Sosiologi Teori

Teori Emile Durkheim: Pemikiran-Pemikiran Bapak Sosiologi Modern

Written by Fiska

Emile Durkheim merupakan seorang filsuf dan sosiolog Perancis yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi Modern. Ia menjadi orang pertama yang mendirikan departemen sosiologi di universitas di Eropa, tepatnya pada tahun 1895. Jurnal ilmu sosial pertamanya berjudul “L’Année Sociologique”

Tidak hanya itu, Durkheim juga mengembangkan beragam teori mengenai ilmu sosiologi, seperti tatanan sosial serta fakta sosial. Dalam risetnya, Durkheim menerapkan pendekatan empiris yang dipadupadankan dengan teori sosiologi.

Untuk mengenal lebih jauh Bapak Sosiologi Modern dan pemikiran-pemikirannya. Grameds dapat menyimak paparan di bawah ini.

Biografi Emile Durkheim

David Émile Durkheim lahir di Epinal Perancis pada15 April 1858 dan meninggal pada 15 November 1917. Ia dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Durkheim menjadi salah satu tokoh penting dalam perkembangan sosiologi dengan mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895.

Durkheim lahir dari keluarga Yahudi Perancis yang taat. Karya-karya yang dilahirkan dari pemikiran Durkheim dimaksudkan untuk membukikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi.

Pilihan atau jalan hidup Durkheim jauh berbeda dengan silsilah keluarganya, ayah, kakek, dan kakek buyutnya merupakan rabi (pendeta) Yahudi. Sehingga, harapannya, ia pun mengikuti jejak mereka.

Ketika masa kanak-kanak, Durkheim memutuskan untuk keluar dari sekolah setelah dirinya menyadari bahwa ia memilih menjadi seorang agnostik daripada diindoktrinasi oleh satu agama. Selanjutnya, ia tumbuh sebagai siswa yang cerdas sehingga diterima di Ecole Normale Superieure (ENS), yakni sekolah pascasarjana terkemuka di Paris pada 1879 atau di usianya yang menginjak 21 tahun.

Di sekolah tersebut, Durkheim satu angkatan dengan Jean Jaures dari Henri Bergson, yang dikenal sebagai tokoh besar dalam kehidupan intelektual Perancis. Pada periode ini pula, Durkheim banyak membaca karya-karya milik Auguste Comte dan Herbert Spencer.

Namun, minatnya pada ilmu sosial sedikit terganjal karena saat itu Perancis belum memiliki kurikulum ilmu sosial. Pada tahun 1882, Durkheim lulus dengan gelar sarjana filsafat. Selama beberapa tahun setelahnya, ia menjadi pengajar filsafat di sejumlah sekolah provinsi.

Demi mengejar ketertarikan atau minatnya, pada 1885, Durkheim memilih meninggalkan Perancis demi belajar sosiologi ke Jerman. Yang mana, ia bertemu dan banyak menerima pengaruh pemikiran dari pelopor psikologi eksperimental, Wilhelm Wundt.

Pengantar Sosiologi

https://www.gramedia.com/products/awas-internet-jahat-mengintai-anak-anda?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Teori Fakta Sosial Emile Durkheim

Teori fakta sosial merupakan salah satu konstribusi paling signifikan Emile Durkheim. Bagi Durkheim fakta sosial terdiri dari hal-hal di luar individu seperti status, peran, institusi, hukum, norma, kepercayaan, dan nilai-nilai yang ada di luar individu yang dapat membatasi individu.

Konsep teori fakta sosial memang dirancang dengan tujuan membahas mengenai lingkungan sosial yang membatasi perilaku individu. Dengan teori fakta sosial, Durkheim mencoba melepaskan sosiologi dari rumpun keilmuan filsafat dan psikologi.

Bagi Durkheim, teori fakta sosial merupakan cara pandang seseorang dalam melakukan tindak sosial melalui proses berpikir yang didasarkan pada sikap koersif dalam kehidupan masyarakat. Lebih mendetail. Sosiologi harus menjadi ilmu yang mandiri dengan menjadikan fakta sosial sebagai pokok persoalan melalui penelitian dan riset empiris.

Ilmu sosiologi tidak lagi membahas mengenai ide pokok persoalan seperti para pemikir terdahulu. Namun, ia juga menjadi ilmu yang berbasis pada kegiatan empiris. Ilmu sosiologi tidak diperkenankan menjadi seperti ilmu filsafat yang berbasis pada kegiatan mental.

Salah satu karya Durkheim yang fokus membahas mengenai sosiologi dengan pendekatan empiris berjudul The Rule of Sociological Method (1985) dan Le Suicide (1987). Adapun, George Ritzer menjelaskan bahwa karya Durkheim The Rule Of Sociological Method yang berisi penggambaran dasar mengenai metode penelitian empiris dalam sosiologi.

Adapun, karya Durkheim dengan judul Le Suicide merupakan hasil penelitiannya mengenai pengaruh agama dan gejala bunuh diri dengan menerapkan metode empiris.

Menafsirkan Fakta Sosial Melalui Fenomena Bunuh Diri

Emile Durkheim melakukan riset mengenai fenomena bunuh diri. Hasilnya ditemukan bahwa bunuh diri dipengaruhi oleh fenomena sosial yang termasuk dalam fakta sosial. Fenomena sosial yang dimaksud dapat berupa masalah ekonomi, agama, perceraian, disintegrasi sosial, dan regulasi sosial.

Riset tersebut menjadi salah satu acuan untuk melihat teori fakta sosial. Yang mana, Durkheim meriset mengenai statistik tentang bunuh diri di berbagai negara Eropa. Pada statistik bunuh diri, Durkheim mengklaim bahwa statistic tersebut sebagai fakta sosial meskipun sebenarnya terdapat banyak kejanggalan karena rentan mengalami manipulasi.

Misalnya sebuah riset mencatat bahwa tingkat bunuh diri pria 3 kali lebih tinggi daripada perempuan, khususnya pria yang telah berusia 40-an tahun. Hasil riset menunjukkan penyebab orang bunuh diri paling besar, yakni faktor sosial-ekonomi.

Lalu, bagaimana dengan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau musibah, apakah termasuk dalam fenomena bunuh diri? Oleh sebab itu, fakta sosial mengenai bunuh diri tidak memiliki validitas kebenaran yang mutlak.

Durkheim berpendapat bahwa tingkat bunuh diri meningkat jika seseorang memiliki terlalu banyak atau melebihi kapasitas diri atau terlalu sedikit disintegrasi dan regulasi dalam masyarakat.

Cara Fakta Pandangan Sosial

Dasar dari fakta sosial adalah kolektif individu sama dengan ilmu sosiologi yang mengidentifikasi hubungan antara kondisi sosial dan perilaku masyarakat. Realitas sosial menjadi sesuatu fakta sosial yang nyata dan tidak dapat diturunkan ke dalam tingkat individu.

Untuk mempermudah memahami konsep fakta pamdangan sosial yang diusung Durkheim, ia menganologikan dengan sebuah bangunan. Bagaimana struktur fisik sebuah ruangan membatasi tindakan kita. Misalnya seseorang akan bisa masuk ke dalam bangunan rumah hanya melalui dua jalan, yakni pintu atau jendela.

Dengan cara yang sama, fakta sosial yang membentuk lingkungan sosial dan secara langsung membatasi kita. Sebagai contoh dengan adanya norma, nilai, ideologi, keyakinan, dan sebagainya yang secara efektif ternyata membatasi pilihan-pilihan tindakan sosial kita.

Poin terakhir dan utama dari pemikiran Emile Durkheim adalah seseorang tidak boleh mereduksi studi masyarakat ke tingkat individu. Mereka harus tetap pada tingkat fakta sosial sehingga mampu menjelaskan tindakan sosial berdasarkan fakta sosial.

Adapaun fakta sosial dikategorikan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.

1. Fakta Sosial Material

Fakta sosial materilah lebih fokus pada kajian mengenai masalah hukum dan birokrasi. Tentu fakta sosial ini, mampu dianalisa dan bersifat empiris sehingga riset mengenai fakta sosial material dapat dilakukan.

2. Fakta Sosial Non Material

Fakta sosial non material menjadi kebudayaan dan pranata sosial. Non material memiliki arti bahwa fakta sosial tersebut sifatnya abstraktif seperti pendapat seseorang, altruism, serta egoisme.

Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda

Definisi Masyarakat Menurut Emile Durkheim

Masyarakat dalam pandangan Durkheim merupakan wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antarmanusia. Sesuatu berada di atas segala-galanya. Sifatnya sebagai penentu dalam perkembangan.

Hal-hal yang paling dalam pada jiwa manusia pun berada di luar diri manusia sebagai individu. Seperti kepercayaan keagamaan, kehendak, kategori alam pikir, bahkan hasrat untuk bunuh diri. Hal-hal tersebut bersifat sosial dan terletak dalam masyarakat.

Durkheim juga mengkategorikan suatu fakta berdasarkan sifat-sifat khasnya yang jelas di antaranya cara-cara berpikir, bertindak, dan merasa semuanya berada di luar individu dan memiliki kekuatan menguasai sehingga mampu mengatur individu.

Cara-cara berpikir tersebut, tidak dapat disamakan dengan gejala biologis karena mereka terdiri dari pemikiran dan tindakan-tindakan. Juga tidak dapat dikacaukan dengan gejala psikologis yang hanya terjadi dalam dan dengan melalui kesadaran individual.

Dengan demikian, mereka membentuk suatu jenis gejala baru dan dengan itu istilah “sosial” hanya dapat dikenakan pada mereka. Istilah tersebut dirasa sangat tepat bagi kenyataan tersebut dan sudah jelas karena sumbernya bukan si individu, melainkan kehidupan bersama, mungkin juga sebagian dari kehidupan bersama tersebut sebagai suatu golongan yang mencakup golongan keagamaan, sastrawan dan sebagainya.

Kemudian, Durkheim mendefinisikan kenyataan sosial yang mencakup seluruh rangkaian kenyataan sebagai “suatu kenyataan sosial adalah seluruh cara bertindak yang ditentukan maupun tidak, yang memiliki kemampuan menguasai individu dengan tekanan eksternal, atau setiap cara bertindak yang umum suatu masyarakat, namun pada saaat yang sama berada mandiri bebas dari manifestasi individual”.

Durkheim juga menyebut fakta sosial dengan istilah “sui generis” yang berarti “unik” untuk menjelaskan mengenai fakta sosial yang memiliki karakter unik dan tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual.

Ritual dan Kepercayaan dalam Pandangan Durkheim

Dalam buku Sejarah Agama, The Elementary Forms fo The Religion Life, Durkheim mendefinisikan agama sebagai kesatuan sistem kepercayaan dan praktek-praktek yang berkaitan dengan yang sakral, yaitu hal-hal yang disisihkan dan terlarang- kepercayaan dan praktek-praktek yang menyatukan seluruh orang yang menganut dan meyakini hal-hal tersebut ke dalam satu komunitas moral yang disebut Gereja.

“A religion is a unfied system of beliefs and practions relative to sacred things, thas is to say, things set apart and forbidden – beliefs and practicewhich united into one moral community called a church, all those adhere to them”.

Adapun syarat yang dibutuhkan dalam sebuah agama dan/atau kepercayaan sebagai berikut.

1. Kepercayaan Religius

Kepercayaan menjadi representasi dari ekspresi hakekat hal-hal sakral. Sekaligus hubungan yang dimiliki baik hubungan dengan sesama hal yang sakral atau dengan hal yang profane. Menurut Durkheim, kepercayaan merupakan perasaan para penganut terhadap hal-hal yang mereka hormati selalu ada.

Sifatnya sui generis yang menyebabkan rasa kagum daripada rasa takut, terutama berasal dari emosi yang sangat khusu bahwa “keagungan” ada dalam diri manusia.

2. Ritual Agama

Ritual agama yang dimaksud adalah aturan tingkah laku yang mengatur mengenai bagaimana sikap manusia terhadap hal-hal yang sifatnya sakral. Durkheim mendefinisikan ritual agama sebagai suatu jenis ritus, ragam upacara, dan pesta yang memiliki karakteristik dengan pengulangan secara periodik.

Tujuannya untuk memperkuat ikatan antara penganut suatau agama dengan hal-hal sakral tempat para penganutnya menggantungan hidup.

3. Memiliki Tempat Ibadah

Setiap agama membutuhkan rumah ibadah. Misalnya agama Islam membutuhkan masjid, Kristen membutuhkan gereja, Hindu membutuhkan pura, dan sebagainya. Hubungan timbal balik antara yang sakral, ritual, kepercayaan, dan gereja mendorong Durkheim mendefinisikan agama sebagai berikut ini.

“Agama adalah kesatuan sistem kepercayaan dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral tunggal yang dinamai Gereja, semua yang melekat padanya.”

Durkheim juga mengelompokkan fenomena religius menjadi dua kategori, yakni kepercayaan dan ritus. Kepercayaan diartikan sebagai pendapat-pendapat (states of opinion) dan terdiri dari representasi-representasi. Sedangkan ritual merupakan bentuk-bentuk tindakan (action) yang khusus.

Ritus dapat dibedakan dari tindakan-tindakan (practice) manusia lainnya. Seperti tindakan moral (moral practice) yang mengacu pada kekhasan hakikat apa yang menjadi objeknya. Sebagai contoh sebuah ritus. Sebuah aturan moral menentukan cara laku hidup atau perilaku. tapi cara-cara berperilaku ini mengekspresikan jenis objek yang berbeda dari objek ritus.

Sosiologi Gender

https://www.gramedia.com/products/awas-internet-jahat-mengintai-anak-anda?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

About the author

Fiska

Saya Fiska Rahma Rianda dan saya suka dunia menulis dan membaca memang menjadi hobi yang ingin disalurkan melalui sastra. Saya juga senang mereview buku serta membaca buku-buku yang berkaitan dengan sebuah teori.

Kontak media sosial Linkedin saya Fiska Rahma