Hukum

Hukum Perjanjian: Pengertian,Syarat Sah, Asas, dan Macam-Macamnya

Written by Pandu

Pengertian Hukum Perjanjian – Ada istilah tentang sebuah perjanjian yang berbunyi “Janji adalah hutang” maka ketika seseorang berjanji maka janji tersebut harus ditepati karena bobotnya sudah seperti hutang yang harus dibayarkan. Hal ini berlaku juga ketika seseorang memulai suatu usaha atau menjalin kesepakatan dalam bisnis dimana jika ada sebuah kesepakatan berupa perjanjian bisnis maka kedua belah pihak harus mentaati perjanjian bisnis tersebut.

Menjadi pelaku bisnis memang tidak semudah yang orang pikirkan karena sebagai pelaku bisnis mereka harus berpikir matang sebelum memulai suatu bisnis mereka dan terlebih jika mereka ingin melakukan kerjasama dengan mitra bisnisnya. Harus ada kesepakatan bersama sebelum melakukan bisnis bersama mitra tersebut berupa perjanjian bisnis yang biasanya memuat setiap kontrak yang telah disepakati bersama karena jika ada salah satu pihak yang melanggarnya bisa dikenakan tindakan hukum.

Untuk itu peran hukum perjanjian dalam memulai sebuah bisnis sangatlah penting untuk menghindari kemungkinan pelanggaran yang dilakukan bersama mitra bisnis tersebut. Pada pembahasan kali ini kami telah merangkum berbagai informasi terkait pengertian hukum perjanjian yang dapat sobat Grameds simak sebagai tambahan wawasan dalam mempelajari suatu bisnis dan kaitannya dengan hukum.

Selanjutnya pembahasan terkait hukum perjanjian dapat kalian simak di bawah ini!

Pengertian Hukum Perjanjian

Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang hal-hal tertentu yang telah mereka sepakati. Ketentuan umum tentang kontrak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Ricardo Simanjuntak menjelaskan bahwa perjanjian merupakan bagian dari pengertian perjanjian, artinya perjanjian juga merupakan perjanjian, meskipun perjanjian belum tentu merupakan perjanjian. Perjanjian yang mempunyai akibat hukum yang mengikat disamakan dengan perjanjian. Perjanjian tanpa akibat hukum bukanlah suatu kontrak. Dasar untuk menentukan apakah suatu kontrak mempunyai akibat hukum yang mengikat atau hanya merupakan suatu kontrak yang berkonsekuensi moral timbul dari kehendak dasar para pihak yang berkontrak.

Hukum perjanjian meliputi pengertian umum dari asas-asas hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan perjanjian yang sah. Hukum kontrak Indonesia tetap menggunakan ketentuan pemerintah kolonial Belanda yang tertuang dalam Buku III KUH Perdata.

Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya para pihak bebas mengadakan perjanjian dengan siapa saja, menentukan syarat-syarat, berlakunya dan bentuk perjanjian itu baik secara tertulis maupun lisan. Selain itu, ia memiliki hak untuk membuat kontrak sipil dan non-sipil. Ini juga sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH , yang menyatakan: “Semua yang secara sah masuk ke dalam kontrak diatur oleh hukum mereka yang masuk ke dalamnya.”

Mendengar kata kontrak, sekilas kita langsung berpikir bahwa itu adalah perjanjian tertulis. Dengan kata lain, kesepakatan dianggap dalam arti sempit kesepakatan. Dalam arti luas, kontrak adalah perjanjian yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang bersumpah untuk menikah satu sama lain masuk ke dalam kontrak pernikahan; Seseorang yang memilih makanan di pasar membuat kontrak untuk membeli sejumlah tertentu dari makanan itu. Kontrak tidak lain adalah kontrak itu sendiri (kontrak yang mengikat tentunya).

Dalam hukum kontrak Indonesia yang masih menggunakan acuan hukum dari bekas pemerintahan kolonial belanda, kontrak yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut overeenkomst, yang dalam bahasa Indonesia berarti kontrak. Salah satu alasan mengapa banyak kontrak yang dibuat tidak selalu dapat disamakan dengan kontrak adalah karena kontrak menurut pasal 1313 KUH tidak mengandung kata “kontrak tertulis”. Konsep perjanjian dalam pasal 1313 KUH hanya menyebutkan suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.

Pengertian Hukum Perjanjian Menurut Para Ahli

  • Sudikno

Menurut Sudikno, hukum perjanjian adalah suatu hubungan hukum kontraktual antara dua pihak atau lebih yang mempunyai akibat hukum.

  • R. Subekti

Perjanjian menurut R. Subekti adalah peristiwa di mana satu pihak membuat perjanjian dengan pihak lain untuk melakukan tindakan atau hal tertentu.

  • Prof. Wirjono prodjodikoro

Perjanjian menurut Prof. Wirjono prodjodikoro, adalah suatu hubungan hukum, artinya satu orang wajib melakukan suatu hal tertentu dan pihak lain berhak menuntut kewajiban itu dalam hukum perjanjian.

  • R. Setiawan

Menurut R. Setiawan, hukum perjanjian adalah suatu perbuatan membuat suatu perjanjian antara diri sendiri dengan satu orang atau lebih.

  • Abdulkadir

Perjanjian menurut Abdulkadir, adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan pengelolaan sesuatu yang bersifat materil.

  • K.R.M.T Tirto Diningrat

Perjanjian menurut K.R.M.T Tirtodiningrat adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kesepakatan antara dua pihak atau lebih, yang akibat hukumnya dapat dipenuhi oleh ketentuan undang-undang yang berlaku.

Syarat Sah Hukum Perjanjian

Namun demikian, asas kebebasan berkontrak tidak berarti kebebasan yang tidak terbatas (mutlak). Setiap pihak yang memulai sebuah perjanjian harus mematuhi persyaratan kontrak yang sah.

Pasal 1320 KUH Perdata mengatur 4 syarat sah dalam hukum perjanjian yaitu:

  • Persetujuan para pihak

Perjanjian berarti ada kesepakatan sukarela antara para pihak tentang hal-hal terpenting yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, harus ada komitmen bebas (sukarela) antara para pihak, di mana persetujuan dapat dinyatakan secara tegas atau diam-diam. Bebas disini berarti bebas dari kontrol, paksaan dan penipuan. Namun, perjanjian berakhir menurut Pasal 1321 KUH Perdata jika perjanjian didasarkan pada kelalaian, paksaan, atau niat curang.

  • Kompetensi para pihak

Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, siapa pun pada prinsipnya dapat mengakhiri kontrak kecuali mereka ditemukan tidak kompeten secara hukum.

  • Tentang masalah tertentu

Hal-hal tertentu berarti apa yang telah disepakati hak dan kewajiban kedua belah pihak, sekurang-kurangnya jenis barang yang terkait dengan kontrak ditentukan dan itu adalah barang yang dapat diperjual-belikan.

  • Untuk alasan halal

Karena isi akad itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang dicapai oleh para pihak adalah sah secara hukum. Isi perjanjian tidak melanggar hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum

Kesepakatan kontrak mengandung arti bahwa kehendak para pihak yang membuat kesepakatan adalah konsisten, sehingga tidak boleh ada paksaan, penguasaan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog) dalam pelaksanaan kesepakatan.

Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya suatu perjanjian mengandaikan bahwa para pihak dalam perjanjian itu harus dewasa, sehat jasmani dan cakap hukum.

Menurut Pasal 1330 BW juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 , seseorang dianggap sudah dewasa, yaitu. dia berusia 18 tahun atau sudah menikah. Jika seseorang yang belum cukup umur ingin membuat perjanjian, dia atau walinya yang sah dapat mewakilinya. Sedangkan orang yang dinyatakan sehat jiwanya tidak dikenakan perwalian menurut Pasal 1330 dan Pasal 433 BW.

Penyandang disabilitas intelektual dapat diwakili oleh pengawas atau walinya. Sebaliknya, orang yang tidak dilarang oleh undang-undang berarti orang tersebut tidak pailit dalam arti Pasal 1330 BW Kitab Undang-Undang Kepailitan. Ada hal khusus yang terkait dengan subjek kontrak, yang berarti bahwa subjek kontrak harus jelas, berbeda dan terukur sifat dan jumlahnya, diperbolehkan oleh undang-undang dan dalam batas-batas para pihak.

Alasan hukum berarti bahwa kontrak yang bersangkutan harus dibuat dengan itikad baik. Menurut Pasal 1335 BW, kontrak yang dibuat tanpa alasan adalah tidak efektif.

Dalam hal ini alasannya adalah tujuan akad. Kesepakatan para pihak dan yurisdiksi para pihak merupakan syarat sahnya kesepakatan subyektif. Jika tidak dipenuhi, akad dapat dibatalkan, yaitu selama para pihak tidak memutuskan kontrak, maka kontrak tersebut sah. Hal tertentu dan alasan halal merupakan syarat sahnya suatu kontrak substantif. Jika tidak dipenuhi maka akad batal, yaitu dianggap sejak semula tidak pernah ada akad.

Kenyataannya, banyak kontrak yang tidak memenuhi syarat sahnya kontrak secara umum, misalnya unsur kontraktual dilaksanakan dengan cara yang berbeda dengan kehendak para pihak dalam kontrak.

Saat itu dibuat kontrak-kontrak yang isinya hanya kehendak pihak lain. Perjanjian semacam itu disebut perjanjian baku.

Asas Dalam Hukum Perjanjian

Diketahui setidaknya ada 12 (dua belas) asas-asas aturan dalam sebuah hukum perjanjian, antara lain:

  • Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Semua perjanjian yg dibentuk secara absah berlaku menjadi undang-undang bagi mereka yg membuatnya.”

Asas ini adalah asas yg menaruh kebebasan pada para pihak untuk membuat:

  • Menciptakan atau nir menciptakan perjanjian;
  • Mengadakan perjanjian menggunakan siapapun;
  • Memilih isi perjanjian, pelaksanaan, & persyaratannya;
  • Memilih bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Tetapi kebebasan yg dimaksud pada KUHPerdata pula nir bisa diartikan bahwa kontrak bisa menggunakan bebas dibentuk tanpa memperhatikan ketentuan aturan yg berlaku. Kebebasan dalam berkontrak pula permanen wajib memenuhi kondisi sahnya perjanjian supaya bisa dilaksanakan.

  • Asas Konsensualisme (concensualism)

Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata sudah memilih bahwa salah satu kondisi sahnya perjanjian merupakan adanya konvensi antara ke 2 belah pihak.

  • Asas Kekuatan Mengikat (pacta sunt servanda)

Asas ini pula merujuk dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, dimana para pihak akan terikat menggunakan perjanjian yg sudah dibuatnya layaknya undang-undang.

  • Asas Itikad Baik (good faith)

Asas ini sudah tercantum pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yg berbunyi:

“Perjanjian wajib dilaksanakan menggunakan itikad baik.”

Sehingga bisa disimpulkan bahwa, para pihak ketika menciptakan kontrak juga ketika melaksanakan isi kontrak tadi wajib dilakukan menggunakan itikad & niat baik.

  • Asas Keseimbangan

Asas ini menetapkan adanya suatu posisi tawar yg sama atau seimbang waktu menciptakan perjanjian pada kedua belah pihak.

  • Asas Kepastian Hukum

Asas ini adalah cerminan menurut Pasal 1338 ayat (2) KUHPer yg menyatakan bahwa pihak pada perjanjian tidak boleh buat membatalkan perjanjian secara sepihak.

  • Asas Kepribadian (personality)

Asas ini memilih bahwa seorang yg akan melakukan & atau menciptakan kontrak hanya buat kepentingan perseorangan saja. Hal ini tertulis pada Pasal 1315 KUHPerdata & Pasal 1340 KUHPerdata yg menegaskan bahwa

“Pada umumnya seseorang nir bisa mengadakan perikatan atau perjanjian selain buat dirinya sendiri.”

Inti ketentuan ini telah kentara bahwa buat mengadakan suatu perjanjian, orang tadi wajib buat kepentingan untuk dirinya sendiri.

  • Asas Kebiasaan

Maksudnya bahwa perjanjian wajib mengikuti norma yg lazim dilakukan, sinkron menggunakan isi pasal 1347 KUHPerdata yang berbunyi hal-hal yg berdasarkan norma selamanya diperjanjikan dipercaya secara membisu-membisu dimasukkan ke pada perjanjian, meskipun nir menggunakan tegas dinyatakan. Hal ini adalah perwujudan menurut unsur alami pada perjanjian.

  • Asas Kepercayaan

Sebelum mengadakan suatu perjanjian, para pihak harus dapat membangun rasa kepercayaan di antara para pihak agar kedepannya para pihak dapat memenuhi kewajiban atau hantaran yang tertuang dalam perjanjian tersebut.

  • Asas kepatutan

Asas kepatutan merupakan salah satu asas yang erat kaitannya dengan apa yang dituangkan dalam perjanjian dan ketika tercapai kesepakatan maka kesepakatan tersebut menimbulkan rasa keadilan yang baik bagi para pihak dan keadilan dalam masyarakat. asas kepatutan dijelaskan dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

  • Asas Pelengkap

Menurut asas yang dijelaskan dalam buku ketiga KUH Perdata, tidak ada pihak yang berjanji dapat mencabut atau menyimpang dari ketentuan hukum. Singkatnya, pihak yang berjanji akan membuat syarat-syaratnya sendiri dalam kontrak, jika tidak ditentukan maka akan digunakan syarat-syarat hukum yang berlaku

  • Asas Perlindungan

Tujuan dari asas perlindungan adalah untuk debitur dan kreditur yang membutuhkan perlindungan hukum, khususnya debitur, karena debitur biasanya berada dalam posisi yang rentan.

Macam-Macam Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian yang mengikat dan perjanjian yang tidak mengikat.

Perjanjian yang mengikat adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Ada empat jenis perjanjian yang mengikat:

  • Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebani pihak lain. Sebaliknya, perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani kinerja kedua belah pihak.

  • Perjanjian bebas dan Perjanjian beban

Perjanjian bebas adalah perjanjian di mana satu pihak memberikan keuntungan kepada pihak lain tanpa menerima keuntungan apa pun untuk dirinya sendiri. Sedangkan perjanjian beban adalah perjanjian yang menuntut kinerja oleh masing-masing pihak.

  • Perjanjian konsensual, perjanjian aktual dan perjanjian resmi

Perjanjian konsensual, adalah perjanjian yang mengikat setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Perjanjian aktual adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, tetapi juga penyerahan objek atau objek dari kontrak. Perjanjian resmi adalah perjanjian yang tunduk pada formalitas tertentu, dalam hal ini menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • Perjanjian bernama, Perjanjian anonim, dan Perjanjian campuran

Perjanjian yang ditandai dengan nama diatur tersendiri oleh undang-undang. Perjanjian anonim adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus oleh undang-undang. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan gabungan dari dua atau lebih perjanjian yang bernama.

Sedangkan perjanjian tidak mengikat adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu, dan terbagi menjadi empat:

  • Zakelijke overeenkomst, yaitu perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain.
  • Bevifs overeenkomst, yaitu perjanjian untuk membuktikan sesuatu.
  • Liberatoir overeenkomst, yaitu perjanjian ketika seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
  • Vaststelling overeenkomst, yaitu perjanjian untuk mengakhiri perselisihan yang ada di muka pengadilan.

Kesimpulan

Sekian pembahasan singkat mengenai definisi dari hukum perjanjian . Pembahasan kali ini tidak hanya membahas definisi dari hukum perjanjian saja namun juga membahas lebih jauh bagaimana syarat sah dalam sebuah perjanjian , asas hukumnya, dan macam-macam jenis perjanjian yang dapat sobat Grameds simak dengan baik.

Memahami pengertian dari hukum perjanjian memberikan kita pengetahuan tambahan mengenai berbagai hukum yang berlaku dalam sebuah perjanjian dan bagaimana prosedur sebuah perjanjian beserta syarat sah dan asas hukum yang berlaku dalam membuat sebuah perjanjian oleh seorang pekerja atau pelaku bisnis dalam menyepakati sebuah perjanjian yang dilakukan antara kedua belah pihak agar terjalin kesepakatan bersama.

Demikian ulasan mengenai pengertian hukum perjanjian . Buat Grameds yang mau mempelajari semua hal tentang pengertian hukum perjanjian . Dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum lainnya, kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Pandu Akram

About the author

Pandu