Agama Islam

Memahami Apa Itu Musaqah: Aturan Kerja Sama dalam Agama Islam

musaqah adalah
Written by Yufi Cantika

Musaqah adalah – Seperti yang kita pahami bahwa Islam sudah mengatur setiap perilaku para umatnya, tidak terkecuali dalam hal kegiatan pertanian. Salah satunya yaitu musaqah. Musaqah adalah kerjasama yang terjadi dalam Agama Islam dalam merawat tanaman.

Dikutip dari sebuah buku yang berjudul Hukum Sistem Ekonomi Islam karya Dr. Mardani, penduduk Madina menyebut musaqah ini sebagai muamalah. Musaqah sendiri berasal dari kata saqa yang memiliki arti menyirami. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Ar-Raad ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut:

musaqah adalahArab-latin: wa fil-ardi qita’um mutajawiratuw wa jannatum min a’nabiw wa zar’uw wa nakhilun sinwanuw wa gairu sinwaniy yusqa bima’iw waḥidiw wa nufaddilu ba’daha ‘ala ba’din fil-ukul, inna fi zalika la’ayatil liqaumiy ya’qilun

Artinya:

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”

Agar lebih jelas, di bawah ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai pengertian musaqah, syarat, rukun, dan lainnya.

Pengertian Musaqah

Menurut buku yang berjudul Fiqh Muamalat karya Prof. Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A (2016:109), pengertian musaqah secara etimologi yaitu suatu transaksi dalam pengairan oleh penduduk Madinah yang disebut dengan al-Muamalah. Sedangkan secara terminologi, musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani penggarap dengan tujuan supaya kebun tersebut dipelihara dan juga dirawat dengan baik, sehingga nantinya akan memberikan hasil yang maksimal.

Akan tetapi, kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan tukang kebun, musaqah sendiri merupakan kerja sama untuk mengurus pohon tertentu dan nantinya imbalan yang akan didapatkan adalah bagian dari pohon tersebut. Sebagaimana yang sudah dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, berikut adalah bunyinya:

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap lahan di Khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil garapan lahan tersebut.” (Muttafaq ‘alaih).

Musaqah juga dapat diartikan sebagai bentuk yang lebih sederhana lagi daripada muzara’ah. Dimana para penggarap hanya akan bertanggung jawab atas penyiraman dan juga pemeliharaan tanaman. Sebagai imbalan, penggarap berhak untuk memperoleh nisbah tertentu dari hasil panen.

Secara umum, musaqah ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara pemilik lahan dan juga penggarap, dimana penggarap memiliki tugas untuk merawat tanaman saja. Adapun kedua pihak tersebut tetap melakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Para ulama fiqih sendiri seperti halnya Abdurrahman Al-Jazari yang dikutip dari buku Fiqih Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly menjelaskan bahwa musaqah itu seperti akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman, dan lainnya dengan syarat-syarat tertentu.

Sedangkan ulama Syafi’iyah mengungkapkan bahwa musaqah adalah mempekerjakan petani penggarap untuk menggarap pohon anggur atau kurma saja dengan cara menyirami dan merawatnya. Kemudian, hasil kurma atau anggur tersebut dibagi bersama antara si pemilik dan juga petani penggarap.

Kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan mempekerjakan tukang kebun yang bertugas merawat tanaman. Hal tersebut karena hasil yang diterima bukan berupa upah dengan ukuran yang sudah ditentukan. Kebanyakan dari para ulama berpendapat bahwa musaqah sendiri hukumnya boleh atau mudah.

Rukun Musaqah

musaqah adalah

Sumber: Pixabay

Sebagian besar ulama yang terdiri dari ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan juga Hambaliyah memberikan pendapat mereka bahwa rukun musaqah terdiri dari lima perkara, antara lain:

  1. Dua orang/pihak yang melakukan transaksi.
  2. Tanah yang dijadikan objek musaqah.
  3. Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.
  4. Ketentuan mengenai pembagian hasil.
  5. Shighat (ungkapan) ijab kabul.

Sedangkan pendapat dari ulama Hanafiyah yaitu bahwa rukun musaqah ini adalah ijab dari pemilik tanah dan kebun, kemudian kabul dari petani penggarap, dan juga pekerjaan dari pihak penggarap.

Akan tetapi, apabila diuraikan, maka pada hakikatnya kegiatan musaqah harus memenuhi kelima rukun yang telah disebutkan di atas. Sampai disini, jangan sampai kita rancu dalam memahaminya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penjelasan lengkapnya.

1. Rukun Dua Orang Saling Berakad

Fuqaha Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyah menetapkan bahwa pihak yang melakukan transaksi tersebut wajib aqil atau berakal. Baligh bukan termasuk ke dalam bagian dari syarat, sehingga anak kecil juga diperbolehkan melakukan akad musaqah ini. Untuk hal tersebut, Anda bisa melihatnya di Badâi’us Shanâi’, juz VI, halaman 185 dan Kasyâf al-Qinâ’, juz III, halaman 532.

Sementara itu, di kalangan Syafi’iyah menetapkan sebuah syarat bahwa pihak yang melakukan akad diwajibkan terdiri dari ahlul tasharruf, sehingga nantinya akad yang dilakukan oleh aqil tapi belum mencapai usia baligh dianggap tidak sah. Apabila memaksa terjadinya akad musaqah ini, maka akad anak kecil tersebut jatuh kepada wali yang memperoleh amanat untuk merawatnya sebagai bentuk menjaga kemaslahatan.

2. Shighat atau Lafal Akad

Di dalam shighat akad, diwajibkan untuk menyertakan kejelasan maksud dari dilakukannya akad musaqah tersebut. Baik itu di dalam bentuk lafal ataupun makna. Ulama sendiri memiliki perbedaan pendapat tentang batasan shighat lafadh musaqah, sehingga dianggap merepresentasikan akad, baik itu dari sisi makna ataupun dari sisi lafadnya. Akan tetapi, mereka semua sepakat bahwa pada ketentuannya, shighat harus dipahami oleh kedua pihak yang saling melakukan akad musaqah.

3. Objek Akad yang Berhubungan dengan Bidang Garap atau Jenis Pohon

Para fuqaha’ sepakat tentang obyek tumbuhan yang dapat dilakukan akad musaqa, yakni pada kurma dan juga anggur kuning atau anggur Kediri. Akan tetapi, berbeda pendapat pada jenis anggur ‘inab atau anggur merah dan hitam. Perbedaan pendapat tersebut juga terjadi pada jenis pohon, yakni antara pohon yang berbuah dan pohon yang tidak berbuah, pala, kurma hijau, dan juga sejenisnya. Risiko dari adanya perbedaan ini akan melahirkan perbedaan juga di beberapa syarat khusus yang berkaitan dengan kategori pohon yang boleh dijadikan sebagai akad musaqah.

4. Buah atau At-Tsimar

Para fuqaha kerap kali mengistilahkan rukun keempat ini sebagai hasil produksi atau hasil panen saja. Dalam hal ini, ada beberapa syarat khusus yang mengatur tentang hasil produksi, antara lain:

  • Pemilik kebun dan juga pengelola sama-sama memiliki hak atas hasil panen tersebut. Tidak boleh salah satu pihak yang terlibat dalam kerja sama ini merasa paling berhak atas hasil panen atau terdapat pihak ketiga yang ikut terlibat di dalamnya.
  • Bagian dari masing-masing pihak harus diketahui secara bersama dan harus bersifat maklum kadar atau hitungannya, misalnya saja kedua belah pihak sepakat untuk mendapatkan setengah dari hasil panen atau seperlima dari hasil panen, dan seterusnya.
  • Kebersamaan yang dibangun antara kedua belah pihak harus bersifat kebersamaan yang sifatnya syuyu’ atau sama-sama bergotong royong atau menanggung hasil dari penentuan terlebih dahulu atau persentase tertentu yang telah dihitung dulu. Misalnya saja, setiap kali melakukan panen, pihak pengelola akan langsung memperoleh bagian dua juta. Kemudian pada unduhan yang kedua, pihak pengelola juga akan menerima dua juta kembali, dan begitu pula seterusnya. Akad semacam ini termasuk ke dalam jenis akad ijarah yang rusak.

5. Bidang Garap atau Pekerjaan

Ada pula tiga syarat yang harus Anda penuhi berkaitan dengan bidang garap pengelola, antara lain:

  • Pekerjaan pengelolaan akan dilakukan oleh amil seorang, tanpa adanya syarat dengan keterlibatan pemilik kebun.
  • Tidak boleh ada syarat lainnya yang mengikat pihak pengelola, selain menjaga dan juga merawat kebun serta pohon yang sudah diserahkan kepadanya.
  • Pengelola menjaga dan juga mengelola kebun tersebut sendirian. Tidak boleh ada pengelola lain yang ikut serta mengelola kebun tersebut.

Syarat Musaqah

musaqah adalah

Sumber: Pixabay

Ada beberapa syarat yang harus Anda penuhi dalam melaksanakan musaqah ini, antara lain:

1. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi harus sudah akil balik dan juga berakal.

2. Objek musaqah tersebut harus terdiri dari pepohonan yang memiliki buah. Ada perbedaan pendapat dalam menentukan objek musaqah ini, berikut adalah penjelasannya:

  1. Menurut ulama Malikiyah, yang boleh menjadi objek musaqah adalah tanaman keras dan juga palawija, seperti misalnya kurma, apel, terong, dan juga anggur yang dilakukan sebelum buah tersebut layak panen. Selain itu, tenggang waktunya juga harus jelas, akad yang dilakukan harus setelah tanaman tumbuh, dan pemilik tidak bisa atau tidak mampu untuk mengolah dan memelihara tanaman tersebut.
  2. Ulama Syafi’iyah mengungkapkan bahwa yang menjadi objek musaqah adalah kurma dan anggur saja.

3. Tanah yang akan digarap harus diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap setelah akad dilakukan untuk kemudian digarap tanpa adanya campur tangan dari pemilik tanah.

4. Hasil atau buah yang dihasilkan dari kebun tersebut adalah hak bersama, baik nantinya akan dibagi dua, tiga, dan lain sebagainya.

5. Lama perjanjian yang dilakukan harus jelas, sebab transaksi tersebut sama dengan transaksi sewa-menyewa supaya tidak terhindar dari ketidakpastian.

Lalu kapan perjanjian kerja sama musaqah ini berakhir? Jadi musaqah ini akan berakhir apabila,

  1. Tenggang waktu yang telah disepakati sebelumnya sudah berakhir.
  2. Salah satu pihak meninggal dunia.
  3. Terdapat uzur yang membuat salah satu pihak tidak diperbolehkan melanjutkan akad, seperti misalnya petani penggarap terkenal sebagai seseorang yang suka mencuri dan petani penggarap tersebut sakit, sehingga tidak memungkinkan dia untuk bekerja.

Hikmah Musaqah

Hikmah dari adanya akad musaqah adalah terwujudnya kemaslahatan dan juga berbagi sarana untuk mencukupi kebutuhan antara dua orang yang melakukan akad. Sebagian besar orang ada yang mempunyai kebun dan sudah ditanami dengan pohon. Akan tetapi, karena faktor kesibukan ataupun karena luasnya area perkebunan, mereka jadi tidak bisa merawat dan mengelolanya sendiri. Maka dari itu, para pemilik kebun akan melakukan akad musaqah.

Mereka akan mengajak para petani untuk dijadikan sebagai pihak lain yang bertugas mengelola dan merawat tanaman, akan tetapi penggarap tidak memiliki tanah sendiri. Kemudian hasil panen dibagi berdua antara dua orang yang melakukan akad tersebut. Seberapa besar bagian dari masing-masing pihak, bergantung dengan kesepakatan yang telah dibuat antara keduanya.

Itulah indahnya syariat Islam. Disamping memberikan jalan untuk tolong menolong, syariat juga menjaga hak dari masing-masing pihak supaya roda kehidupan terus berputar. Menolong tidak harus dalam bentuk akad tabarru’ atau sukarela, terkadang menolong juga bisa berbentuk memberi pekerjaan kepada para penggarap yang lemah secara ekonomi supaya mereka tetap bisa menjaga kehormatannya. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

musaqah adalahArtinya, “Janganlah kalian jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan jangan pula kalian terlalu mengulurkannya (sangat pemurah). Nanti kalian bisa menjadi tercela dan menyesal!?” (Surat Al-Isra ayat 29).

Oleh karena itu, supaya unsur tolong menolong yang bertujuan untuk menjaga kemaslahatan ini terus bisa dijalankan, syariat memberi tuntunan tentang syarat dan juga rukun tolong-menolong dalam bentuk mengadakan perjanjian kerja sama atau musaqah. Syarat dan juga rukun tersebut ditetapkan dengan tujuan agar syariat tetap bisa tercapai dan kedua belah pihak yang terlibat di dalam perjanjian tidak ada yang merasa terdzalimi.

Bagi Grameds yang ingin mengetahui secara lebih mendalam tentang musaqah atau fiqih muamalah lainnya dapat membaca buku-buku terkait dengan mengunjungi Gramedia.com.

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Humam

Buku-Buku Terkait

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi buku yang membahas tentang Fiqh Muamalah beserta dengan sinopsisnya

Fiqh Muamalah Membahas Ekonomi Islam

https://www.gramedia.com/products/fiqh-muamalah-membahas-ekonomi-islam?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Deskripsi buku:

Buku ini membahas tema-tema mendasar dalam Fiqh Muamalah. Kajiannya mencakup kebendaan (muamalah Madiyah) dan tata kesopanan (muamalah Adabiyah), seperti kedudukan harta, hak milik, jual beli, bunga bank dan riba, musyarakah, ijarah, mudayanah, koperasi, asuransi, etika bisnis, dan lain-lain.

Buku ini, di tengah munculnya kasus-kasus hukum baru, sangat membantu para mahasiswa, peneliti, akademisi, praktisi, juga para pengambil kebijakan hukum Islam dalam memahami pijakan-pijakan hukum muamalah dalam Islam. Kelebihan buku ini terdapat pada pendekatannya yang lebih mendasar, terutama tema-tema yang dibahas sangat beragam.

Hukum Ekonomi Syariah dan Ekonomi Fiqh Muamalah

https://www.gramedia.com/products/hukum-ekonomi-syariah-dan-ekonomi-fiqh-muamalah-di-lembaga-k?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Deskripsi buku:

Materi pada buku ini terdiri dari tiga bagian besar, yaitu materi teoretis, materi penerapan, dan materi terkait penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Pada bagian teori buku ini memaparkan kajian teoritis terkait dengan Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah; Subjek, Kepemilikan dan Harta; Hukum Akad dalam Syariah; Transaksi Pertukaran (Jual Beli); Akad Percampuran (Transaksi Kerja Sama Usaha syirkah, mudharabah, muzara’ah, musaqah); Transaksi Sewa dan Upah; dan Transaksi Pemberian Kepercayaan (hawalah, rahn, wakalah, wadi’ah, ju’alah, dan sharf).

Pada bagian kedua buku ini memaparkan kajian aplikasi dari Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah pada Lembaga Keuangan dan Bisnis meliputi aplikasi di Perbankan, Pasar Uang, Instrumen Moneter, Surat Berharga, Pasar Modal, Asuransi, Dana Pensiun, Jaminan Sosial Kesehatan, Pegadaian, Lembaga Keuangan Mikro, Koperasi, dan Baitul Mal Wat Tamwil, Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, Multi Level Marketing, Bursa Komoditi, Bisnis Keperantaraan, Transaksi Voucher Multi Manfaat, Penyelenggaraan Rumah Sakit, dan Penyelenggaraan Pariwisata. Pada bagian terakhir buku ini ditutup dengan pemaparan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Indonesia

Fiqih Muamalah Kontemporer

https://www.gramedia.com/products/fiqih-muamalah-kontemporer?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Deskripsi buku:

Buku Fiqih Mu’amalah Kontemporer ini membahas berbagai teori akad dan transaksi dalam mu’amalah kontemporer. Kajian dalam buku ini bersumber dari berbagai buku fiqih, baik klasik maupun kontemporer. Selain itu, kajian dalam buku ini dilengkapi dengan perspektif aturan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Lebih dari itu, kajian teoritis ini kemudian disertai dengan pembahasan praktik atau implementasi akad yang terjadi dalam Lembaga Keuangan Syariah saat ini.

Baca juga:

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika