Agama Islam

Nasab Adalah: Pengertian, Faktor dan Sistemnya dalam Ajaran Agama Islam

Written by Yufi Cantika

Secara etimologi, nasab adalah al qorobah atau kerabat. Kerabat dinamakan nasab, dikarenakan di antara kedua kata tersebut ada suatu hubungan serta keterkaitan. Kata nasab berasal dari frasa yaitu nisbatuhu ilaa abiihi nasabaah yang artinya adalah nasabnya pada ayahnya.

Dalam ajaran agama Islam, nasab merupakan suatu hal penting yang harus diketahui oleh setiap muslim, sebab nasab berkaitan dengan hak waris, perwalian serta hal-hal penting yang lainnya.

Selain itu, untuk menghelat sebuah pernikahan, seorang muslim harus melaksanakannya sesuai dengan syariat, sehingga harus memahami siapa wali sahnya dan lain sebagainya. Agar lebih memahami arti nasab, maka Grameds bisa menyimak penjelasannya lebih lanjut dalam artikel berikut ini.

Definisi Nasab Secara Umum dan Menurut Para Ulama

Sumber: Pexels

Kata nasab adalah kerabat atau keturunan. Nasab berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata al-nasb yang artinya adalah menghubungkan kekerabatan, keturunan maupun menyebutkan keturunan itu sendiri.

Jika kata al-nasab dibentuk menjadi sebuah kalimat tanasub, maka artinya adalah hubungan, ikatan, kesamaan serta kesetaraan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasab adalah keturunan, terutama keturunan yang berasal dari pihak ayah. Akan tetapi nasab bukan hanya keturunan saja, kata nasab juga dapat digunakan untuk mendefinisikan hubungan darah secara horizontal contohnya seperti bibi, saudara sekandung, paman dan lainnya.

Nasab juga dapat didefinisikan sebagai suatu tali yang menjadi penghubung keluarga serta hubungan darah lainnya. Sementara definisi dari kata nasab menurut istilahnya adalah keturunan yang didapatkan dari pernikahan secara sah serta memiliki ikatan atau hubungan darah yang disebut dengan keluarga baik keluarga dengan hubungan darah yang sifatnya vertikal seperti ayah, ibu, nenek dan kakek, ataupun keluarga dengan sifat horizontal seperti bibis, paman, saudara dan lainnya.

Pengertian Nasab Menurut Para Ulama

Sementara itu, menurut para ulama pengertian nisab adalah sebagai berikut ini:

1. Ibnu Aby Taghlib

Menurut Ibnu Abu Taghlib, nasab merupakan al ittishal baina insanain bi al isytirak fi wiladatin qariibatin aut ba’idatin yang artinya adalah hubungan dari keterikatan antara dua orang dengan persamaan dalam kelahiran baik dekat atau jauh.

2. Wahbah Al-Zuhaili

Pengertian nasab menurut Wahbah Al Zuhaili adalah suatu sandaran yang cukup kokoh untuk dapat meletakan suatu hubungan kekeluargaan sesuai dengan kesatuan darah ataupun pertimbangan bahwa yang satu ialah bagian dari yang lainnya.

Contohnya ketika ada seorang anak yang menjadi bagian dari sang ayah dan seorang ayah bagian dari kakeknya. Maka, orang-orang yang satu rumpun dengan nasab adalah orang yang memiliki satu tali darah dengan anak, ayah serta kakek tersebut.

3. Ibnu Athiyah

Dinyatakan oleh Ibnu Athiyah bahwa pengertian nasab adalah seorang manusia yang berkumpul bersama-sama dengan lainnya di dalam suatu hubungan kebapakan maupun keibuan baik itu hubungan yang dekat atau hubungan yang jauh.

Sistem Penentuan Nasab 

Sumber: Pexels

Dikutip dari laman dalamislam.com, apabila ditinjau menurut ilmu antropologi ada beberapa sistem penentuan nasab atau keturunan yang berlaku pada berbagai daerah di dunia. Ada empat sistem penentuan nasab, berikut penjelasannya.

1. Sistem bilateral atau parental

Sistem pertama dari penentuan nasab adalah sistem bilateral atau parental yang artinya adalah keturunan yang menganggap bahwa keturunan berasal dari hubungan kekerabatan dari kedua belah pihak orang tua baik itu ayah atau ibu.

2. Sistem patrilineal 

Sistem kedua adalah patrilineal yang artinya adalah sistem yang menyebutkan bahwa keturunan nasab didapatkan dari hubungan kekeluargaan melalui pihak laki-laki saja dan tidak dari pihak ibu.

Dalam sistem penentuan nasab patrilineal, keturunan hanya dianggap atau hanya dilihat dari kerabat keluarga ayah saja.

3. Sistem matrilineal 

Sistem penentuan nasab matrilineal adalah kebalikan dari sistem patrilineal, maka artinya, sistem matrilineal merupakan sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekeluargaan dari pihak ibu atau pihak perempuan saja.

4. Sistem bilineal 

Sistem terakhir adalah sistem bilineal yang dikenal pula sebagai dubbel unilateral yaitu sebuah sistem yang memperhatikan antara hubungan kekerabatan atau kekeluargaan dari pihak ayah atau pria saja untuk beberapa hal tertentu dan dengan begitu, keturunan dari pihak perempuan hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja.

Berdasarkan keempat sistem penentuan nasab tersebut, menurut pendapat ulama dari agama Islam yang mengacu pada sunnah maupun Al-Quran, Islam menganut sistem bilateral atau parental.

Sementara itu, para ulama fiqih berpendapat bahwa nasab di dalam agama Islam cenderung menganut sistem patrilineal. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 4, berikut bunyi ayatnya.

مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِى جَوْفِهِۦ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَٰجَكُمُ ٱلَّٰٓـِٔى تُظَٰهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَٰتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَٰهِكُمْ ۖ وَٱللَّهُ يَقُولُ ٱلْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى ٱلسَّبِيلَ

Arab-Latin: Mā ja’alallāhu lirajulim ming qalbaini fī jaufih, wa mā ja’ala azwājakumul-lā`ī tuẓāhirụna min-hunna ummahātikum, wa mā ja’ala ad’iyā`akum abnā`akum, żālikum qaulukum bi`afwāhikum, wallāhu yaqụlul-ḥaqqa wa huwa yahdis-sabīl

Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkat mu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).

Faktor-Faktor atau Sebab Penentuan Nasab Seseorang

Sumber: Pexels

Nasab merupakan hal yang penting dalam ajaran agama Islam, sebab nasab menentukan beberapa hal seperti hak waris dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam menentukan nasab ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Dalam ajaran agama Islam, ada setidaknya tiga faktor utama yang menjadi penentu dari nasab seseorang. Berikut penjelasannya lebih lanjut.

 

  • Melalui Pernikahan Secara Sah

Para ahli dan ulama fiqih menjelaskan, bahwa seorang anak yang terlahir dari seorang perempuan melalui pernikahan yang sah merupakan anak dari laki-laki atau dari sang ayah. Ada pula untuk menjadi nasab dari anak tersebut, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Suami telah dewasa dan matang dalam artian biologis, sehingga sang suami dapat dipastikan mampu memberikan seorang keturunan, jika sang suami tidak mampu memberikan keturunan atau memiliki penyakit kelamin tertentu, maka sang suami tidak dapat dikaitkan nasabnya dengan sang anak tersebut.
  2. Usia dari janin atau kandungan sang istri minimal harus enam bulan sejak hari pernikahan. Hal tersebut sesuai dengan mahzab Hanafi, akan tetapi menurut pendapat dari mahzab yang lainnya, usia kandungan harus terhitung enam bulan atau lebih sejak terjadinya persetubuhan usai melaksanakan pernikahan secara sah.
  3. Apabila usia dari janin kurang, maka sang anak tidak dapat dikaitkan dengan nasab sang suami.
  4. Suami dan istri melakukan persneggemaan atau persetubuhan usai melaksanakan pernikahan secara lahiriyah atau biologis, faktor ketiga ini sesuai dengan pendapat dari ketiga mahzab.
  5. Sementara itu, menurut pendapat lainnya ada yang mengungkapkan bahwa hubungan boleh bersifat akal atau imajinasi saja. Meskipun demikian, anak yang diakui menurut nasab adalah anak yang didapatkan melalui hubungan lahiriyah.
  6. Lalu apabila suami merasa tidak pernah menggauli istrinya, akan tetapi istri tersebut hamil, maka sang suami diperbolehkan untuk menjatuhkan tuduhan li;an atau anak dalam kandungan istri bukanlah anaknya dan hasil perzinahan atau perselingkuhan di dalam rumah tangga atau zina dalam agama Islam.

 

  • Melalui Pernikahan secara Fasid

Pernikahan fasid merupakan pernikahan yang dilaksanakan akan tetapi tidak memenuhi syarat atau bahkan rukun  nikah yang berlaku di dalam agama Islam. Contohnya seperti pernikahan yang melibatkan perempuan yang masih menjalani masa iddah talak, baik itu cerai mati atau cerai hidup.

Lalu apabila ada anak yang lahir dari perempuan tersebut, maka anak tersebut terikat nasabnya dengan sang suami melalui pernikahan, asalkan sang suami memiliki syarat yang sama dengan sebab dari penentuan nasab melalui sebuah pernikahan yaitu mampu menghamili istrinya, usia kandungan dari sang istri yang lebih dari 6 bulan dan terjadi persetubuhan sehingga menyebabkan sang istri hamil.

 

  • Nasab karen Wati Syubhat

Faktor penentu nasab selanjutnya adalah karena wati syubhat. Wati syubhat merupakan persetubuhan yang terjadi tanpa adanya suatu kesengajaan. Contohnya ketika ada seorang laki-laki yang menyetubuhi seseorang di suatu kamar tanpa penerangan dan laki-laki tersebut tidak melihat wajah perempuan yang ia anggap sebagai istrinya.

Karena hal tersebut, persetubuhan wati syubhat adalah suatu kesalahan dan jika perempuan tersebut melahirkan, maka anak-anak tersebut nasabnya akan dikaitan dengan pria yang menyetubuhinya.

Ada pula syarat laki-laki tersebut menjadi nasab dari anak yang lahir dengan wati syubhat ialah apabila usia kehamilan minimal telah mencapai enam bulan dan masa kehamilan dari sang perempuan atau kelahiran anak yang tidak melewati masa maksimal kehamilan yaitu selama sembilan bulan sepuluh hari. Anak yang terlahir lebih lama dari masa kehamilan, maka nasabnya tidak dapat dikaitkan dengan laki-laki yang menyetubuhi secara wati syubhat.

Hukum Nasab dalam Agama Islam

Nasab dalam ajaran agama Islam adalah hal yang sangat penting, dikarenakan dengan adanya nasab maka secara filosofi antara anggota keluarga besar memiliki keterkaitan yang sangat kuat, sehingga menjadi suatu pondasi utama agar dapat terbentuk suatu kelompok manusia yang kokoh di setiap anggota kelompok terikat atau terkait dengan anggota lain.

Hukum agama Islam telah melarang seorang ayah untuk mengingkari nasab dari anak-anaknya, maka seorang ibu diharamkan untuk menghubungkan nasab sang anak dengan ayah sebenarnya.

Selain itu, hukum agama Islam juga mengharamkan untuk menghubungkan nasab anak pada ayah angkat. Hal ini sesuai dengan hadits berikut:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَدْخَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَلَمْ يُدْخِلْهَا اللَّهُ جَنَّتَهُ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ احْتَجَبَ اللَّهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ فِي الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ

“Perempuan mana pun yang menasabkan seorang anak kepada kaum yang bukan dari kaum tersebut, maka ia tidak mendapat apa-apa (rahmat) dari sisi Allah. Dan Dia tidak akan memasukkan perempuan itu ke dalam surga-Nya.”

“Begitu pula laki-laki mana pun yang mengingkari anaknya, sedangkan dia melihat kepadanya, maka Allah akan menghalangi diri darinya dan Dia justru akan membuka aibnya di hadapan seluruh makhluk, baik generasi awal maupun generasi akhir,” (HR Abu Dawud).

Nasab seseorang menjadi penentu dari hak waris serta hak perwalian. Berikut penjelasan terkait hak nasab serta hak waris dalam ajaran agama Islam.

  • Hak Nasab

Hak nasab dari seorang suami dan istri adalah anak yaitu garis keturunan. Sehingga, siapapun yang memiliki seorang anak dari hasil pernikahan, baik itu suami atau istri maka ia berhak atas nasab dari anak tersebut.

Bahkan, selain menetapkan, syariat juga turut mengatur hak ini dengan cukup ketat, sehingga siapa saja tidak boleh menasabkan seseorang pada yang bukan haknya. Maka dengan demikian, seorang laki-laki tidak diperbolehkan mengingkari anak yang lahir dari darah dagingnya.

  • Hak Waris

Ketika membicarakan mengenai hak nasab seseorang dalam agama Islam, maka biasanya akan turut membahas mengenai hak waris maupun hak perwalian.

Syariat agama Islam mengatur, apabila pihak istri telah meninggal dunia dan tidak memiliki seorang anak dalam pernikahan tersebut, maka sang suami akan mendapatkan bagian dari setengah harta warisannya.

Sedangkan apabila sang istri yang meninggal dunia dan ia memiliki anak, maka sang suami juga akan mendapatkan satu per empat dari harta waris sang istri.

Namun jika sang suami meninggal dunia dan memiliki seorang anak, maka sang istri akan mendapatkan ⅛ dari harta waris suaminya. Pembagian hak waris tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 12. Berikut bunyi ayatnya.

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْن

Artinya:

“Bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sudah dibayar hutangnya.”

“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu,” (Surat An-Nisa’ ayat 12).

Islam tidak hanya mengatur mengenai hukum nasab saja, akan tetapi juga tentang pemeliharaan nasab tersebut. Agama Islam melarang keras segala hubungan yang menyimpang dari syariat dan tidak memperbolehkan hubungan selain hubungan yang terjadi di atas bahtera rumah tangga atau pernikahan secara syar’i.

Di antara pemeliharaan agama Islam pada nasab ialah kecaman yang cukup keras pada berbagai macam pengingkaran nasab serta ancaman yang diberikan pada ayah atau ibu yang mengingkari keberadaan dari nasab anak mereka, sikap melepaskan diri dari anak tersebut atau ketika ayah dan ibu menasabkan seorang anak yang bukan dari mereka atau bukan haknya.

Itulah penjelasan mengenai nasab adalah tali yang menjadi penghubung dari keluarga dengan hubungan darah lainnya.

Bagi Grameds yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang nasab atau fiqih dalam agama Islam, maka dapat memperoleh informasinya dengan membaca buku. Gramedia.com #SahabatTanpaBatas Grameds selalu menyediakan berbagai macam buku berkualitas dan original untuk Grameds.

Membaca banyak buku dan artikel tidak akan pernah merugikan kalian, karena Grameds akan mendapatkan informasi dan pengetahuan #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

Rujukan:

  • https://dalamislam.com/dasar-islam/arti-nasab
  • https://ms.wikipedia.org/wiki/Nasab
  • https://id.berita.yahoo.com/nasab-adalah-kerabat-atau-keturunan-100000595.html
  • https://www.orami.co.id/magazine/nasab#hak-nasab
  • https://tafsirweb.com/7616-surat-al-ahzab-ayat-4.html

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika