in

Review Buku The Art of Thinking Clearly karya Rolf Dobelli

Review Buku The Art of Thinking Clearly Sering kali kita dibuat terkesan dengan cerita sukses orang lain, kemudian termotivasi untuk melakukan yang yang mirip supaya bisa sukses seperti orang tersebut. Tapi apakah sebenarnya yang kita lihat menarik dari orang itu? Hasilnya atau prosesnya?

Kita kerap lupa bahwa segala hal yang tampak indah, seperti kisah sukses orang lain membuat kita berandai-andai mungkinkah hal itu terjadi pada kita juga saat kita melakukan yang serupa? Sampai-sampai lupa bahwa apa proses panjang dan alasan-alasan lain yang tidak kita ketahui dibaliknya.

Saat mencerna situasi atau menghadapi masalah, kadang manusia mengalami bias pikiran yang membuat pola berpikir kita menjadi kurang jelas seperti apa seharusnya. Alih-alih menyadarinya, kita justru terpukau dan fokus terhadap hal-hal yang kurang perlu. Hal ini sangat bisa mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan.

Menurut Rolf Dobelli, saat manusia berpikir merupakan rangkaian proses yang sebenarnya sedikit rumit. Dimana kita kadang tidak sadari bahwa pemikiran bisa membias dan melah menjadi salah fokus. Oleh karena itu, Rolf Dobelli menuliskan sejumlah tips yang akan membantu kita dalam berpikir lebih jelas lagi.

Seni berpikir jelas sudah lama digagaskan oleh Rolf Dobelli sejak awal pertama perilisan bukunya pada 2011 lalu, yang sontak menggemparkan dunia literasi terutama pada jenis buku non-fiksi. Pasalnya gagasan-gagasan milik Dobelli yang ditorehkannya pada buku The Art of Thinking Clearly ini berhasil memutar-balikan pola pikir kita yang sejak lama sudah salah atau setidaknya kurang tepat.

Review The Art of Thinking Clearly

Mungkin sebenarnya apa yang disampaikan penulis dalam buku The Art of Thinking Clearly ini bukan hal baru lagi, namun melihat dari banyaknya respon baik menunjukkan bahwa rupanya masih banyak orang yang salah dalam berpikir.

Buku yang memiliki judul asli Die Kunst des klaren Denkens ini meraih gelar best seller di Jerman dan Swiss sejak awal terbit. Kemudian karena popularitasnya yang semakin naik, buku karya Rolf Dobelli ini kemudian dialih bahasakan oleh seorang penerjemah Nicky Griffin pada 2012.

Di tahun yang sama setelah terdapat versi bahasa Inggrisnya, The Art of Thinking Clearly ini berhasil masuk ke jajaran sepuluh besar buku paling laris di banyak negara tetangga seperti Inggris, Korea Selatan, Irlandia, Singapura dan Hongkong.

Berjalan satu dekade buku ini masih sangat banyak dicari hingga saat ini dan juga menjadi rujukan bagi banyak pihak dalam melakukan riset serta penilaian. Bahkan pada 2019 lalu seorang Kepala Staf Angkatan Udara AS Ronald merekomendasikan buku ini sebagai bacaan wajib untuk CSAF.

Tidak terlepas dari namanya yang mengudara, buku karya Dobelli ini juga sempat menuai banyak kritik sebab ada beberapa pihak yang kontra dengan teori yang dijelaskan oleh penulis pada The Art of Thinking.

Profil Penulis Buku The Art of Thinking Clearly

Rolf Dobelli yang lahir pada 15 Juli 1966 lalu ini merupakan seorang penulis sukses dari Luzern, Swiss. Dirinya tidak hanya menulis buku, melainkan bekerja sebagai pengusaha yang mana merupakan anggota dari Edge Foundation, Inc. , Royal Society of Arts dan juga PEN International.

Jauh sebelum namanya terdengar seperti sekarang ini, pendiri yayasan World Minds ini adalah seorang mahasiswa di Universitas St. Gallen yang mempelajari tentang ilmu filsafat dan administrasi bisnis.

Dobelli muda meniti karirnya dengan bekerja sebagai CFO dan juga Managing Director di sebuah anak perusahaan Swissair. Kesuksesannya dalam bekerja juga semakin terlihat setelah pada 1999 Rolf Dobelli terlibat dalam pendirian getAbstract.

Dia bahkan pernah menjadi host pada sebuah acara TV berjudul Seiten Weise Wirtschaft di sebuah perusahaan berita di sana. Buku pertamanya telah dirilis pada tahun 2003 dengan judul Funfunddreissig (Tiga Puluh Lima).

Kemudian Dobelli kembali melanjutkan karyanya dengan menerbitkan bukunya Und was machen Sie beruflich? (Apa yang Anda Lakukan untuk Hidup?) yang terbit pada 2004, Himmelreich (2006) dalam bahasa Indonesia buku ini juga diterjemahkan dengan Surga.

Tidak hanya itu Dobelli juga masih terus menuliskan beberapa buku seperti Who am I? Atau Wer bin ich? dan Turbulence pada tahun yang sama, 2007. Serta Massimo Marini yang terbit pada tahun 2010.

The Art of Thinking sontak meraih popularitasnya yang besar sesaat setelah perilisan pada tahun 2011 oleh Carl Hanser Verlag dengan judul aslinya Die Kunst des klaren Denkens. Kemudian setelah meraih kesuksesan besar yang membuat namanya semakin mengudara, pada 2020 lalu Dobelli kembali merilis buku dengan judul Stop Reading the News, A Manifesto for a Happier, Calmer and Wiser Life.

Bagi para pembaca setia buku Dobelli, setidaknya ada sekitar sembilan buku karyanya yang bisa untuk menjadi koleksi. Meskipun untuk beberapa buku hanya diterjemahkan dalam bahasa Inggris, tapi untuk buku The Art of Thinking Clearly ini terdapat terjemahan bahasa Indonesianya.

Tentang Buku The Art of Thinking Clearly

Buku karya Dobelli ini sebenarnya merupakan buku motivasi sederhana yang banyak mengubah cara pandang kita terhadap sesuatu. Tentu saja hal ini juga disebabkan tema yang diambil dalam buku ini merupakan rangkaian tips untuk bisa berpikir jernih.

Sinopsis

Menurut Rolf Dobelli kadang manusia tidak menyadari apabila ada hal yang keliru dalam sudut pandang mereka. Pada umumnya seseorang yang kita anggap sebagai sosok paling rasional sekalipun kadang juga mengalami kesalahan dalam berpikir. sehingga tidak ada salahnya kita untuk memahami cara berpikir yang benar supaya bisa mengambil keputusan yang jauh lebih tepat dalam kehidupan kita.

Maka dari itu Dobelli memberikan pemaparan 99 cara berpikir yang mungkin selama ini kita kira benar namun ternyata hal tersebut merupakan pemikiran yang salah.

Review The Art of Thinking Clearly

Dari sekian banyak pola pikir yang dijelaskan penulis, ada pula beberapa garis besar yang bisa disimpulkan dari buku The Art of Thinking Clearly ini.

Survivor Bias

Menurut Rolf Dobelli, satu kesalahan yang paling sering terjadi pada banyak orang ketika kita hanya fokus melihat hasil pencapaiannya saja. Misalnya jika kita menonton film dokumenter mengenai pengusaha yang from zero to hero, merintis karirnya hingga bisa sukses dan kaya.

Kita terbiasa hanya fokus terhadap kesuksesan yang telah diraih orang tersebut tanpa ingat bagaimana proses dia merangkak dari bawah. Memang sebenarnya hal tersebut ada baiknya selama bisa memotivasi kita untuk terus berjuang dan tidak menyerah akan tujuan.

Tapi ada yang yang wajib kita pahami dari satu kisah sukses tidak akan selalu berlaku demikian pada semua orang. Artinya, saat kita menirukan proses merintis karir sama seperti orang lain, tidak ada jaminan bahwa kita akan mendapat hasil yang sama.

Manusia cenderung mengalami bias pikiran dimana kita akan cenderung mengagumi betapa beruntungnya orang lain hingga bisa sukses. Padahal, keberuntungan orang bisa jadi berbeda. Pemikiran tersebut menjadi salah ketika kita jadi membandingkan kinerja kita dengan kinerja mereka yang memiliki kisah sukses.

Ketika alih-alih menjadi motivasi untuk berkembang, sebuah kisah sukses from zero to hero dipahami dengan salah, hanya karena kita merasa hal tersebut mudah ditirukan dan mendapat hasil yang bisa sama.

Sunk Cost Fallacy

Rolf Dobelli juga menyatakan satu pola pikir yang salah kaprah dan cukup sering kita lakukan adalah sunk cost fallacy, atau keadaan di mana kita berada pada situasi yang buruk namun tidak ingin pergi dari situasi tersebut meski tahu tidak ada harapan di masa mendatang yang jelas.

Menurut Rolf Dobelli hal ini juga disebabkan karena biasanya kita sudah terlanjur menghabiskan waktu, tenaga dan perasaan yang banyak pada kondisi ini, dan masih berharap bahwa situasi akan sedikit membaik.

Seperti contohnya dalam hubungan, kita tentu tahu pada sebuah toxic relationship juga kedua orang yang terlibat dalam hubungan merasa tidak ingin pisah meskipun tahu bahwa hubungan tersebut sudah tidak sehat.

Hal ini juga karena waktu dan perasaan yang sudah terlanjur banyak dicurahkan untuk hubungan tersebut dan masih berharap bahwa pasangannya akan membaik. Sebab pada dasarnya manusia tidak ingin mengakui bahwa keputusan yang mereka ambil rupanya keputusan yang salah.

Confirmation Bias

Kesalahan yang paling umum selanjutnya adalah confirmation bias, yang mana merupakan situasi di mana seseorang akan cenderung mencari orang yang memiliki pendapat serupa dengan mereka dan mengesampingkan fakta yang terjadi.

Seperti saat seseorang memiliki seorang artis atau aktris idolanya, namun kemudian tersebar berita atau informasi yang menyangkut keburukan idola ini maka orang tersebut akan cenderung mencari orang lain yang sependapat dengannya.

Kemudian mengesampingkan fakta, bahkan saat berita tersebut telah dikonfirmasi oleh platform berita yang besar dan legal sekalipun. Kondisi ini juga menggiring orang untuk jauh lebih percaya orang-orang seperti influencer atau selebgram yang menyampaikan opini sama dengannya.

Padahal kita sadar, internet memiliki algoritma yang menyesuaikan dengan hasil pencarian setiap penggunanya. Sehingga apabila orang ini menyukai hal-hal positif tentang si idola saja, maka informasi yang akan dia dapatkan sebagian besar sesuai keinginannya. Sedangkan faktanya tidak begitu.

Illusion of Control

Ilusi kontrol yang dimaksudkan Rolf Dobelli ini merupakan situasi di mana manusia akan cenderung mempercayai tentang hal-hal yang mereka kira bisa mereka kontrol, meskipun sebenarnya tidak. Ilusi kontrol ini membuat kita percaya bahwa kita masih memiliki harapan untuk bisa mengontrol suatu keadaan.

Sehingga apabila hal tersebut gagal, kita tidak begitu merasakan kesedihan karena merasa ini terjadi masih dalam kontrol kita. Rolf Dobelli memberikan contoh sebuah eksperimen yang terjadi pada dua kelompok orang yang ditempatkan pada dua ruangan berbeda.

Pada tiap ruangan akan dilakukan eksperimen dengan memperdengarkan suara musik dengan volume sangat tinggi. Pada kelompok pertama terdapat panic button yang bisa mereka gunakan saat merasa suara tersebut sudah sangat tidak tertahankan dan untuk menyudahinya. Sedangkan kelompok kedua tidak memilikinya.

Berdasarkan eksperimen ini, rupanya hasil menunjukan bahwa kelompok pertama memiliki ketahanan pendengaran yang lebih baik daripada kelompok dua, padahal tombol tersebut tidak digunakan.

Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya kelompok satu memiliki ilusi kontrol yang membuat mereka jauh lebih percaya diri dan merasa punya kendali atas sebuah situasi. Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok kedua ini berlaku sebaliknya karena mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat mengendalikan situasi dan menjadi jauh lebih cepat panik.

Social Proof

Social proof juga merupakan salah satu pola pikir yang tidak tepat. Pasalnya social proof ini merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan apa yang mayoritas orang lain lakukan juga untuk merasa benar.

Sebenarnya, jika kita lihat lagi kebelakang kondisi ini sering sekali muncul dalam pikiran kita sehari-hari. Manusia akan cenderung melakukan hal yang sama dengan orang lain dan untuk itu mereka akan merasa bahwa hal tersebut adalah hal yang benar, atau setidaknya lumrah. Sebab kamu bukan satu-satunya orang yang melakukannya.

Seperti saat kita sedang menonton sebuah pertunjukan dan berawal dari satu tepuk tangan, kemudian semua orang di tempat itu ikut bertepuk tangan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya kita akan jauh lebih berani melakukan hal yang sudah dilakukan orang lain dan ketika hal tersebut banyak yang mengikuti maka kita pikir kita tidak salah.

Padahal, kondisi ini sebenarnya tidak bisa berlaku untuk segala jenis keputusan. Tidak semua hal yang dilakukan oleh sebagian besar orang adalah benar dan bisa berlaku demikian untuk diri kita sendiri. Misalnya dalam mengambil keputusan untuk meniti karir atau merencanakan kehidupan maka social proof tidak bisa berlaku selalu sama pada setiap orang.

Akan tetapi sebagai manusia, kita memang cenderung tidak ingin tampak berbeda atau menjadi minoritas. Mengikuti jejak orang lain bukanlah hal yang buruk selama kita tahu kapan harus menjadi mayoritas dan kapan berani untuk menjadi minoritas.

Kelebihan Buku The Art of Thinking Clearly

The Art of Thinking Clearly bisa dikatakan masuk ke dalam karya non fiksi yang cukup mind blowing dengan segala ide serta gagasan menarik Rolf Dobelli yang membuat kita mampu menyadari betapa banyaknya hal yang bisa kita ubah ketika pemikiran jauh lebih terbuka.

Terlepas dari ide cemerlang penulis, buku setebal 358 halaman ini memiliki gaya bahasa yang tidak rumit. Mengingat pembahasannya memang sangat relevan dengan kehidupan mayoritas orang hingga saat ini. Maka menjadi nilai lebih bagi buku ini untuk menjadi buku yang semakin friendly bagi seluruh pembaca.

Selain itu penulis juga tidak segan-segan memberikan penjelasan yang rinci, contoh situasi dan juga cara mengatasinya sehingga setelah membaca buku ini pembaca tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Bagi mereka yang sedang merintis karir, buku ini bahkan bisa juga menjadi motivasi sebagai bentuk pengembangan diri yang semuanya akan mempermudah jalan kita meniti karir.

Kekurangan Buku The Art of Thinking Clearly

Sebenarnya tidak banyak kekurangan yang bisa disebutkan mengenai buku ini, mengingat dari segi penulisan serta gaya bahasanya Rolf Dobelli memperlihatkan bahwa dia memang sudah mahir dalam dunia literasi.

Sebenarnya mungkin tidak bisa disebut kekurangan, namun buku ini beberapa kali sempat menuai kritik mengenai orisinalitas karya yang dianggap oleh beberapa tokoh dinyatakan plagiarisme.

Akan tetapi terlepas dari itu semua, The Art of Thinking Clearly memang menjadi buku yang worth to read terutama bagi Grameds yang suka dengan buku self improvement.

Dapatkan buku self improvement karya Rolf Dobelli ini atau karya penulis lain disini yuk!

Review The Art of Thinking Clearly

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Rolf Dobelli pada bukunya The Art of Thinking Clearly ini juga menjelaskan bahwa kenyataan bahwa manusia tidak bisa menghindari kesalahan dalam berpikir memang tidak dapat dibantahkan.

Sudah sewajarnya jika sebagai manusia kita kerap kali salah dalam berpikir hingga harus mengambil keputusan yang kurang tepat. Penulis sendiri juga tidak menjanjikan bahwa buku ini bisa membuat semua pembacanya menjadi berpikir dengan benar.

Akan tetapi dengan mengetahui seperti apa gambaran kesalahan kita pola pikir, harapannya bisa mengurangi bias pikiran yang mungkin selama ini telah mengendap lama di kepala kita. Dengan begitu kita bisa mengambil keputusan dengan jauh lebih benar dan bijak lagi.

Demikian review The Art of Thinking Clearly karya Rolf Dobelli. Jika Grameds ingin mendapatkan bukunya dan buku-buku lain, kamu bisa mengunjungi gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia akan selalu memberikan produk-produk terbaik dan terlengkap, agar kamu bisa memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Inka

Written by Ananda