Sejarah

Isi Perjanjian Roem Royen, Latar Belakang, Tokoh, dan Peristiwa Pasca Perjanjianny

Written by Fandy

Isi perjanjian Roem Royen – Perjuangan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan tidaklah mudah. Sejak dibacakannya naskah proklamasi oleh Ir. Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Indonesia, rakyat masih harus berusaha keras agar kemerdekaan tersebut diakui oleh negara asing dan lepas dari cengkraman Belanda.

Bahkan para tokoh bangsa pun masih berjuang sekuat tenaga agar Belanda dapat membebaskan pengaruh kekuasaannya kepada Indonesia melalui jalur diplomasi. Salah satu cara yang ditempuh tokoh bangsa adalah dengan melakukan perjanjian dengan pihak Belanda. Dari banyaknya perjanjian yang tercipta pasca demokrasi, perjanjian Roem Royen menjadi salah satu bentuk perjuangan Indonesia.

Pernahkan kamu mendengar tentang perjanjian Roem Royen? Apakah kamu mengetahui isi perjanjian Roem Royen tersebut?

Perjanjian Roem Royen ini menjadi salah satu dari sekian banyaknya rangkaian perjanjian dan perundingan yang dilakukan antara Indonesia dan Belanda dalam sejarah pasca kemerdekaan tahun 1945. Sebelumnya, Indonesia sebenarnya sudah dua kali menempuh jalur diplomasi ini melalui Perjanjian Linggarjati yang terjadi pada tahun 1946 dan Perjanjian Renville pada tahun 1948. Namun, mengkhianati perjanjian tersebut dan kerap menimbulkan kerugian baru bagi bangsa Indonesia.

Perundingan Roem Royen adalah salah satu perundingan yang memakan waktu lama dalam perumusannya. Perundingan ini dimulai sejak 14 April 1949 dan baru selesai serta disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949. Perjanjian ini dilaksanakan di Hotel Des Indes, Jakarta.

Nama perjanjian Roem Royen ini diambil dari dua nama tokoh yang menjadi pemimpin delegasi dua belah pihak, yakni Indonesia dan Belanda. Saat itu, Indonesia diwakilkan oleh Mohamad Roem sebagai pimpinan delegasinya, sedangkan Belanda mengirimkan Herman van Roijen sebagai delegasi untuk perundingan tersebut.

Adapun maksud dari dilaksanakannya perundingan dan perjanjian ini adalah guna menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia secara diplomasi sebelum dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar pada tahun yang sama di Den Haag. Perundingan pun berjalan dengan alot. Bahkan, sampai harus menghadirkan Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Saat itu, Mohammad Hatta sedang berada di pengasingan di Bangka dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX ada di Yogyakarta, harus turut hadir dalam perjanjian yang berlangsung di Jakarta tersebut. Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX ini guna mempertegas sikap kekuasaannya kepada Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta. Di mana saat itu Sri Sultan mengatakan, ‘Jogjakarta is de Republiek Indonesie’ atau yang berarti Yogyakarta adalah bagian Republik Indonesia.

Setelah itu, akhirnya Indonesia pun dapat kembali menjalankan roda pemerintahannya yang sebelumnya sempat terhenti karena adanya Agresi Militer Belanda II. Para pemimpin pemerintahan yang kala itu ditawan Belanda juga akhirnya dibebaskan dan dipulangkan ke Yogyakarta.

Kala itu, Yogyakarta menjadi ibu kota sementara dari pemerintahan Republik Indonesia. Perjanjian Roem Royen ini pun membuka peluang bagi Indonesia dalam gelaran Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai salah satu upaya dalam pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda.

Lalu, apa sih isi perjanjian Roem Royen tersebut? Apakah hal tersebut menguntungkan Indonesia? Atau justru sebaliknya?

Untuk menjawab rasa penasaran dan pertanyaan di atas, yuk, simak penjelasannya di bawah ini mengenai isi perjanjian Roem Royen, latar belakang, tokoh, dan pasca perjanjiannya. Baca terus, ya!

Latar Belakang Perjanjian Roem Royen

Sumber: Zonareferensi.com

Meski telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tetapi keadaan Indonesia saat itu masih belum aman. Pasalnya, pasukan sekutu yang berada dalam satu aliansi, Allied Forces Netherlands East Indies atau AFNEI, di bawah pimpinan Sir Phliip Christisson datang tak lama setelah kemerdekaan digaungkan.

Salah satu tujuan kedatangan sekutu tersebut adalah untuk melucuti senjata tentara Jepang dan menegakkan serta mempertahankan keadaan damai sebelum kemudian menyerahkan pemerintahan kepada pemerintah sipil. Namun ternyata, pasukan sekutu tersebut diboncengi oleh Belanda dengan menggunakan nama Netherlands Indies Civil Administration atau NICA.

Keikutsertaan pemerintah Belanda dalam tentara sekutu tersebut ternyata bermaksud lain. Belanda ingin kembali menguasai Indonesia yang sebelumnya telah lama mereka kuasai sebelum Perang Dunia Kedua melawan Jepang.

Setelah peristiwa tersebut, terjadilah berbagai perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan, termasuk melakukan serangkaian perundingan atau perjanjian dengan Belanda yang beberapa kali dilanggar.

Salah satu perjanjian pertama setelah kedatangan Belanda kembali ke Indonesia adalah perjanjian Linggarjati. Perjanjian dan perundingan tersebut berlangsung lama, dilaksanakan pada 15 November 1946, akhirnya perjanjian itu pun disahkan dan ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947. Namun, perjanjian tersebut justru tidak berumur lama, sebab, Belanda melanggar isi perjanjian tersebut dengan melaksanakan Agresi Militer Belanda I pada 20 Juli 1947.

Dunia internasional pun mengecam tindakan Belanda yang melanggar gencatan senjata yang disponsori oleh Dewan Keamanan PBB dan Komisi Tiga Negara (Belgia, Amerika Serikat, dan Australia) tersebut. Amerika pun akhirnya mendesak Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan yang sungguh-sungguh.

Setelah itu, perundingan Renville akhirnya dilakukan pada 8 Desember 1947. Agresi Militer Belanda I pun berhenti. Namun, Belanda kembali melanggar hasil kesepakatan. Kali ini dilaksanakan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Adapun sasaran utama serangan kali ini adalah kota Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia.

Saat serangan Agresi Militer Belanda II itu, para petinggi pemerintah Indonesia pun diasingkan ke luar Jawa. Para petinggi yang ditahan Belanda ini termasuk Presiden Indonesia, Soekarno, Wakil Presiden Indonesia, Mohammad Hatta, beserta beberapa menteri.

Meski demikian, Indonesia belum selesai. Kendali pemerintahan pun dialihkan sementara kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia atau PDRI yang kala itu berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Di sisi lain, pada tanggal 1 Maret 1949, terjadilah serangan umum besar-besaran yang dilakukan oleh tentara Indonesia terhadap Belanda. Kota Yogyakarta yang sebelumnya sempat diduduki oleh Belanda akhirnya mampu direbut kembali oleh angkatan perang Indonesia. Kota Yogyakarta pun mampu dipertahankan selama 6 jam sebagai salah satu bukti akan eksistensi Indonesia.

Agresi Militer Belanda II yang kemudian dibalas dengan Serangan Umum pada 1 Maret 1949 tentu merugikan nama dan posisi Belanda di mata politik internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk banyak negara lainnya mengecam aksi Belanda tersebut.

Berdasarkan pada catatan sejarah yang juga tertulis dalam situs resmi Kemdikbud RI, latar belakang terjadinya perjanjian Roem Royen ini adalah ketika Belanda mulai menyadari jika Agresi Militer yang mereka lakukan tidak memiliki manfaat apapun. Hal ini justru berlaku kebalikan, sebab, serangan militer Belanda hanya menjadikan perlawanan rakyat Indonesia semakin kuat dan meluas.

Selain itu, dunia internasional juga melakukan dan memberikan tekanan kepada Belanda atas serangannya kepada Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya. Maka, pihak Belanda pun tidak memiliki pilihan lain selain dari mengikuti anjuran serta arahan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB untuk kembali melakukan perjanjian di meja perundingan.

Akhirnya, perundingan pun dilakukan oleh pihak Indonesia dan pihak Belanda. Perundingan yang dipimpin oleh Merle Cochran ini pun dilaksanakan di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai pimpinan delegasi, pemerintah Republik Indonesia mengirimkan Mr. Mohammad Roem sebagai perwakilannya dan Belanda mengirimkan Dr. Herman van Roijen sebagai delegasi nya.

Pada 7 Mei 1949, akhirnya perundingan antar dua negara ini pun berakhir. Dari pertemuan tersebut, isi perjanjian Roem Royen adalah bahwa pemerintah Republik Indonesia termasuk para pemimpin yang ditahan akan dikembalikan ke Yogyakarta. Selain itu, kedua pihak juga telah sepakat untuk kembali mengadakan perundingan dengan melaksanakan Konferensi Meja Bundar atau KMB di Den Haag, Belanda pada tahun yang sama.

Keputusan tentang keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia pada perundingan selanjutnya tentu bukan tanpa alasan dan syarat. Karena, pihak pemerintah Indonesia menuntut agar tentara Belanda yang berada di sekitar wilayah Yogyakarta agar ditarik mundur dan membiarkan Yogyakarta bebas dari segala serangan Agresi Militer Belanda II. Setelah perundingan, akhirnya Belanda pun setuju dan menerima persyaratan tersebut.

Satu bulan setelah perjanjian Roem Royen ditandatangani, tepatnya pada 2 Juni 1949, wilayah Yogyakarta pun dilakukan pengosongan dari tentara Belanda. Pengosongan ini dilakukan di bawah pengawasan United Nations Commissioner for Indonesia atau UNCI. Kota Yogyakarta dipilih sebagai lokasi pengosongan dan pembebasan tawanan karena pada saat itu Yogyakarta berperan sebagai ibu kota sementara Indonesia.

Tokoh dalam Isi Perjanjian Roem Royen

Sumber: Selasar.com

Setelah Belanda melancarkan Agresi Militer II terhadap Indonesia, Dewan Keamanan PBB akhirnya kembali mendesak Belanda supaya kembali melaksanakan perundingan dan perjanjian gencatan senjata dengan Indonesia. Pada akhirnya Belanda menuruti dan digelarlah perundingan Roem Royen. Perundingan ini dilaksanakan pada 14 April 1949 sampai 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Karena petinggi Indonesia saat itu tengah diasingkan oleh Belanda ke luar pulau Jawa, maka Indonesia akhirnya mengirim Mohamad Roem sebagai pemimpin delegasi. Sedangkan, pihak Belanda mengirimkan Dr. J. Herman van Roijen (Royen) sebagai pemimpin delegasinya. Perundingan pun akhirnya dilaksanakan atas prakarsa dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia.

Selain Mohamad Roem yang terlibat dalam perundingan tersebut, turut ikut serta juga beberapa tokoh nasional dalam perundingan di Hotel Des Indes, Jakarta tersebut. Tokoh nasional sebagai delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut, antara lain Ali Sastroamidjojo, Supomo, A.K. Pringgodigdo, Johannes Latuharhary, Ir. Juanda, dan Johannes Leimena. Selain itu, dihadirkan juga secara tiba-tiba Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.

Sedangkan di sisi pihak Belanda, mereka mengirimkan delegasi, yang terdiri dari Dr. J. Herman van Roijen, dr. Van, Blom, dr. Gede, Jacob, Dr. P.J. Koets, Dr. Dieben, dan van Hoogstraten Dan. Di sisi lain, UNCI dipimpin oleh Merle Cochran yang datang dari Amerika Serikat dan dibantu oleh Herremans dari Belgia serta Critchley dari Australia sebagai bagian dari Komisi Tiga Negara.

Dalam pertemuan tersebut, UNCI menganjurkan agar dilaksanakan pertukaran pernyataan dari masing-masing pihak. Pertukaran pernyataan ini pun kemudian dikenal dengan istilah persetujuan Roem Roijen atau van Roijen-Roem Statements. Kata Roem Royen sendiri diambil dari nama masing-masing pemimpin delegasi negara.

Adapun isi dari persetujuan Roem Royen tersebut adalah untuk membahas mengenai penyerahan ibu kota Indonesia, Yogyakarta, kepada Pemerintah Republik Indonesia. Seperti diketahui, sebelumnya Yogyakarta sempat dikuasai oleh pihak Belanda melalui Agresi Militer Belanda II.

Isi Perjanjian Roem Royen

Sumber: Timesindonesia.co.id

Perundingan Roem Royen ini berlangsung hampir sebulan lamanya. Dengan waktu yang cukup panjang, terjadi berbagai perdebatan alot dari kedua belah pihak dalam mempertahankan pernyataannya. Meski demikian, akhir isi perjanjian Roem Royen pun berhasil disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 2949.

Adapun isi perjanjian Roem Royen tersebut adalah tentang kesepakatan kedua pihak, yakni Indonesia dan Belanda untuk mencapai kata perdamaian. Adapun isi perjanjian Roem Royen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Isi Perjanjian Roem Royen dari Pihak Delegasi Indonesia

– Pemerintah Indonesia akan memerintahkan angkatan perang dan angkatan bersenjatanya untuk menghentikan segala bentuk aktivitas perang gerilya.

– Pemerintah Indonesia agar pemerintah Belanda turut hadir dalam acara Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

– Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda akan menjalin kerjasama untuk mengembalikan keamanan, ketertiban, dan menjaga perdamaian masing-masing negara.

2. Isi Perjanjian Roem Royen dari Pihak Delegasi Belanda

– Pemerintah Belanda akan menyetujui permintaan Pemerintah Indonesia untuk kembali ke Yogyakarta sebagai ibu kota sementara.

– Pemerintah Belanda akan membebaskan semua tahanan politik Indonesia tanpa syarat apapun.

– Pemerintah Belanda akan turut menyetujui perihal Republik Indonesia yang merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat.

– Pemerintah Belanda juga menyetujui terkait penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar yang harus diadakan secepatnya setelah pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.

  1. Isi Perjanjian Roem Royen yang Disepakati Kedua Belah Pihak

– Belanda akan menghentikan semua aktivitas dan kegiatan militer serta membebaskan semua tahanan politik dan perang Indonesia tanpa syarat.

– Belanda akan menyerahkan kedaulatan pemerintah Republik Indonesia secara utuh dan tanpa syarat.

– Pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia akan bersama-sama mendirikan persekutuan atas dasar persamaan hak dan sukarela.

– Belanda akan menyetujui keberadaan Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.

– Belanda akan mengembalikan kegiatan pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta sebagai ibu kota negara sementara.

– Angkatan perang dan angkatan bersenjata Republik Indonesia akan menghentikan seluruh aktivitas perang gerilyanya.

– Indonesia dan Belanda sepakat untuk hadir dalam perundingan selanjutnya, yakni Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda.

Setelah Peristiwa Perjanjian Roem Royen

Agresi Militer Belanda II memberikan tekanan dunia internasional yang berdampak serius pada pemerintah Belanda saat itu. Terbukti, akhirnya Belanda menyetujui perundingan baru dan menghasilkan perjanjian Roem Royen. Selain itu, Belanda juga akhirnya menepati semua janji dan kesepakatan yang telah dibuatnya dengan pihak pemerintah Indonesia.

Pada akhirnya, pemerintahan Republik Indonesia pun dikembalikan ke Yogyakarta tepat pada tanggal 24 Juni 1949. Setelah itu, pasukan Belanda yang sebelumnya menduduki Yogyakarta ditarik mundur pada 1 Juli 1949. Pembahasan mengenai penghentian permusuhan dua pihak ini dibahas setelah dikembalikannya pemerintahan Indonesia ke ibu kota sementara, Yogyakarta.

Pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta akhirnya dikembalikan ke Yogyakarta setelah diasingkan ke luar pulau Jawa. Padahal sebelumnya, Mohammad Hatta telah menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948.

Setelah itu, pada 3 Agustus 1949, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai dari Jawa dan Sumatera. Kemudian, Konferensi Meja Bundar pun mencapai seluruh kesepakatan dalam pertemuan tersebut, kecuali masalah Papua-Belanda.

Kesimpulan

Perjanjian Roem Royen menjadi salah satu hasil dari rangkaian perundingan yang dilakukan antara Indonesia dan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Perundingan ini dilaksanakan sebagai buntut dari serangan Agresi Militer Belanda II terhadap Indonesia di yogyakarta.

Dilaksanakan pada 14 April 1949 dan disepakati pada 7 Mei 1949, isi perjanjian Roem Royen adalah tentang penghentian kegiatan perang Indonesia dan Belanda serta penyerahan kedaulatan secara utuh dari pemerintah Belanda kepada Indonesia. Selain itu, isi perjanjian Roem Royen ini juga menyebutkan jika Belanda harus membebaskan tahanan perang dan politik, mendirikan persekutuan bersama, dan turut hadir dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Nah, itu dia rangkuman penjelasan mengenai isi perjanjian Roem Royen, latar belakang, tokoh, dan pasca perjanjiannya. Semoga bermanfaat dan membantu #SahabatTanpaBatas memahami isi perjanjian Roem Royen, ya!

Jika ingin mencari buku tentang sejarah Indonesia, maka kamu bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Nama Penulis: Raden Putri

Rujukan:

  • https://regional.kompas.com/read/2022/02/02/153355978/perjanjian-roem-royen-latar-belakang-isi-dan-dampak?page=all
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5697724/isi-perundingan-roem-royen-dan-pernyataan-indonesia-belanda
  • https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210609163400-31-652298/sejarah-perjanjian-roem-royen-dan-tokoh-delegasinya
  • https://adjar.grid.id/read/543452324/isi-dan-tokoh-dalam-perjanjian-roem-royen?page=all
  • https://tirto.id/sejarah-perundingan-roem-royen-latar-belakang-isi-tokoh-delegasi-gauy

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.