidak memadai;
  5. Pasien yang memiliki keterbatasan keuangan

Hak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur

Hak yang satu ini tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun ketentuan tersebut tidak bisa berlaku mutlak dalam keadaan tertentu. Artinya pihak rumah sakit dan pemberi layanan kesehatan lainnya dapat menyembunyikan informasi hanya jika:

  • Informasinya dapat merugikan pasien
  • Pasien mengalami sakit jiwa
  • Pasien belum dewasa
  • Pasien sedang menjalani terapi yang mengharuskan dokter menutupi informasi tentang terapi tersebut seperti terapi palsebo atau suggestive terapeuticum. 

Terapi palsebo sendiri adalah perawatan yang tampak seperti terapi medis asli, namun pada kenyataannya tidak ada bahan aktif yang digunakan untuk mengobati penyakit yang dirasakan pasien.

Misalnya, seorang dokter menerima pasien yang mengalami beberapa keluhan. Mulai dari demam, sakit kepala, merasa tensinya tinggi, gangguan tidur atau yang lainnya. Akan tetapi setelah dokter tersebut melakukan pemeriksaan, ternyata kondisi si pasien normal. Sehingga disimpulkan bahwa pasien sakit karena perasaannya sendiri (psikis).

Dalam kasus seperti ini, dokter dapat melaksanakan terapi plasebo yang seringkali membuatnya berperan menjadi seorang psikiater. Artinya pasien akan diberikan obat lengkap dengan anjuran pemakaiannya. Namun obat tersebut sebenarnya merupakan obat plasebo (obat kosong) yang di dalamnya tidak terkandung zat aktif sehingga tidak akan mempengaruhi kesehatan pasien.

Pasien yang memiliki kondisi stadium terminal–seperti penyakit degeneratif, kanker, paru obstruktif kronis, stroke, cystic fibrosis, parkinson, gagal jantung, penyakit infeksi (HIV/AIDS) dan penyakit genetika–juga dikecualikan dalam hak terhadap informasi. Alasannya karena informasi tersebut dapat membuat kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga pasien akan mengalami kerugian.

Lalu, untuk pasien sakit jiwa, jika masih bisa diajak berkomunikasi, dokter akan menyampaikan informasi kepada pasien secara langsung ketika kondisinya masih memungkinkan. Akan tetapi, kepada pasien sakit jiwa yang tidak dapat berkomunikasi, informasi akan disampaikan kepada pengampunya. Hal ini berlaku juga untuk pasien yang belum dewasa.

Grameds bisa mengetahui lebih banyak tentang hukum perlindungan konsumen melalui buku Hukum Perlindungan Konsumen. Buku ini berisi ulasan tentang fenomena dan peristiwa pelanggaran hak-hak konsumen di berbagai bidang dan sektor usaha, seperti usaha makanan & minuman, properti, jasa angkutan, dan lain-lain.

 

Catatan khusus mengenai ganti rugi pasien

Pixabay.com/OsloMetX

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen memiliki hak untuk memperoleh ganti rugi, kompensasi dan/atau penggantian jika jasa yang diterimanya tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sesuai dengan standarnya dan pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi, kompensasi, dan/atau penggantinya.

Dalam konteks ini, aturan tentang ganti rugi dipertegas melalui pasal 19 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pelaku usaha harus memberikan ganti rugi dalam tenggang waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi.

Dalam bidang kesehatan, penerapan ketentuan mengenai mekanisme serta tenggang waktu ganti rugi membutuhkan pemahaman serta penafsiran tersendiri sehingga berbeda dengan bidang lainnya. Ini terjadi karena tiga alasan:

Pertama, hubungan hukum antara pemberi dan penerima layanan kesehatan bersifat inspanningsverbintenis, bukan resultaatsverbintennis. Inspanningsverbintenis sendiri bisa diartikan sebagai ikatan yang fokus pada usaha maksimal. Sementara resultaatsverbintennis merupakan ikatan yang fokus pada hasil.

Jadi dalam hubungan antara dokter dengan pasien–misalnya–dokter dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin dan bekerja sesuai dengan standar Profesi Kedokteran.  Namun dokter tidak bisa dituntut untuk memberikan garansi atau hasil yang sesuai dengan keinginan pasien.

Wahyu Andrianto, Dosen Tetap Fakultas Hukum UI, dalam tulisannya Pasien, Konsumen yang Unik mengutip Profesor HJJ Leenan, menerangkan bahwa Standar Profesi Kedokteran mencakup lima unsur, yaitu:

  1. Berbuat secara seksama dan teliti
  2. Sesuai dengan ukuran medis
  3. Kemampuan rata-rata dibandingkan kategori keahlian medik yang sama
  4. Situasi dan kondisi yang sama
  5. Sarana upaya yang proporsional dengan perbuatan medis yang dijalankan

Kedua, pemberi dan penerima pelayanan kesehatan serta pelayanan medis mempunyai hubungan hukum yang sifatnya unik dan spesifik. Contohnya jika seorang dokter menerima 2 orang pasien yang memiliki gejala demam, maka terapi serta obat yang diberikan belum tentu sama. Alasannya karena setiap pasien memiliki sifat yang unik dan spesifik.

Dengan begitu, ketentuan jangka waktu ganti rugi selama tenggang waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi mesti disikapi dengan bijaksana saat diberlakukan karena kondisi setiap pasien yang berbeda-beda.

Ketiga, kegagalan yang terjadi dalam tindakan medis tidak otomatis diakibatkan oleh dokter yang tidak bekerja sesuai dengan Standar Profesi Kedokteran (malpraktik). Akan tetapi, kegagalan tindakan medis bisa juga diakibatkan oleh berbagai faktor. Contohnya seperti:

  1. Resiko medis
  2. Kecelakaan medis
  3. Kontribusi kesalahan pasien yang dapat menyebabkan kegagalan

Dengan mengetahui hak dan kewajiban pasien, kamu dapat membantu memperlancar proses penggunaan layanan kesehatan seperti rawat inap, rawat jalan, atau yang lainnya., Jadi jika ada hal-hal yang tidak diharapkan, kamu bisa merujuk langsung ke peraturan dari rumah sakit dan juga hak serta kewajiban yang dimiliki oleh pasien.

Demikian pembahasan tentang hukum perlindungan pasien. Semoga setelah membaca artikel ini sampai selesai, kita jadi tahu hak-hak apa saja yang bisa diperoleh pasien.

Jika ingin mencari buku Undang-Undang, maka kamu bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Gilang Oktaviana Putra

Rujukan:
  • https://www.hukumonline.com/klinik/a/hak-pasien-atas-pelayanan-kesehatan-di-rumah-sakit-cl2431
  • http://rsjlawang.com/news/detail/559/pahami-hak-pasien-dalam-layanan-kesehatan-tinjauan-perspektif-hukum
  • https://www.hukumonline.com/berita/a/pasien–konsumen-yang-unik-lt635a2dd05c887/?page=all
  • https://www.sehatq.com/artikel/apa-saja-hak-dan-kewajiban-pasien-di-rumah-sakit

About the author

Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya