in

Mengapa Kutu Buku Pakai Kacamata? Ini Dia Alasannya

Sumber: Unsplash

Mengapa Kutu Buku Pakai Kacamata? – Grameds pasti sudah tahu istilah kutu buku. Mungkin, ada di antara Grameds yang mempunyai teman atau kenalan lain yang merupakan kutu buku. Atau bahkan, orang-orang lain menganggap kalau kalianlah sosok kutu buku yang ada dalam hidup mereka.

Stigma kutu buku terhadap masyarakat luas perlahan sudah semakin positif, mengingat mereka sudah menyadari kalau betapa pentingnya membaca buku di era sekarang. Namun, terkadang masih ditemukan juga orang-orang yang memiliki stigma negatif terhadap kutu buku.

Beberapa orang ini terkadang meremehkan kutu buku dan menganggap kalau mereka merupakan orang-orang yang masuk ke dalam kategori “orang aneh”. Tidak hanya itu, stereotip kutu buku di kepala mereka bisa jadi mengacu kepada sosok yang lemah, kurang pergaulan, mudah dirundung, dan memakai kacamata sebagai bukti kekutubukuan mereka di hadapan orang banyak.

Sekilas Mengenai Kutu Buku

mengapa kutu buku pakai kacamata?
Sumber: Pixabay

Sebelum kita memahami benar atau tidaknya stereotip kutu buku ini, Grameds akan terlebih dahulu mempelajari arti dari definisi “kutu buku” agar pemahaman kalian mengenai topik ini bisa sama. Untuk itu, kita akan mengambil definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Cambridge dalam Bahasa Inggris.

Mengutip langsung dari KBBI, istilah kutu buku mengacu kepada “orang yang senang membaca dan menelaah buku di mana saja“. Sementara jika menerjemahkan Kamus Cambridge ke dalam Bahasa Indonesia, maka kita akan menemukan istilah kutu buku sebagai “orang yang banyak membaca“.

Dengan ini, Grameds bisa menyimpulkan bahwa kutu buku di sini adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan orang yang gemar membaca. Di sini kegemaran mereka tidak berhenti sampai sekadar membaca buku saja, melainkan juga menelaah dan memahami isi buku tersebut secara mendalam.

Penjelasan di atas cukup penting, karena mungkin ada sebagian dari Grameds yang berpikir kalau kutu buku adalah orang yang memiliki ketertarikan mendalam terhadap suatu topik khusus. Cukup wajar jika ada yang menganggap seperti itu, karena stereotip keduanya memang cukup mirip.

Selain itu, kata “kutu buku” dalam Bahasa Inggris mengacu kepada dua hal, yakni “bookworm” dan “nerd” atau “geek“. Padahal, kata kutu buku di sini sebenarnya lebih mendekati kepada kata “bookworm” alih-alih kepada “nerd” atau “geek“, yang memiliki konotasi lain.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Oleh karena itu, terdapat kerancuan jika orang menyebutkan kata “kutu buku” mengingat Bahasa Indonesia sendiri belum punya kata yang mendekati arti dari “nerd” atau “geek“. Perbedaan antara kutu buku dan “nerd” atau geek ini akan kita ulas bersama pada sesi lain dalam artikel ini.

Mengapa Kutu Buku Pakai Kacamata?

mengapa kutu buku pakai kacamata?
Sumber: Unsplash

Sekarang kita menuju ke salah satu pertanyaan utama yang menjadi topik utama artikel ini: mengapa kutu buku pakai kacamata? Ternyata, ada sebuah jawaban yang cukup spesifik untuk menjawab pertanyaan ini. Kutu buku memakai kacamata karena mereka gemar membaca.

Grameds mungkin mengetahui bahwa terdapat kacamata baca yang berfungsi untuk membantu seseorang ketika membaca tulisan-tulisan termasuk tulisan di dalam buku. Normalnya, kacamata baca dipakai oleh pengidap mata tua atau presbiopi karena mata mereka sudah kesulitan untuk melihat terlalu dekat dan terlalu jauh.

Namun, ada juga kacamata baca yang memang berfungsi untuk membantu pembaca agar mereka tidak lekas kelelahan ketika membaca. Bisa jadi, para kutu buku memanfaatkan keberadaan kacamata baca ini untuk membantu mereka agar mata mereka sanggup membaca dalam waktu lama.

Grameds bisa menduga bahwa kutu buku amat betah dalam membaca buku dalam waktu lama. Besar kemungkinan mata mereka akan kelelahan jika mereka terus-menerus melakukan kegiatan ini dalam waktu lama. Untuk itulah mereka memakai kacamata, lebih spesifiknya, kacamata baca.

Jawaban di atas adalah jawaban yang bisa jadi paling ilmiah untuk menjawab alasan di balik mengapa kutu buku mengenakan kacamata. Meskipun demikian, faktanya, tidak semua kutu buku memakai kacamata. Tidak semua kutu buku memerlukan pemakaian kacamata dalam keseharian.

Pertanyaan mengenai kutu buku yang memakai kacamata bisa jadi datang dari stereotip luas mengenai kutu buku. Selain itu, tidak sedikit orang-orang yang menganggap bahwa kutu buku memakai kacamata karena mereka memiliki penglihatan buruk yang datang karena terlalu banyak membaca.

Padahal, membaca buku tidak memiliki kaitan apapun dengan penglihatan buruk. Penelitian justru membuktikan kalau penglihatan buruk seperti mata minus mayoritas datang karena faktor genetik.

Jadi, pemakaian kacamata oleh kutu buku bukan karena kegiatan yang sering mereka lakukan.
Selain itu, karena banyak kutu buku memakai kacamata, ada juga anggapan bahwa mereka merupakan sosok cerdas. Meskipun hal ini ada benarnya, tetapi pemakaian kacamata tidak berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Kutu buku adalah sosok cerdas karena mereka sering membaca buku.

Dengan membaca buku, mereka mendapat berbagai pengetahuan yang bisa jadi orang tidak ketahui sebelumnya. Oleh karena itu, banyak dari kutu buku yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Itu semua didapatkan bukan dari kacamata yang mereka kenakan.

Lagipula, jika berbicara mengenai kecerdasan, Grameds bisa menemukan banyak orang yang tidak memakai kacamata namun dianggap cerdas. Banyak juga tokoh-tokoh publik yang dianggap banyak orang cerdas namun tidak perlu memakai kacamata untuk membuktikan kecerdasannya.

Stereotip Kutu Buku Lainnya

mengapa kutu buku pakai kacamata?
Sumber: Pixabay

Jadi, bisa disimpulkan kalau stereotip kutu buku memakai kacamata itu tidak selalu benar. Pun jika iya mereka memakai kacamata, hal tersebut tidak selalu karena mereka merupakan kutu buku. Justru bisa jadi mereka memang mengidap mata minus atau memanfaatkan bantuan kacamata baca.

Selain stereotip kutu buku yang selalu mengenakan kacamata, masih ada banyak lagi stereotip mengenai kutu buku. Stereotip ini bisa jadi datang dari karya-karya fiksi seperti novel, komik, film dan serial yang menggambarkan bagaimana sosok kutu buku di dunia nyata.

Mungkin ada beberapa stereotip yang memang benar adanya dan berlaku untuk kutu buku pada umumnya. Namun, hal ini tidak bisa digeneralisir begitu saja terhadap semua kutu buku. Apa yang digambarkan karya fiksi ini terhadap kutu buku belum tentu benar dan bahkan bisa saja tidak berlaku sepenuhnya.

Pada kesempatan kali ini, kita akan mencoba membahas apa saja yang menjadi stereotip kutu buku pada umumnya. Yang namanya stereotip bisa jadi benar namun bisa saja salah. Jadi, alangkah baiknya jika kalian tidak sepenuhnya menggeneralisasi stereotip yang akan disebutkan di bawah ini:

1. Kutu Buku adalah Sosok Introvert

Mayoritas kutu buku sering dianggap introvert atau sosok yang terkenal pendiam dan lebih suka menghabiskan waktu sendiri dibandingkan dengan orang lain. Dan memang banyak kutu buku yang lebih senang untuk menghabiskan waktu sendirian untuk membaca buku ketimbang bersama dengan orang lain.

Namun, mereka kerap menyendiri dan membaca buku karena mereka menginginkan ketenangan ketika membaca, sesuatu yang bisa saja tidak didapatkan bersama dengan orang lain. Di luar kecintaan mereka terhadap membaca, ada banyak kutu buku yang suka bersosialisasi dan berkumpul bersama teman-temannya dalam berbagai kalangan.

2. Kutu Buku Tidak Punya Teman

Stereotip ini datang lagi-lagi karena kecenderungan kutu buku dalam menyendiri untuk membaca. Padahal, seperti yang tadi sudah dikatakan, kutu buku sering terlihat sendirian membaca buku karena mereka ingin membaca dalam keadaan tenang tanpa gangguan.

Ketika tidak sedang membaca, tidak jarang kutu buku akan menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Dan teman-teman kutu buku ini tidak hanya berupa kutu buku saja, melainkan juga orang-orang lain seperti pecinta olahraga, penggemar musik dan film, atau pencicip kuliner.

3. Kutu Buku Selalu Sibuk dengan Bukunya

Benar adanya kalau kutu buku selalu mengusahakan membawa buku agar mereka bisa membaca buku kapanpun dan dimanapun mereka berada. Ini yang membuat kutu buku terlihat sering menghabiskan waktu untuk membaca buku alih-alih melakukan kegiatan lain.

Dan ini lagi-lagi harus ditekankan bahwa kutu buku tentunya juga mempunyai kegiatan lain yang bisa mereka lakukan selain membaca buku. Tidak jarang para kutu buku mau menghabiskan waktu mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan pada umumnya macam menonton film, mendengar musik dan bermain game.

4. Kutu Buku Fisiknya Lemah

Pemikiran orang mengenai kutu buku mengenai fisik mereka yang lemah bisa jadi benar untuk beberapa kutu buku. Mereka memang banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku, sampai-sampai dianggap tidak memiliki waktu untuk beraktivitas fisik, membuat tubuh mereka lemah. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa ada banyak sosok kutu buku yang juga peduli terhadap kesehatan badan mereka. Bukan tidak mungkin mereka juga akan meluangkan waktu untuk berolahraga atau bahkan belajar beladiri, sehingga fisik mereka tidak dapat dikatakan lemah.

5. Kutu Buku Suka Dirundung atau Di-bully

Fisik kutu buku yang lemah membuat mereka sering dirundung atau bahasa lainnya, di-bully oleh orang lain. Dalam beberapa kasus, mungkin memang ada orang-orang yang memutuskan merundung kutu buku karena faktor tersebut. Namun, seperti yang sudah dijelaskan di atas, tidak semua kutu buku memiliki fisik lemah.

Hal ini membuat mereka bisa terhindar dari rundungan. Paling tidak, para kutu buku yang memahami pentingnya menjaga kualitas fisik mereka dapat melindungi diri dari perundung. Lagipula, perundung yang mengincar kutu buku sebagai target rundungan bisa jadi tidak menyadari kualitas dari sang kutu buku itu sendiri.

Perbedaan Kutu Buku dan “Nerd” atau “Geek”

mengapa kutu buku pakai kacamata?
Sumber: Unsplash

Sebagai penutup, kita akan membahas perbedaan mendasar dari kutu buku atau “bookworm” bersama dengan “nerd” atau “geek“. Ini dikarenakan jika ketiga kata dalam Bahasa Inggris tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, mereka semua memiliki arti yang sama: kutu buku.

Padahal, bookworm, nerd dan geek memiliki definisi yang berbeda dari satu dengan lainnya. Untuk memahami perbedaan di antara ketiga kata tersebut, kita akan kembali membuka Kamus Cambridge dan melihat arti dari nerd dan geek.

Keduanya memiliki definisi yang cukup mirip satu sama lain. Kata “geek” jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, memiliki artian sebagai “seseorang yang cerdas tetapi tidak modis atau tidak populer”. Kata geek juga bisa memiliki arti sebagai “seseorang yang sangat tertarik pada topik tertentu dan tahu banyak tentangnya”.

Serupa dengan geek, “nerd” berdasarkan definisi Kamus Cambridge yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yakni “seseorang, terutama pria, yang tidak menarik dan canggung secara sosial” atau “seseorang yang sangat tertarik pada satu topik terutama komputer, dan mengetahui banyak fakta tentang topik terkait”.

Dari kedua penjelasan di atas, Grameds bisa menyimpulkan kalau “nerd” atau “geek” adalah sosok yang kurang populer dan cenderung sulit dalam bergaul atau berkomunikasi. Orang tersebut juga tidak memahami pakaian dan berpenampilan apa adanya.

Namun, di balik stigma negatif mengenai para nerds atau geeks ini, mereka adalah sosok yang amat memahami suatu topik spesifik. Mereka dapat dikatakan cukup passionate terhadap hal-hal kesukaan mereka dan cukup bergairah jika membicarakan sesuatu yang mereka pahami.

Topik yang para nerds atau geeks pahami ini amat beragam. Topik-topik seperti film, musik, komik atau olahraga adalah segelintir topik yang bisa dipahami oleh nerds atau geeks. Dan mereka akan amat senang jika ada orang lain yang mempunyai kesukaan sama dengan mereka.

Di sinilah letak perbedaan bookworm dengan nerd atau geek. Bookworm atau kutu buku akan berfokus dalam ranah buku dan literatur. Sementara nerd atau geek bisa mempunyai kecintaan dalam berbagai macam topik lain. Dapat dikatakan bookworm adalah istilah yang masuk ke dalam nerd atau geek.

Meskipun sudah banyak stereotip negatif yang membahas mengenai orang-orang ini, faktanya kecintaan terhadap sesuatu sampai-sampai memahami topik terkait akan selalu ada dalam diri seseorang. Bukan tidak mungkin Grameds merupakan sosok yang ternyata begitu mencintai suatu topik.

Hanya saja, di saat banyak orang yang malu atau ragu menunjukkan kecintaan mereka terhadap suatu hal, para nerds atau geeks tidak ragu untuk mendeklarasikan bahwa mereka menyukai satu topik spesifik tanpa ada rasa malu di dalamnya.

Selain itu, lagi-lagi perlu digaris bawahi kalau tidak semua nerds atau geeks memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dan cenderung kikuk dalam dunia nyata. Ada juga sebagian dari mereka yang supel, ramah dan suka bergaul, sampai-sampai orang kaget kalau mereka sebenarnya adalah nerd atau geek.

Paragraf di atas merupakan penutup dari artikel ini. Jadi, Grameds seharusnya sudah menyadari kalau terdapat banyak stereotip yang meleset dan tidak sepenuhnya benar mengenai kutu buku serta nerds dan juga geeks pada umumnya.

Semoga saja artikel ini bisa menjadi pengingat bagi Grameds untuk tidak lekas menilai orang hanya dari tampilan luarnya saja. Karena, apa yang kalian lihat dari seseorang bukan berarti merepresentasikan orang tersebut secara keseluruhan.

Bisa saja, apa yang kalian lihat dari seseorang merupakan sebuah fragmen dari orang tersebut. Dan alih-alih berasumsi, justru akan lebih baik jika Grameds menanyakan orang tersebut secara langsung mengenai sosok pribadinya. Siapa tahu kalian bisa menemukan bentuk asli dari orang tersebut.

Sebagai penutup, kami mempunyai buku terkait dengan stigma dan stereotip agar Grameds terhindar dari hal tersebut. Buku-buku rekomendasi ini yaitu buku “Melawan Lupa, Menepis Stigma Setelah Prahara 1965“, buku “Jelajah Jiwa Hapus Stigma – Autopsi Psikologis Bunuh Diri” dan buku “Prasangka, Konflik & Komunikasi Antarbudaya Edisi Ke-2“.

https://www.gramedia.com/products/melawan-lupa-menepis-stigmasetelah-prahara-1965?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/melawan-lupa-menepis-stigmasetelah-prahara-1965?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/jelajah-jiwa-hapus-stigma-autopsi-psikologis-bunuh-diri?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/jelajah-jiwa-hapus-stigma-autopsi-psikologis-bunuh-diri?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/prasangka-konflik-komunikasi-antarbudaya?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/prasangka-konflik-komunikasi-antarbudaya?utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=BestSellerRekomendasi

Buku-buku di atas seperti biasa bisa Grameds beli dan temukan di situs Gramedia.com. Kami, Gramedia, #SahabatTanpaBatas, selalu berusaha yang terbaik untuk menyajikan buku-buku bacaan terbaik agar kalian selalu bisa mendapatkan ilmu, informasi dan wawasan #LebihDenganMembaca.

Penulis: M. Adrianto S.

Baca juga:



ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by R Adinda

Dunia psikologi memang selalu menarik untuk dibahas. Selain menarik, dunia dengan mengetahui dunia psikologi akan membantu seseorang dalam dalam mengenali dirinya sendiri.