in

Review Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki ini bisa jadi referensi yang recommended Grameds baca tentang gaya hidup minimalis. Sebagian dari kita mungkin tergiur membeli dan memiliki banyak barang, padahal kita tidak terlalu membutuhkannya. Nah, buku ini akan menunjukan kepada pembaca bagaimana makna hidup dengan gaya yang sederhana dan minimalis.

Artinya, banyak batang yang kita miliki saat ini bisa jadi hal yang mubazir dan membentuk mental yang konsumtif. Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang ini akan memberi banyak pelajaran untuk pembacanya agar membuat hidupnya lebih efektif dan efisien. Berikut ini review Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang yang bisa Grameds simak:

Informasi Buku

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

  • Judul Buku : Goodbye, Thing: Hidup Minimalis Ala Orang Jepang
  • Pengarang : Fumio Sasaki
  • Tahun Terbit : 18 November 2018
  • Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
  • Jumlah Halaman : 284

Berjudul asli Bukutachini, Mou Mono Wa Hitsuyou Nai, buku ini terbit pada tahun 2015 di jepang, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada bulan November 2018, dan diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Penerjemahnya adalah Annisa Cinantya Putri.

Penulis Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang berasal dari Jepang, lebih tepatnya Prefektur Kagawa, dan tinggal di sebuah apartemen di Tokyo. Dalam buku ini, penulis mendefinisikan minimalis adalah proses meminimalkan harta atau barang-barang seminimum mungkin dan hidup dengan barang itu saja agar dapat fokus pada apa yang benar-benar penting bagi kita.

Dalam buku ini, Sasaki berbagi pengalaman hidup minimalisnya dan memberikan petunjuk spesifik tentang proses hidup minimalis. Buku ini menunjukan bahwa minimalis tidak hanya mengubah ruangan atau rumah saja, tetapi benar-benar meminimalisir hidup. Siapa pun dapat menikmati manfaat dari kehidupan minimalis, dan definisi Sasaki tentang kebahagiaan sejati membuka matanya pada apa yang dibawa dalam kehidupan yang minimalis.

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang memiliki 5 bab yang dibahas, seperti berikut ini:

  1. Mengapa minimalisme?
  2. Mengapa kita mengumpulkan begitu banyak barang?
  3. 55 kiat berpisah dari barang dan tambahan 15 kiat untuk tahap selanjutnya menuju hidup minimalis
  4. 12 hal yang berubah sejak berpisah dengan barang-barang
  5. “Merasa” bahagia alih-alih “menjadi” bahagia

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Sinopsis Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang berisi tentang pengalaman penulis, Fumio Sasaki yang pernah menjadi seorang yang maksimalis. Masih lajang di usianya 35 tahun, ia tinggal di sebuah apartemen di distrik Nakameguro Tokyo sambil bekerja sebagai editor untuk sebuah perusahaan penerbitan. Dia telah tinggal di apartemen selama 10 tahun.

Apartemen itu penuh. Kamar tidur yang penuh dengan buku. Sebagian besar buku yang ia baca hanya dibaca satu atau dua halaman lalu meletakkannya begitu saja. Lemari itu penuh dengan pakaian, yang sebagian besar hanya dipakai beberapa kali. Apartemennya juga penuh dengan koleksi barang-barang favoritnya. Hobi atau disebut juga dengan kegemaran sering kali berubah karena bosan.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Dia memiliki gitar dan speaker berdebu, buku panduan belajar bahasa Inggris yang belum pernah dia lihat, dan bahkan kamera antik yang belum pernah digunakan. Dia punya banyak barang, tapi dia tidak bahagia dengan kepemilikannya itu. Dia merasa kosong. Apalagi setelah bertemu dengan teman kuliahnya yang sukses: dia punya rumah dan mobil mewah, istri cantik, dan bayi lucu.

Membandingkan dengan orang-orang dengan kekayaan lebih dari membuatnya frustasi. Tidak banyak yang bisa dia lakukan untuk mengubah keadaan. Akhirnya, dia menikmati hidup minimalisnya. Bagaimanapun, kita hidup di era di mana kesuksesan bergantung pada produk dan bahan yang kita miliki. Rumah, mobil, tas, baju, sepatu, merk smartphone bekas, dan sebagainya.

Hal Itu membuat kita menginginkan lebih. Kita akan menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk mengelola dan memelihara apa yang sudah kita miliki. Dengan putus asa, kita akhirnya mencoba membuat diri kami lebih mudah dikendalikan. Gaya hidup Fumio Sasaki telah berubah ketika ia memutuskan untuk pindah ke apartemen yang lebih murah untuk di sewa.

Tetapi proses penghapusan atau pemusnahan barangnya hampir membuat tabungannya habis. Sejak itu, dia berpikir bahwa tujuan hidupnya memutuskan apa yang membuatnya bahagia. Saat itulah dia menyingkirkan sebagian besar asetnya. Sasaki menjadikan hidup minimalis sebagai “gaya hidup yang berarti dengan mengurangi jumlah item yang dimiliki di level minimum”.

Dalam bukunya, dia menjelaskan, di masa lalu negara jepang hidup dengan gaya minimalis. Kebanyakan orang Jepang hanya memiliki dua hingga tiga kimono bersih. Orang-orang bepergian tanpa pernah mengangkut banyak properti. Bahkan, gaya hidup minimalis tidak hanya tumbuh di Jepang. Di Lapisan masyarakat konsumerisme dan pra-industrial, kehidupan minimalis dalam arti melakukan gaya hidup sederhana.

Di beberapa negara Eropa, sebelum ledakan ekonomi tahun 1960-an, pakaian digunakan selama mungkin, bahkan ada budaya mewarisi jam dan barang pecah belah dari generasi ke generasi. Artinya tidak membuang apapun yang dapat diperbaiki atau digunakan kembali. Di Jepang sendiri, minimalis telah mulai banyak dibahas sejak 2010. Di tahun itu juga konsep “Danshari” yang !merupakan seni pembersihan, membuang dan terpisah dari barang-barang mulai jadi perbincangan publik.

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Review Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Dalam Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang ini Fumio Sasaki menekankan, sekarang ketika teknologi menjadi lebih canggih, gaya hidup minimalis lebih mudah dipraktekkan. Untuk mendengarkan musik, ada pemutar MP3 atau iPod yang dapat menghemat ribuan lagu. Bahkan, ada lagu streaming yang dapat diunduh lewat aplikasi.

Film dan buku juga sama. Sekarang ada layanan film streaming yang mudah diakses. Buku ini dapat dibaca dalam versi digital, tidak perlu ruangan dengan rak untuk menyimpannya. Demikian pula televisi. Selama ada koneksi internet, kita dapat mengunjungi situs web stasiun TV atau mencari situs streaming. Sasaki memberi saran tentang bagaimana menjadi minimalis dalam buku ini.

Ia juga memberi 55 tips tentang cara memisahkan item. Bahkan juga memberi 15 tips tambahan tentang cara hidup minimalis. Untuk menikmati sofa yang nyaman dan interior yang indah, ia pergi ke kopi favoritnya. Toko-toko yang menjual kebutuhan sehari-hari dianggap sebagai gudang. Jika dia membutuhkan sabun atau sampo, ia pergi ke “Gudang”.

Fumio Sasaki menulis buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang Hal-hal dengan berlatih minimalis pula saat menulis buku ini. Dia menulis di laptopnya. Bahan-bahan penulisannya ini disimpan di Dropbox, tanpa bahaya. Sejauh ini, ia tinggal di sebuah apartemen kecil di Tokyo dengan tiga kemeja, empat celana, empat pasang kaus kaki dan beberapa benda lain.

Melalui buku ini, pembaca akan diajak menyadari bagaimana pola atau gaya hidupnya. Ada barang apa saja Yang Ada disekitar kita? Apakah semuanya bermanfaat dan benar-benar kita butuhkan? Pertanyaan itu seolah-olah mengusik pemikiran pembaca saat menyelami buku ini. Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang juga memberi solusi dalam bentuk tips pemisahan dengan produk sampai imersi.

Menjadi minimalisme adalah proses yang tidak instan. Butuh keputusan besar untuk mengambil dan menjalani gaya hidup minimalis. Kemudian mulai mengurangi tumpukan properti. Penulis terlihat sangat sukses menjalankan hidup minimalisnya dalam buku ini. Bahkan barang dagangan dan koleksi favoritnya juga bersedia untuk dijual dan dilelang untuk hidup di masa depan.

Yang paling ditekankan dalam buku ini adalah rasa syukur. Rasa syukur itu bisa terus ia rasakan setelah menjalani hidup minimalis. Barang-barang yang awalnya dianggap penting, semua yang Sasaki jual, dan bahkan barang-barang itu sebenarnya adalah representasinya sendiri. Seperti buku, video game, baju, celana, dan sebagainya. Dia pikir hal-hal ini telah mengambil alih dirinya.

Baru kemudian dia menyadari bahwa dia merasa lebih bahagia dalam hidup tanpa barang-barang tersebut. Sungguh, menakjubkan baginya bahwa dia bisa bahagia dengan beberapa hal yang dia miliki. Hal lain yang penulis ini coba tawarkan adalah kita tidak perlu memikirkan harga barang yang akan kita buang. Misalnya, kamu menjual TV yang dimiliki.

Bahkan, harga akan turun secara signifikan, tetapi kamu tidak tahu kebahagiaan apa yang akan didapatkan setelah menjual suatu produk. Kebahagiaan yang dimaksud adalah cara yang sederhana, namun dapat mendatangkan rasa damai dan bahagia, dengan kebahagiaan yang hanya bisa dirasakan dari lubuk hati yang paling dalam, bukan apa yang telah atau dicapai.

Singkatnya, buku ini sangat baik dibaca oleh Grameds yang ingin suasana baru dalam menjalani hidup. Grameds akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang kehidupan minimalis. Terutama tentang cara berpikir yang baru tentang minimalis. Pelajaran dari buku ini adalah bahwa memulai hidup minimalis membutuhkan tekad yang kuat dan niat yang tulus.

Tapi begitu kita memutuskan, itu akan mengubah hidup menjadi lebih damai dan nyaman. Tentu saja, tidak semua orang cocok dengan buku ini dengan cara yang sama. Namun setidaknya buku ini membuka cakrawala wawasan tentang kenikmatan hidup secara minimalis, makna syukur atas makna kebahagiaan. Tentu saja, siapa pun dapat menjalani kehidupan minimalist jika mereka mau.

1. Kelebihan Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

  • Kosakata yang digunakan relatif sederhana. Dalam hal ini, pembaca bisa memahaminya dengan mudah, dan setelah memahaminya perlu dipraktekkan. Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang ini begitu unik dengan menghadirkan pemahaman baru yang benar-benar dogmatis dan sangat kontradiktif bagi masyarakat Indonesia. Tapi bentrokan ini diresapi dengan relevansi yang bijaksana dan rasionalisasi yang kuat, terutama dalam hal membuang sesuatu.
  • Desain cover yang terlihat minimalis namun tetap elegan jadi daya tarik tersendiri untuk buku non fiksi ini
  • Halaman pertama berisi foto-foto berwarna apartemen Fumio Sasaki sebelum dan sesudah kemunculannya. Hal ini menunjukan perubahan yang luar biasa.
  • Banyak pelajaran tentang pentingnya hidup minimalis, apa yang dibutuhkan dan apa yang tidak. Minimalis bukan berarti pelit, hanya berarti hidup. Jadi tidak lagi dikatakan bahwa apa yang kita beli tidak berguna dan hanya untuk pameran.
  • Memberi kesadaran pada pembaca tentang apa yang harus dibeli. Buku ini sangat merekomendasikan pada siapa saja yang suka merapikan dan tidak suka menumpuk, atau yang ingin belajar hidup minimalis.

2. Kekurangan Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

  • Meskipun Fumio Sasaki menampilkan contoh gambar minimalis Jepang di bagian atas halaman, tapi tetap perlu menambahkan gambar yang terkait dengan contoh tersebut. Hal ini berkaitan dengan gambaran bagi pembaca pemula atau terutama yang awam dengan gaya hidup minimalis.

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Daftar Quote Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

  • Setiap orang bisa memulai hidup mereka sebagai seorang minimalis. Nilai kita tidak ditentukan oleh banyaknya barang yang kita miliki (Halaman 3)
  • Minimalisme adalah upaya untuk mengurangi hal-hal yang tidak penting sehingga kita dapat sepenuhnya memahami apa yang benar-benar berharga bagi kita (Halaman 16)
  • Minimalis tidak harus datang dari inspirasi sesaat atau hanya keinginan untuk mengejar gaya hidup baru, tetapi dari niat yang tulus dan kebutuhan yang kuat untuk mendefinisikan kembali hidup kita (Halaman 25)
  • Di mata orang lain, apa yang kita miliki sangat berharga, tapi persepsi kita sendiri yang bisa menentukannya dan hanya kitalah yang bisa mengubah pesona itu (Halaman 40)
  • Area kosong memberi kita rasa kemandirian dan membuka hati kita untuk hal-hal yang lebih penting dalam hidup (Halaman 73)
  • Barang itu mungkin hilang, tetapi rasa syukur itu tetap ada dan membekas di hati dan perasaan itu sangat penting (Halaman 107)
  • Waktu Anda terbatas. Jangan sia-siakan untuk menjalani hidup orang lain. — Steve Jobs (halaman 131)
  • Hidup ini singkat, jadi sayang sekali bahwa hidup disia-siakan untuk hal-hal belaka (Halaman 133)
  • Tinggal di rumah yang bersih dan sederhana akan mengurangi waktu menganggur Anda (Halaman 137)
  • Ketika Anda sibuk dan tidak punya waktu luang, orang baik pun bisa memiliki kepribadian yang negatif (Halaman 139)
  • Ilmu pengetahuan membuktikan bahwa momen-momen ini penting bagi kita. Apakah kaya atau miskin, kita semua memiliki 24 jam sehari. Bahkan dapat menemukan waktu untuk bersantai adalah sebuah kemewahan (halaman 140)
  • Kita butuh kegiatan berbenah sebagai kebiasaan,sehingga kita pun melakukannya tanpa banyak berpikir (halaman 145)
  • Mengurangi jumlah barang dan menurunkan biaya hidup minimum dan inimalisme bisa membebaskan kita. (Halaman 155)
  • Berbeda dengan benda, pengalaman ada dalam diri dan pikiran dan dapat dibawa kemana saja. Apapun yang terjadi, pengalaman itu bersifat pribadi dan milik Anda (Halaman 174)
  • Studi psikologis menunjukkan bahwa semakin banyak kesempatan yang dimiliki seseorang untuk berterima kasih atau bersyukur, semakin bahagia dia. Tentu saja, tidak mengherankan jika menganggap syukur sebagai kebahagiaan (Halaman 222)
  • Dengan lebih banyak bersyukur, kita akan menjadi lebih positif, toleran, dan murah hati. (Halaman 224)

Buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang

Nah, itulah review buku Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki. Apakah Grameds tertarik hidup minimalis dan membaca buku ini? Jika Grameds tertarik dengan topik gaya hidup minimalis, koleksi Gramedia ada beberapa rekomendasi buku tentang hidup minimalis yang bisa diakses di www.gramedia.com atau www.ebooksgramedia.com, selamat belajar. #SahabatTanpabatas.

Written by Ananda