Ekonomi

Teori Ketergantungan Negara-Negara di Dunia

Written by Rosyda

Setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Begitu pula dengan negara. Meskipun negara tersebut memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang memadai, tetapi tetap saja membutuhkan bantuan atau berelasi dengan negara lainnya.

Relasi-relasi tersebut tentu dapat membantu sebuah negara untuk berkembang. Beberapa urusan pun akan terasa jauh lebih mudah jika saling berelasi dengan negara-negara lainnya di dunia. Terutama mengenai pembangunan dalam suatu negara.

Negara-negara yang saling bergantung dapat ditelaah dengan menerapkan teori ketergantungan. Tentu ketergantungan dengan negara lain bagaikan dua sisi mata pisau. Satu sisi menguntungkan dan satu sisi merugikan. Grameds dapat menyimak penjabaran teori tersebut pada penjelasan di bawah ini.

Pengertian dan Ciri-Ciri Teori Ketergantungan

Ketergantungan berasal dari kata dasar “gantung” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai sangkut; kait. Adapun, ketergantungan dalam KBBI dirumuskan sebagai al (perbuatan) tergantung; perihal hubungan sosial seseorang yang tergantung kepada orang lain atau masyarakat; keadaan seseorang yang belum dapat memikul tanggung jawabnya sendiri; keinginan mengonsumsi zat adiktif secara terus menerus dengan takaran meningkat yang bertujuan untuk menghasilkan efek yang sama.

Melansir dari laman, id.wikipedia.org, teori ketergantungan atau disebut juga sebagai teori depedensi (dependency theory) menjadi salah satu alternatif teori yang melihat permasalahan permbangunan dari sudut pandang negara ketiga.

Menurut Theotonio Dos Santos, dependi atau ketergantungan merupakan keadaan yang mana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain. Yang mana peran dari negara-negera tersebut hanya sebagai penerima akibat saja.

Sementara itu, melansir dari laman sosiologi79.com, teori ketergantungan dalam pandangan Osvaldo Sunkel didefinisikan sebagai ketergantungan sebagai penjelasan mengenai perkembangan ekonomi sebuah negara dalam berbagai hal seperti pengaruh eskternal dari ekonomi, politik, dan budaya terhadap kebijakan pembangunan nasional.

Menurut Susanne Bodenheimer, ketergantungan diartikan sebagai sebuah proses yang berlanjut. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sekarang ini, Amerika Latin sejak abad ke-16 menjadi bagian dari sistem internasional yang didominasi oleh negara-negara berkembang. Adapun keterbelakangan negara-negara di Amerika Latin merupakan hasil dari serangkaian hubungan tertentu dengan sistem internasional.

Adapun, aspek penting dalam kajian sosiologi merupakan adanya pola ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia. Teori dependensi ini memiliki fokus pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara-negara pinggiran. Ringkasnya, teori ini menjadi wakil dari suara-suara negara pinggiran untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju.

Menuju Negara Maju Apakah Indonesia Bergerak Ke Arah Yang Benar

Pemikiran-Pemikiran Ahli Mengenai Teori Ketergantungan

Melansir dari laman id.wikipedia.org, berikut pendapat atau pemikiran-pemikiran dari para ahli mengenai teori ketergantungan atau teori depedensi.

1. Pemikiran Raul Prebisch

Raul Previsch mengkritik mengenai kekolotan atau keusangan konsep pembagian kerja secara internasional, yakni dengan International Division of Labor (IDL). Dengan IDL, bagi Prebisch yang menjadikannya sebagai sebab utama munculnya masalah pembangunan di Amerika Latin.

Adanya teori pembagian kerja secara internasional, IDL yang didasarkan pada teori keunggulan komparatif membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi produksinya. Oleh sebab itu, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kelompok, uakni negara-negara pusat yang menghasilkan barang-barang industri dan negara-negara pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian.

Keduanya, saling melakukan perdagangan dan menurut teori ini, seharusnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Negara-negara pusat yang melakukan spesilisasi pada industri menjadi kaya, sedangkan negara pengirian (pheriphery) tetap saja miskin. Padahal seharusnya kedua negara sama kaya karena perdagangannya saling menguntungkan.

Berikut hasil analisis dari Raul Prebisch mengenai kemiskinan negara pinggiran.

  • Terjadi penurunan nilai tukar komoditas pertanian terhadap komoditas barang industri. Barang industri semakin mahal dibanding hasil pertanian, akibatnya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara pertanian bila berdagang dengan negara industri.
  • Negara-negara industri sering melakukan proteksi terhadap hasil pertanian mereka sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mengekspor ke sana (memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
  • Kebutuhan akan bahan mentah dapat dikurangi dengan penemuan teknologi lama yang bisa membuat bahan mentah sintetis, akibatnya memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke negara pusat.
  • Kemakmuran meningkat di negara industri menyebabkan kuatnya politik kaum buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan menaikan harga jual barang industri, sementara harga barang hasil pertanian relatif tetap.

2. Pemikiran Neo-Marxisme

Teori ketergantungan atau depedensi juga memiliki warisan pemikiran dari Neo-Marxisme tentang keberhasilan dari revolusi Tiongkok dan Kuba. Yang mana, ketika itu telah membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin.

Sehingga, berdampak pada generasi baru yang lanyang menyebut dirinya sebagai Neo-Marxisme. Berikut beberapa buah pemikiran Neo-Marxisme mengenai teori ketergantungan atau teori depedensi.

  • Neo-Marxisme melihat imprealisme dari sudut pandangan negara pinggiran. Dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperialisme pada negara-negara dunia ketiga.
  • Neo-Marxisme percaya, bahwa negara dunia ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
  • Neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Tiongkok dan Kuba, ia berharap banyak pada kekuatan revolusioner potensial dari para petani pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.

3. Pemikiran Paul Baran

Paul Baran merupakan seorang pemikir Marxisme yang menolak pandangan Marx mengenai pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Marx berpendapat bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepad anegara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara terakhir ini untuk berkempang seperti negara-negara kapitalis di Eropa.

Sementara itu, Baran berpendapat lain, bahwa sentuhan ini akan mengakibatkan negara-negara kapitalis tersebut terhambat kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan. Pendapatnya berbeda dengan Marx maka ia menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran berbeda dengan perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat.

Di negara pinggiran, sistem kapitalis seperti terserang penyakit kretinisme. Orang yang memiliki penyakit ini akan tetap kerdil dan tidak bisa besar. Bagi Baran, kapitalisme di negara-negara pusat dapat berkembang karena adanya tiga prasyarat sebagai berikut.

  • Meningkatnya produksi yang diikuti dengan tercabutya masyarakat petani di pedesaan.
  • Meningkatnya produksi komoditas da terjadinya pembagian kerja mengakibatkan sebagian orang menjadi buruh yang menjual tenaga kerjanya sehingga sulit menjadi kaya, dan sebagian lagi menjadi majikan yang bisa mengumpulkan harta.
  • Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan tuan tanah

Sejarah Teori Ketergantungan

Merangkum dari laman kompas.com dan id.wikipedia,org, awal mula teori ketergantungan (dependency theory) dikembangkan pada akhir 1950-an oleh Raul Presibich, direktur Economic Commission for Latin America (ECLA). Ia bersama kawannya mengalami kebimbangan mengenai pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat.

Namun, tidak memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam risetnya, mereka menemukan bahwa aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya tidak jarang membawa masalah ekonomi bagi negara-negara miskin.

Terdapat ketimpangan kekayaan dan kekuasaan antara negara-negara di dunia. Sehingga, muncul pertanyaan, “Mengapa begitu banyak negara di dunia yang tidak berkembang?”

Jawabannya pun sederhana, hal tersebut disebabkan oleh negara-negara yang tidak berkembang itu, tidak memiliki kebijakan ekonomi yang tepat. Lahirnya teori depedensi ini menjadi jawaban atas krisis teori Marx Ortodoks di Amerika Latin.

Bagi Marxix ortodoks, Amerika Latin harus melihat tahap revolusi industry “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialisasi proletar. Namun, revolusi Republik Rakyat Tiongkok pada 1949 dan Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajak kaum cendekiawan bahwa negara dunia ketiga tidak harus selalu mengikuti tahap-tahap perkembangan tersebut.

Model pembangunan RCC dan Kuba memiliki daya pikat tersendiri sehingga banyak intelektual radikal Amerika Latin berpendapat bahwa negara-negara di Amerika Latin memiliki potensi untuk menuju atau masuk dalam tahapan revolusi sosisalis.

Teori depdensi atau teori ketergantungan ini dengan cepat menyebar di belahan Amerika Utara pada akhir tahun 1960-an oleh Andre Gunder Frank. Sementara itu, di Amerika Serikat, teori ini mendapatkan sambutan hangat karena kedatangannya bersamaan dengan lahirnya kelompok intelektual muda radikal.

Yang mana, saat itu sedang tumbuh dan berkembang dengan subur di masa revolusi kampus. Tidak hanya itu, kecepatan penyebaran teori ketergantungan terjadi karen adanya pengaruh kegiatan protes antiperang, gerakan kebebasan perempuan, dan menyebarnya kerusuhan rasial di pertengahan yahun 1960.

Kemudian, diikuti dengan adanya inflasi kronis, develuasi mata uang dolar Amerika dan perasaan kehilangan kepercayaan diri pada masa awal tahun 1970-an menjadi pentebab hilangnya keyakinan landasan moral teori modernisasi.

Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia

Bentuk-Bentuk Ketergantungan

Dos Santos menjabarkan tiga bentuk ketergantungan yang telah dirangkum dari laman id.wikipedia.org.

1. Ketergantungan Kolonial

  • Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
  • Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat.
  • Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif negara pusat.
  • Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerja sama dengan pengusaha lokal.

2. Ketergantungan Teknologis-Industrial

  • Bentuk ketergantungan baru.
  • Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
  • Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.

Pembagian Sistem Ekonomi Dunia

Melansir dari laman kompas.com, dalam teori ketergantungan dijelaskan bahwa beberapa jenis negara di dunia masing-masing menjalankan fungsi yang berbeda dalam perekonomian dunia. Pertama, ada negara-negara inti dengan industry maju. Di antaranya Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris.

Negara-negara tersebut memiliki kuasa atas perekonomian dunia dan menduduki peringkat teratas dalam industry modern. Kedua, ada negara sekitar negara inti. Biasanya mereka adalah negara-negara kaya dengan industri modern di antaranya Swiss, Belanda, dan Kanada. Negara-negara ini tidak memiliki kekuatan sebesar negara-negara inti.

Ketiga, negara pusat pinggiran. Cirinya, negara-negara ini masih berkembang, tetapi memiliki cukup banyak kekayaan. Di antarnya Afrika Selatan, Brazil, India, dan Indonesia.

Keempat, negara yang paling terpinggir dengan perkembangan eknomi yang tidak begitu baik juga kesejahteraannya. Sebagai contoh negara Zambia, Kamboja, dan El Savador.

Penyebab Utama Terjadinya Ketergantungan

Melansir dari laman kompas.com, ada tiga penyebab utama negara-negara pinggiran sulit untuk mengembangka eknominya sebagai berikut.

1. Pemisahan Tenaga Kerja

Pemisahan tenaga kerja atau international division of labor menjadikan negara inti dan sekitarnya mendominasi industri teknologi. Negara-negara sekitar negara inti mengambil peran sebagai pelayan kepentingan ekonomi negara-negara inti.

Sementara itu, negara-negara pusat peinggiran dan negara uang paling terpinggir banyak digambarkan dengan ekonomi yang mengekstraksi sumber daya alam, ekonomi pertanian, dan tenaga kerja murah.

Negara-negara pusat pinggiran melayani kepentingan ekonomi negara inti dan sekitarnya. Adapun negara yang palinng bawah, yakni negara yang paling terpinggir akan melayani ekonomu seluruh negara di atasnya. Seluruh negara terpinggir akan melayani kepentingan dari negara-negara yang lebih kaya.

2. Pembagian Kelas

Pembagian kelas (class distinction) dipahami sebagai negara-negara di seluruh dunia dibagi berdasarkan kekayaan. Beberapa negara termasuk dalam negara kaya dan beberapa lainnya termasuk negara miskin.

Mereka yang kaya bekerja sama untuk memastikan agar tetap berkuasa sekaligus meningkatkan kekayaan. Sehingga, mereka akan berusaha mempertahankan sistem yang menguntungkan mereka.

3. Kapitalisme Global

Sistem global yang lebih luas atau kapitalisme global (global capitalism) dipahami sebagai sistem ekonomi liberal yang diciptakan oleh negara-negara inti. Ia diterapkan pada perdagangan dan keuangan. Misalnya, perusahaan multinasional dan bank yang melayani elite kata di negara-negara inti.

Bank Dunia (World Bank) dan International Monetary Fund (IMF)—Dana Moneter Intenasioal—juga melayani kepentingan-kepentingan negara-negara inti serta orang-orang di rantai teratas kapitalisme. Hal tersebut berbanding terbalik ketika harus berhadapan dengan negara-negara terpinggir.

Pembangunan atau kesempatan yang sama tidak diberikan kepada negara-negara terpinggir. Yang terjadi, justru sebaliknya, sistem ini mendukung eksploitasi negara-negara terpinggir.

Ekonomi Sumber Daya Alam

About the author

Rosyda

Saya adalah Fauziyah dan menulis adalah bagian dari aktivitas saya, karena menulis menjadi salah satu hal yang menarik. Sesuai dengan latar pendidikan saya, tema yang saya suka seputar ekonomi dan manajemen.

Kontak media sosial Instagram saya Rosyda Nur Fauziyah