Hukum

Memahami Koherensi dalam Interpretasi Hukum

Written by Alisa Q

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), koherensi dimaknai sebagai tersusunnya uraian atau pandangan sehingga bagian-bagiannya berkaitan satu dengan yang lain; keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi karya sastra; hubungan logis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf; daya tarik antara molekul untuk menghindarkan terpisahnya bagian apabila ada kekuatan dari luar; hubungan yang logis, teratur, dan konsisten.

Sementara itu, hukum dalam KBBI dimaknai sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis.

Dalam hukum sendiri terdapat interpretasi hukum sebagai upaya untuk melihat. Sebelum mengenal koherensi dalam interprerasi hukum. Grameds, perlu memahami terlebih dahulu mengenai interpretasi. Interpretasi dalam KBBI dimaknai sebagai pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu; tafsiran.

Berikut akan dibahas mengenai koherensi dalam interpretasi hukum secara lebih rinci. Penjelasan-penjelasan di bawah ini telah dirangkum dari berbagai laman di internet.

Pengertian Koherensi dalam Interpretasi Hukum

Penalaran merupakan konsep berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sederhananya, penalaran merupakan bagian dari kegiatan berpikir yang memiliki karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.

Artinya, suatu pengetahuan diperoleh dari kesimpilan proses berpikir logis. Berpikir sendiri menjadi suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. setiap jalan pikiran memiliki kriteria kebenaran yang dijadikan sebagai landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.

Di setiap studi terdapat penalaran, tidak terkecuali hukum. Dalam hukum terdapat legal reasoning yang dimaknai sebagai penalaran tentang hukum, yakni pencarian reason mengenai hukum atau pencairan dasar dalam memutuskan perkara atau kasus hukum oleh seorang hakim.

Kewajiban hakim untuk melakukan penemuan hukum tertuang dalam Pasal 16 UU No. 48 Tahun 2009 dengan bunyi pasal, “Pengadilan tidak boleh menolak memeriksa, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”

Seni Interpretasi Hukum

Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 28 UU No. 48 Tahun 2009 dengan bunyi pasal, “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Tidak hanya itu, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum. Melansir dari laman mkn-unsri.blogspot.com, pengertian legal reasoning merupakan suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

Berbagai ahli hukum merumuskan tiga pengertian mengenai legal reasoning sebagai berikut.

  • Reasoning untuk mencari substansi hukum untuk diterapkan dalam masalah yang sedang terjadi.
  • Reasoning dari substansi hukum yang ada untuk diterapkan terhadap putusan yang harus diambil atas suatu perkara yang terjadi.
  • Reasoning tentang putusan yang harus diambil oleh hakim dalam suatu perkara, dengan mempertimbangkan semua aspek.

Penalaran hukum ini juga erat kaitannya dengan interpretasi hukum. Ia menjadi acuan bagi seorang sarjana hukum untuk memikirkannya. Proses itulah yang disebut dengan koherensi, meski tidak ada ukuran yang pasti namun biasanya mengenai pertanyaan tentang aspek logiskah? bagaimana sistematika? Adakah konsistensi?

Ilmu hukum bersifat universal, tetapi sifat dari proses koherensi interpretasi penalaran hukum memiliki dua sifat, yakni koherensi lokal (local coherence) atau koherensi global (global coherence). Berikut penjelasan keduanya yang telah dirangkum dari laman Langitbabel.com.

1. Local Coherence

Local coherence merupakan konsistensi dari pemikiran legal dogmatic yang berprinsip kompartemenisasi yakni hukum tertentu hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh masyarakat tertentu. Penalaran hukum terhadap kasus tertentu hanya dapat diintepretasikan dengan hukum tertentu, dan haruslah tepat penerapannya.

2. Global Coherence

Global coherence merupakan pemikiran atas konsekuensi logis dari perkembangan globalisasi yang berprinsip pada kompleksitas yakni hukum tertentu dapat dipahami dan dimengerti karena terintegrasi dengan arena norma hukum lainnya.

Hal ini tercermin dalam pembahasan tentang hukum bagi kegiatan terorisme tidak terbatas membahas lapangan hukum pidana tetapi memikirkan koherensinya dengan hukum ekonomi yakni kegiatan pencucian uang dan analis transaksi keuangan.

Teori Penafsiran Hukum

Dalam artikel jurnal berjudul, “Penafsiran Hukum oleh Hakim dalam Sistem Peradilan di Indonesia” karya Afif Khalid memaparkan sembilan teori penafsiran hukum yang dikemukakan oleh Arief Sidharta sebagai berikut.

1. Teori Penafsiran Letterlijk Atau Harfiah (What Does the Word Mean?)

Penafsiran yang menekankan pada arti atau makna kata-kata yang tertulis. Misalnya, kata servants dalam Konstitusi Jepang Art. 15 (2).

“All public officials are servants of the whole community and not of any group there of.” Contoh lain mengenai kata a natural association dalam Art. 29 ayat (1) dan kata the moral dalam ayat (2) konstitusi Italia yang menyatakan sebagai berikut.

  • The Republic recognizes the rights of the family as a natural association founded on marriage;
  • Marriage is based on the moral and legal equality of the spouses, within the limits laid down by law to safeguard the unity of the family.

Contoh selanjutnya, misalnya terlihat pada kata inconsistent dalam ayat (1) Article 13 Konstitusi India, sebagai berikut.

“All always in force in the territory of India immediately before the commencement of this Constitution, in so far as they are inconsistent with the provisions of this part, shall, to the extent of such inconsistency, be void.”

2. Teori Penafsiran Gramatikal atau Interpretasi Bahasa (What Does it Linguistically Mean?)

Penafsiran yang menekankan pada makna teks yang di dalamnya kaidah hukum dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertolak dari makna menurut pemakaian bahasa sehari-hari atau makna teknis-yuridis yang lazim atau dianggap sudah baku.

Menurut Vissert’t Hoft di negara-negara yang menganut tertib hukum kodifikasi, maka teks harfiah undang-undang sangat penting. Namun, penafsiran gramatikal saja dianggap tidak mencukupi, apalagi jika mengenai norma yang hendak ditafsirkan itu sudah menjadi perdebatan.

Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

3. Teori Penafsiran Historis (What is Historical Background of the Formulation of a Text)

Penafsiran historis mencakup dua pengertian : (1) penafsiran sejarah perumusan undang-undang; dan (ii) penafsiran sejarah hukum. Penafsiran yang pertama, memfokuskan diri pada latar belakang sejarah perumusan naskah.

Bagaimana perdebatan yang terjadi ketika naskah itu hendak dirumuskan. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah kajian mendalam tentang notulen-notulen rapat, catatan-catatan pribadi peserta rapat, tulisan-tulisan peserta rapat yang tersedia baik dalam bentuk tulisan ilmiah maupun komentar tertulis yang pernah dibuat, otobiografi yang bersangkutan, hasil wawancara yang dibuat oleh wartawan dengan yang bersangkutan, atau wawancara khusus yang sengaja dilakukan untuk keperluan menelaah peristiwa yang bersangkutan.

Penasiran kedua, mencari makna yang dikaitkan dengan konteks kemasyarakatan masa lampau. Dalam pencarian makna tersebut juga kita merujuk pendapat-pendapat pakar dari masa lampau, termasuk pula merujuk kepada norma-norma hukum masa lalu yang masih relevan.

4. Teori Penafsiran Sosiologis (What Does Social Context of the Event to Be Legally Judged)

Konteks sosial ketika suatu naskah dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naskah yang bersangkutan. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat acapkali mempengaruhi legislator ketika naskah hukum itu dirumuskan.

Misalnya pada kalimat “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”

5. Teori Penafsiran Sosio-Historis (Asbabunnuzul dan Asbabulwurud, What Does the Social Context Behind the Formulation of the Text)

Berbeda dengan penafsiran sosiologis, penafsiran sosio-historis memfokuskan pada konteks sejarah masyarakat yang mempengaruhi rumusan naskah hukum. Misalnya, ide persamaan dalam konteks konstitusi Republik V Perancis, ide ekonomi kekeluargaan dalam Pasal 33 UUD 1945, dan ide Negara Kekaisaran Jepang.

6. Teori Penafsiran Filosofis (What Is Philosophical Thought Behind the Ideas Formulated in the Text)

Penafsiran dengan fokus perhatian pada aspek filosofis. Misalnya, ide Negara hukum dalam Kostitusi Republik Perancis Article 66: “No person may be detained arbitrarily”.

Ide negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Contoh lain lagi adalah rumusan ide demokrasi terpusat (centralized democrazy) dalam Konstitusi Cina.

7. Teori Penafsiran Teleologis (What Does the Articles Would Like to Achieve by the Formulated Text)

Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Tekanan tafsiran pada fakta bahwa pada kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersebut mempengaruhi interpretasi. Dalam penafsiran demikian juga diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang aktual.

8. Teori Penafsiran Holistik

Penafsiran ini mengaitkan suatu naskah hukum dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah tersebut. Misalnya, The Individual Economy dalam Article 11 ayat (1) Konstitusi Cina.

“The individual economy of urban and rural working people, operated within the limits prescribed by law, is a complement to the socialist public economy. The state protects the lawful rights and interest of the individual economy.”

(2) “The state guides, helps, and supervises the individual economy by exercising administrative control.”

(3) “The state permits the private sector of the economy to exist and develop within the limits prescribed by law. The private sector of the economy is a complement to the socialist public economy. The state protects the lawful rights and interest of the private sector of the economy, and exercises guidance, supervision and control over the private sector of the economy.”

9. Teori Penafsiran Holistik Tematis Sistematis (What is the Theme of the Articles Formulated, or How to Understand the Articles Systematically According to the Grouping of the Formulation)

Dalam hal ini, misalnya, regular election dalam Article 68 dan 69 Konstitusi Amerika Serikat berikut ini.

“Regular elections to the National Assembly shall be held within sixty days prior to the expiration of the term of the current Assembly. Procedures for elections to the National Assembly Assembly shall be prescribed by law. The date of elections shall be fixed by Presidential decree. The first session of a newly elected National Assembly shall convene on the second Thursday following the elections of at least two thirds of the total number of Deputies. Until the election of the total number of Deputies. Until the election of the President of National Assembly, its meetings shall be chaired by the Deputy who is most senior in age.”

“The regular sessions National Assembly shall convene twice per year from the second Monday of September to the second Wednesday of December and from the first Monday of February to the second Wednesday of June. The sittings of the National Assembly shall be open to the public. Closed door sittings may be convened by a resolution of the National Assembly.”

Hukum Kontrak Interpretasi Dan Penyelesaian Sengketa Di Indonesia

About the author

Alisa Q

Mengetahui wawasan tentang hubungan internasional sangatlah baik, karena kita jadi tahu hal-hal dari suatu negara. Selain itu, saya juga senang menulis, sehingga memadukan tema hubungan internasional dan menulis akan menghasilkan informasi yang bermanfaat.