Istilah Sejarah

Gencatan Senjata: Definisi dan 4 Contoh Peristiwanya

Written by Fandy

Gencatan Senjata Adalah – Ketika menyimak berita tentang konflik yang terjadi antara Israel dengan Palestina maupun antara Rusia dengan Ukraina pada beberapa bulan lalu, pasti Grameds sering mendapati istilah “gencatan senjata” ‘kan? Yap, istilah tersebut memang umumnya digunakan untuk menggambarkan bagaimana situasi yang berlangsung ketika perang atau konflik secara besar-besaran, yang mana mencakup adanya pihak militer. Sebagian orang yang tidak memahami definisi secara bahasa, istilah “gencatan senjata” justru akan diartikan sebagai upaya penyerangan menggunakan senjata. Padahal sebenarnya, justru tindakan ini adalah hal positif karena menjadi upaya damai antara satu sama lain. Lantas, apa sih definisi dari gencatan senjata itu? Apa saja pula contoh peristiwa gencatan senjata yang terjadi di beberapa negara di muka bumi ini? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak baik-baik ulasan berikut ini!

https://en.wikipedia.org/

Apa Itu Gencatan Senjata?

Istilah “gencatan senjata” ini mempresentasikan dua kata yakni “gencatan” dan “senjata” yang mana memiliki definisi berbeda tentunya. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata “gencatan” dapat berarti ‘penghentian’. Nah, apabila dijabarkan menjadi lebih rinci, maka istilah “gencatan senjata” dapat berarti ‘upaya penghentian tembak-menembak yang menggunakan senjata’.

Singkatnya, gencatan senjata adalah suatu upaya penghentian proses tembak-menembak menggunakan senjata terutama senjata militer di sebuah situasi perang. 

Sayangnya, gencatan senjata ini tidak langsung berarti konflik perang yang terjadi berhenti begitu saja. Sebab, gencatan senjata ini konteks waktunya hanyalah sementara saja dan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang terlibat. Meskipun sementara, tetapi upaya tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah perjanjian formal maupun informal, bergantung bagaimana pemahaman antara kedua belah pihak yang terlibat.

Contohnya, ketika terjadi Perang Dunia I lalu, negara Jerman dan Inggris sepakat untuk melakukan gencatan senjata sementara waktu karena hendak merayakan Hari Natal. Pada gencatan senjata yang berlangsung pada 25 Desember 1914 tersebut dianggap sebagai perjanjian informal antara keduanya karena tidak adanya perjanjian tertulis yang ditandatangani. Barulah setelah tanggal 25 Desember 1914 terlewat beberapa hari, perang tersebut dilanjutkan kembali.

Contoh lainnya adalah ketika terjadi wabah Covid-19 pada tahun 2020 lalu, pihak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) meminta bahwa negara-negara yang tengah terlibat konflik perang sebaiknya melakukan gencatan senjata terlebih dahulu. Dilansir dari infopublik, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Ibu Retno Marsudi, menyampaikan adanya pokok-pokok bahasan dalam Pertemuan Terbuka Tingkat Tinggi DK PBB. Salah satu pokok utama yang disampaikan Beliau adalah adanya “Perlindungan Warga Sipil Dalam Konflik Bersenjata”.

Menurut Beliau, di kala pandemi Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia ini, seharusnya negara-negara yang tengah konflik bersenjata, sadar dan paham betul untuk menghentikan konflik tersebut secara sementara alias dengan melakukan gencatan senjata. Sayangnya, fakta di lapangan malah menunjukkan bahwa di tengah-tengah pandemi Covid-19 tersebut, konflik bersenjata semakin meningkat. Aksi kekerasan akibat konflik bersenjata justru meningkat hingga 37% di pertengahan tahun 2020 dan paling banyak terjadi di wilayah Sub Sahara Afrika. Padahal Grameds tahu ‘kan jika pertengahan tahun 2020 menjadi tahun mencekam karena Covid-19 benar-benar semakin mewabah hingga menyebabkan ribuan kematian manusia.

Salah satu contoh negara yang tidak mengindahkan permintaan DK PBB ini adalah Taliban. Meskipun sudah ada permintaan secara internasional untuk mereka melakukan gencatan senjata dan mengutamakan penanganan pandemi Covid-19, tetapi mereka tidak memperdulikan hal tersebut. Taliban tetap menyerang pasukan keamanan Afghanistan di berbagai tempat, terutama di wilayah pedesaan. Yap, Taliban benar-benar menolak untuk mengumumkan gencatan senjata. Namun mereka mengaku akan menghentikan konflik pertempuran di daerah yang banyak terinfeksi Covid-19. Sayangnya, menurut dokumentasi PBB ada sebanyak 533 warga sipil yang terbunuh akibat konflik tersebut.

Jika Grameds sering memperhatikan berita-berita terkini dari negara luar, pasti mendapati adanya konflik perang yang terjadi. Mulai dari negara Israel dengan Palestina, hingga yang terbaru adalah Rusia dengan Ukraina. Beberapa negara yang menyatakan perang satu sama lain tersebut juga pernah melakukan upaya ini lho. Meskipun hanya sementara, setidaknya masyarakat sipil dapat merasakan kedamaian sebagaimana mestinya.

Gencatan Senjata Dalam Sosiologi

Istilah gencatan senjata juga banyak dibahas dalam ilmu Sosiologi, tepatnya pada hal akomodasi yang merupakan salah satu bentuk interaksi sosial asosiatif. Sedikit trivia saja nih, interaksi sosial asosiatif adalah suatu bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja sama antar kedua belah pihak atau lebih yang terlibat.

Nah, akomodasi itu sendiri merupakan suatu proses ketika individu atau kelompok individu yang dulunya saling bertentangan, kemudian saling melakukan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan. Salah satu bentuk dari akomodasi ini adalah gencatan senjata. Dalam ilmu Sosiologi ini, gencatan senjata juga memiliki definisi yang sama dengan hal sebelumnya yakni berupa penangguhan peperangan dalam jangka tertentu. Lalu, di masa penangguhan tersebut nantinya dapat digunakan untuk mencari upaya penyelesaian konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat.

Menurut Wikipedia, tujuan utama dari dilakukannya gencatan senjata itu tidak hanya semata menghentikan kekerasan saja, tetapi juga bergantung pada tujuan masing-masing negara yang terlibat. Dalam jangka pendek, upaya ini memang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan terbatas, misalnya bantuan kemanusiaan. Sementara itu, ketahanan dari perjanjian formal sebuah gencatan senjata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mulai dari zona demiliterisasi, penarikan pasukan, hingga jaminan akan pemantauan pihak ketiga akan adanya perdamaian secara sementara itu. Selama tahun 1989-2020 ini, setidaknya terjadi 2.202 upaya serupa di 66 negara dalam 189 konflik.

Jenis-Jenis Gencatan Senjata

Dilansir dari bbc.com, ada beberapa jenis upaya “perdamaian sementara” yang terjadi dunia ini, yakni.

1. Truce

Jenis yang satu ini lebih menunjukkan adanya Ad-Hoc alias ‘dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja’. Selain untuk menghentikan perang, dalam Truce ini tentunya tidak melakukan negosiasi secara formal. Contoh aksi Truce ini adalah pada pemerintah Suriah dengan pemberontak Homs. Dalam aksinya, pemerintah Suriah mengizinkan untuk melakukan evakuasi secara sebagian dari wilayah pinggiran Al-Wair sebelah barat.

2. Cessation of Hostilities

Pada jenis kedua ini dilakukan lebih formal. Artinya, secara sementara waktu memang tidak terjadi suatu pertempuran, tetapi tetap dilakukan upaya untuk menghentikan perang supaya tidak berlangsung secara berkepanjangan. Contohnya adalah konflik di Suriah. Melalui upaya Cessation of Hostilities ini, pemerintah Suriah dan pasukan oposisi berusaha membuka jalan untuk melakukan kesepakatan gencatan senjata secara lebih formal.

3. Ceasefire

Pada jenis ini, upaya “perdamaian sementara” dilakukan secara formal dengan kesepakatan dan komitmen satu sama lain untuk meredakan pertempuran. Artinya, pihak-pihak yang terkait akan melakukan penarikan senjata dan memposisikan kembali pasukannya di zona aman, zona demiliterisasi, dan garis pemisah lainnya.

4. Armistice

Pada jenis Armistice ini dilakukan untuk benar-benar mengakhiri permusuhan dan merundingkan bagaimana penyelesaian secara damai. Pada Armistice ini, gencatan senjata akan berupa perjanjian yang mengikat secara hukum. Contohnya adalah pada perang dunia.

Contoh Peristiwa Gencatan Senjata di Negara-Negara Dunia

Sebelumnya, telah diberikan contoh peristiwa “perdamaian sementara” yang terjadi di dunia ini yakni antara Jerman dan Inggris ketika Perang Dunia I. Meskipun saat ini sudah organisasi perdamaian dunia seperti Persatuan Bangsa-Bangsa, tetapi bukan berarti seluruh negara ini langsung damai tanpa konflik apapun seketika. Bahkan tak jarang, permintaan PBB kepada negara yang berkonflik untuk melakukan perdamaian, setidaknya berupa gencatan senjata secara sementara waktu saja, tidak digubris sama sekali. Nah, dari sekian banyaknya upaya yang terjadi tersebut, berikut ini beberapa contohnya dan berhasil terlaksana.

Gencatan Senjata Natal 1914

https://www.kompas.com/

Sebelumnya, telah dijelaskan secara singkat mengenai contoh upaya “perdamaian sementara” dari era Perang Dunia I antara Jerman dengan Sekutu (khususnya Inggris dan Perancis). Nah, berikut ini penjelasan lengkapnya.

Dilansir dari historia.id, pada awal terjadinya Perang Dunia I tepatnya  pada 19 Oktober – 22 November 1914, antara Jerman dengan Sekutu benar-benar saling berperang satu sama lain hingga menyebabkan ribuan korban tewas. Namun, pada malam Natal yakni 24 Desember 1914, kedua belah pihak menyatakan adanya gencatan senjata untuk merayakan Hari Natal.

Uniknya, para tentara Jerman maupun Sekutu sama-sama mendekorasi parit masing-masing dengan pohon Natal. Tidak hanya itu saja, mereka bahkan menyanyikan lagu-lagu Natal secara bersama-sama seolah tidak pernah ada konflik yang terjadi sebelumnya. Suasana begitu bersahabat dengan adanya pertemuan di lahan kosong yang memisahkan antarparit tersebut. Selain itu, mereka juga bertegur sapa, bertukar rokok, bermain sepak bola bersama, bertukar hadiah Natal. Momentum tersebut didokumentasikan dalam bentuk surat dan catatan harian para tentara.

Perjanjian Gencatan Senjata Korea

https://en.wikipedia.org/

Negara lain yang juga melakukan upaya “perdamaian sementara” ini adalah Korea (termasuk juga Korea Selatan dan Korea Utara) dengan Amerika Serikat dan Tiongkok China. Dilansir dari Wikipedia, gencatan senjata ini dilakukan secara formal dalam bentuk perjanjian untuk mengakhiri Perang Korea. Sedikit trivia saja nih, Perang Korea yang terjadi antara Korea Selatan dengan Korea Utara ini berlangsung selama 3 tahun, tepatnya pada tahun 1950-1953.

Perjanjian Gencatan Senjata Korea tersebut ditandatangani oleh beberapa pihak yang terlibat, mulai dari William Harrison Jr selaku Letnan Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat yang juga sekaligus mewakili Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nam Il selaku Jenderal Korea Utara yang mewakili Tentara Rakyat Korea, dan Tentara Sukarelawan Rakyat Tiongkok dari China.

Perjanjian tersebut akhirnya resmi ditandatangani pada 27 Juli 1953 dan memang bertujuan untuk “memastikan penghentian secara menyeluruh adanya permusuhan dan segala tindakan pasukan bersenjata di wilayah Korea sampai sebuah penyelesaian damai akhir dapat tercapai”. Dampak dari adanya perjanjian tersebut adalah terbentuknya Zona Demiliterisasi Korea yang berupa perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Sejak diberlakukan perjanjian tersebut, maka dilakukanlah “perdamaian sementara” sekaligus pemulangan para tawanan perang.

Konflik Militer Myanmar dengan Milisi Etnis

https://www.cnnindonesia.com/

Apakah Grameds tahu bahwa negara tetangga kita, Myanmar, telah mengalami konflik antara pihak militer dengan kelompok etnis? Yap, konflik bersenjata tersebut berlangsung sejak tahun 1948 hingga sekarang, yang diklaim sebagai perang sipil terpanjang di dunia. Terlebih lagi pada tahun 2020 lalu yang mana terjadi pandemi Covid-19, warga sipil Myanmar tentu saja banyak yang tertular wabah pandemi tersebut sehingga muncullah seruan perdamaian berupa gencatan senjata. Dilansir dari dw.com, ketika seluruh dunia ini masih menghadapi pandemi Covid-19, pihak militer Myanmar justru makin meningkatkan serangannya di negara bagian Rakhine yang sebagian besar penduduknya adalah etnis Rohingya.

Atas dasar itulah, pada tanggal 2 April 2020, sejumlah 18 duta besar asing untuk Myanmar bersama-sama menyerukan upaya perdamaian, setidaknya berupa gencatan senjata untuk fokus menghadapi pandemi Covid-19 terlebih dahulu. Sayangnya, fakta yang terjadi di lapangan adalah dana kredit sebesar $50 juta dari pihak Bank Dunia yang diajukan untuk bantuan Covid-19 di Myanmar, hanya digunakan di pusat negara saja. Yap, perawatan kesehatan Covid-19 ini sebagian besar tidak dapat diakses oleh orang-orang di luar pusat kota. Hal ini tentu saja mengundang banyak kritikan mengenai seberapa tidak cermatnya pemerintah untuk menjangkau jaringan kesehatan terutama di kelompok etnis.

Akhirnya, pada tahun September 2021 lalu, pihak ASEAN berhasil mendorong adanya upaya gencatan senjata di Myanmar. Dilansir dari dw.com, pihak Junta militer Myanmar (sebutan untuk pemerintahan militer yang dipimpin oleh perwira militer) setuju atas usulan gencatan senjata demi keamanan dan pengamanan terutama dalam hal pengiriman bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar.

Konflik Israel dengan Palestina

https://www.kompas.com/

Dilansir cnnindonesia.com, konflik berdarah yang mulai terjadi sejak tahun 1920 ini sepertinya sudah diketahui oleh seluruh masyarakat di muka bumi ini. Perang yang hingga saat ini masih disorot publik lantaran tidak menemui titik temu perdamaian ini akhirnya menyatakan upaya gencatan senjata pada Agustus 2022 lalu. Pihak Israel dan milisi Palestina telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata guna mengakhiri perang yang sudah merenggut ribuan warga sipil. Menurut anggota senior dari milisi Palestina, Mohammd al-Hindi, mengemukakan bahwa kesepakatan gencatan senjata tersebut berhasil karena adanya bantuan mediasi dari negara Mesir. Sayangnya, meskipun upaya tersebut sudah disetujui tetapi wilayah Gaza yang mana menjadi pusat peperangan masih mencekam.

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu gencatan senjata yang terjadi di sejumlah negara yang tengah dalam kondisi konflik perang, beserta maknanya dalam ilmu sosiologi, jenis-jenis, dan contoh peristiwa yang terjadi selama ini. Apakah Grameds dapat menyebutkan konflik negara mana lagi yang sempat mengadakan “perdamaian sementara” ini?

Baca Juga!

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.