Komunikasi Teori

10+ Teori Komunikasi Massa Menurut Para Ahli

Written by Fiska

Teori komunikasi massa merupakan sebuah proses dimana seseorang atau sekelompok orang ataupun organisasi yang besar menyusun sebuah pesan dan mengirimkannya melalui berbagai media kepada khalayak umum yang anonim dan heterogen. Kehadiran media komunikasi modern ini sebagai dampak semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi cenderung mengaburkan batasan antara komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal tradisional dan juga komunikasi massa.

Misalnya saja, seseorang yang mempunyai perangkat komputer dan keterampilan mengoperasikan komputer bisa mempublikasikan majalahnya sendiri. Hal tersebut menjadi pertanyaan para peneliti tentang apakah berbagai bentuk komunikasi baru itu bisa dikategorikan ke dalam komunikasi massa. Para peneliti sudah mengkaji media dan juga komunikasi selama lebih dari satu abad. Ada tiga paradigma dimana media menjadi kajian utama dalam sebuah penelitian komunikasi massa, antara lain:

a. Paradigma pertama yaitu paradigma kekuatan efek media yang melihat kuatnya pengaruh media terhadap khalayak massa.
b. Paradigma kedua yaitu paradigma efek terbatas ataupun efek minimalist media terhadap khalayak massa.
c. Paradigma yang ketiga adalah paradigma efek kumulatif media terhadap khalayak massa.

Ada beberapa teori komunikasi massa yang secara spesifik fokus pada komunikasi massa dan beberapa teori lain yang digunakan untuk meneliti media massa. Sebagian besar dari teori yang digunakan berkembang di luar bidang studi komunikasi yang kemudian diaplikasikan ke dalam studi media oleh para ahli.

Di dalam bukunya yang berjudul Encyclopedia of Communication Theory (2009), Littlejohn dan Foss membagi teori komunikasi massa ke dalam tiga kategori, yakni teori yang berhubungan dengan budaya dan masyarakat, teori yang berhubungan dengan pengaruh dan persuasi media, dan teori yang berhubungan dengan penggunaan media. Selain teori yang menekankan pada proses dampak media massa dan khalayak massa, maka beberapa teori komunikasi massa juga fokus pada isi pesan media dan struktur dan penampilan media massa.

Daftar Teori Komunikasi Massa Menurut Para Ahli

Di bawah ini adalah beberapa daftar teori komunikasi massa menurut para ahli, antara lain:

1. Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)

Teori jarum hipodermik juga dikenal dengan sebutan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory. Mengapa disebut sebagai jarum hipodermik karena teori ini terkesan seakan-akan para audiens dapat ditundukkan dengan pemberian informasi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh media. Sebagaimana juga diibaratkan obat yang disimpan dan disebar ke dalam seluruh tubuh melalui jarum suntik.

Selain itu, teori yang satu ini juga mengasumsikan bahwa media mempunyai kekuatan yang perkasa dan lebih pintar. Dibandingkan dengan audiens yang sifatnya pasif atau tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, audiens dapat dikelabui sedemikian rupa dari apa yang diberitakan oleh media. Jadi, untuk menghindari dampak negatif dari pemberitaan yang ada di media massa, penting bagi audiens selalu menyaring informasi yang diberitakan oleh media massa.

2. Teori Pengembangan (Cultivation Theory)

Teori pengembangan atau yang disebut juga dengan teori kultivasi pertama kali dicetuskan oleh Profesor George Gerbner. Di pertengahan tahun 1960-an, Ia memulai sebuah proyek penelitian tentang Indikator Budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh menonton televisi terhadap kehidupan masyarakat. Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton bisa belajar mengenai masyarakat dan juga kultur lingkungannya. Persepsi apa yang terbangun di pikiran penonton sangat ditentukan oleh televisi. Itu artinya, melalui kontak penonton dengan televisi, maka seseorang bisa belajar mengenai dunia, orang-orang yang ada di dalamnya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan juga adat kebiasaannya.

Berdasarkan pendapat para peneliti, televisi merupakan pendongen utama yang ada di dalam masyarakat masa kini. Dengan menonton televisi, masyarakat dapat meraih berbagai macam informasi. Selain itu, televisi juga menampilkan sebuah tayangan mainstream ataupun pandangan yang seragam tentang dunia saat ini. Sehingga, pecandu berat televisi akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi merupakan dunia senyatanya. Padahal, hal itu belum tentu terjadi di dunia nyata. Dengan kata lain, penilaian, opini penonton, persepsi mereka akan digiring sedemikian rupa supaya sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi.

3. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)

Teori imperialisme budaya pertama kali dicetuskan oleh Herb Schiller tahun 1973. Dimana teori yang satu ini menyatakan bahwa negara barat akan mendominasi media yang ada di seluruh dunia. Alasannya yaitu media massa barat memiliki efek yang kuat untuk mempengaruhi media di negara lainnya. Setiap negara berkembang cenderung lebih sulit untuk memproduksi media massa seperti negara barat, karena keterbatasan yang mereka miliki.

Selain itu, teori ini juga beranggapan bahwa media bisa membantu memodernisasikan dengan cara memperkenalkan nilai-nilai barat yang dilakukan. Dimana mereka akan mengorbankan nilai-nilai tradisional dan menyebabkan hilangnya keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang diperkenalkan tersebut adalah nilai kapitalisme. Seperti yang kita pahami bahwa nilai ini disengaja supaya menempatkan negara yang sedang berkembang di posisi paling bawah, yakni dibawah kepentingan kekuasaan yang lebih mendominasi.

4. Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)

Teori persamaan media atau yang disebut dengan media equation theory ingin menjawab permasalahan kenapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan secara otomatis merespon apa yang dikomunikasikan oleh media, seolah-olah media itu juga manusia. Selain itu, teori yang satu ini juga memperhatikan bahwa media juga dapat diajak berbicara. Media dapat menjadi lawan bicara seseorang seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi tatap muka.

Misalnya saja, saat kita sedang mencari informasi mengenai pengolahan data dengan menggunakan komputer. Maka kita seakan berkomunikasi secara langsung dengan meminta informasi tersebut, seakan-akan komputer itu adalah manusia. Kita juga memakai media lain untuk berkomunikasi, bahkan kita juga berperilaku secara tidak sadar seolah media adalah manusia.

5. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)

Teori spiral keheningan yang dicetuskan oleh Elizabeth Noelle Neumann ini menganggap bahwa suara minoritas sulit untuk diterima oleh media. Sehingga hal itu menyebabkan kelompok minoritas ini harus menyembunyikan pendapat atau pandangan mereka saat berada di dalam kelompok mayoritas. Seseorang yang berpikir bahwa mereka adalah orang minoritas akan menekankan pandangannya, tapi daripada itu, apabila seseorang memiliki pendirian yang sangat kuat, maka orang tersebut tidak akan mudah terbawa opini mayoritas. Misalnya saja, apabila opini menyangkut kepercayaan, dimana seorang Muslim percaya bahwa daging babi itu haram dan dia percaya betul akan hal tersebut. Pastinya, dia akan menolak dengan sangat tegas apabila ada opini yang mengatakan bahwa daging babi itu halal untuk Muslim.

6. Teori Determinisme Teknologi (Technological Determinism Theory)

Teori determinisme teknologi ini pertama kali dikemukakan oleh Marshall McLuhan di tahun 1962. Ide dasar dari teori ini yakni bahwa perubahan yang terjadi di berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk juga keberadaan manusia itu sendiri.Teknologi membentuk individu terkait bagaimana cara mereka berpikir dan berperilaku dalam masyarakat. Sehingga teknologi tersebut pada akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak lebih maju.

7. Teori Difusi Inovasi

Munculnya teori difusi inovasi dimulai tahun 1903 oleh seorang sosiolog yang berasal dari Perancis, yakni Gabriel Tarde. Menurut teori difusi inovasi ini, sesuatu yang baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk mengetahuinya. Dimana seseorang yang menemukan hal baru cenderung akan mensosialisasikan dan menyebarkannya. Sehingga, teori ini lebih fokus bahwa manusia saat menemukan hal yang baru, cenderung akan membagikan informasi tersebut kepada orang lain melalui media massa.

8. Teori Penggunaan dan Kepuasan

Teori penggunaan dan juga kepuasan ini dicetuskan oleh Herbert Blumer, Elihu Katz, dan juga Michael Gurevitch. Dimana teori yang satu ini adalah kebalikan dari teori jarum hipodermik. Dalam teori jarum hipodermik, media akan sangat aktif dan berpengaruh besar. Sedangkan audiens berada di pihak yang pasif. Sementara di dalam teori ini menekankan bahwa audiens aktif berperan untuk menentukan media mana yang seharusnya dipilih untuk memuaskan kebutuhannya.

9. Teori Pengaturan Agenda

Teori pengaturan agenda akan menciptakan public awareness atau kesadaran masyarakat dengan menekankan sebuah isu yang dinilai paling penting untuk didengar, dilihat, dibaca, dan dipercaya di media massa. Tokoh yang mencetuskan teori ini yaitu Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan juga Donald Shaw. Teori yang satu ini didasari oleh asumsi para peneliti, yakni bahwa pers dan media tidak merefleksikan kenyataan yang sebenarnya kepada khalayak umum. Media lebih mengajak untuk membahas isu tersebut dibandingkan dengan membahas isu lainnya.

10. Teori Media Kritis

Teori media kritis ini berasal dari aliran ilmu-ilmu kritis yang bersumber dari ilmu sosial Marxis. Dimana teori ini melihat bahwa media tidak lepas kepentingan, terlebih sarat dengan kepentingan kaum pemilik modal, negara, ataupun kelompok yang lebih kuat lain. Dalam artian lain, media menjadi alat untuk mendominasi masyarakat. Berikutnya, teori kritis melihat bahwa media merupakan pembentukan kesadaran. Representasi yang dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih mudah dipahami sebagai media yang bisa memberikan konteks pengaruh kesadaran. Inilah sebabnya media dijadikan sebagai agen sosial yang bisa mempengaruhi masyarakat secara luas.

11. Teori Sistem Ketergantungan Media

Teori yang satu ini mengatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali dicetuskan oleh Sandra Ball-Rokeach dan juga Melvin DeFleur pada tahun 1976. Mereka menganggap bahwa bertemunya media dengan khalayak didasari dengan tiga perspektif, yakni perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan juga perspektif hubungan sosial.

Asumsi dari teori ini memandang bahwa dependensi relatif khalayak terhadap sumber media massa apabila dibandingkan dengan sumber informasi lainnya merupakan sebuah variabel yang harus ditentukan secara empiris. Semakin besar kadar dependensi terhadap media massa dilihat dari segi perolehan informasi dan semakin tinggi kadar kritis serta ketidakstabilan masyarakat, maka akan semakin besar juga kekuasaan yang dimiliki oleh media.

12. Teori Spiral Keheningan

Teori yang dicetuskan oleh Elizabeth Noelle-Neumann pada tahun 1974 ini menggambarkan hubungan efek media terhadap pembentukan opini publik dan juga pola perilaku demokratis. Frasa “spiral of silence” ini mengacu pada bagaimana orang-orang yang cenderung untuk lebih memilih diam saat mereka merasa pandangannya adalah minoritas. Setiap individu yang melihat opininya sendiri diterima akan mengekspresikannya. Sedangkan mereka yang berpikir bahwa dirinya sebagai minoritas, akan lebih menekan pandangannya. Para inovator dan juga agen perubahan tidak takut dalam menyuarakan pendapat yang berbeda sebagaimana mereka tidak takut dengan isolasi.

13. Teori Kesenjangan Pengetahuan

Teori yang satu ini pertama kali dicetuskan oleh Philip Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien. Dimana teori ini menyatakan bahwa bertambahnya jumlah informasi tentang suatu topik menyebabkan bertambahnya kesenjangan pengetahuan antara mereka yang mengetahui lebih banyak dan mereka yang hanya mengetahui sedikit. Teori kesenjangan pengetahuan ini bisa membantu menjelaskan berbagai penelitian yang menitikberatkan pada opini publik. Kesenjangan pengetahuan bisa menghasilkan bertambahnya kesenjangan antara orang-orang yang mempunyai status sosioekonomi yang rendah dan orang-orang yang mempunyai status sosioekonomi yang tinggi.

Lalu, memperbaiki kehidupan orang-orang dengan informasi yang ada di media massa tidak selalu berjalan dengan lancar, sesuai dengan yang sudah direncanakan karena biasanya akan menemui berbagai macam hambatan komunikasi. Media massa mungkin akan memberikan efek memperbesar perbedaan kesenjangan di antara anggota kelas sosial.

Ada lima alasan untuk menjustifikasi terjadinya kesenjangan pengetahuan sebagaimana yang dikatakan oleh Tichenor, Olien, dan Donohue, yakni bahwa orang-orang dengan tingkat sosioekonomi yang lebih tinggi:

a. Mempunyai keterampilan komunikasi, kemampuan membaca, pendidikan, kemampuan mengingat informasi yang lebih baik.
b. Bisa menyimpan informasi dengan lebih mudah atau mengingat topik berdasarkan latar belakang pengetahuan.
c. Mempunyai konteks sosial yang lebih relevan.
d. Lebih baik dalam melakukan penerimaan, terpaan selektif, dan juga retensi.
e. Lebih mudah untuk menjangkau media massa

14. Teori Sosial Kognitif

Teori sosial kognitif ini dicetuskan pertama oleh seorang psikolog yang bernama Albert Bandura pada tahun 1960-an. Dimana teori yang satu ini menitikberatkan pada bagaimana dan mengapa orang-orang lebih cenderung meniru apa yang dilihat dari media. Hal ini merupakan teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan mengalaminya secara langsung. Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada beberapa faktor, yakni kemampuan subjek untuk bisa memahami dan juga mengingat apa yang mereka lihat, mengidentifikasi, dan berbagai macam hal yang membimbing kepada proses pemodelan perilaku. Teori sosial kognitif merupakan salah satu teori yang paling sering dipakai untuk meneliti media dan juga komunikasi massa.

15. Teori Dua Tahap

Teori dua tahap dicetuskan pertama kali oleh Paul F. Lazarsfeld dan kawan-kawannya berdasarkan hasil survey terhadap pemilih. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa hubungan sosial informal memegang peranan dalam memodifikasi perilaku, yang mana masing-masing orang akan memilah isi media kampanye.

Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa berbagai macam ide ataupun gagasan seringkali mengalir dari radio dan surat kabar kepada para pemuka pendapat dan dari mereka kemudian disampaikan kepada khalayak umum. Oleh sebab itu, kelompok sosial informal mempunyai beberapa tingkatan dalam mempengaruhi orang-orang dan cara mereka memilah isi media serta bagaimana cara mereka bertindak terhadapnya.

Demikian penjelasan mengenai teori komunikasi massa dan beberapa jenis teori komunikasi massa menurut para ahli. Bagi Grameds yang ingin mengetahui secara lebih mendalam tentang teori lainnya dapat membaca buku-buku terkait dengan mengunjungi Gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

About the author

Fiska

Saya Fiska Rahma Rianda dan saya suka dunia menulis dan membaca memang menjadi hobi yang ingin disalurkan melalui sastra. Saya juga senang mereview buku serta membaca buku-buku yang berkaitan dengan sebuah teori.

Kontak media sosial Linkedin saya Fiska Rahma