Agama Islam Ekonomi

Syirkah Adalah: Definisi, Rukun, Syarat, Jenis, dan Hal-Hal yang Dapat Membatalkannya

Written by Rosyda

Syirkah Adalah – Grameds pasti setuju dong jika kita semua sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini adalah makhluk sosial, sehingga tidak akan dapat hidup sendiri dan tentu saja akan saling membutuhkan antar manusia lain supaya kebutuhannya dapat terpenuhi. Coba sebutkan apa saja interaksi antar manusia yang memenuhi kehidupan ini, mulai dari tolong-menolong, berkomunikasi, bekerja sama, hingga bertukar keperluan dalam segala bidang kehidupan. Salah satunya dalam bidang ekonomi yang mana di negara kita ini menganut sistem ekonomi kapitalisme, sehingga terdapat beberapa perseroan alias kemitraan usaha yang berbagi hasil. Nah, dalam agama Islam, perseroan alias kemitraan usaha yang berbagi hasil itu disebut dengan syirkah.

Konsep syirkah ini dapat berjalan apabila terdapat akad kerjasama antara kedua belah pihak atau lebih, yang mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana maupun keterampilan usaha sesuai dengan kesepakatan yang ada. Untuk apa kesepakatan itu diadakan? Tentu saja supaya keuntungan akan ditanggung bersama, begitu pula dengan risiko yang akan datang. Konsep syirkah ini ternyata sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan tetap dapat digunakan di perekonomian saat ini. Lalu, apa sih sebenarnya syirkah itu? Bagaimana rukun dan syarat yang termuat dalam pelaksanaan syirkah? Apa saja jenis-jenis syirkah yang terdapat dalam agama Islam ini? Apakah pelaksanaan syirkah juga dapat ‘mandek’ begitu saja apabila terdapat kerjasama yang tidak berjalan stabil? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/

Apa Itu Syirkah?

Apabila dirunut menurut bahasa, Taqiyudin Abi Bakr ibnu Muhammad Al-Husaini mengungkapkan bahwa kata “syirkah” ini berarti ‘campur’ atau ‘campuran’. Maksudnya adalah seseorang yang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain, sehingga sudah tidak bisa lagi dibedakan. Sementara itu, jika dilihat menurut istilah, kata “syirkah” ini berarti sebagai perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih dan didorong oleh kesadaran dari masing-masing pihak untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal definisi syirkah ini, ada banyak ulama fiqih yang menyampaikan pendapatnya, antara lain:

  • Menurut Malikiyah

“Syirkah atau perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya. Maksudnya, keduanya akan saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, tetapi masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf.”

  • Menurut Hambaliyah

“Syirkah adalah persekutuan dalam hak dalam berusaha atau menjalankan sebuah usaha.”

  • Menurut Sayyid Sabiq

“Syirkah adalah akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.”

  • Menurut Idris Ahmad

“Syirkah sama dengan Syirkah Dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, sehingga keuntungan dan kerugian akan dihitung berdasarkan besar kecil modal masing-masing.”

  • Menurut Syafi’iyah

“Syirkah adalah tetapnya hak para pihak yang berkongsi untuk menjalankan dan mengembangkan modal.”

Dari beberapa pengertian akan syirkah yang dikemukakan oleh beberapa ulama tersebut menyimpulkan apa itu syirkah, yakni.

“Syirkah alias perkongsian adalah upaya yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam menjalankan (mendayagunakan) sebuah usaha, baik dalam bidang perdagangan atau jasa, yang mana modal dapat berasal dari satu pihak atau masing-masing pihaknya”

Pelaksanaan syirkah ini juga telah terdapat dalam Hukum Ekonomi Syariah pasal 20 yakni sebagai “kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan atau kepercayaan dalam usaha tertentu dalam pembagianan keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.”

Landasan Hukum Syirkah Dalam Agama Islam

Pelaksanaan syirkah tentu saja terdapat landasan hukumnya, yang mana secara tidak langsung telah diatur dalam Al-Quran, Hadits, dan Ijma’. Nah, berikut adalah uraiannya!

1. Al-Quran

  • Q.S An-Nisa ayat 12

“…Mereka bersekutu dalam yang ber sepertiga.”

Dalam ayat tersebut, memang tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis syirkah, hanya pada syirkah jabariyah saja (perkongsian antara beberapa orang yang terjadi di luar kehendak karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).

  • Q.S Shad ayat 24

“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”

Dalam ayat tersebut, justru mencela perilaku orang-orang yang telah melakukan syirkah tetapi malah menzalimi sebagian dari mitra mereka.

2. Hadits

  • Diriwayatkan dari Abu Hurairah

bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : “Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu.” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni)

  • Dari Abdullah bin Mas’ud

“Saya bersyirkah dengan ‘Ammar dan Sa’ad dalam hasil yang kami peroleh pada Perang Badar. Kemudian Sa’ad datang dengan membawa dua orang tawanan, sedangkan saya dan ‘Ammar datang dengan tidak membawa apa-apa”.

3. Ijma’

Yakni ketika ulama’ kaum Muslimin telah bersepakat mengenai bolehnya pelaksanaan syirkah dalam kehidupan manusia.

Rukun-Rukun dan Syarat Pelaksanaan Syirkah

https://www.pexels.com/

Berhubung pelaksanaan syirkah ini berkenaan dengan kehidupan ekonomi masyarakat dan telah diterapkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, maka tentu saja terdapat rukun dan syarat yang menyertainya. Apa saja ya rukun dan syarat dari pelaksanaan syirkah ini? Yuk simak ulasan berikut ini!

Rukun-Rukun Pelaksanaan Syirkah

Rukun dalam pelaksanaan syirkah yang pokok ada 3, yakni:

1. Adanya orang yang bersyirkah.

Yaitu sedikitnya terdiri dari dua orang, sedang banyaknya tidak terbatas.

2. Adanya sesuatu yang disyirkahkan.

Yaitu harus terdiri dari sesuatu yang jelas dan merupakan sesuatu yang menjadi kemauan mereka serta yang dapat dilakukan atau dikerjakan oleh masing-masing.

3. Adanya Shighat.

Yaitu kalimat akad yang diucapkan oleh orang-orang yang sama bersyirkah sebagai pernyataan persetujuan adanya syirkah itu sehingga terdapat rasa saling percaya mempercayai.

Syarat Pelaksanaan Syirkah

Dalam pelaksanaannya, harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:

  1. Objek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;
  2. Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).

Sementara menurut Hanafiah, syarat pelaksanaan dengan syirkah terbagi menjadi empat bagian, yakni:

1. Sesuatu yang berhubungan dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini, terdapat dua syarat:

  1.  Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan.
  2. Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.

2. Sesuatu yang berhubungan dengan syirkah mal (harta). Dalam hal ini, terdapat dua perkara yang harus dipenuhi, yakni:

  1. bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti Junaiyah Riyal, Rupiah.
  2. Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.

3. Sesuatu yang berhubungan dengan syirkah mufawadhah. Dalam hal ini, terdapat tiga hal yang disyaratkan, yakni:

  1.  Modal (harta pokok) dalam syirkah mufawadhah harus sama.
  2. Yang bersyirkah ahli untuk kafalah.
  3. Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.

4. Adapun syarat yang berhubungan dengan syirkah ‘inan akan sama dengan syarat pada syirkah mufawadhah.

Jenis-Jenis Syirkah Dalam Agama Islam

https://www.pexels.com/

Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam yaitu:

  1. Syirkah Inân;
  2. Syirkah Abdan;
  3. Syirkah Mudhârabah;
  4. Syirkah Wujûh; dan
  5. Syirkah Mufâwadhah

Sementara itu, menurut ulama Hanabilah mengungkapkan bahwa jenis-jenis syirkah yang sah hanya ada 4 saja yakni: a) Syirkah Inân; b) Syirkah Abdan; c) Syirkah Mudhârabah, dan d) Syirkah Wujûh. Berbeda lagi dengan ulama Malikiyah yang menyatakan bahwa ada 3 macam syarkiah yang berlaku yakni: a) Syirkah Inân; b) Syirkah Abdan; dan c) Syirkah Mudhârabah.

Nah, meskipun pendapat para ulama ini berbeda-beda, tetapi tidak ada salahnya untuk mempelajari kelima jenis syirkah yang ada!

1. Syirkah Inân

Yakni syirkah yang dilaksanakan antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi kontribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat. Contoh penerapannya yakni pada hal membangun rumah yang dilaksanakan oleh 2 pihak berupa seorang insinyur dan seorang teknik sipil.

Dua pihak tersebut telah sepakat akan menjalankan sebuah bisnis properti dengan membangun dan menjual-belikan rumah. Maka dari itu, masing-masingnya akan memberikan kontribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.

Nah, dalam Syirkah Inân ini terdapat modal yang menjadi syaratnya dan harus berupa uang (nuqûd) maupun barang (‘urûdh). Rumah atau mobil tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.

Besaran keuntungannya didasarkan pada kesepakatan, sementara kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan riwayat yang disampaikan oleh Abdur Razzaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah)”.

2. Syirkah ‘Abdan

Yakni jenis syirkah yang terjadi antara dua pihak atau lebih dan masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (‘amal), tanpa kontribusi modal (mâl). Kontribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal.

Contoh: A dan B yang keduanya sama-sama seorang nelayan. 2 pihak tersebut sepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

Dalam syirkah jenis ini tidak disyaratkan adanya pihak-pihak dengan profesi atau keahlian yang sama kok, tentu saja boleh berbeda. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal, tidak boleh berupa pekerjaan haram ya… misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).

Keuntungan yang diperoleh nantinya akan dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).

Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apapun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].

3. Syirkah Mudhârabah

Yakni jenis syirkah yang terjadi antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan kontribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan kontribusi modal (mâl). Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).

Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah, yakni:

  • Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan kontribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan kontribusi kerja saja.
  • Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan kontribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan kontribusi modal, tanpa kontribusi kerja.

Jika ada keuntungan nantinya akan dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaan.

4. Syirkah Wujûh

Yakni jenis syirkah yang terjadi antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan kontribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya. Disebut sebagai Syirkah Wujûh sebab dalam pelaksanaannya memang didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat.

Bentuk kedua dari syirkah jenis ini adalah antara dua pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa kontribusi modal dari masing-masing pihak.

Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah wujûh bentuk kedua ini nantinya keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan presentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah Wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam Syirkah ‘Abdan.

5. Syirkah Mufâwadhah

Yakni jenis syirkah yang terjadi antara dua pihak atau lebih dengan menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh).  Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.

Keuntungan yang diperoleh nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).

Contoh: A adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkontribusi kerja. Lantas, B dan C juga sepakat untuk berkontribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.

Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Syirkah

Pelaksanaan syirkah tentu saja dapat berakhir, apabila pihak-pihaknya melakukan hal-hal berikut:

Secara Umum 

  1. Terjadi pembatalan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut dikarenakan akad syirkah merupakan akad yang jâiz dan ghair lâzim, sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.
  2. Meninggalnya salah seorang pihak.
  3. Murtadnya salah seorang pihak. Hal ini disamakan dengan kematian.
  4. Salah satu pihak mengalami kegilaan yang secara terus-menerus.

Secara Khusus

  1. Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah satu pihak sebelum digunakan untuk membeli dalam syirkah amwâl.
  2. Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufâwadhah ketika akad akan dimulai. Hal tersebut karena adanya persamaan antara modal pada permulaan akad merupakan syarat yang penting untuk keabsahan akad.

Singkatnya, pelaksanaan konsep syirkah alias perkongsian yang dilakukan oleh beberapa pihak guna memperoleh keuntungan ini dapat batal apabila mengalami:

  • Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
  • Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.
  • Salah satu pihak meninggal dunia.
  •  Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama  syirkah.

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu syirkah dan bagaimana rukun, syarat, jenis, dan hal-hal yang menyebabkannya batal dilakukan. Apakah Grameds pernah berpikir untuk melakukan syirkah ini dengan rekanmu?

Baca Juga!

About the author

Rosyda

Saya adalah Fauziyah dan menulis adalah bagian dari aktivitas saya, karena menulis menjadi salah satu hal yang menarik. Sesuai dengan latar pendidikan saya, tema yang saya suka seputar ekonomi dan manajemen.

Kontak media sosial Instagram saya Rosyda Nur Fauziyah