Sejarah

Perang Gerilya Adalah: Definisi, Strategi, dan Pokok-Pokok Gerilya

Written by Fandy

Perang Gerilya Adalah – Apakah Grameds tahu bahwa setelah Indonesia berhasil memproklamasikan diri sebagai negara merdeka itu tidak langsung benar-benar “merdeka” seutuhnya seperti saat ini? Indonesia memang sudah tidak dikekang oleh penjajahan bangsa Jepang lagi, tetapi masih harus menghadapi ancaman dari Belanda yang mana ingin menguasai Nusantara kembali. Akibatnya, perang pasca kemerdekaan ini terus diperjuangkan oleh para pahlawan demi mempertahankan kedaulatan bangsa alias supaya tidak dijajah kembali oleh bangsa asing. Kala itu, ibukota negara Indonesia tengah dipindahkan ke Yogyakarta untuk menjadikan kota tersebut sebagai sasaran dalam Agresi Militer ke-2. Sayangnya, semuanya tidak berjalan seperti yang diharapkan dan presiden beserta wakil dan jajaran menterinya pun harus ditawan oleh pihak Belanda.

Pangeran Jenderal Soedirman yang turut serta dalam perang tersebut kemudian dengan cerdasnya menerapkan suatu strategi perang gerilya yang ternyata mampu memecah konsentrasi pihak Belanda, terutama ketika Agresi Militer II terjadi. Puncak dari strategi perang gerilya ini dilakukan pada tahun 1949, tepatnya pada Peristiwa Serangan Umum 1949. Bahkan, strategi perang ini disebut-sebut sebagai strategi perang paling efektif untuk memenangkan perang yang kemudian diikuti pula oleh beberapa negara lain. Lantas, apa sih perang gerilya itu? Bagaimana taktik yang diterapkan dalam perang gerilya ini? Apa saja pokok-pokok perang gerilya yang dicetuskan oleh Jenderal Soedirman? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/id-id/

Apa Itu Perang Gerilya?

Istilah perang gerilya sebenarnya adalah terjemahan dari Bahasa Spanyol, yakni “guerrilla” yang artinya ‘perang kecil’. Pada dasarnya, perang gerilya ini adalah taktik perang yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tetapi penuh dengan kecepatan oleh kelompok yang lebih kecil, sehingga hasilnya pun lebih fokus dan efektif. Penggunaan perang gerilya dalam sebuah perang menjadi langkah efektif karena dapat mengelabui, menipu, dan melakukan sabotase terhadap lawan secara kilat. Nyatanya, taktik ini sangat manjur untuk menyerang musuh dalam jumlah besar, apalagi yang tidak menguasai bagaimana medan perangnya.

Perang gerilya ini dilakukan dengan cara muncul dan menghilang begitu saja, mondar-mandir di beberapa wilayah medan perang, sehingga musuh tidak dapat melihatnya secara jelas, tetapi dapat merasakan bahwa akan diserang kapan dan dimana saja. Untuk itu, dalam pelaksanaan taktik ini, para pasukan gerilya sangat memerlukan pangkalan-pangkalan yang mana dibangun oleh masyarakat sekitar. Singkatnya, melalui taktik perang gerilya ini, pasukan akan “mengikat” musuh dengan cara yang melelahkan karena perang tidak dilakukan secara terang-terangan, tetapi secara sembunyi-sembunyi saja.

https://en.wikipedia.org/

Perang gerilya sangat membutuhkan pemimpin yang cerdas dan kemampuannya dalam menguasai medan (topografi) perang. Tidak hanya itu saja, seorang pemimpin dalam perang gerilya juga harus memahami bagaimana psikologis-moral-sosial-kebudayaan dari musuhnya. Bahkan tak jarang, prajurit wanita pun turut hadir dalam perang gerilya ini. Atas keberhasilan dari taktik perang ini, kemudian perang gerilya semakin populer dan dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan negara lain pun juga turut menerapkan taktik perang ini. Salah satu tokoh penggagas taktik perang gerilya di Indonesia adalah Jenderal Soedirman yang kemudian namanya diabadikan sebagai patung besar di berbagai tempat, salah satunya diabadikan juga sebagai nama lapangan di Ambarawa, Jawa Tengah, beserta patung besarnya.

Sebelum Indonesia merdeka, sebenarnya perang gerilya ini sudah dijadikan taktik perang di beberapa daerah. Contohnya adalah pada Perang Padri di Sumatera Barat yang dilakukan dengan cara menghalau musuh dengan pasukan yang dipecah-pecah menjadi kelompok kecil, kemudian menyerang musuh secara tiba-tiba. Ada juga Perang Aceh yang menggunakan taktik menguasai medan perang berupa hutan dan menyamar untuk mengelabui musuh.

Perang gerilya yang dilaksanakan di Indonesia ini memiliki ciri-ciri berupa:

  • Para pasukannya menyamar menjadi rakyat biasa.
  • Memiliki kemampuan untuk menyerang musuh secara tiba-tiba.
  • Sangat menghindari perang terbuka.
  • Dapat menghilang di tengah lebatnya hutan dan gelapnya malam. Hal tersebut karena dalam perang gerilya sangat membutuhkan kemampuan memahami topografi medan perang.

Perang gerilya semakin populer setelah terjadi pada tahun 1948-1949, tepatnya pada saat Agresi Militer II. Bahkan setelah Indonesia terbebas dari peristiwa tersebut, pada tahun 1901, muncul kembali niat Belanda untuk menguasai daerah Kerinci di Sumatera yang mana memang kaya akan hasil perkebunan. Yap, penggunaan taktik perang gerilya pada Perang Kerinci ini dipimpin oleh Letnan Muradi sehingga dapat mempertahankan kemerdekaan sekaligus wilayahnya dari pasukan Belanda. Perjuangan perang gerilya ini dapat berhasil karena bantuan masyarakat setempat juga.

Strategi Perang Gerilya Oleh Jenderal Soedirman Dalam Perang

Film Jenderal Soedirman

https://www.uc.ac.id/

Dilansir dari jurnal artikel penelitian yang berjudul “Strategi Perjuangan Jenderal Soedirman Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945-1949 di Kediri” oleh Venna Prisella Harisaputri, mengungkapkan bahwa Jenderal Soedirman begitu cerdik dan hebat dalam menyusun strategi perang gerilya ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949. Nah berikut adalah penjelasannya.

1. Rute Perang Kediri di Kediri

Perang gerilya ini mulanya terjadi karena adanya Agresi Militer II yang mana berupa peristiwa serangan militer dari pihak tentara Belanda kepada bangsa Indonesia di daerah Yogyakarta. Agresi Militer II itu terjadi pada 19 Desember 1948 dengan tujuan supaya status negara Indonesia merdeka hancur dan Belanda dapat menguasai ibukota negara, yakni di Yogyakarta. Mengapa ibukota negara kita bisa ada di Yogyakarta? Pada saat itu tepatnya pada 4 April 1946, terjadi pemindahan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta karena situasi keamanan di Jakarta yang malah semakin memburuk. Apalagi setelah kemerdekaan, Sekutu datang kembali ke Indonesia untuk menjadikan daerah jajahannya kembali. Atas dasar itulah, para pahlawan kita tentu saja merasa marah dan berusaha mati-matian memikirkan strategi untuk melawan Sekutu supaya pergi dari Indonesia.

Sayangnya, situasi di Yogyakarta begitu chaos sehingga Jenderal Soedirman beserta pasukannya memilih meninggalkan Yogyakarta, meskipun di udara tengah ada beberapa pesawat musuh yang membawa bom dan menembaki tempat-tempat penting. Saat itu, Jenderal Soedirman sudah dalam keadaan fisik yang amat lemah, tetapi akhirnya pasukan sampai di daerah Kretek yang letaknya sekitar 20 km dari Yogyakarta. Tujuan utama mereka adalah kota Kediri karena belum diduduki oleh pihak Belanda. Perjalanan ini menggunakan berbagai macam kendaraan ya, bukan jalan kaki.

Setelah sampai di kota Kediri, Jenderal Soedirman pun segera mengadakan pertemuan dengan beberapa pimpinan tentara yang ada di Jawa Timur, salah satunya adalah Kolonel Sungkono. Situasi menjadi semakin runyam setelah kota Kediri tiba-tiba mendapatkan serbuan dari Belanda. Mau tidak mau, akhirnya para pasukan Jenderal Soedirman segera meninggalkan kota Kediri dan menuju ke arah Gunung Wilis.

Rute perang gerilya yang dilakukan oleh pasukan Jenderal Soedirman cukup berat, terutama dari wilayah Kediri ke Dusun Karangnongko yang terletak di lereng Gunung Wilis. Untuk melakukan perjalanan tersebut, harus menghabiskan waktu sekitar 4,5 jam dengan berjalan kaki karena medannya memang di lereng gunung sehingga harus jalan mendaki. Terlebih lagi saat itu, Belanda sudah mengetahui keberadaan Jenderal Soedirman beserta pasukannya, sehingga Beliau harus diam-diam berpindah dari rumah-rumah dan bersembunyi di hutan. Sebagian pasukannya pun bergerak ke arah selatan untuk mengecoh para tentara Belanda.

Ketika Jenderal Soedirman berada di daerah Goliman yang merupakan salah satu Kabupaten di Kediri, Beliau tinggal di rumah Pak Badal. Jika Grameds ingin mengetahui rumah tersebut, saat ini sudah ada papan yang bertuliskan “Sasana Pangripta Gelar Panglima Besar Jenderal Soedirman”. Rumah Pak Badal ini menjadi saksi bisu Jenderal Soedirman mengatur siasat untuk menghadapi tentara Belanda di Kediri dan sekitarnya.

2. Strategi dan Taktik Perang Gerilya Oleh Jenderal Soedirman

https://www.kompasiana.com/

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perang gerilya ini memiliki strategi dan taktik dengan cara sembunyi-sembunyi tetapi penuh dengan kecepatan oleh kelompok yang lebih kecil, sehingga hasilnya pun lebih fokus dan efektif. Tidak hanya itu saja, untuk mencapai kemenangan pada taktik ini, pasukan harus dapat menyamar dengan alam dan memahami topografi dari medan perang.

Secara teori, perang gerilya ini dianggap sebagai strategi yang cerdik karena dapat merebut persenjataan musuh, padahal pasukannya hanya berupa kelompok kecil saja. Seiring berjalannya waktu, kelompok kecil ini tidak akan terus-menerus dalam jumlah sedikit tetapi akan berangsur-angsur mampu berkembang menjadi tentara reguler. Jika sudah begitu, maka jumlahnya dapat imbang untuk berhadapan dengan musuh.

Berhubung perang gerilya ini dilakukan secara diam-diam dan seolah “berada” di mana saja, maka pangkalan menjadi hal utama dalam pelaksanaannya. Pangkalan ini biasanya harus terletak yang tidak begitu diketahui oleh pihak musuh. Tak jarang, para masyarakat sekitar pun akan turun membantu tentara Indonesia dalam perang gerilya ini. Bahkan saat pertama kali datang ke Kediri, pasukan Jenderal Soedirman singgah terlebih dahulu di rumah bergaya Belanda yang berada di Jalan M.H. Thamrin 54, Kediri.

Pokok-Pokok Perang Gerilya Oleh Jenderal Soedirman

https://en.wikipedia.org/

Sebenarnya, strategi perang itu ada banyak jumlahnya, mulai dari gerilya, kamikaze, blitzkrieg, hingga sun-tzu. Setiap strategi perang tersebut digunakan di negara yang berbeda-beda bergantung pada bagaimana situasi dan kondisi medan perangnya. Nah, strategi perang yang paling terkenal dan dicetuskan oleh pahlawan kita adalah perang gerilya. Bahkan, buku mengenai pokok-pokok perang gerilya ini juga sudah terbit lho dalam bahasa Inggris dengan judul “Fundamentals of Guerrilla Warfare” yang terbit pada 1965. Pada dasarnya, buku “Fundamentals of Guerrilla Warfare” ini adalah terjemahan dari buku yang berjudul “Pokok-Pokok Gerilija” yang ditulis oleh Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution pada tahun 1953. Dalam buku tersebut, memuat 3 bab yang dilengkapi dengan berbagai lampiran dan skema akan bagaimana pergerakan dari taktik perang gerilya.

Bab pertama dari buku “Pokok-Pokok Gerilija” ini banyak dipelajari oleh para ahli strategi militer di berbagai negara. Bahkan tak jarang, buku ini dijadikan sebagai pedoman di lembaga pendidikan militer, salah satunya adalah di Akademi Militer West Point AS. Selanjutnya pada bab kedua, berisikan pemikiran Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution yang menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD. Sementara pada bab tiga, berisikan dokumen-dokumen perjalanan perang terutama setelah kemerdekaan, tepatnya di kisaran tahun 1945-1949.

Berdasarkan artikel penelitian yang ditulis oleh Kurniawan Firmuzi Syarifuddin dengan judul “Kajian Buku: Abdul Haris Nasution (1965) “Fundamentals of Guerrilla Warfare”, dapat disimpulkan bahwa dalam buku ini memuat pokok-pokok perang gerilya yang berupa:

1. Perang Abad Ini Adalah Perang Rakyat Semesta

Di era yang sudah serba canggih ini, perang itu tidak lagi tentang dua angkatan bersenjata saja, tetapi akan melibatkan seluruh unsur yang ada di negara, dalam rangka meraih kemenangan. Artinya, tidak seluruh semesta saja yang juga berjuang, tetapi juga segala sumber daya di sektor politik, sosial-ekonomi, hingga psikologi. Pihak penyerang akan melakukan serangan secara semesta, sementara yang bertahan, akan bertahan dengan mengerahkan rakyatnya secara semesta juga. Itulah mengapa, negara juga harus turut mempersiapkannya dari awal, supaya rakyat juga memiliki kesiapan dan memberi dukungan untuk menghadapi musuh.

2. Perang Gerilya Adalah Perang Antara Si Lemah Melawan Si Kuat

Pada dasarnya, perang itu terjadi ketika ada suatu bangsa yang diserang oleh pihak penyerang dengan kekuatan yang lebih besar, sementara pihak yang diserang harus berupaya mempertahankan diri dan memberikan pukulan balasan. Pihak yang diserang ini juga akan membutuhkan waktu untuk menjaga keseimbangan dengan pihak musuh. Itulah mengapa perang gerilya dilakukan karena memang untuk melelahkan musuh saja. Apabila perang gerilya tidak dapat menyelesaikan, maka cara lainnya adalah dengan politik.

3. Perang Gerilya Tidak Pernah Memenangkan Pertempuran

Dalam perang pada umumnya, memang mengalahkan musuh adalah tujuan utama sehingga harus dilakukan dengan tentara yang sudah terorganisir secara rapi. Namun pada perang gerilya ini, hanya untuk merepotkan musuh saja. Terlebih lagi, gerakan dari perang gerilya itu memang untuk membantu tentara reguler, sehingga tidak bisa dilakukan secara mandiri. Meskipun dilakukan secara terpisah, tetapi harus mendapatkan koordinir terlebih dahulu dari jenderalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan tekanan secara terus menerus kepada lawan untuk melelahkan dan melemahkannya.

Untuk medan perang, harus dilakukan di tempat yang seluas mungkin, termasuk pada operasi penyusupan dengan tujuan memecah kekuatan musuh. Selama tindakan defensif dilakukan, pemerintahan sipil maupun organisasi militer harus tetap berjalan seperti biasa, supaya musuh tidak curiga.

4. Perang Gerilya Biasanya Adalah Perang Ideologi

Perang gerilya itu sangat sulit untuk dilakukan karena membutuhkan kesabaran dan kesanggupan, serta dalam jangka waktu yang lama. Itulah mengapa, hanya yang memiliki ideologi kuat dengan batin teguh saja yang dapat melakukan perang gerilya ini. Jika pemerintahan tidak mendukung rakyatnya dan tidak berakat dari ideologi rakyat, maka sulit untuk “mengajak” rakyat untuk bergerilya.

5. Perang Gerilya Tidak Berarti Melibatkan Seluruh Rakyat Untuk Bertempur

Dalam perang gerilya, rakyat justru menjadi sendi utama. Singkatnya, perang gerilya ini harus mampu berakar sekaligus bergabung bersama rakyatnya. Namun, tidak semua rakyat harus berpartisipasi, hanya sebagian kecil saja yang mahir dalam memegang senjata, supaya pihak musuh tidak curiga. Terlebih lagi, perlawanan senjata dalam jumlah besar justru tidak memberikan hasil yang strategis, tetapi malah menguntungkan pihak musuh.

6. Perang Gerilya Bukan Berarti Tidak Teratur

Perang gerilya itu harus dilakukan secara efisien, dengan tetap menjunjung tinggi kedisiplinan, didasarkan pada teori dan strategi yang tepat, latihan secara terus-menerus, dan patuh akan peraturan serta rencana operasi dari pihak Jenderal. Apabila perang gerilya dilakukan tanpa strategi yang baik, justru dapat memboroskan waktu dan energi, bahkan mengorban jiwa pasukannya.

7. Perang Gerilya Berpangkal Dalam Rakyat

Perang gerilya dapat berjalan karena rakyat turut membantu, merawat, menyembunyikan, dan mengadakan penyelidikan untuk keperluan perang. Rakyat juga dapat berkontribusi sebagai organisasi pendukung pasukan gerilya, terutama dalam menyediakan logistik, akomodasi, transportasi, hingga hiburan. Supaya dapat berjalan lancar, maka perlu dibangun suatu struktur tersendiri yang menjadi penghubung antara gerilya dengan rakyat, terutama untuk dapat mengkomunikasikan segala kebutuhan dukungan yang diperlukan.

8. Gudang Senjata Gerilya Adalah Gudang Senjata Musuh

Dalam pelaksanaan perang gerilya, tentu saja tetap harus mendapatkan suplai logistik dari luar wilayah, terutama yang berkaitan dengan amunisi senjata. Namun, jika terjadi hal-hal yang tidak memungkinkan, maka amunisi senjata milik musuh harus dapat dijadikan sebagai gudang senjata bagi pasukan gerilya. Rakyat biasanya akan menyiapkan persediaan senjata dan harus tersebar di seluruh daerah operasi gerilya, tepatnya sebelum perang dimulai.

9. Perang Rakyat Semesta Memerlukan Pimpinan yang Total

Dalam perang semesta, memiliki strategi yang  yang berupa kesatuan dari strategi militer, politik, ekonomi, hingga psikologis. Itulah mengapa, perang rakyat semesta itu terjadi bukan antara tentara saja, tetapi juga antara rakyat melawan rakyat. Perang rakyat semesta ini pun juga membutuhkan pimpinan yang tidak hanya ahli bertempur saja, tetapi juga menguasai hal-hal kenegaraan, perekonomian, hingga propaganda.

10. Perang Anti-Gerilya

Ketika mempelajari perang gerilya, tentu saja harus diimbangi dengan anti-gerilya, terutama dalam rangka memberantas segala bentuk perlawanan rakyat yang melawan pemerintah. Untuk mengantisipasi adanya mata-mata, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan:

  • Perang gerilya itu bersifat semesta, sehingga anti-gerilya juga harus mempunyai sifat yang sama, yakni dengan menggunakan kekuatan di sektor politik-ideologi dan sosial-ekonomis.
  • Tujuan utama dari anti-gerilya adalah memisahkan gerilya dari rakyat yang merupakan sumber kekuatannya, sehingga harus memperlakukan rakyat dengan baik, penuh hormat dan manusiawi.
  • Selalu mengupayakan merebut simpati rakyat dengan melindungi dan memenuhi segala kebutuhannya, sehingga rakyat akan mengalihkan dukungan kepada pasukan anti-gerilya.
  • Anti-gerilya bukan perang menghancurkan, sehingga berlaku secara bijak terhadap para gerilya atau rakyat yang bersimpati kepadanya.
  • Senantiasa berupaya mencari informasi tentang kondisi yang terjadi di lingkungan gerilya, untuk kemudian melancarkan perang psikologis yang bukan bersifat fitnah dan provokasi belaka.

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu perang gerilya serta strategi yang dilaksanakan oleh Jenderal Soedirman bersama pasukannya dalam menumpas tentara Belanda. Apakah Grameds tertarik untuk mempelajari perang gerilya ini lebih lanjut?

Buku Ekonomi
Buku Soekarno
Buku Sosiologi
Buku Geografi
Buku Ideologi Pancasila
Buku Sejarah Indonesia

Pengertian Sejarah
Daftar Pahlawan Revolusi
Daftar Pahlawan Nasional Indonesia
Organisasi Pergerakan Nasional
Sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI
Sejarah Teks Proklamasi
Sejarah Pertempuran Surabaya
Sejarah Sumpah Pemuda
Tujuan PPKI dibentuk
Hasil Sidang PPKI Pertama
Proses Penyusunan Teks Proklamasi

Sumber:

Syarifuddin, Kurniawan Firmuzi. “Kajian Buku: Abdul Haris Nasution (1965) “Fundamentals of Guerrilla Warfare”

Harisaputri, Venna Prisella. (2019). STRATEGI PERJUANGAN JENDERAL SUDIRMAN DALAM PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1945-1949 DI KEDIRI. Universitas Nusantara PGRI Kediri. Artikel Skripsi.

Baca Juga!

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.