in

Review Buku Menua dengan Gembira Karya Andina Dwifatma

Kota-kota besar seperti Jakarta memang memiliki ciri khas. Salah satunya mungkin terdengar menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi untuk orang lainnya bisa jadi hal ini justru membuat penat.

Kota besar padat penduduk bisa jadi tempat melelahkan bagi sebagian orang. Jalanan macet, kendaraan umum yang selalu ramai bahkan hingga berdesakan. Maka tak heran, banyak orang-orang kota memilih untuk liburan di desa-desa kecil untuk sekedar menenangkan pikiran.

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Namun rupanya, permasalahan ini justru semakin dirasakan oleh orang-orang yang hidup di pinggiran kota Jakarta seperti Andina Dwifatma. Dalam kumpulan esainya yang berjudul Menua dengan Gembira, ia menceritakan pengalamannya selama 15 tahun sebagai warga yang hidup di pinggiran kota Jakarta.

Bagaimana cara Andina Dwifatma menuliskan rasa sumpek dan cara melepaskan penatnya sebagai salah satu warga pinggiran kota Jakarta yang padat? Simak review buku Menua dengan Gembira dalam artikel satu ini!

Profil Penulis Menua dengan Gembira, Andina Dwifatma

Andina Dwifatma tak hanya seorang penulis biasa, ia memiliki karir yang cukup menakjubkan dalam dunia kepenulisan yang ia rintis sejak usia belia dengan menjadi wartawan Kompas Gramedia untuk majalah Fortune Indonesia.

Dikutip dari laman dunia dosen, Andina adalah orang yang aktif menulis sejak masa-masa kuliahnya di Universitas Diponegoro. Ia rajin menulis artikel pada rubrik kajian budaya untuk koran Suara Merdeka setiap dua minggu sekali dan kegiatan ini terus ia lakukan hingga lulus pada tahun 2009. Setelah lulus kuliah, ia kemudian meniti karir sebagai wartawan karena ingin melihat dunia lebih luas sambil melanjutkan pendidikan S2nya di Universitas Indonesia. Meskipun sibuk, rupanya pekerjaan dan kesibukannya ini membawa Andina pada takdir lain.

Selama menjadi wartawan, Andina mendapatkan tawaran dari salah satu narasumbernya untuk menjadi dosen di sebuah universitas di Jakarta. Dari tawaran tersebut, ia kemudian memutuskan untuk mundur sebagai wartawan pada tahun 2014 dan menjadi dosen. Di usianya yang ke-32, ia kemudian resmi menjadi dosen muda. Meskipun begitu, ia merasa bahwa dirinya masih harus meningkatkan kualitas diri dan terus belajar untuk mengikuti perkembangan keilmuan yang ada.

Oleh karena itu, Andina pun menjadi seorang dosen progresif yang terus belajar. Ia merasa memiliki keuntungan karena berkesempatan menjadi seorang dosen pada usia 32, karena masih memiliki kesempatan untuk mengejar kepandaian serta kebijaksanaan sebagai seorang dosen.

Salah satu caranya untuk tetap progresif ketika menjadi dosen adalah dengan banyak membaca, menulis serta selalu memiliki mental pembelajar. Maka tidak heran, jika pada sela-sela kesibukannya Andin tetap merilis karya-karya baru terbaiknya.

Andina juga memiliki mimpi agar karyanya tidak hanya dimuat pada jurnal-jurnal ilmiah dan dibaca oleh para akademisi saja, tetapi didiskusikan dan kemudian dapat mencerahkan masyarakat yang berada di kalangan luar kampus.

Dari mimpi tersebut, Andina Dwifatma telah berhasil menerbitkan empat buku. Tiga diantaranya merupakan novel fiksi dan lainnya adalah kumpulan esai yang baru saja rilis pada tahun 2023 lalu.

The Architecture of Love | Di balik Pena

Sinopsis Buku Menua dengan Gembira

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Menua dengan Gembira merupakan sebuah buku kumpulan esai pertama yang ditulis oleh Andina Dwifatma. Ia menyebutkan bahwa esai-esainya dalam buku ini adalah sebuah kumpulan rasan-rasan mengenai kehidupan warga di pinggiran kota.

Tinggal di pinggiran kota Jakarta selama lima tahun membuat Andina menghadapi banyak persoalan. Mulai dari masalah yang terjadi di sekitar kompleks tempat tinggal sampai perkara transportasi umum yang memble.

Tanpa menggunakan banyak jargon-jargon ilmiah, esai-esai yang ditulis oleh Andina Dwifatma ini dikisahkan dengan cara memikat.

Siapakah warga pinggiran kota Jakarta? Mereka adalah orang-orang yang jika ditanya tinggal di mana, maka akan menjawab “Jakarta” padahal rumahnya di Parung. Mereka adalah pekerja kantoran Sudirman yang tinggal di Citayam atau Ciputat, berangkat kerja naik kereta dengan wangi parfum dan kembali di sore hari dengan bau keringat.

Sebagian lagi demi alasan kepraktisan, memaksakan dirinya mengendarai motor selama dua hingga tiga jam atau bahkan empat sampai lima jam dengan menyetir mobil, pulang- pergi.

Paragraf pembuka di atas merupakan suatu upaya saya menertawakan diri sendiri. Ya, sebagian besar dari isi buku ini terinspirasi berdasarkan pengalaman selama lima belas tahun sebagai warga pinggiran kota Jakarta.

Terkurung selama berjam-jam di mobil atau berdesak-desakan di kendaraan umum, rupanya adalah laboratorium sosial yang luar biasa. Berkat pengalaman itu, saya memiliki kesempatan untuk melihat serta mendengar banyak hal.

Mulai dari kafe senja-senjaan yang berderet di daerah Ciputat dan sekitarnya (Ngopi Sepanjang Jalan), ketergantungan orang-orang pada ponsel (Dilema Smartphone), transportasi umum yang memble (Apakah Kita Masih Perlu Ngantor), hingga kebijakan bekerja dari rumah yang bisa jadi bumerang (WFH yang WTF).

Kelebihan dan Kekurangan Novel Menua dengan Gembira

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Pros & Cons

Pros
  • Menggunakan bahasa yang ringan dan jenaka.
  • Banyak insight baru, menyertakan hasil riset dengan penjelasan ringan.
  • Menyertakan banyak topik yang dekat dengan pembaca.
  • Mengajak pembaca untuk ikut merefleksikan diri. 
Cons
  • Terlalu singkat. 

Kelebihan Buku Menua dengan Gembira

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Ada banyak kelebihan dari buku kumpulan esai pertama yang ditulis oleh Andina Dwifatma ini. Salah satunya adalah bagaimana penulis memilih kata-kata yang ringan dan mudah dipahami oleh para pembacanya. Meskipun buku ini merupakan buku yang disusun dari kumpulan esai, Andina tidak berbicara sendiri atau ceramah dalam setiap tulisannya. Ia mengajak pembaca untuk ikut merefleksikan diri dari pengalaman-pengalaman yang ia alami.

Setiap pengalaman dan topik yang diangkat dalam buku ini terasa sangat dekat, terutama jika Grameds adalah warga pinggiran kota besar seperti Jakarta. Kesibukan dan berisiknya kota-kota besar itu rupanya memunculkan banyak kisah lucu dan konyol.

Kisah-kisah yang sepertinya sepele tetapi bisa menjadi besar jika ditanggapi dengan serius dan stres. Dalam hal ini, Andina mengajak pembaca untuk tidak mengerutkan kening dan coba melihat ke belakang bahwa masalah tersebut memunculkan kenangan lucu yang akhirnya membentuk siapa diri kita saat ini.

Meskipun esai yang ditulis oleh Andina dalam buku ini mengangkat topik yang ringan, tetapi sebagai seorang akademisi Andina juga tidak lupa untuk memasukkan beberapa hasil riset dalam esainya.

Tentunya masih dengan pemilihan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti, insight tersebut membuat otak pembaca lebih terisi dan tanpa harus pusing mencernanya. Poin ini membuat buku Menua dengan Gembira semakin sempurna!

Andina juga pintar memilih judul esai yang menarik dan menggelitik, seperti Yang Kalah Pindah Agama atau WFH yang WTF hingga Sebungkus Cireng di Status WhatsApp. Judul-judul menarik ini membuat pembaca semakin penasaran.

Kekurangan Buku Menua dengan Gembira

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Jika terpaksa harus memberikan poin kekurangan pada buku kumpulan esai ini, maka kekurangannya adalah kita perlu Menua dengan Gembira volume dua dengan lebih banyak esai menggelitik dan anekdot seru lainnya. Keterpaksaaan memberikan poin negatifnya lainnya adalah buku ini terlalu singkat, sebelum sempat ikut larut ke dalam sambil membayangkan bagaimana kondisi MRT di sore hari, pembaca sudah bangkit kembali dalam kehidupan nyata.

Kekurangan ini pun membuktikan bagaimana cerdasnya Andina Dwifatma dalam menulis dan ikut menjadi teman cerita bagi para pembaca karyanya.

Penutup

Menua dengan Gembira

button cek gramedia com

Itu dia ulasan untuk buku Menua dengan Gembira karya Andina Dwifatma. Jika Grameds tertarik membaca buku ini, Grameds bisa mendapatkannya di Gramedia.com atau toko buku Gramedia terdekat di kotamu. Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku yang berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

 

Rekomendasi Novel

Lebih Senyap dari Bisikan

Lebih Senyap dari Bisikan

button cek gramedia com

Lebih Senyap dari Bisikan berkisah tentang pasang surut kehidupan keluarga Amara dan Baron. Setelah memasuki tahun-tahun awal pernikahan, mereka dijejali berbagai pertanyaan mengapa belum punya anak, meski keduanya sudah mencoba berbagai cara agar bisa hamil Di akhirat nanti, kalau aku ketemu Tuhan, akan kutanyakan kenapa Dia bikin tubuh perempuan seperti makanan kaleng. Kubayangkan di bawah pusar atau pantatku ada tulisan: Best Before: Mei 2026. Amara dan Baron dikepung pertanyaan mengapa belum punya anak. Amara dan Baron menikah tanpa restu ibu Amara karena menikah beda agama. Setelah 8 tahun menanti kehamilan dengan penuh perjuangan, akhirnya Amara bisa hamil dan melahirkan anaknya. Amara melahirkan dengan normal, meski begitu perjuangannya sangat berat saat menjadi ibu muda. Tapi, perjuangan Amara dan Baron untuk jadi orang tua dan pasangan yang ideal ternyata tidak mudah. Banyak rintangan yang menghadang mereka. Amara merasakan kelelahan yang saat menjadi ibu bagi anaknya, Yuki. Amara harus berjuang memompa asi eksklusif setiap hari selama berbulan-bulan karena harus membagi waktu dengan pekerjaannya. Aneka usaha untuk hamil nyatanya telah mereka lakukan, dari yang normal hingga ekstrem. Namun, persoalan tidak selesai tatkala Amara hamil dan melahirkan. Ada yang tidak ditulis di buku panduan menjadi orangtua, ada yang tidak pernah disampaikan di utas Program Hamil.

A Season and Then Another

A Season and Then Another

button cek gramedia com

From a rhyme, a writer extracts a line and makes it into a title, before layering sentence upon sentence until a novel is finally formed. I feel this is a fitting way to celebrate the existence of words, especially in a world which often fails to acknowledge how they came into being and consequently squanders them. But writing is not the only path, for there is another way to celebrate, and that’s through reading.

Semusim dan Semusim Lagi

button cek gramedia com

Berbekal sebuah surat yang datang pada suatu hari nan ganjil, seorang anak mendatangi kota asing demi bertemu ayah yang tak pernah dijumpainya sejak kecil. Selembar foto dan sebuah alamat memandunya menyusuri Kota S dan bertemu orang-orang yang tak pernah dia bayangkan: J.J. Henri, pria bertopi pet yang memberinya pelukan pertamanya; Oma Jaya, seorang nenek tetangga yang meyakini suaminya telah bereinkarnasi jadi ikan mas koki; Muara, lelaki pertama yang membisikkan tentang cinta; Sobron, si ikan raksasa yang senang berteka-teki—dan tentu saja, seorang ayah yang selama ini diam-diam selalu dia nanti.

“Jikapun masih ada hal yang kuinginkan: bertemu denganmu walau itu hanya untuk sedetik, dan kau memilih meludahi mukaku. Aku bahkan akan bercerita mengapa dulu aku harus pergi meninggalkanmu, jika kau ingin mendengarnya.”

Sumber:

  • https://duniadosen.com/andina-dwifatma-kuli-tinta-yang-beralih-jadi-dosen-muda/
  • https://www.bantaldanbuku.com/review-buku-menua-dengan-gembira/
  • https://www.goodreads.com/en/book/show/124943959
  • https://alif.id/read/fmt/menua-dengan-gembira-dan-cerita-cerita-kehidupan-warga-pinggiran-jakarta-b248013p/

Written by Adila V M