Agama Islam

Nikah Mut’ah Adalah: Pengertian, Sejarah, dan Hukum Islam

Nikah Mut'ah adalah
Written by Yufi Cantika

Nikah Mut’ah adalah – Dalam agama Islam, menikah merupakan salah satu ibadah yang disukai oleh Allah. Sebab, pernikahan dilaksanakan sepanjang usia dan sepanjang masa. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh suami istri dalam sebuah pernikahan merupakan wujud dari ibadah dan akan mendapatkan pahala. Selain ibadah, pernikahan merupakan wujud dari sikap ta’awun atau kerjasama yang terjalin antara individu dalam pendirian lembaga keluarga serta sarana reproduksi.

Menurut Jumhur Fuqaha, ada empat macam nikah yaitu nikah fasidah yaitu nikah yang rusak dan tidak, nikah syighar, nikah mut’ah adalah pernikahan yang dibatasi waktu tertentu dan nikah muhallil. Di Indonesia, nikah mut’ah adalah nikah kontrak yang cukup umum. Lalu bagaimana hukum nikah mut’ah dalam Islam dan bagaimana pengertiannya? Simak lebih lanjut dalam artikel ini ya!

Pengertian Nikah Mut’ah

Nikah Mut'ah adalah

pexels.com

Nikah mut’ah adalah nikah kontrak yaitu pernikahan dalam tempo waktu tertentu. Menurut mazhab Syiah, nikah mut’ah adalah pernikahan yang dilangsungkan dalam masa waktu yang telah ditetapkan sebelumnya dan setelah itu, ikatan perkawinan tersebut sudah tidak berlaku kembali.

Contohnya ada seorang laki-laki yang melaksanakan pernikahan dengan akad nikah sebagai berikut ini, “Aku menikahi dirimu selama satu bulan atau satu tahun,” kemudian mempelai perempuan menjawab, “Aku terima.”

Jadi, masa pernikahan dari suami dan istri tersebut akan berakhir dalam waktu yang sesuai dengan akad yang telah diucapkan. Nikah mut’ah secara harfiah, memiliki pengertian dengan pernikahan kesenangan atau lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak.

Dalam pengertian lainnya, nikah mut’ah adalah seseorang yang menikah dengan seorang perempuan dalam batas waktu tertentu dengan suatu pemberian padanya, baik itu berupa pakaian, makanan, harta atau yang lainnya.

Apabila masa dari pernikahan kontrak tersebut telah selesai, maka dengan sendiri kedua suami dan istri tersebut akan berpisah tanpa adanya talak maupun warisan. Bentuk dari pernikahan mut’ah ini adalah seseorang datang pada seorang perempuan tanpa memerlukan saksi maupun wali.

Lalu keduanya saling bersepakat untuk membuat mahar atau upah serta batas waktu tertentu. Contohnya pernikahan hanya dilaksanakan dalam kurun waktu tiga atau bahkan kurang atau lebih.

Biasanya, nikah mut’ah tidak lebih dari 45 hari dengan ketentuan tidak ada mahar kecuali mahar yang telah disepekati, tidak ada saling mewariskan, tidak ada nafkah, tidak ada masa iddah kecuali istibra’ yaitu ketika perempuan satu kali haid yang menopause serta dua kali haid bagi perempuan biasa dan empat bulan sepuluh hari bagi perempuan yang suaminya telah meninggal dunia dan terakhir tidak ada nasab kecuali apabila disyaratkan.

Seperti halnya dalam jenis pernikahan yang lainnya, pernikahan mut’ah juga memiliki rukun. Menurut Syiah Imamiah, ada empat rukun dalam nikah mut’ah berikut penjelasannya:

  • Shigat berupa ucapan seperti, “aku mut’ahkan engkau,” atau “aku nikahi engkau.”
  • Calon istri dan diutamakan perempuan muslimah maupun perempuan kitabiah.
  • Mahar dengan syarat kedua belah pihak saling relah dan meskipun saling rela, mahar tersebut hanya berupa satu genggam gandum.
  • Memiliki jangka waktu tertentu.

Sejarah Nikah Mut’ah

Beberapa penyebab dari kemunculan nikah mut’ah ini adalah pada masa jahiliah ketika muncul kehidupan nomaden, perjalanan jauh serta peperangan. Biasanya anak-anak dari hasil perkawinan mut’ah diserahkan pada ibu.

Apabila ditinjau dari sejarah nikah mut’ah di masa Rasulullah SAW, di mana pada masa tersebut masyarakat jahiliyah tidak memberikan hak pada perempuan sebagaimana mestinya, dikarenakan perempuan saat itu dianggap sebagai barang yang dapat ditukar seenaknya dan bukannya sebagai manusia yang memiliki haknya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ajaran agama Islam yang menginginkan perempuan untuk mendapatkan hak-haknya seperti seorang laki-laki.

Nikah mut’ah pernah menjadi suatu isu yang sentral serta banyak dilakoni oleh para sahabat. Nikah ini terjadi di medan perang, pada masa tersebut mayoritas dari tentara Islam adalah dari golongan pemuda yaitu para laki-laki lajang yang tidak sempat mengikat dirinya dengan ikatan dari benang kasih di bawah atap pernikahan.

Karena harus pergi berperang, mereka tidak dapat menikah dengan perempuan idaman tetapi nafsu syahwat yang dirasakan terus datang. Karena tidak ingin berzina, maka para pemuda pun berusaha menekan syahwatnya dengan cara berpuasa.

Akan tetapi, karena harus berperang dan melawan musuh, puasa tidak menjadi cara solutif untuk menekan hal tersebut, maka para pemuda tersebut pun melakukan nikah mut’ah atau kawin kontrak.

Pada zaman Rasul, saat itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang berpisah jauh dari istri untuk melaksanakan nikah mut’ah, dibandingkan berzina dan melakukan penyimpangan.

Akan tetapi, Rasulullah pun akhirnya mengharamkan nikah mut’ah ketika melaksanakan pembebasan kota Mekah di tahun 8 H atau 630 M.

Nikah mut’ah di masa awal Islam adalah suatu hal yang halal, kemudian hukum dihapus atau dinaskh. Nikah mut’ah lalu menjadi haram hukumnya hingga pada hari kiamat kelak.

Maka dengan begitu, hukum nikah mut’ah haram pun menjadi pegangan bagi jumhur atau mayoritas sahabat, tabi’in serta para ulama dari mazhab-mazhab lainnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits HR Muslim.

Dari Sabroh Al Juhaniy ra, ia berkata:

Nikah Mut'ah adalahArtinya:

Rasulullah SAW pernah memerintahkan kami untuk melaksanakan nikah mut’ah ketika Fathul Makkah ketika akan memasuki kota Mekah. Lalu sebelum kami meninggalkan kota Mekah, beliau pun melarang kami dari bentuk nikah mut’ah tersebut. (HR. Muslim no 1406).

Nikah mut’ah sempat diperbolehkan atau dihalal sebanyak dua kali dan kemudian diharamkan. Nikah mut’ah halal sebelum perang Khaibar kemudian haram setelah masa perang Khaibar selesai, lalu kembali diperbolehkan ketika fathu Mekah dan kemudian kembali diharamkan untuk selamanya.

Selain itu, ada pula beberapa sumber lain yang menyebutkan bahwa nikah mut’ah sempat dihalalkan pada masa-masa perang Khaibar, Umrah Qadha, perang Authar, Fathu Mekah, Haji Wada’ dan terakhir pada perang Tabuk.

Pada masa-masa tersebutlah, Nabi Muhammad memberi keringanan para prajurit perangnya untuk menikah secara mut’ah dengan penduduk setempat untuk mempertaruhkan nyawa demi membeli agama Islam. Lalu setelah perang usai, maka putuslah tali pernikahan tersebut.

Hal ini dijelaskan pula dalam sebuah hadits sebagai berikut: “Rasulullah SAW memberikan perintah kepada kami untuk mut’ah pada masa-masa penaklukan kota Mekah, ketika kamu memasuki kota Mekah. Lalu sebelum kali keluar, beliau telah mengharamkannya atas kami.” (HR. Muslim)

Dari Salamah bin Akwa ra, ia berkata: “Rasulullah SAW telah memberi keringanan berupa mut’ah selama tiga hari ketika masa-masa perang Authas (atau dikenal pula dengan perang Hunain), lalu beliau melarang kami.” (HR. Muslim)

Pada riwayat lainnya dari Sabroh, ia berkata bahwa ia pernah mengikuti peperangan bersama dengan Rasul SAW ketika penaklukan kota Mekah, ia berkata:

Nikah Mut'ah adalahArtinya: kami menetap selama 15 hari, (kira-kira di antara 30 malam atau 30 hari). Pada mulanya Rasulullah SAW memberikan izin pada kamu untuk melakukan nikah mut’ah, dengan perempuan… lalu aku melakukan nikah mut’ah dengan seorang gadis. Hingga aku keluar dari kota Mekah, maka turunlah pengharaman nikah mut’ah dari Rasulu SAW. (HR. Muslim. No 1406).

Lalu, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perdebatan mengenai kawin mut’ah di antara mazhab Sunni dan Syiah. Mazhab Sunni mengatakan, bahwa nikah mut’ah dilarang oleh Nabi Muhammad dalam berbagai macam kesempatan. Kemudian terjadilah kesepatakan sejarah tentang nikah mut’ah ketika Umar bin Khattab ra menjabat sebagai khalifah yang menyatakan keharaman dari nikah mut’ah.

Hukum Agama Islam Tentang Nikah Mut’ah

Nikah Mut'ah adalah

pexels.com

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hukum dari nikah mut’ah sempat dihalalkan, kemudian diharamkan oleh Rasululullah setelah Fathu Mekah dan haram untuk selamanya hingga hari kiamat. Agar lebih jelasnya, berikut hukum nikah mut’ah dalam agama Islam menurut Al Quran dan dalil lainnya.

1. Al Quran

Dua surat dalam Al Quran yang membahas mengenai hukum dari nikah mut’ah, kedua surat tersebut adalah Al Maarij dan An Nisa. Berikut isi dari kedua surat yang menjelaskan nikah mut’ah.

a. Al Maarij: 29-31

Nikah Mut'ah adalahArtinya: Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali pada istri-istri mereka ataupun budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melampaui batas.

Dari ayat tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa Allah hanya meridhoi dan mengesahkan hubungan badan dengan dua cara, kedua cara tersebut adalah nikah yang shahih serta perbudakan. Sementara itu, perempuan mut’ah tidak termasuk seorang istri dan bukan pula seorang budak.

b. An Nisa: 25

Nikah Mut'ah adalahArtinya: Dan barangsiapa di antara kamu (orang-orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini perempuan merdeka dan juga beriman, maka ia boleh menikahi perempuan yang beriman dari budah yang kamu miliki.

Allah mengetahui keimananmu, sebagian dari kamu merupakan sebagian dari yang lainnya, karena itulah nikahilah mereka dengan seizin dari tuan mereka dan berikanlah mas kawin merekaa menurut yang patut.

Sedang mereka juga perempuan yang memelihara diri, bukanlah seorang pezina dan bukan juga perempuan yang mengambil laki-laki lainnya sebagai piaraannya.

Dan jika mereka telah menjaga diri dengan pernikahan, lalu mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji (zina) maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman untuk perempuan merdeka yang telah bersuami.

Kebolehan untuk mengawini budak itu adalah bagi orang-orang yang takut pada kesulitan untuk menjaga diri dari perbuatan zina di antara kamu serta kesabaran itu lebih baik bagi kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat tersebut, maka dapat ditafsirkan bahwa ada dua alasan kenapa nikah mut’ah diharamkan oleh Allah.

Alasan pertama adalah apabila nikah mut’ah diperbolehkan, maka tidak ada alasan untuk tidak melakukan pernikahan mut’ah tersebut bagi orang-orang yang kesulitan untuk menjaga dirinya atau keperluan untuk menikahi seorang budak maupun bersabar untuk tidak menikah.

Alasan yang kedua ialah ayat tersebut adalah bentuk larangan terhadap nikah mut’ah, karena Allah berfirman, “karena itu maka kawinilah mereka dengan seizin dari tuan mereka.”

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa rukun nikah mut’ah salah satunya adalah tidak membutuhkan wali atau izin dari orang tua maupun saksi.

2. Dalil dari Sunnah

Selain dari Al Quran, ada Ijma’ dari para ulama ahlus sunnah yang menyebutkan, bahwa para ulama menyepakati tentang haramnya hukum nikah mut’ah. Berikut pernyataan dari para ulama tersebut:

Ibnul Arabi rahimahullah, dalam Jami’ Ahkamil Quran, Al Qurthubi, Dar Syi’ib pernah berkata, sebagai berikut.

  • Al Qurthubi berkata, “telah berkata Ibnul Arabi, adapula mut’ah adalah salah satu keunikan dari syariah, dikarenakan mut’ah diperbolehkan pada masa awal Islam, lalu diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian, diperbolehkan lagi ketika Perang Awthas, lalu diharamkan setelah itu dan berlangsung hukum pengharaman. Dan mut’ah dalam hal ini tidak ada yang menyerupainya, kecuali masalah tentang kiblat, karena nasakh terjadi dua kali dan barulah hukumnya stabil.
  • Imam Thahawi berkata, “Umar telah melarang nikah mut’ah di hadapan para sahabat Rasulullah dan tidak ada satu orang pun yang mengingkari hal tersebut. Hal ini menunjukan, bahwa mereka semua setuju serta menuruti apa yang telah dilarang. Dan juga bukti Ijma’ mereka atas larangan tersebut ialah bahwa hukum tersebut dihapus.
  • Qadhi Iyadh berkata, “Telah terjadi Ijma’ dari seluruh ulama atas pengharamannya kecuali dari kalangan Rafidhah yaitu kelompok Syiah.
  • Dan juga telah disebutkan oleh Al Khattabi bahwa, “Pengharaman mut’ah nyaris menjadi sebuah Ijma’, maksudnya adalah Ijma’ bagi kaum muslimin kecuali dari sebagian Syiah.

Dari kedua sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam agama Islam, nikah mut’ah merupakan suatu hal yang haram kecuali bagi beberapa Syiah. Selain dari dalil-dalil tersebut, ada pula alasan qiyas atau akal yang membuat nikah mut’ah ini diharamkan, berikut penjelasannya.

  1. Pernikahan mut’ah tidak memiliki hukum standar yang diterangkan pada kitab maupun sunnah dari thalak, iddah serta warisan. Jadi, pernikahan ini sama dengan pernikahan lain yang tidak sah hukumnya.
  2. Umar telah memberikan pengumuman tentang hukum haram nikah mut’ah di hadapan para sahabat dan para sahabat menyetujui hal tersebut.
  3. Ada banyak dampak buruk dari nikah mut’ah sehingga pernikahan ini diharamkan dalam Islam, seperti bercampurnya nasab sebab perempuan yang telah dimut’ah oleh seseorang dapat dinikahi kembali bahkan oleh anaknya, anak hasil mut’ah disia-siakan dan perempuan dijadikan seperti barang bukannya seorang manusia yang memiliki haknya.

Itulah penjelasan terkait nikah mut’ah adalah kawin kontrak yang hukumnya haram dalam Islam. Semoga semua pembahasan di atas bisa menambah wawasan untuk Grameds.

Apabila Grameds tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pernikahan dalam Islam atau hukum Islam lainnya, maka Grameds bisa mencari informasinya dengan membaca buku.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, gramedia.com menyediakan berbagai macam buku untuk Grameds. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

BACA JUGA:

  1. Pengertian, Tujuan, Hukum, dan Ayat Tentang Pernikahan 
  2. Nikah Siri: Pengertian, Jenis, Hingga Dampak Positif dan Negatif 
  3. 60+ Kata-Kata Pernikahan Islami yang Bijak dan Penuh Makna 
  4. Macam-Macam Mahar Pernikahan, Inspirasi untuk Para Calon Pengantin 
  5. Apa Saja Persiapan dan Persyaratan Menikah di KUA? 

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika