in

Review Buku The Power of Language

Buku The Power of Language merupakan buku yang ditulis oleh Shin Do Hyun, seorang ahli humaniora, dan Yoon Na Ru, seorang guru pelajaran menulis dan guru Bahasa Korea di salah satu SMA yang berlokasi di Seoul, Korea Selatan.

Buku The Power of Language terbit pada bulan Maret 2020 dan berhasil meraih kesuksesan dengan menjadi buku dengan penjualan terbaik. Buku ini juga pernah viral, terutama di kalangan ARMY, yang merupakan fans dari boyband asal Korea Selatan, BTS. Hal ini disebabkan oleh salah satu member BTS yang bernama Kim Taehyung atau yang sering dipanggil V, terlihat sedang menggenggam buku ini ketika ia sedang berada di bandara.

Shin Do Hyung dan Yoon Na Ru menuliskan buku ini dengan membagikan ke dalam 8 bab yang juga disebut sebagai tahapan dalam kecakapan berbahasa dalam proses komunikasi. Dalam tiap bab tersebut, terdapat sejumlah sub-bab yang akan menjabarkan beberapa topik yang berbeda.

Buku The Power of Language ini berisi tentang pengajaran untuk kecakapan berbahasa dalam melakukan komunikasi, yang dituliskan dengan mengambil contoh kisah klasik Barat dan Timur dari berbagai filsuf. Buku The Power of Language berisi penggalan paragraf dan kalimat dari para filsuf, yang kemudian dianalisis dan diterjemahkan maknanya menjadi bahasa dan kalimat yang mudah untuk dipahami.

Melalui buku ini, Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru ingin mengajak para pembacanya untuk mencoba fokus kepada makna yang terkandung dalam ucapan ketika kita berkomunikasi, bukan kepada cara penyampaian ucapan tersebut. Sebab, kita seringkali hanya fokus untuk menyusun kata-kata yang indah atau membuat kalimat yang cantik, tetapi pada akhirnya ketika kita pikirkan kembali, kalimat tersebut tidak memiliki makna yang mendalam.

Melalui buku ini juga, para penulis ingin mengajak para pembaca untuk memikirkan kembali cara berbahasa mereka. Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru melalui tulisan mereka di buku ini akan mengajarkan para pembaca untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan kata-kata, sehingga dapat menyampaikan maksud dari ucapan yang kita lontarkan, dan dengan cara yang sama menghindar dari bahaya yang mungkin akan timbul akibat ucapan tersebut.

 

Profil Shin Do Hyun & Yoon Na Ru – Penulis Buku The Power of Language 

Shin Do Hyun merupakan seorang ahli humaniora. Shin Do Hyun menempuh pendidikan tinggi di jurusan filsafat dan jurusan Bahasa Korea. Sejak masa mudanya, Shin Do Hyun sudah tertarik kepada ilmu filsafat, hingga sampai sekarang, ia tetap mempelajarinya.

Selain itu, Shin Do Hyun juga senang membaca literatur klasik dari Barat dan Timur. Shin Do Hyun percaya bahwa belajar untuk memberikan perubahan pada dunia harus dilakukan secara bersamaan dengan belajar untuk melakukan perubahan pada diri sendiri. Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat menghasilkan perubahan yang nyata.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Awal kepercayaan Shin Do Hyun akan mengubah dunia harus bersamaan dengan mengubah diri sendiri berasal dari nama pena yang diberikan oleh seorang guru yang sangat ia idolakan. Guru idolanya tersebut memberinya nama pena “Mok-in” yang memiliki arti pohon yang hidup sambil mencintai diri sendiri dan dunia dengan sederhana.

Buku The Power of Language ini menjadi bukti nyata atas usaha Shin Do Hyun untuk melakukan perubahan pada dunia. Shin Do Hyun menulis buku ini sebagai langkah awalnya untuk mewujudkan perubahan pada dunia dan pada saat yang sama melakukan perubahan pada diri sendiri, dengan mempelajari bahasa dan tutur kata, sekaligus memberi pengajaran pada orang lain.

Yoon Na Ru merupakan seorang pengajar Bahasa Korea dan guru pelajaran menulis di salah satu Sekolah Menengah Atas, di daerah Seoul. Yoon Na Ru dinobatkan sebagai seorang penulis, karena karya esainya yang memukau.

Yoon Na Ru memiliki keinginan untuk menulis sebuah buku yang berisi tentang pemikiran yang dihasilkan oleh pikirannya sendiri. Maka itu, Yoon Na Ru mulai untuk belajar ilmu humaniora yang dimulai dari belajar ilmu filsafat.

Buku The Power of Language menjadi sebuah hasil nyata atas keinginan dan usahanya tersebut, buku ini berisi tulisan-tulisannya yang berasal dari dalam pikirannya sendiri. Yoon Na Ru memiliki tekad untuk terus belajar, agar ia dapat membuat tulisan-tulisan yang baru dengan makna yang mendalam, dan tanpa dibatasi oleh pandangan orang lain.

 

Sinopsis Buku The Power of Language

Bahasa itu seperti mangkuk, bahasa akan mengalir dan mengisi mangkuk secara perlahan. Tahap pertama, pengembangan diri atau cara memperbesar mangkuk kata-kata. Kunci dari mempelajari bahasa adalah pengembangan diri yang bertujuan untuk mengenali diri sendiri. Setelah mengenali dan memahami diri sendiri secara lebih mendalam, maka kita akan mulai cinta kepada diri kita sendiri.

Ketika kita telah mencapai tahap mencintai diri sendiri, maka hal tersebut akan membawa kita untuk percaya diri dalam berbahasa. Pada akhirnya, pengembangan diri sendiri akan membawa kita untuk cakap berbahasa dan dapat memperbesar mangkuk kata-kata.

Tahap kedua adalah sudut pandang. Sangat penting bagi kita untuk memiliki sudut pandang akan suatu hal atau peristiwa. Sebab, jika kita tidak memiliki sudut pandang, ketika kita berbicara, ucapan yang kita lontarkan akan menjadi tidak bermakna dan tidak berbobot.

Kita harus mengetahui inti dari ucapan yang kita ingin sampaikan sebelum kita menyampaikannya. Hal ini perlu kita ketahui untuk menghindari diri kita untuk berbicara secara berantakan dan tidak bermakna.

Jika kita menginginkan kebiasaan berbahasa yang baru, maka kita perlu untuk mengubah sudut pandang kita terlebih dahulu. Terkadang, kita terlalu sering terbawa sudut pandang dari lingkungan yang lama dalam berbahasa dengan orang lain. Seharusnya, kita dapat senantiasa selalu menyesuaikan sudut pandang yang baru seiring dengan perubahan yang terjadi di dunia.

Hal ini bukan berarti kita harus mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dunia, melainkan mengajarkan kita untuk dapat terus merasa penasaran akan sudut pandang yang baru. Selain itu, hal ini juga mengingatkan kita untuk dapat memberikan makna kepada setiap perkataan yang kita ucapkan.

Tahap ketiga adalah kecerdasan. Kecerdasan diperlukan untuk dapat mengetahui bagaimana cara untuk membuat kalimat atau kata-kata yang memiliki makna yang lebih mendalam. Kecerdasan menjadi salah satu dasar untuk mendapat kecakapan berbahasa, yang sangat perlu untuk dimiliki setiap orang, bahkan menjadi sesuatu yang lebih tinggi dibandingkan dengan hati.

Tahap keempat adalah kreativitas. Kata-kata yang membosankan akan sulit untuk diterima oleh banyak orang. Untuk menghasilkan kata-kata baru yang lebih menarik dan lebih baik dari sebelumnya, kita harus menggunakan kreativitas kita.

Jika kita ingin meningkatkan kreativitas kita, maka kita bisa menuliskan pikiran kita ke dalam kata-kata dan kalimat. Sebab, dengan menuliskan apa yang kita pikirkan, kita dapat memeriksa kata-kata yang ingin kita sampaikan terlebih dahulu, sehingga dapat memperbaiki dan mengubah cara menyampaikan kata-kata tersebut menjadi berbeda dari sebelumnya.

Tahap kelima adalah menyimak. Jika kita ingin menjadi seorang pembicara yang handal, maka sebelumnya kita harus menjadi pendengar yang lebih handal. Mendengarkan atau menyimak bukan hanya sekedar mendengarkan biasa saja, melainkan mendengar dengan sepenuh hati.

Sejumlah cara yang dapat kita lakukan untuk menjadi pendengar yang baik, yakni mengalahkan keinginan untuk bicara, berlatih untuk diam, konsentrasi, dan tidak berpura-pura mendengarkan. Pendengar yang baik juga tidak boleh bereaksi dengan memberi nasihat atau anjuran kepada lawan bicara.

Tahap keenam adalah pertanyaan. Bertanya adalah salah satu cara untuk belajar. Dalam lingkungan kita, seringkali ditemukan beberapa orang yang takut untuk bertanya. Dapat dikatakan juga bahwa budaya bertanya yang ada di lingkungan kita cenderung hanya satu arah.

Guru bertanya ke murid, atasan bertanya ke bawahan, orang tua bertanya ke anak, dan sebagainya. Jumlah pertanyaan dari arah sebaliknya cenderung sangat sedikit. Padahal, bertanya merupakan salah satu cara untuk memperluas sudut pandang.

Jika melihat dari sudut pandang yang pasif bertanya, ketakutan mereka untuk bertanya diakibatkan oleh kemungkinan jawaban atas pertanyaan tersebut. Takut dianggap bodoh, takut akan pertanyaan itu sendiri yang dianggap salah, atau takut direndahkan. Jadi, merupakan hal yang penting untuk membangun kepercayaan antar seluruh pihak, agar bisa saling terbuka dan pada akhirnya memiliki keberanian untuk bertanya.

Tahap ketujuh adalah gaya bicara. Layaknya dalam menjalankan perang, dalam berbicara juga diperlukan taktik dasar yang seharusnya dapat dilakukan oleh semua orang. Tiga taktik dasar tersebut adalah berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, tidak berbicara dengan cara yang berlebihan, dan memperhatikan lawan bicara kita ketika sedang berbicara.

Ketiga taktik ini ingin mengajarkan kita untuk tidak berbicara secara sembarangan. Kita harus mencoba sebaik mungkin untuk dapat menyampaikan pikiran kita melalui perkataan yang selaras, agar makna yang ingin disampaikan tidak melenceng dari makna yang ditetapkan dalam pikiran.

Tahap kedelapan yang menjadi tahap terakhir adalah kebebasan. Setelah melakukan seluruh tahap sebelumnya, mulai dari mengenal diri sendiri, hingga gaya bicara, kita perlu kebebasan untuk dapat berbicara dan berkomunikasi dengan baik.

Ketika kita bicara, kita akan melakukan apa yang kita ucapkan, dan yang kita ucapkan bukan lah sebuah bualan saja. Hal tersebut berarti kita bisa menjadi seorang yang bebas tanpa terbebani oleh ucapan yang kita lontarkan.

Ada beberapa hal juga yang memang tidak bisa diucapkan, dan hal itu adalah hal yang wajar. Keheningan adalah saat dimana kata-kata dan bagian dalam serta bagian luar tubuh kita berhenti.

 

Kelebihan Buku The Power of Language

Meskipun buku The Power of Language ini merupakan buku yang diterjemahkan dari Bahasa Korea, buku ini dinilai nyaman untuk dibaca, karena terdapat beberapa persamaan antara gaya berbahasa orang Korea dengan gaya bahasa orang Indonesia.

Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru menuliskan buku ini secara singkat, dengan membaginya ke dalam beberapa bab dan sub-bab, dan masing-masing sub-bab hanya berkisar antara 1 sampai 2 halaman saja. Hal ini menjadikan buku ini termasuk ke dalam buku yang ringan untuk dibaca, tetapi memiliki makna yang begitu mendalam.

Buku The Power of Language ini ditulis untuk memberikan pengajaran tentang cara berkomunikasi dengan memperkuat bahasa yang kita gunakan dalam komunikasi tersebut. Meskipun bersifat edukatif dengan menggunakan contoh perkataan para filsuf, Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru menulis buku ini secara indah dan mudah dipahami.

Ketika membaca buku ini, tidak terdapat kesan seperti membaca buku pelajaran bahasa atau buku teori komunikasi. Para pembaca dapat menikmati ketika membaca buku The Power of Language ini.

Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru menyelipkan beberapa lembar yang berisi studi kasus di akhir buku The Power of Language. Melalui sejumlah lembar studi kasus tersebut, para penulis buku ini seperti ingin mengajak para pembacanya untuk merefleksikan kembali kemampuan berbahasa dan kemampuan berkomunikasi para pembaca selama ini.

Selain itu, Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru juga ingin mengajak para pembaca untuk menyelami bagaimana cara para tokoh ternama yang dihormati dan disegani menggunakan bahasa yang lembut ketika berkomunikasi, sehingga dapat membuat lawan bicaranya merasa aman dan nyaman.

Buku The Power of Language ini merupakan buku yang memiliki banyak nilai yang dapat dipelajari oleh para pembaca dan membuka sudut pandang baru bagi para pembaca untuk dapat memanfaatkan kekuatan berbahasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa buku ini adalah buku yang sangat bermanfaat.

Kekurangan Buku The Power of Language

Beberapa bagian dalam buku The Power of Language ini tidak dapat langsung dipahami oleh para pembaca, karena buku ini bersifat edukatif dan terkait dengan kecakapan berbahasa. Jadi, ada beberapa bagian yang dinilai cukup sulit untuk dipahami dan perlu dibaca berulang kali.

Oleh karena buku The Power of Language ini mengambil banyak contoh dari penggalan paragraf atau kalimat dari sejumlah filsuf, nilai-nilai yang ditulis dalam buku ini banyak sekali. Dinilai terlalu banyak sehingga membuat para pembaca tidak dapat mengingat nama filsuf yang mencetuskan, isi ucapannya, dan nilai yang disampaikan.

Pengaturan margin yang ditetapkan untuk buku ini dinilai terlalu rapat dan penebalan kalimat highlight yang kurang beraturan, sehingga dapat menimbulkan kesan yang mengganggu dan membuat para pembaca kurang nyaman ketika berada dalam proses membaca buku ini.

 

Pesan Moral Buku The Power of Language

Mengucapkan kata-kata yang indah tetapi tanpa makna adalah hal yang sia-sia. Sebab, pada akhirnya, yang akan dinilai dan menjadi berkesan dalam benak lawan bicara kita adalah makna dibalik kata-kata yang kita ucapkan. Maka itu, penting bagi kita untuk lebih fokus kepada makna dibalik kata-kata dibanding cara penyampaian kata-kata tersebut.

Mendengarkan adalah bagian yang sangat penting jika kita ingin cakap berbicara. Mendengarkan merupakan awal pembelajaran bagi kita untuk dapat memahami berbagai cara dan makna yang dilakukan orang lain ketika mereka berbicara. Jadilah pendengar yang baik jika kamu ingin menjadi pembicara yang handal.

“Mengharapkan perubahan tanpa mengajukan pertanyaan adalah hal yang tidak bijaksana. Kesadaran untuk bertanya merupakan awal dari perubahan.”

Kutipan ini ingin mengajarkan kita bahwa bertanya merupakan langkah awal yang sederhana, yang dapat kita lakukan dalam rangka untuk belajar. Sebab, sebuah pertanyaan dapat membuka sudut pandang yang lebih luas atas topik yang ditanyakan. Dengan bertanya juga, membuktikan bahwa diri kita memiliki keinginan untuk memahami secara lebih mendalam.

Berbicara bukan lah hal yang mudah untuk dilakukan, melainkan memerlukan proses yang kompleks untuk dapat menghasilkan ucapan yang bermakna. Jadi, jangan menganggap remeh berbicara dengan asal melontarkan kata-kata. Maknai setiap ucapan dengan menyelaraskan pikiran sebelum berbicara.

Bagi kalian yang ingin mempelajari kecakapan berbahasa dalam komunikasi, kalian bisa mendapatkan buku The Power of Language karya Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru ini di www.gramedia.com.

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy