Bahasa Indonesia

Kalimat Sumbang: Pengertian, Ciri, Cara Menentukan, dan Contohnya

Written by Siti Badriyah

Kalimat Sumbang – Ketika tengah menyusun kalimat pada sebuah paragraf atau alinea, apakah Grameds sering memperhatikan keterpaduan antar kalimatnya? Jika demikian, maka Grameds sudah bertindak benar terutama dalam proses penyusunan paragraf. Yap, memang benar bahwa ketika tengah menyusun paragraf yang terdiri atas kalimat-kalimat ini, harus memperhatikan keterpaduan dan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain. Hal tersebut dilakukan supaya pembaca memahami akan tulisan tersebut.

Sayangnya, banyak orang yang menganggap remeh keterpaduan antar kalimat ini ketika tengah menyusun paragraf. Alhasil, dalam paragraf tersebut akan banyak adanya kalimat-kalimat sumbang. Lalu, apa sih kalimat sumbang itu? Apa saja ciri-ciri dari kalimat sumbang yang terdapat di dalam suatu paragraf? Bagaimana pula cara menyusun kalimat yang benar supaya tidak ada lagi kalimat sumbang? Nah, supaya Grameds memahami akan hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/

Pengertian Kalimat Sumbang Dalam Suatu Paragraf

Pada dasarnya, kalimat sumbang adalah kalimat yang tidak memiliki keterkaitan dengan gagasan utama alias keluar tapi topik pembicaraan yang ada di dalam paragraf tersebut. Kalimat sumbang ini dapat disebut juga sebagai kalimat yang bertolak belakang dari kalimat utamanya. Contohnya, gagasan utama dalam suatu paragraf adalah mengenai luar angkasa. Namun tiba-tiba, terdapat sebuah kalimat yang membahas hari kiamat. Tentu saja kalimat tersebut dapat dianggap sebagai kalimat sumbang, karena keluar dari topik pembicaraan alias gagasan utamanya.

Kalimat sumbang dalam sebuah paragraf menjadi kalimat yang tidak padu. Bahkan dari adanya kalimat sumbang ini, justru akan memunculkan kesalahpahaman pembaca untuk memahami konteks tulisan tersebut karena kalimatnya terkesan tidak jelas. Kalimat sumbang biasanya sengaja dimasukkan ke dalam soal untuk “mengelabui” peserta didik dan menyebabkan jawaban mereka rancu. Hal itu sengaja dilakukan supaya peserta didik benar-benar fokus dan memahami isi tulisan secara keseluruhan. Namun apabila kalimat sumbang ini dimasukkan ke dalam karya tulisan ilmiah, tentu saja tidak diperbolehkan karena dapat menjadikan tulisan tersebut tidak konsisten.

Ciri-Ciri Kalimat Sumbang Dalam Suatu Paragraf

Sama halnya dengan jenis kalimat lainnya, kalimat sumbang ini juga memiliki ciri-ciri lho! Nah, berikut ini adalah uraian mengenai apa saja ciri-ciri dari kalimat sumbang yang terdapat di dalam suatu paragraf.

  • Kalimatnya bertolak belakang dengan gagasan utama.
  • Kalimatnya tidak berkaitan dengan kalimat-kalimat sebelumnya.
  • Kalimatnya seolah berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan keseluruhan kalimat dalam paragraf.

Cara Menemukan Kalimat Sumbang Dalam Suatu Paragraf

Biasanya, kalimat sumbang ini sengaja diberikan oleh guru pada soal-soalnya supaya peserta didik dapat fokus kembali ketika tengah menjawab soal. Bahkan tak jarang, keberadaan kalimat sumbang akan dijadikan sebagai pertanyaannya. Lalu, bagaimana sih cara menemukan kalimat sumbang yang terdapat di dalam suatu paragraf? Nah, berikut ini adalah uraiannya!

  1. Baca keseluruhan paragraf yang telah disediakan. Setelah itu, tentukan apa gagasan utama dari paragraf tersebut.
  2. Bacalah kembali setiap kalimat yang ada di paragraf sambil memeriksa satu per satu apakah antar kalimatnya memiliki keterkaitan dengan gagasan utama atau tidak.
  3. Apabila kamu menemukan satu atau dua kalimat yang membahas hal-hal di luar konteks atau gagasan utama, maka itulah kalimat sumbangnya!
  4. Setelah menemukan kalimat sumbang, coba pahami lebih lanjut. Apakah kalimat tersebut memang sengaja ditulis oleh penulis untuk mengaburkan fokus pembaca atau kesalahan yang tidak sengaja. Jika memang tidak sengaja, kamu dapat memberikan feedback kepada penulis.
  5. Tandai dengan pensil atau bolpoin akan adanya kalimat sumbang tersebut.

Contoh Kalimat Sumbang

Contoh 1

(1) Suatu hari, Sabda pergi untuk berwisata ke Gunung Bromo bersama teman-temannya. (2) Sabda tidak lupa membawa bekal makanan dan jajan untuk camilan selama perjalanan. (3) Selain itu, Sabda juga membawa baju ganti yang ditaruh di tasnya. (4) Sabda suka memasak nasi goreng ditambah dengan keju. (5) Selama perjalanan, Sabda selalu bercanda tawa bersama teman-temannya. 

Nah, dari paragraf yang termuat pada Contoh 1 tersebut dapat diketahui dong bahwa kalimat sumbang berada di nomor (4). Hal tersebut karena gagasan utama dalam paragraf tersebut adalah mengenai Sabda yang berwisata ke Gunung Bromo, tetapi kalimat nomor (4) tiba-tiba membahas hobi Sabda. Tentu saja kalimat tersebut dianggap sebagai kalimat sumbang dan keluar dari topik pembicaraan.

Contoh 2

(1) Melalui bahasa, manusia dapat menyampaikan apapun isi pikiran dan perasaannya kepada sesama manusia. (2) Melalui bahasa pula, manusia dapat mewariskan semua pengalaman dan pengetahuannya kepada anak cucu. (3) Bahasa Indonesia merupakan cikal bakal dari Bahasa Melayu. (4) Bayangkan jika manusia itu tidak berbahasa, maka akan sunyi sekali dunia ini. (5) Maka dari itu, bahasa sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. 

Nah, dari Contoh 2 tersebut dapat dilihat bahwa kalimat sumbang ada di nomor 3. Hal tersebut karena gagasan umum dari keseluruhan paragraf tersebut mengenai pentingnya keberadaan bahasa bagi kelangsungan hidup manusia. Namun tiba-tiba, kalimat nomor 3 membahas bahwa cikal bakal Bahasa Indonesia adalah dari Bahasa Melayu, yang tentu saja tidak berkaitan dengan kalimat-kalimat sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor 3 adalah kalimat sumbang.

Contoh 3

(1) Taoge adalah kecambah yang berasal dari biji-bijian, yakni kacang hijau dengan bagian putihnya sepanjang tiga sentimeter. (2) Bentuk taoge memang tergolong kecil dibandingkan dengan jenis sayuran lain. (3) Meskipun begitu, taoge juga memiliki banyak kandungan bermanfaat bagi kesehatan manusia. (4) Taoge jarang berwarna merah, tidak seperti cabai. (5) Taoge jenis apapun itu mengandung banyak sekali senyawa fitokimia yang berkhasiat menyehatkan tubuh. 

Nah, dari Contoh 3 tersebut dapat dilihat bahwa kalimat sumbang berada di nomor 4. Hal tersebut karena gagasan umum pada keseluruhan paragraf tersebut adalah deskripsi mengenai taoge dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh manusia. Namun tiba-tiba, kalimat nomor 4 membahas akan warna taoge yang tidak merah layaknya cabai. Hal tersebut tentu saja tidak berkaitan dengan gagasan umumnya. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor 4 adalah kalimat sumbang.

Contoh 4

(1) Hari akan hujan. (2) Angin bertiup kencang dan debu-debu beterbangan. (3) Awan hitam bergerak dengan cepat. (4) Burung-burung berkicau riang. (5) Para pedagang kaki lima sibuk mengemas dagangannya. 

Nah, dari Contoh 4 tersebut dapat dilihat bahwa kalimat nomor 4 itu menjadi kalimat tidak padu alias kalimat sumbang. Hal tersebut karena gagasan pokok dalam keseluruhan paragraf itu mendeskripsikan suasana ketika cuaca mendung. Sementara kalimat nomor 4, tiba-tiba membahas mengenai

Konsep Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana

Keberadaan kalimat sumbang yang ada di suatu paragraf itu akan tetap berkenaan dengan kohesi dan koherensi di dalam suatu wacana. Perlu diketahui ya Grameds bahwa wacana adalah satuan bahasa paling lengkap yang direalisasikan ke dalam bentuk karangan atau laporan utuh, biasanya berupa novel, buku, artikel, pidato, maupun khotbah.

Nah, kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan yang lainnya dalam sebuah wacana supaya tercipta paragraf yang apik atau koheren. Dalam kohesi ini, akan tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berdasarkan pada penyampaian informasi lama dan informasi baru. Kaidah-kaidah tersebut dapat berupa kaidah rujukan, kaidah penggantian, kaidah pengguguran, dan kaidah konjungsi.

Cara Pembentukan Kohesi Dalam Wacana

Menurut Moeliono dkk (dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia), menyatakan bahwa kohesi yang ada di dalam suatu wacana itu dapat dibentuk melalui cara-cara berikut.

1. Penggunaan Hubungan Unsur-Unsurnya

Hubungan unsur-unsur tersebut harus menyatakan hal-hal berikut.

  1. Pertentangan, yakni dengan menggunakan kata penghubung berupa: tetapi atau namun.
  2. Kelebihan, yakni dengan menggunakan kata penghubung berupa: malahan atau bahkan.
  3. Pengecualian, yakni dengan menggunakan kata penghubung berupa: kecuali.
  4. Konsesif, yakni dengan menggunakan kata penghubung berupa: walaupun atau semakin.
  5. Tujuan, yakni dengan menggunakan kata penghubung berupa: agar atau supaya.

2. Pengulangan Kata atau Frasa

Yakni adanya pengulangan kata atau frasa yang terdapat pada wacana, dengan tujuan supaya konteks lebih jelas dan pembaca memahaminya secara baik. Namun, pengulangan kata atau frasa ini tidak serta-merta menjadikannya sebagai kalimat sumbang maupun kalimat tidak efektif, sebab pengulangannya memang dibutuhkan. Contoh:

Karina membelikan Wendy sebuah novel baru. Hal itu karena Karina tahu jika Wendy memang suka membaca novel

3. Penggunaan Kata yang Maknanya Berbeda Namun Dapat Digantikan Dengan Acuan yang Sama. 

Yakni dengan menggantikan kata yang terdapat di kalimat selanjutnya menggunakan kata lain yang makna dan acuannya masih sama. Hal tersebut supaya tidak terkesan “membosankan” dan bervariasi. Contoh:

Andrea Hirata pernah menempuh pendidikan di Universitas Sorbonne, Perancis. Penulis novel Laskar Pelangi itu sekarang bekerja di PT. Telkom Bandung. 

Nah, pada contoh wacana tersebut, adanya frasa Andrea Hirata dan frasa Penulis novel Laskar Pelangi itu sama-sama memiliki acuan yang sama.

4. Penggantian Bentuk dengan Acuan yang Tidak Sama, Melainkan ke Golongan yang Sama. 

Yakni dengan menggantikan kata yang terdapat di kalimat selanjutnya menggunakan acuan yang tidak sama. Meskipun acuannya tidak sama, tetapi masih dalam golongan yang sama. Contoh:

Yuna berjalan di tengah-tengah kebun mawar. Setibanya di dekat pintu keluar, ia memetik sekuntum dan menyematkannya di pakaian. 

Nah, pada contoh wacana tersebut, kata mawar dan sekuntum itu sama-sama memiliki acuan yang sama, yakni dalam golongan bunga. Lagipula, antara (bunga) mawar dan sekuntum itu hubungan gramatikal yang sama.

5. Penggantian Melalui Metafora

Yakni berupa penggantian yang memiliki konteks tertentu dan ketika hendak menyatakannya dengan metafora, harus memperhatikan hubungan antara keduanya. Contoh:

Tidak mengherankan jika Laura tumbuh menjadi gadis cantik, dengan mata berwarna biru dan kulit kemerah-kemerahan. Hal tersebut karena bunga itu memang berayahkan seorang Belanda, Diego. 

Nah, pada contoh tersebut, kata bunga biasanya akan bermetafora dengan gadis cantik. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan metaforis dan koherensi akan tetap terjadi pada keduanya.

6. Adanya Hubungan Leksikal

Yakni berupa penggunaan kata yang memiliki hubungan leksikal, baik itu berupa antonim, sinonim, homonim, hiponim, maupun polisemi. Berikut contohnya:

Semenjak kepergian Annesia ke Negeri Belanda, bunga yang biasanya semerbak di depan rumah Nyai Ontosoroh tak tampak lagi. Hanya anggrek bulan yang masih tampak menawan oleh karena ketahanannya terhadap terpaan panas. 

Nah, pada contoh tersebut, kata bunga dan anggrek bulan itu memiliki hubungan hiponim. Anggrek bulan sebagai kata spesifik, sementara bunga adalah kata bunga.

7. Dengan Menunjukkan Hubungan “Bagian-Keutuhan”

Contoh:

Bintang laut selatan telah dipeluk samudera. Nakhoda menghidupkan mesin utama dan di buritan kulihat luapan buih melonjak-lonjak karena tiga baling-baling raksasa menerjang air. Aku disergap sepi di tengah bunyi gemuruh dan aku pegang erat pada besi pagar haluan saat kapal mulai diayun ombak musim barat, kepalaku tak terhenti mengingat satu kata: Ciputat.

Dalam contoh wacana tersebut, kata Bintang laut selatan dan kapal itu dianggap sebagai entitas tertentu yang memiliki bagian-bagiannya. Bagian-bagian tersebut dapat berupa mesin utama, buritan, dan besi pagar haluan. Nah, itu berarti dalam wacana tersebut terdapat hubungan bagian-keutuhan yang menjadikannya kohesif sekaligus koheren.

Syarat Pembentukan Paragraf yang Padu

Perlu diketahui ya Grameds, paragraf itu adalah bagian bab yang terdapat di dalam suatu karangan dan memuat satu ide pokok dengan penulisannya dimulai dengan garis baru. Istilah paragraf ini sama saja dengan alinea. Dalam sebuah paragraf, sekurang-kurangnya harus terdapat dua hingga tiga kalimat yang jelas menyampaikan apa gagasan pokoknya. Ketika Grameds hendak menulis suatu karangan, harus mengetahui apa saja syarat pembentukan paragraf yang padu, supaya pembaca memahami apa gagasan pokok dari tulisan tersebut. Nah, berikut adalah beberapa syarat pembentukannya.

1. Kesatuan

Semua kalimat yang terdapat pada paragraf tersebut secara bersama-sama harus bersatu untuk mendukung adanya gagasan pokok. Maka dari itu, sebuah paragraf akan disebut sebagai paragraf yang padu dan memuat kesatuan, apabila tidak ada kalimat sumbang yang menyimpang dari gagasan pokoknya.

2. Koherensi

Yakni kepaduan atau kekompakan hubungan antara kalimat satu dengan kalimat yang lainnya di dalam paragraf tersebut. Kepaduan kalimat ini dapat dijalin dengan adanya penanda hubungan, baik itu yang berhubungan secara eksplisit maupun implisit.

a) Penanda Hubungan Secara Eksplisit

  • Pengulangan kata

Contoh:

Semua isi alam ini adalah makhluk ciptaan Tuhan. Ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan paling mulia adalah manusia. Manusia diizinkan oleh Tuhan untuk memanfaatkan semua isi alam dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, tidak diizinkan untuk menyakiti, menyiksa, dan menyia-nyiakan isi alam

  • Kata ganti

Contoh:

Giselle adalah anak Pak Kangta. Sekarang, ia telah duduk di kelas X SMA. Setiap pagi, teman-temannya selalu menghampirinya untuk berangkat. Begitupun saat pulang, mereka akan pulang bersama-sama. 

  • Kata-kata penghubung

Contoh:

Semalam suntuk, Johnny menonton pertandingan sepakbola Liga Inggris di televisi. Oleh karena itu, ia bangun kesiangan. Akibatnya, ia terlambat masuk ke kantor. 

3. Pengembangan

Maksudnya adalah melalui pengembangan ide atau gagasan dengan menggunakan kalimat-kalimat pendukung.

4. Efektif

Yakni dengan disusun menggunakan kalimat efektif, sehingga ide atau gagasan dapat tersampaikan secara tepat.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Sumber:

Aflahah. (2012). Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana. OKARA, Vol 1, (7). 

Baca Juga!

About the author

Siti Badriyah

Tulis menulis menjadi salah satu hobi saya. Dengan menulis, saya menyebarkan beragam informasi untuk orang lain. Tak hanya itu, menulis juga menggugah daya berpikir saya, sehingga lebih banyak informasi yang dapat saya tampung.

Kontak media sosial Instagram saya Siti Badriyah