Agama Islam

Musyrik: Pengertian, Ciri, Contoh & Perbedaan dengan Syirik

Musyrik
Written by Yufi Cantika

Pengertian Musyrik

Musyrik merupakan sebutan dimana seseorang kemudian menyekutukan Allah dan bertentangan dari ajaran tauhid yang mengesakan Allah. Kata syirik sendiri berasal dari kata syirkah atau persekutuan, yaitu mempersekutukan atau membuat tandingan hukum ajaran lain selain dari ajaran atau hukum Allah.

Syirik juga merupakan akhlak yang melampaui batas aturan serta bertentangan dengan prinsip tauhid yaitu mengabdi, taat secara sadar tunduk, dan secara sukarela pada sesuatu ajaran atau perintah selain dari ajaran Allah. Dalam Islam sendiri syirik merupakan dosa yang tak dapat diampuni kecuali melalui taubat serta meninggalkan kemusyrikan dengan sejauh-jauhnya. Kemusyrikan sendiri kemudian dilakukan dengan mengikuti berbagai ajaran selain ajaran Allah dan secara sadar serta sukarela seseorang membenarkan ajaran syirik dari dalam hati dan menjalankannya dalam tindakan serta berupaya menegakkan dan menjaga kelangsungan dari ajaran syirik tersebut).

Kemusyrikan yang terjadi secara sosial atau komunal (jama’ah atau bangsa) kemudian dijelaskan pada Surah Ar-Ruum 31-32: “ …dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (Ar-Ruum 30:31).

Jadi fanatisme golongan atau sektarian dengan terpecah belah dari ajaran Allah yang merupakan kemusyrikan besar karena melibatkan manusia secara sosial, diantaranya dengan membuat golongan atau aliran yang bertentangan dengan berbagai sumber hukum Islam (Hadits dan Quran) dengan tujuan kepentingan kelompoknya sendiri serta menciptakan aturan (berlandaskan kepentingan kelompok tersebut). Keadaan ini juga menyebabkan disintegrasi antar manusia, jika terjadi perdamaian maka yang terjadi adalah perdamaian semu, sehingga kehendak Allah pada manusia pun tidak dapat terlaksana karena terjadinya kekacauan.

Tujuan diutusnya para Rasul sendiri adalah mengintegrasikan kembali manusia dari kondisi berpecah belah, kembali menjadi Umat yang bersatu dalam satu Prinsip atau Asas (Rububiyah). Satu kekuasaan atau Mulkiyah dan satu ketaatan atau Uluhiyah. Sementara asas atau prinsip tersebut telah ada pada alam semesta ini beserta Kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam.

Ciri-Ciri Musyrik dan Ayat-Ayat Al Qur’an Tentang Musyrik

Ciri-Ciri Orang Musyrik sendiri terlihat dari bagaimana ia beribadah kepada Tuhan selain Allah SWT, dengan tujuan beribadah kepada selain sang pencipta, ia juga kerap menaati selain Allah SWT dalam hal kemaksiatan dan menyamakan dengan selain Allah SWT dalam hal kecintaannya. Contohnya pada Perilaku Musyrik atau menyembah Sesuatu Selain Allah, sementara perilaku orang musyrik terberat adalah menyembah sesuatu selain Allah SWT.

Misalnya, dalam menyembah patung, makam, batu, kayu, atau benda-benda lain, termasuk manusia. Orang musyrik juga memiliki kepercayaan bahwa benda-benda ini sebagai tuhan yang mampu menciptakan kebaikan dan keburukan. Ia juga Mempersekutukan Allah. Percaya bahwa ada makhluk selain Allah yang juga memiliki banyak sifat-sifat sama seperti Allah merupakan sebuah perilaku musyrik, selain itu menjadikan para pemuka agama sebagai Tuhan juga merupakan perilaku musyrik. Dalam ilmu Tauhid perilaku menuhankan atau mendewakan manusia disebut juga sebagai Ghuluw.

Setelah memahami arti, ketahui lebih lengkapnya mengenai musyrik ini melalui ayat-ayat Al-Quran. Simak sejumlah ayat Al-Qurannya sebagai berikut:

1. Menyekutukan Allah

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Menyekutukan Allah SWT merupakan wujud dari sikap orang musyrik. Orang-orang musyrik sendiri ditempatkan di neraka oleh Allah SWT. Hal ini juga sesuai dengan bunyi dari surah Al-Maidah ayat 72 sebagai berikut:

 لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah mereka orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Almasih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” Sebagai gambaran, contoh orang musyrik yakni mereka yang memohon pertolongan selain kepada Allah, misalnya meminta kepada patung atau orang meninggal.

2. Beramal Tapi Riya

Orang musyrik juga umumnya mengerjakan amal ibadah dengan tujuan pamer atau riya. Dalam agama Islam perbuatan ini termasuk ke dalam syirik kecil sehingga amalan di dalamnya kemudian tidak dihitung lagi sebagai pahala. Dalam surah Al-Kahfi ayat 10 sendiri Allah SWT berfirman:

إِذْ أَوَى ٱلْفِتْيَةُ إِلَى ٱلْكَهْفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

Artinya: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya.”

3. Menggantungkan Sesuatu Tidak Kepada Allah

Seorang umat muslim dengan sifat musyrik akan mengatakan segala urusan kepada selain Allah SWT. Hal ini kemudian menjadikan mereka sebagai umat yang ditinggalkan oleh-Nya. Dalam surah Al-Israa’ ayat 22 sendiri Allah SWT kemudian berfirman seperti berikut:

لَّا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا

Artinya: “Janganlah kamu adakan ilah-ilah yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).”

4. Ibadah Namun Tidak untuk Allah

Seseorang yang memiliki sifat musyrik juga bisa rajin beribadah. Namun demikian ibadah yang ia lakukan bukan semata-mata untuk atau karena Allah. Dalam surah Hud ayat 15-16, Allah SWT berfirman “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”

5. Mencintai Sesuatu Melebihi Cintanya Kepada Allah

Ciri-ciri orang yang musyrik atau menyekutukan Allah lainnya juga dapat dilihat dari apa yang mereka cintai. Umumnya, seseorang dengan sifat musyrik akan mencintai suatu hal secara berlebihan melebihi rasa cintanya kepada Allah SWT. Padahal, sejatinya cinta manusia kemudian hanya diperuntukan oleh Allah semata. Dalam surah Al-Baqarah ayat 165, Allah SWT kemudian bersabda:

 وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى

ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَاب

Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” Allah SWT tidak mengampuni orang yang musyrik dan syirik. Dalam surah An-Nisa ayat 48, Allah SWT berfirman:

ِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Dengan memahami betapa besar dosa hendaknya kamu menghindari sifat musyrik dan syirik. Dengan demikian, kita kemudian akan selalu berada dalam lindungan Allah SWT.

Tiga Macam Orang Musyrik

Orang musyrik adalah mereka yang mempercayai adanya Allah SWT, namun juga masih mempercayai terdapat kekuatan lain selain Allah SWT. Syekh Ibnu Hasan Bisry At-Turjani juga menyatakan terdapat tiga macam golongan orang musyrik. Menurut sebagian ulama, tiga golongan ini diantaranya adalah musyrik murni, musyrik perbuatan atau percaya dengan benda bertuah, serta musyrik memuja terhadap tempat keramat, pohon-pohon, kuburan,dan berbaiat dengan sebangsa siluman atau jin. Simak penjelasan lebih lengkapnya berikut ini:

1. Musyrik Murni

Musyrik murni merupakan orang yang perbuatan dan cara-cara ibadahnya dilakukan tidak sesuai dengan akidah agama Islam. Mereka menafikan agama, dan lebih suka mengikuti perbuatan tidak sesuai akidah yang dilakukan oleh nenek moyangnya. “Dari kalangan mereka biasanya terdapat orang yang dituakan, sebagai pemimpin spiritual untuk seluruh rakyat di suatu kampung atau desa,” katanya.

2. Musyrik Perbuatan

Musyrik Perbuatan adalah orang-orang yang mengaku Islam, namun dalam amal ibadah tidak mencerminkan seorang mukmin. Ia bersyahadat, puasa, sholat, zakat dan naik haji. Namun meski demikian ia juga masih mempercayai hal-hal lain seperti masih percaya kepada benda-benda bertuah, keris, tombak, tosan aji, atau benda-benda lainnya yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Ia juga suka pergi kepada dukun atau orang-orang pintar.

3. Musyrik Pemujaan

Musyrik pemujaan adalah orang-orang Islam awam, yang masih pergi ke tempat-tempat keramat, seperti diantaranya kuburan para wali, bukan untuk melakukan ziarah melainkan hanya ingin mendapatkan berkah. Mereka juga kebanyakan kurang paham mengenai akidah Islam sehingga di samping percaya kepada Tuhan, mereka juga percaya kepada gua-gua, pohon, atau tempat-tempat lain yang dianggap keramat. Mereka juga membuat perjanjian dengan penunggu tempat keramat, tersebut seperti gunung yang mereka anggap dapat memberikan kekayaan. Dengan demikian mereka juga telah menggadaikan sebagian hidupnya untuk diserahkan kepada gua-gua atau penunggu gunung atau tersebut untuk kemudian mendapat imbalan kekayaan, meski harus menunaikan sesembahan, berupa tumbal sesuai dengan perjanjian.

Perbedaan Musyrik dan Syirik

Lalu apa perbedaan antara Syirik dan Musyrik? Musyrik adalah orang yang menyamakan Allah SWT dengan selain Allah dengan hal-hal terkait kekhususan Allah. Musyrik juga dapat diartikan sebagai orang yang memalingkan sesuatu kepada selain Allah. Ialah mereka yang mempersekutukan Allah tak hanya dalam I’tikad atau kepercayaan, ucapan, dan amal perbuatan. Adapun ciri-ciri orang musyrik diantaranya Memalingkan bentuk ibadah kepada selain Allah SWT dengan tujuan Menaati selain Allah juga menyamakan kecintaannya terhadap makhluk lain yang disejajarkan dengan kecintaannya terhadap Allah. Sementara Syirik merupakan perbuatan menyekutukan Allah SWT dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, asma (nama-nama) maupun sifat-Nya. Tanda-tanda kesyirikan yang paling mencolok serta sesuai dengan perkataan Al Quran diantaranya berjalan bukan di jalan Allah SWT, keagungan serta kehinaan diri yang digantungkan kepada selain Allah SWT, juga menjalankan hukum yang diproduksi selain Allah SWT. Selain itu, orang yang syirik juga menjalankan serikat kepada selain-Nya, ia juga menyongkong kegiatan yang tidak diridhoi Allah SWT, dan gentar terhadap selain-Nya, serta berusaha demi selain Allah SWT.

Buku Terkait Musyrik

1. Hidup Dalam Doa

Musyrik

Berdoa adalah hakikat manusia sebagai hamba. Tak hanya bertujuan untuk memenuhi impian, doa menjadi jalan menjalin hubungan intim dengan Tuhan. Oleh karena itu, untaian katanya pun seyogianya penuh kemuliaan. Buku Hidup dalam Doa ini menyajikan segala doa, zikir, shalawat, dan amalan nan indah untuk mengobati gundah. Mulai dari doa belajar, jodoh, rejeki, perlindungan diri, ketenangan diri, wabah, taubat, hingga masih banyak doa spesifik dan aktual lainnya yang Anda butuhkan dalam mengarungi harapan dan ikhtiar kehidupan.

2. Pengantar Kaidah Fikih

Musyrik

Kaidah Fikih menempati posisi yang sangat penting dalam kajian hukum Islam. Kaidah fikih adalah salah satu dari empat pilar penting dalam hukum Islam. Kaidah fikih merupakan kumpulan dari sekian banyak masalah fikih yang dapat memberikan kemudahan bagi para ahli dan praktisi hukum Islam dalam melakukan proses penetapan hukum. Dengan demikian, kaidah fikih dapat dijadikan salah satu acuan berpikir (kerangka teoritis). Sudah cukup banyak buku yang membahas tentang kaidah fikih dan menjadi pegangan mahasiswa, khususnya mahasiswa fakultas Syariah, namun yang menjelaskan secara detail mulai dari konsep, sejarah, perbandingan hingga implementasinya kaidah-kaidah fikih baik asasiyah atau kaidah fiqih umum dan khusus terbilang masih langka. Buku yang berjudul “Pengantar Kaidah Fikih” ini dapat dibaca oleh para mahasiswa fakultas Syariah di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Di samping itu, buku ini dapat digunakan pula oleh para akademisi, peneliti, pengamat serta praktisi di bidang hukum Islam.

3. 50 Kaidah Nabawiyah untuk Jiwa dan Kehidupan

Musyrik

Buku ini berjudul, “50 Kaidah Nabawiyah” ditulis oleh DR. Umar bin Abdullah Al-Muqbil. Seorang ulama sekaligus penulis produktif. Sebelumnya beliau sukses menghadirkan buku, “50 Kaidah Al-Qur’an.” Dan, buku ini merupakan pasangan dari buku sebelumnya. Nilai kepraktisan buku ini menjadi corak tersendiri, karena penulis menyajikan penjelasan-penjelasan yang implementatif untuk diamalkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Sangat terlihat penulisnya memahami dunia aktual dengan segala persoalannya. Dengan kaidah nabawiyah kerumitan dapat diuraikan. Dengan kaidah nabawiyah yang terserak bisa disatukan. Dengan kaidah nabawiyah yang terputus dapat disambungkan. Dan, inilah salah satu keunikan yang ada dalam syariat Islam, tidak ditemukan dalam agama mana pun. Buku ini disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami. Tak pelak, buku ini layak Anda miliki.

4. Muslim Akal Sehat

Musyrik

Semakin modernnya zaman ternyata tak menjamin semakin cerdas manusia dalam berpikir dan tak menjamin manusia bertambah bijak dalam berbuat. Nyatanya, manusia semakin tak terkendali dan semakin buas atas dirinya sendiri (baca: hawa nafsu). Manusia sering kehilangan akal sehatnya. Bukan berarti ia tidak mempergunakan akalnya, hanya saja akalnya dibuat dangkal (sengaja atau tidak) sehingga akal (sebagai kesadaran kolektif) tidak dapat memahami secara cermat, tepat, dan logis ketika membuat pertimbangan-pertimbangan yang praktis. Ironisnya, di zaman yang kacau ini orang yang tidak ‘berakal sehat’ dijadikan panutan oleh orang yang tidak ‘sehat akal’-nya. Jadinya, kehidupan semakin kacau balau, kaki di kepala dan kepala di kaki. Karena itulah buku ini hadir ke pangkuan para pembaca sebagai bahan refleksi. Tulisan-tulisan dalam buku ini disertai dengan kisah-kisah reflektif yang diharapkan mampu membuka kesadaran kolektif kita, terutama dalam beragama. Juga sebagai respons terhadap ‘prahara-prahara’ yang belakangan ini terjadi di masyarakat dan ramai di media sosial, terutama yang disangkut-pautkan dengan keagamaan. Tidak ada maksud untuk menggurui dalam buku ini, apalagi untuk membenarkan diri. Semuanya diserahkan kepada para pembaca untuk mengambil kesimpulannya. Semoga kehadiran buku ini dapat bermanfaat!

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika