Hukum

Upaya Hukum: Pengertian, Jenis, dan Contohnya

Written by Pandu

Pengertian Upaya Hukum – Ketika membicarakan tentang sebuah kasus hukum bukan menjadi hal yang aneh ketika seorang terdakwa hukum akan berusaha untuk menjalani kasusnya dengan baik dan dibebaskan dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan, dalam hal itu seorang terdakwa hukum akan meminta bantuan pengacara untuk menangani kasusnya dalam meminta upaya hukum yang akan dijalankan.

Kita sudah lama lupa bahwa Indonesia seringkali bersahabat dengan kasus-kasus hukum yang saat ini sedang ramai di berbagai media. Namun, terdapat perbedaan waktu dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan.

Tiba-tiba santer diberitakan bahwa sebagian besar terdakwa hukum berusaha meminta keringanan sanksi yang dijatuhkan. Upaya ini disebut sebagai upaya hukum. Sebagian besar dari mereka tidak dapat menerima keputusan tersebut dan kemudian mengajukan banding atau bahkan kasasi. Agar kita semua menjadi makhluk yang berpikiran maju, perlu diperjelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan upaya hukum tersebut.

Dilihat dari arti kata upaya dan hukum, maka dapat diterjemahkan dan diartikan sebagai usaha yang berlandaskan hukum.

Untuk itu agar sobat Grameds dapat lebh memahami mengenai pengertian dari upaya hukum tersebut maka pada pembahasan kali ini kami telah merangkum berbagai informasi terkait pengertian upaya hukum, jenis, dan contohnya yang dapat disimak pada pembahasan kali ini.

Selanjutnya pembahasan terkait pengertian upaya hukum dapat kalian simak berikut ini!

Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum adalah sidang di mana seseorang atau badan hukum berhak menggugat suatu hal tertentu terhadap putusan hakim karena merupakan tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas terhadap putusan hakim, yang dianggap bertentangan dengan apa yang diinginkan, yang tidak sesuai dengan rasa keadilan, karena hakim juga merupakan orang yang dapat melakukan kesalahan/kelalaian, sehingga keputusan yang dibuat oleh pihak lain salah.

Pasal 1 no (12) upaya hukum biasanya akan mengatakan:

Upaya hukumnya adalah hak terdakwa atau jaksa untuk tidak menerima putusan pengadilan dalam upaya perlawanan, banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk banding dalam hal dan cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa upaya hukum adalah setiap usaha pribadi atau badan hukum yang dilakukan karena ketidakpuasan terhadap proses hukum sebelumnya dan diputuskan oleh hukum.

Jenis-Jenis Upaya Hukum

Setiap terpidana mempunyai hak hukum, yaitu mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan kepadanya oleh hakim pidana. Hak hukum ini dapat dilaksanakan jika terpidana merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan berlebihan atau jika dia merasa tidak pernah melakukan kejahatan yang dituduhkan.

Dalam praktek perkara pidana, kita mengenal adanya 2 (dua) macam upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Selanjutnya penjelasan mengenai dua jenis upaya hukum tersebut adalah sebagai berikut:

Upaya Hukum Biasa

  • Perlawanan/Verzet

Perlawanan/Verzet adalah upaya hukum tanpa kehadiran terdakwa (verstek) berdasarkan putusan pengadilan. Pada dasarnya, kontradiksi ini jatuh ke pihak tergugat yang kalah. Anda dapat mengajukan banding atas putusan Verzet.

  • Banding

Banding adalah salah satu upaya hukum yang biasa dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak terhadap putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan banding jika tidak puas dengan isi putusan pengadilan negeri. Mahkamah Agung kemudian akan menangani proses banding. Sebagaimana diatur dalam Pasal 67 KUHAP yang menyatakan:

“Terdakwa atau penuntut umum berhak meminta izin untuk naik banding terhadap putusan pengadilan negeri, kecuali putusan bebas, dengan tidak mengurangi tuntutan apapun yang berkaitan dengan pokok permohonan yang tidak sah dan putusan pengadilan dalam sidang pengadilan yang dipercepat.”

Putusan pengadilan yang dapat dimohonkan banding hanyalah putusan pengadilan yang berbentuk putusan, bukan penetapan, karena penetapan upaya hukum biasa hanya dapat digugat dalam kasasi.

Menurut Pasal 233 ayat (2) KUHAP, jangka waktu pengaduan adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan.

Jika jangka waktu banding telah berakhir, Pengadilan Tinggi menolak banding tersebut karena keputusan pengadilan yang bersangkutan bersifat final/Inkracht.

  • Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh salah satu atau kedua belah pihak terhadap putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan banding atas putusan kasasi jika tidak puas dengan isi putusan kasasi Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian akan menangani proses kasasi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP yang menyatakan:

“Dalam perkara pidana yang ada putusan tingkat terakhir oleh pengadilan selain Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas.”

Jangka waktu pengaduan adalah 14 (empat belas) hari setelah terdakwa menerima informasi sesuai dengan Pasal 245 ayat (1) KUHAP.

Jika jangka waktu banding telah berakhir, maka banding dianggap menerima keputusan sebelumnya. Dan akan ditolak oleh Mahkamah Agung karena terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dianggap telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkracht

Upaya Hukum Luar Biasa

  • Derden Verzet/ Perlawanan Pihak Ketiga

Yakni, keberatan pihak ketiga terhadap keputusan yang merugikan pihaknya. Keberatan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan sengketa dengan menggugat para pihak dengan cara biasa. Jika keberatan dikabulkan, keputusan yang disengketakan akan diperbaiki sejauh merugikan pihak ketiga.

  • Investigasi Tingkat Kasasi Untuk Kepentingan Hukum

Permohonan kasasi atas dasar hukum ditulis oleh Jaksa Agung pada Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan selain Mahkamah Agung atas sekretaris pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama disertai dengan draf yang membenarkan permintaan tersebut, selama tidak merugikan mereka yang terkena dampak, dan hanya dapat diajukan satu kali.

Salinan transkrip yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung, serta salinan putusan Mahkamah Agung karena alasan hukum, akan dikirimkan kepada para pihak bersama dengan dokumen perkara.

Tata cara penyampaian putusan sama dengan penyampaian putusan dalam sidang banding, yaitu menurut Pasal 243 KUHAP yang berbunyi:

  • Salinan putusan Pengadilan Tinggi dan surat-surat yang dikirimkan ke Pengadilan Negeri yang mengeluarkan putusan tingkat pertama dalam waktu tujuh hari sejak putusan.
  • Isi surat putusan-setelah dicatat dalam buku register pengadilan negeri segera memberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum setelah isi putusan itu dimasukkan dalam buku register, kemudian pemberitahuan itu dicatat dalam salinan putusan Mahkamah Agung.
  • Ketentuan putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 berlaku juga terhadap putusan Mahkamah Agung.
  • Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah pengadilan negeri, pengadilan meminta bantuan kepada kantor pengadilan negeri yang di daerah tertuduh berdomisili untuk membantu memberitahukan tentang isi putusan.
  • Dalam hal tergugat tidak diketahui rumahnya atau bertempat tinggal di luar negeri, isi putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disampaikan oleh kepala desa atau pejabat atau perwakilan Republik Indonesia. di tempat kediaman biasa terdakwa dan terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut oleh dua surat kabar yang terbit di pengadilan negeri itu sendiri atau di distrik yang berbatasan dengan distrik tersebut, jika tetap tidak berhasil menerima hasil putusan.

Secara hukum, prosedur kasasi juga digunakan dalam pengaturan hukum militer, Pasal 262 KUHAP, yang menyatakan:

“Untuk tata cara kasasi atas putusan pengadilan yang bersifat final dalam sidang pengadilan militer, berlaku ketentuan yang diatur dalam Pasal 259, 260, dan 261 dalam Undang-Undang Dasar”.

  • Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Keputusan pengadilan tetap dari terpidana atau ahli warisnya dari Mahkamah Agung dapat diperiksa kembali, kecuali putusan bebas atau pembebasan dari semua tuntutan hukum.

Penyidikan didasarkan pada Pasal 263 (2) KUHAP, yang menyatakan:

  • Apabila timbul suatu fakta baru yang menimbulkan suatu argumentasi yang kuat, bahwa jika fakta itu telah diungkapkan pada waktu masih dalam proses pemeriksaan, maka hasilnya adalah bebas atau lepasnya segala tuntutan atau tuntutan dari seorang Penerima Kuasa. Umumnya tidak akan diizinkan atau akan dikondisikan dengan ketentuan pidana yang tidak terlalu berat.
  • Ketika keputusan yang berbeda mengklaim bahwa sesuatu terbukti, tetapi fakta atau keadaan menjadi bukti sebagai dasar dan alasan keputusan terbukti, ternyata bertentangan.
  • Ketika putusan dengan jelas menunjukkan kelalaian atau kesalahan hakim yang sebenarnya. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang bersifat final dimana putusan tersebut berkaitan dengan suatu tindak pidana yang diduga dan terbukti tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan/hukuman.

Prosedur pengaduan menurut undang-undang adalah sebagai berikut:

  • Disampaikan kepada petugas yang memutuskan perkara dengan alasan yang jelas, setelah itu permohonan petugas dicatat dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh petugas dan pemohon serta dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada dokumen.
  • Permintaan peninjauan tidak terbatas pada jangka waktu tertentu, sehingga permintaan peninjauan dapat dilakukan kapan saja.
  • Ketika Ketua Pengadilan menangani banding, JPU dan pemohon banding hadir dan memberikan pendapat mereka. Kemudian dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, penggugat dan panitera, dan berita acara yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
  • Ketua pengadilan negeri segera mengirim surat ke MA meminta pemeriksaan ulang, bersama dengan dokumen dan penjelasan, dan salinan surat yang menyertainya dikirim ke pemohon dan jaksa.
  • Pemrosesan permohonan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung tidak dapat dikabulkan jika tidak memenuhi persyaratan Pasal 263 ayat (2) KUHAP..

Kondisi berikut berlaku untuk pemrosesan permintaan pengembalian setelah diterima dan diselidiki:

  • Apabila Mahkamah Agung tidak membuktikan dalil-dalil pemohon, maka Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi, dengan ketentuan putusan yang dimohonkan kasasi tetap sah beserta alasannya.
  • Dalam hal Mahkamah Agung menguatkan putusan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan kasasi dan membuat putusan yang dapat berbentuk sebagai berikut:
  • Penghakiman Gratis. – Putusan dibebaskan dari segala proses hukum.
  • Putusan tidak bisa mengikuti tuntutan JPU.
  • Putusan dengan menggunakan ketentuan pidana yang lebih ringan.
  • Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
  • Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali.

Dalam peninjauan kembali berlaku juga ketentuan Pasal 243 ayat (2), Ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP dalam hal putusan Mahkamah Agung.

Permintaan peninjauan kembali hanya dilakukan satu kali, permintaan ini tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut, dan apabila pemohon meninggal dunia, maka mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali diserahkan kepada ahli warisnya (Pasal 268 KUHAP).

Ketentuan tentang peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 263 – Pasal 268 KUHAP berlaku juga dalam lingkungan peradilan militer sebagaimana diatur dalam Pasal 269 KUHAP.

Contoh Kasus Dengan Permohonan Upaya Hukum

  • Upaya Hukum Jika terjadi pelanggaran kontrak (Wanprestasi) sesuai dengan hukum

Benar jika wanprestasi merupakan sumber konflik antara banyak pihak. Para pihak yang terikat perjanjian tidak dapat memenuhi kewajiban yang tercantum dalam isi perjanjian. Ini dianggap wanprestasi.

Dengan cara ini, ada beberapa langkah hukum untuk mengatasi wanprestasi. Anda harus tahu bahwa kontrak harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum kontrak. Jika salah satu pihak gagal membayar, tersedia berbagai solusi. Itu adalah sebagai berikut:

  • Mengirim Somasi

Peringatan tersebut merupakan salah satu upaya hukum jika terjadi wanprestasi. Pengiriman somasi ini tentunya sesuai dengan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

Anda harus tahu isi dari somasi tersebut. Pastikan bahwa isi somasi telah memenuhi persyaratan isi kontrak yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah diselesaikan sebelumnya. Hal ini memungkinkan tergugat untuk menanggapi permintaan penggugat tanpa harus pergi ke pengadilan.

Anda dapat mengirimkan 3 somasi kepada responden dalam jangka waktu tertentu. Jika Anda tidak mendapatkan jawaban, Anda dapat mencari solusi lain sebelum pergi ke pengadilan sipil untuk mengurus langkah hukum perdata.

  • Negosiasi

Pengadilan merupakan salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh. Negosiasi ini bertujuan untuk mencari solusi atas kegagalan pembayaran yang terjadi diantara para pihak. Anda harus tahu bahwa ada perbedaan antara janji dan kontrak saat Anda wanprestasi. Secara umum, pelanggaran kontrak dapat diselesaikan melalui negosiasi antara para pihak.

  • Gugatan ke Persidangan

Jika langkah somasi dan negosiasi tidak menyelesaikan masalah wanprestasi, penggugat dapat mengajukan gugatan perdata. Hakim memutuskan perselisihan antara kedua pihak yang menandatangani kontrak, menurut hukum.

Jika setelah mengirimkan surat panggilan dan pemeriksaan, tidak ada yurisdiksi, upaya terakhir adalah mengajukan gugatan ke pengadilan. Secara khusus, klaim pelanggaran kontrak ditugaskan ke pengadilan sipil.

Hal ini tentunya sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Ada beberapa tahapan tindakan hukum untuk pelanggaran kontrak. Pada langkah pertama, hakim memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk bernegosiasi di pengadilan. Jika tidak dapat menemukan kedamaian, hakim akan melanjutkan proses dengan membacakan perkara penggugat. Tergugat kemudian membacakan dengan lantang tanggapan atas gugatan yang diajukan oleh penggugat.

Langkah kedua adalah salinan. Dengan demikian, penggugat berhak menjawab atau membantah jawaban tergugat. Setelah itu, proses berikut digandakan. Artinya, tergugat berhak menjawab atau membantah pernyataan yang dibuat oleh penggugat.

Langkah hukum selanjutnya yang dapat ditempuh adalah pengambilan alat bukti. Hakim memerintahkan penggugat dan tergugat untuk melampirkan bukti. Beberapa penggugat mempertanyakan bagaimana jika kontrak tidak mencantumkan tanggal.

Oleh karena itu, tergugat harus menyiapkan bukti-bukti pendukung agar perkara tidak kalah. Pada langkah selanjutnya, hakim menarik kesimpulan tentang proses perdata yang sedang berlangsung.

Kemudian langkah selanjutnya adalah pembacaan putusan dalam proses perdata. Hakim berhak memutus perkara perdata menurut fakta-fakta hukum perdata. Anda dapat mengajukan banding jika Anda tidak puas dengan keputusan hakim.

Wanprestasi adalah jenis pelanggaran kontrak. Salah satunya tidak memenuhi kontrak yang ditandatangani bersama. Jika salah satu pihak melanggar Persyaratan, tersedia berbagai solusi untuk pelanggaran kontrak.

Kesimpulan

Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari upaya hukum. Pembahasan kali ini tidak hanya membahas definisi dari  upaya hukum saja namun juga membahas lebih jauh bagaimana jenis, dan contoh dari  upaya hukum yang dapat sobat grameds simak dengan baik.

Memahami pengertian dari upaya hukum memberikan kita pengetahuan tambahan mengenai berbagai upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh untuk memberi keringanan dalam suatu kasus hukum yang menimpa individu atau pihak tergugat.

Demikian ulasan mengenai pengertian  upaya hukum. Buat Grameds yang mau mempelajari semua hal tentang pengertian  upaya hukum. Dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum lainnya, kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Pandu Akram

About the author

Pandu