Hukum

Hukum Positif Merupakan Sederet Asas dan Kaidah Hukum yang Berlaku Saat Ini yang Berbentuk Lisan maupun Tulisan

Written by Alisa Q

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hukum dimaknai sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis.

Secara etimologis, hukum dapat diterjemahkan dengan kata law (Inggris), recht (Belanda), loi atau droit (Prancis), ius (Latin), derecto (Spanyol), dirrito (Italia). Melansir dari salah satu artikel di internet, hukum dapat dimaknai dengan beberapa cara sebagai berikut.

  1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa, perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti Undang-Undang Dasar (UUD) dan lainlain.
  2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim, putusan-putusan yang dikeluarkan hakim dalam menghukum suatu perkara yang dikenal dengan jurisprudence (yurisprodensi).
  3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum. Hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandangan ini sering dijumpai didalam masyarakat tradisionil.
  4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku. Sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: “setiap orang yang kos, hukumnya harus membayar uang kos”. Sering terdengar dalam pembicaraan masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
  5. Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah. Kaidah/norma adalah aturan yang hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama, dan hukum (yang tertulis) yang berlakunya mengikat kepada seluruh anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
  6. Hukum diartikan sebagai tata hukum. Berbeda dengan penjelasan angka 1, dalam konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang berlaku (hukum positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut kepentingan individu (hukum privat) maupun kepentingan dengan Negara (hukum publik). Peraturan privat dan publik ini terjelma di berbagai aturan hukum dengan tingkatan, batas kewenangan dan kekuatan mengikat yang berbeda satu sama lain. Hukum sebagai tata hukum, keberadaannya digunakan untuk mengatur tata tertib masyarakat dan berbentuk hierarkis.
  7. Hukum diartikan sebagai tata nilai. Hukum mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain, yang berlaku secara umum.
  8. Hukum diartikan sebagai ilmu. Hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat perkara tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
  9. Hukum diartikan sebagai sistem ajaran (disiplin hukum). Sebagai sistem ajaran, hukum akan dikaji dari dimensi dassollen dan das-sein. Sebagai dassollen, hukum menguraikan tentang yang dicita-citakan. Kajian ini akan melahirkan hukum yang seharusnya dijalankan. Sedangkan sisi dassein merupakan wujud pelaksanaan hukum pada masyarakat. Antara dassollen dan das-sein harus sewarna. Antara teori dan praktik harus sejalan. Jika das-sein menyimpang dari dassollen maka akan terjadi penyimpangan pelaksanaan hukum.
  10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial. Hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat. Sebagai gejala sosial, hukum bertujuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai macam kepentinagan seseorang dalam masyarakat, sehingga akan meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat dapat dapat berjalan aman dan tertib.
  11. Hukum secara terminologis pula masih sangat sulit untuk diberikan secara tepat dan dapat memuaskan. Ini dikarenakan karena hukum memiliki segi dan bentuk yang sangat banyak, sehinnga tidak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam suatu definisi.

Euthanasia Menurut Pandangan Hukum Positif & Hukum Islam

Sudiman Kartohadiprodjo memberikan contoh mengenai definisi hukum yang berbeda-beda sebagai gambaran berikut ini.

  1. Aristoteles: “Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature” (hukum tertentu adalah sebuah hukum yang setiap yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai dasar dan mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal adalah hukum alam).
  2. Grotius: “Law is a rule of moral action obliging to that which is right” (hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang benar).
  3. Hobbes: “Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan haknya, telah memerintah pada yang lain).
  4. Philip S. James: “Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given state” (hukum adalah tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah Negara).
  5. Immanuel Kant: “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.

Dalam hukum sendiri terdapat tiga elemen yang dapat ditemukan di dalamnya. Berikut tiga elemen hukum yang dirumuskan oleh Notohamidjojo.

1. Elemen Reguler

Elemen regular merupakan bentuk norma hukum yang memberikan kepastian penyelesaian bagi setiap persoalan di masyarakat mengenai apa atau bagaimana hukumnya atas suatu masalah tersebut. Jadi, hukum dijadikan sebagai tujuan menimbulkan tata dan kepastian hukum.

2. Elemen Keadilan

Dalam Liber Primus (buku ke I) Instutiones dari kaisar Yustinianus (533 AD) dalam bab I, merumuskan tentang keadilan hukum adalah: “Iustiutia est et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere. Ius produentia est divinarum etque humanarum rerum notitia, iusti etque iniusti scientia” (Keadilan adalah kehendak yang ajeg untuk memberikan kepada masing-masing bagiannya).

3. Elemen Memanusiakan Manusia

Tujuan hukum memanusiakan manusia menjadi salah satu elemen yang paling dalam dan paling esensial. Dengan penerapan elemen ini akan menjaga agar manusia tetap diperlakukan sebagai manusia. Dalam negara yang diktator, manusia diperlakukan layaknya binatang, diperalat, ditindas, didiskriminasi, dan didehumanisasi.

Pengertian Hukum Positif

Hukum positif merupakan sederet asas dan kaidah hukum yang berlaku saat ini yang berbentuk lisan maupun tulisan yang keberlakuan hukum tersebut mengikat secara khusus dan umum yang ditegakkan oleh lembaga peradilan atau pemerintahan yang hidup dalam suatu negara.

Hukum positif juga dapat dimaknai sebagai tata hukum yang berlaku pada waktu tertentu dalam suatu wilayah tertentu. Detailnya, hukum positif merupakan hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.

Hukum positif mencakup beberapa unsur di antaranya Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, peraturan bersifat memaksa, dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Hukum positif Indonesia menurut bentuknya terdiri dari hukum tertulis (peraturan perundangan) dan hukum tidak tertulis (hukum adat). Sumber hukum positif Indonesia memiliki dua, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.

Sumber hukum materiil merupakan kesadaran hukum masyarakat atau kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat yang dianggap seharusnya. Sumber hukum materiin terdiri dari agama, kebiasaan, perasaan hukum seseorang atau pendapat umum, dan politik hukum daripada pemerintah.

Sementara itu, sumber hukum formil merupakan tempat yang mana kita dapat menemukan hukum, prosedur, atau cara pembentukan undang-undang. Sumber hukum formil terdiri dari undang-undang, adat atau kebiasaan, jurisprudensi, traktat, dan doktrin hukum. Berikut rincian sumber-sumber hukum tersebut.

1. Undang-undang

Undang-undang menjadi suatu peraturan yang memiliki kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Sebagai contoh undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.

Undang-undang sering digunakan dalam 2 pengertian, yakni undang-undang dalam arti formal dan undang-undang dalam arti material. Undang-undang dalam arti formal merupakan keputusan atau ketetapan yang dilihat dari bentuk dan cara pembuatannya disebut sebagai undang-undang.

Undang-undang dilihat dari bentuknya berisi konsideran dan dictum (amar putusan). Sementara dari cara pembuatannya, undang-undang merupakan keputusan atau ketetapan produk lembaga yang berwenang. Di Indonesia, lembaga yang berwenang terdiri dari Presiden dan DPR (UUDS 1950 pasal 89 UUD 1945 pasal 5 ayat [1] jo. Pasal 20 ayat [1]).

Undang-undang dalam arti material merupakan keputusan atau ketetapan yang dilihat dari isinya disebut sebagai undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum. Dalam pengertian ini yang menjadi perhatian adalah isi peraturan yang sifatnya mengikat tanpa mempersoalkan segi bentuk atau siapa pembentuknya.

Undang-undang dalam arti material sering juga disebut dengan peraturan (regeling) dalam arti luas. Undang-undang dalam arti formal tidak dengan sendirinya sebagai Undangundang dalam arti material. Demikian sebaliknya.

Hukum Pidana Positif Penghinaan

2. Adat dan Kebiasaan

Dalam pandangan Sudikno, kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang ajeg, tetap, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan tertentu. Pergaulan hidup ini merupakan lingkungan yang sempit seperti desa, tetapi dapat luas juga yakni meliputi masyarakat Negara yang berdaulat. Perilaku yang tetap atau ajeg berarti merupakan perilaku manusia yang diulang.

Perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, mempunyai kekuatan mengikat. Karena diulang oleh banyak orang maka mengikat orang lain untuk melakukan hal yang sama, karenanya menimbulkan keyakinan atau kesadaran, bahwa hal itu memang patut dilaksanakan, bahwa itulah adat.

Sementara itu, adat istiadat merupakan sederet peraturan kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Pada umumnya adat istiadat itu bersifat sakral (sesuatu yang suci) serta merupakan tradisi.

Untuk membedakan hukum adat dan kebiasaan, Utrecht memberikan pemikirannya sebagai berikut.

  • Hukum adat asal usulnya bersifat sakral. Hukum adat berasal dari kehendak nenek moyang, agama, dan tradisi rakyat, seperti dipertahankan dalam keputusan para penguasa adat. Sedangkan kebiasaan yang dipertahankan para penguasa yang tidak termasuk lingkungan perundang-undangan, bagian besarnya dalah kontra antara bagian barat dan timur. Tetapi hukum kebiasaan ini dapat diresepsi dalam hukum Indonesia nasional yang asli.
  • Hukum adat bagian besarnya terdiri atas kaidah-kaidah yang tidak tertulis, tetapi ada juga hukum adat yang tertulis. Sedangkan kebiasaan semuanya terdiri dari kaidah yang tidak tertulis.

3. Traktat

Traktat merupakan perjanjian yang diadakan antara dua negara atau lebih. Biasanya berisi mengenai peraturan-peraturan hukum. Traktat dibedakan menjadi beberapa di antaranya sebagai berikut.

  • Traktat bilateral, yaitu traktat yang terjadi antara dua negara saja.
  • Traktat multirateral yaitu traktat yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
  • Traktat kolektif, yaitu traktat multirateral yang membuka kesempatan bagi mereka yang tidak ikut dalam perjanjian itu untuk menjadi anggotanya.

4. Yurisprudensi

Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia (bahasa Latin) yang berarti pengetahuan hukum. kata “yurisprudensi” berarti peradilan tetap ataupun bukan peradilan. Dalam bahasa Inggris, yurisprudensi digunakan dengan istilah-istilah case low atau judge made law.

Kata yurisprudensi dalam bahasa Jerman berarti ilmu hukum dalam arti sempit. Kemudian dari segi praktik peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikam pedoman hakim lain dalam menuntaskan kasus-kasus yang sama.

5. Doktrin Hukum

Doktrin dalam pandangan Sudikno dimaknai sebagai pendapat para sarjana hukum yang menjadi sumber hukum tempat hakim dapat menemukan hukumnya. Seringkali terjadi bahwa hakim dalam keputusannya menyebut sarjana hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakim menemukan hukumnya dalam doktrin itu. Doktrin yang demikian itu adalah sumber hukum formil.

Doktrin yang belum digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan kekuasaannya belum merupakan sumber hukum formil. Oleh sebab itu, untuk menjadi sumber hukum formil, doktrik harus memenuhi syarat tertentu. Doktrin juga menjelma menjadi putusan hakim.

I Ketut Artadi berpendapat bahwa hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis, adalah produk karya manusia yang tujuannya adalah untuk mengatur pergaulan hidup di masyarakat, agar dalam pergaulan hidup tersebut manusia dan karyanya tetap terjaga.

Hukum positif juga disebut sebagai ius constitutum yang berarti kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang ketika saat ini sedang berlaku dan mengikat secara hukum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia.

Secara lebih rinci, Mahkamah Agung Republik Indonesia menjelaskan mengenai hukum positif merupakan kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang ada pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia.

Sumber hukum merupakan bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara. Dalam pandangan Sudikno, kata sumber hukum kerap kali digunakan dalam beberapa makna sebagai berikut.

  • Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia jiwa bangsa dan sebagainya.
  • Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan kepada hukum sekarang yang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi.
  • Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
  • Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undan-undang, lontar, batu bertulis, dan sebagainya.
  • Sebagai sumber hukum. Sumber yang menimbulkan aturan hukum.Hukum Islam Dalam Hukum Positif Indonesia

About the author

Alisa Q

Mengetahui wawasan tentang hubungan internasional sangatlah baik, karena kita jadi tahu hal-hal dari suatu negara. Selain itu, saya juga senang menulis, sehingga memadukan tema hubungan internasional dan menulis akan menghasilkan informasi yang bermanfaat.