Sejarah

Perlawanan Rakyat Maluku: Latar Belakang, Tujuan, dan Kronologinya

Written by Fandy

Perlawanan Rakyat Maluku – Pada masa penjajahan bangsa Belanda dahulu, tepatnya ketika VOC masih berjaya di tanah Nusantara ini, apakah Grameds tahu jika bangsa Indonesia banyak yang melakukan perlawanan? Yap, perlawanan ini banyak dilakukan oleh para rakyat Indonesia dari daerah yang berbeda-beda. Mulai dari Banten, Bali, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku, semuanya bersatu-padu untuk melawan kesewenang-wenangan VOC yang membuat rakyat semakin sengsara. 

Salah satu perlawanan rakyat yang patut diingat oleh generasi muda adalah Perlawanan Rakyat Maluku alias Perlawanan Pattimura. Tokoh pahlawan atas perlawanan rakyat ini sejatinya dapat Grameds lihat pada uang nominal seribu rupiah yang jelas menunjukkan bagaimana wajah dari Sang Kapitan Pattimura. Lalu, apa sih latar belakang dari terjadinya perlawanan rakyat Maluku ini? Bagaimana kronologi terjadinya perlawanan rakyat Maluku? Siapa saja tokoh-tokoh pahlawan di balik perlawanan rakyat ini? Nah, supaya Grameds dapat memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/

Latar Belakang Dari Perlawanan Rakyat Maluku

Sebenarnya, perlawanan-perlawanan rakyat Indonesia kepada para penjajah yakni Bangsa Belanda ini disebabkan karena semata-mata adanya VOC. Yap, kongsi dagang Hindia-Timur ini dianggap sebagai upaya bangsa Belanda untuk memonopoli kekayaan Indonesia dan membuat rakyat semakin sengsara. Nah, berikut ini adalah beberapa latar belakang penyebab terjadinya Perlawanan Rakyat Maluku yang kala itu dipimpin oleh Kapitan Pattimura.

  1. Rakyat Maluku sejatinya memang telah menolak kehadiran Belanda di wilayah mereka, sebab pengalaman mereka yang sebelumnya tertindas di bawah VOC.
  2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku melalui pemberlakuan kembali adanya penyerahan wajib dan kerja wajib.
  3. Benteng Duurstede dikuasai kembali oleh tentara Belanda. 
  4. Rakyat Maluku diwajibkan kerja paksa untuk kepentingan Belanda, mulai dari mengurus perkebunan hingga membuat garam.
  5. Adanya peraturan mengenai penyerahan wajib kepada rakyat Maluku, berupa kopi, dendeng, dan ikan asin.
  6. Kebanyakan guru dan pegawai pemerintah diberhentikan begitu saja dan sekolah hanya dibuka di kota-kota besar.
  7. Jumlah pendeta dikurangi, sehingga menyebabkan kegiatan ibadah menjadi terhalang.
  8. Pihak Belanda melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
  9. Penolakan oleh Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.
  10. Pihak Belanda semakin memperkuat posisinya di Maluku dengan mendirikan benteng-benteng.

Sementara itu, menurut M. Sapija, latar belakang penyebab terjadinya perlawanan rakyat Maluku ini dibagi menjadi empat bagian, yakni:

  1. Penindasan dan pemerasan terhadap rakyat maluku yang dilakukan oleh para petinggi Belanda, terutama pada masa Residen Van den Berg yang kala itu mendapat perlindungan dari upaya monopoli VOC.
  2. Ketidakpuasan rakyat Maluku terhadap peraturan-peraturan yang digagas oleh gubernur Van Middelkoop. Peraturan tersebut antara lain adalah mewajibkan penduduk Maluku untuk menyediakan perahu-perahu yang digunakan untuk keperluan pemerintahan Belanda. Padahal peraturan tersebut telah dihapuskan sebelumnya pada masa kekuasaan Inggris.
  3. Pemerintah Belanda tengah kekurangan uang sehingga memeras para rakyat Maluku.
  4. Sifat kritis dari rakyat maluku yang membandingkan peraturan-peraturan pada pemerintahan yang dulu dengan pemerintahan yang sekarang. 

Tujuan Dari Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Bangsa Asing

Tujuan utama dari Perlawanan Rakyat Maluku baik itu yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura maupun Sultan Khairun, sama-sama memiliki tujuan berupa:

  • Melepaskan rakyat Maluku dari tindakan kekejaman dan kesewenang-wenangan Bangsa Eropa.
  • Membebaskan rakyat Maluku dari monopoli perdagangan yang tentu saja sangat merugikan.
  • Memberantas penjajah seperti Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan.
  • Mengembangkan pemerintahan yang berdaulat dari dominasi penjajah.

Kronologi Perlawanan Rakyat Maluku

Perlu diketahui ya Grameds bahwa dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai kronologi dari dua perlawanan yang sama-sama dilakukan oleh rakyat Maluku. Perlawanan yang pertama dipimpin oleh Sultan Hairun terhadap Portugis pada 1565. Kemudian perlawanan yang kedua dipimpin oleh Kapitan Pattimura terhadap Belanda pada 1817. Nah, berikut adalah uraiannya!

a) Perlawanan Sultan Hairun Terhadap Portugis

Pada tahun 1511, Portugis melakukan perjalanan menuju Indonesia bagian timur untuk mencari rempah-rempah dan berhasil merebut wilayah Malaka. Kemudian, mereka mulai mengalihkan perhatiannya ke wilayah Maluku, sebab kala itu memang daerah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di Nusantara. Akhirnya pada akhir tahun 1512, Alfonso de Albuquerque mengirimkan sebuah ekspedisi ke daerah Maluku dan sekitarnya, antara lain di Kepulauan Aru, Ambon, dan Banda. Lalu, ekspedisi kedua diarahkan menuju ke Ternate dan Tidore, yang kala itu bangsa Portugis diterima oleh masyarakat secara ramah. Ekspedisi dilanjutkan kembali pada tahun 1518 di Maluku, yang kala itu bangsa Portugis berhasil melakukan hubungan kerjasama dagang dengan kerajaan-kerajaan di Maluku.

Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Maluku bersamaan dengan bangsa Spanyol hingga muncullah persaingan. Bangsa Spanyol diterima dengan baik oleh Sultan Al Mansur dari Kerajaan Tidore. Perlu diketahui ya Grameds bahwa saat itu, kehadiran bangsa Spanyol di Tidore justru diprotes oleh bangsa Portugis karena dianggap telah melanggar Perjanjian Tordesillas (1494). Maka dari itu, dua bangsa Eropa tersebut melakukan peperangan. Bangsa Portugis dibantu oleh Kerajaan Ternate, sementara bangsa Spanyol dibantu oleh Kerajaan Tidore. Nah, untuk menyelesaikan perselisihan antar bangsa itu, dibentuklah Perjanjian Saragosa

Dalam Perjanjian Saragosa ini berisikan bahwa Spanyol harus pergi dari Nusantara, khususnya wilayah Maluku dengan mendapatkan imbalan uang sebesar 350 ribu bukit emas. Atas adanya perjanjian tersebut, pergilah armada Spanyol dari Maluku dan menuju ke Filipina. Berhubung bangsa Spanyol sudah pergi, maka bangsa Portugis merasa telah berkuasa di Maluku dan bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat Maluku. Hingga akhirnya, para penguasa Ternate yang semula menjadi sekutu bangsa Portugis, merasa muak dan menentang balik bangsa Portugis. 

Akhirnya di bawah kepemimpinan Sultan Hairun dari Kerajaan Ternate, rakyat Maluku bangkit untuk menentang Portugis. Namun, Gubernur Portugis, Diogo Lopez de Mesquita justru menangkap dan menawan Sultan Hairun. Tindakan tersebut tentu saja memicu kemarahan rakyat Maluku. Rakyat Maluku, terutama di daerah Ternate segera menyerang dan membunuh para pasukan tentara Portugis. Hal itu membuat Portugis merasa kewalahan dan timbullah siasat licik, yakni dengan menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Sayangnya, ketika proses perundingan tersebut, Sultan Hairun malah tewas dibunuh di dalam benteng tempat perundingan berlangsung. 

Hal tersebut langsung menyebabkan pertempuran hebat yang dipimpin oleh Sultan Baabullah. Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi ditolak. Hingga akhirnya, Sultan Baabullah melakukan serangan besar-besaran terhadap Portugis, dengan memblokade benteng-benteng di Ternate. Mulai dari benteng Tolukko, Santo Lucio, dan Santo pedro jatuh ke tangan Sultan Baabullah dalam waktu singkat, serta hanya menyisakan Benteng Sao Paulo yang menjadi kediaman de Mesquita saja. 

Atas perintah dari Sultan Baabullah, pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo tersebut dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Bahkan suplai makanan juga dibatasi hanya supaya penghuni benteng tetap dapat bertahan hidup. Sebenarnya, Sultan Baabullah bisa saja menguasai benteng tersebut dengan cara kekerasan, tetapi Beliau merasa tidak tega sebab di dalam benteng tersebut masih banyak rakyat Ternate yang kebetulan menikah dengan orang Portugis dan tinggal di sana. Berhubung rakyat Ternate telah menekan bangsa Portugis, maka mereka pun memecat Lopez de Mesquita dan kemudian menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Namun ternyata, penggantian gubernur tersebut tidaklah meluluhkan Sultan Baabullah bersama pasukannya. 

Kemudian pada tahun 1575, seluruh kekuasaan Portugis yang ada di Maluku telah jatuh dan suku-suku kerajaan pribumi juga mendukung aksi perebutan kekuasaan tersebut. Hingga akhirnya, hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun lamanya, orang-orang Portugis hidup menderita di dalam benteng dan terputus dari dunia luar, sebagai balasan atas pengkhianatan mereka terhadap Sultan Hairun. Tidak hanya itu saja, Sultan Baabullah akhirnya memberikan ultimatum kepada bangsa Portugis yang masih tersisa itu untuk segera meninggalkan wilayah Ternate dalam waktu 24 jam. Bagi mereka yang telah beristrikan pribumi Ternate, tetap diperbolehkan untuk tetap tinggal tetapi dengan syarat harus menjadi kawula kerajaan. 

Setelah itu, pemberontakan terjadi dimana-mana dengan menjadikan bangsa Portugis sebagai sasaran. Akhirnya, sebelum tahun 1576, wilayah Ternate sudah ditinggalkan oleh para bangsa Portugis. 

b) Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda (VOC)

Pada tahun 1605, bangsa Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut benteng Portugis yang ada di Ambon. Belanda melakukan kongsi dagang dan memonopoli perdagangan rempah-rempah, terutama dengan menggunakan sistem Pelayaran Hongi yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Maluku. Perlu diketahui bahwa sistem Pelayaran Hongi atau Hongitochten ini adalah pelayaran yang dilakukan oleh pihak VOC menggunakan senjata lengkap untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan rempah-rempah. Dalam sistem tersebut, apabila nantinya ditemukan pelanggaran maka akan dikenai hukuman yang dinamakan sebagai ekstirpasi. 

Kemudian pada tahun 1635, muncullah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC yang dipimpin oleh Kapitan Kakiali yang mendapatkan julukan sebagai Kapten Hitu. Perlawanan tersebut segera meluas hingga ke berbagai daerah hingga membuat kedudukan VOC merasa terancam. Atas hal itu, Gubernur Jenderal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke wilayah Maluku (pada 1637 dan 1638) untuk menegakkan kekuasaan VOC. Bahkan, Van Diemen juga menjanjikan hadiah besar bagi siapapun yang berhasil membunuh Kapitan Kakiali.

Setelah Kapitan Kakiali gugur, Belanda menumpas kembali perlawanan rakyat Maluku untuk sementara waktu. Lalu, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku yang dulunya adalah orang-orang Kapitan Kakiali di bawah kepemimpinan Telukabesi. Perlawanan tersebut dapat dipadamkan pada tahun 1646. Kemudian pada tahun 1650, muncullah perlawanan di wilayah Ambon yang kala itu dipimpin oleh Saidi yang menyebabkan perlawanan meluas hingga ke Pulau Seram dan Saparua. Atas perlawanan tersebut, pihak Belanda merasa terdesak dan meminta bantuan ke Batavia. Bala bantuan pihak Belanda datang pada Juli 1655 di bawah kepemimpinan Vlaming van Oasthoom hingga terjadilah pertempuran sengit. Sayangnya, pasukan rakyat Maluku terdesak dan Saidi ditangkap serta dihukum mati. Hingga saat itu, pupuslah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC.

Sampai akhirnya pada abad ke-17, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku di bawah kepemimpinan Sultan Jamaluddin, tetapi Beliau langsung ditangkap dan diasingkan ke daerah Sri Lanka. Menjelang akhir abad ke-18, tepatnya pada tahun 1797, muncul perlawanan besar rakyat Maluku di bawah kepemimpinan Sultan Nuku dari Kerajaan Tidore. Kala itu, Sultan Nuku berhasil merebut kembali wilayah Tidore dari tangan VOC. Namun, setelah Sultan Nuku meninggal dunia pada tahun 1805, VOC menguasai kembali wilayah Tidore. 

Setelah itu, terjadilah perlawanan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura di Saparua, sebuah kota kecil dekat Amon. Pada tahun 1817, Kapitan Pattimura melangsungkan perlawanannya bersama pasukan dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di Pelabuhan Porto. Tidak sedikit pula para penduduk yang dari daerah Pulau Saparua juga turut serta dalam perlawanan ini, baik mereka yang beragama Kristen maupun Islam telah bersatu untuk melawan penjajah. 

Protes rakyat ini dipimpin oleh Kapitan Pattimura yang kala itu diawali dengan menyerahkan daftar keluhan-keluhan kepada pihak Belanda. Daftar tersebut telah ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Pulau Saparua dan Nusa Laut. Saat itu, benteng Duurstede berhasil dihancurkan oleh pasukan Maluku, hingga akhirnya Residen Van den Berg terbunuh dalam peristiwa tersebut. Bahkan pasukan Belanda tambahan yang datang ke Ambon juga berhasil dikalahkan. 

Perlawanan ini kemudian menjalar ke wilayah Ambon, Pulau Seram, dan pulau lainnya. Untuk memadamkan perlawanan tersebut, pihak Belanda mendatangkan kembali pasukan dari Jawa. Bahkan Belanda juga memblokir akses masuk di Maluku hingga menyebabkan rakyat Maluku kekurangan makanan. Untuk menyelamatkan rakyat dari kelaparan, akhirnya Kapitan Pattimura menyerahkan diri untuk dihukum mati. Pada bulan Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan secara besar-besaran untuk menangkap Kapitan Pattimura bersama rekan-rekannya. Akhirnya, pada 16 November 1817, Kapitan Pattimura dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan tepatnya di Benteng Nieuw Victoria. 

Meskipun Kapitan Pattimura telah meninggal dunia, tetapi perlawanan rakyat Maluku ini tetap berjalan dengan di bawah kepemimpinan Christina Martha Tiahahu, seorang pejuang wanita. Sayangnya, Beliau turut ditangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa dan meninggal di perjalanan. Akibat perlawanan ini, pemerintah Belanda menerapkan kebijakannya secara ketat dan bahkan rakyat Saparua dihukum berat. Kala itu, monopoli rempah-rempah diberlakukan kembali oleh pemerintah Belanda. 

Akibat Perlawanan Rakyat Maluku

Sama halnya dengan perlawanan atau perang yang telah dilakukan di daerah-daerah lain, pada perlawanan rakyat Maluku ini juga memberikan berbagai akibat. Salah satunya adalah banyaknya pejuang dan rakyat Maluku yang gugur. Bahkan beberapa di antara mereka juga ditangkap dan disiksa terlebih dahulu, sebelum akhirnya meninggal dunia di tangan penjajah. Akibat lainnya adalah para rakyat Saparua dihukum berat karena dianggap telah membantu pemberontakan. Selain itu, monopoli rempah-rempah juga diberlakukan kembali oleh pemerintah Belanda. 

Namun meskipun perlawanan ini menimbulkan ribuan korban jiwa, tetapi hal tersebut memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia terutama rakyat Maluku benar-benar bersatu padu untuk mengusir penjajah yang berkuasa di tanah air mereka. 

Nah, itulah ulasan mengenai apa saja perlawanan rakyat Maluku dan bagaimana kronologi dari perlawanan tersebut. Apakah Grameds tahu siapa saja tokoh-tokoh besar dalam perlawanan rakyat Maluku ini?

Baca Juga!

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.