Hukum

5 Contoh Surat Cerai yang Sah di Mata Hukum dan Agama

Contoh Surat Cerai
Written by Fandy

Contoh Surat Cerai – Pernikahan memang tidak selalu berjalan dengan mulus. Setiap perjalanannya pasti ada hambatannya, bahkan tidak lekas selesai dan merugikan pihak yang terikat di dalamnya, baik secara fisik maupun mentalnya.

Oleh karena itu, jalan yang lantas diambil adalah melakukan perceraian. Hal tersebut cukup umum terjadi dan menjadi langkah terakhir yang harus diambil, meskipun memang tabu.

Contoh Surat Cerai

Illustration of a review in The Moving Picture World (Illustration of a review in The Moving Picture World/Public domain in the United States).

Masalah perceraian sering kali mendominasi di semua Pengadilan Agama di Indonesia. Banyak penyebab dan kondisi yang bisa membuat pasangan suami isteri bercerai. Proses pengajuan gugatan perceraian tanpa terlebih dahulu didampingi atau memakai jasa pengacara di sisi lain dapat dilaksanakan jika terdapat suatu alasan yang jelas.

Merujuk kepada Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.9/1975 mengenai Pelaksanaan Undang-Undang No. 1/1974 tentang perkawinan, suami istri bisa mengajukan gugatan perceraian dengan alasan-alasan yang diperbolehkan, yaitu satu pihak berbuat zina atau menjadi pemadat, pemabuk, penjudi, dan lain-lain yang susah disembuhkan; salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain, alasan yang sah, atau hal lain di luar kemampuannya; serta salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman lain yang lebih berat setelah pernikahan berlangsung.

Selain itu, alasan lain yang diperbolehkan adalah kekejaman atau melakukan tindakan penganiayaan yang membahayakan pihak lain, salah satu pihak memperoleh penyakit atau cacat badan akibat tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai suami/istri, suami/istri terus-menerus berselisih dan bertengkar dan tidak memiliki harapan hidup rukun lagi dalam berumah tangga, salah satu pihak beralih kepercayaan, dan pihak suami melakukan kesalahan taklik talak yang diucapkannya setelah ijab kabul.

Jika bukan dikarenakan salah satu alasan yang telah disebutkan di atas, perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama tidak akan dikabulkan. Secara umum, gugatan cerai dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu diajukan oleh suami dan diajukan oleh istri.

Dalam praktiknya, perceraian juga dibagi menjadi dua kategori lagi, yaitu bagi yang beragama atau menjalankan pernikahan secara Islam dan nonmuslim.

Bagi yang beragama Islam, perceraian masih dibedakan lagi antara yang mengajukan pihak suami atau istri. Jika yang mengajukan adalah pihak suami, gugatannya disebut dengan permohonan talak, sedangkan jika yang mengajukan adalah pihak istri, gugatannya disebut dengan gugatan cerai.

Selain itu, sebagai bukti bahwa pasangan suami/istri sudah bercerai, maka pihak Pengadilan Agama akan memberikan surat cerai yang sah secara negara. Lalu, apakah Grameds sudah mengetahui bentuk surat cerai?

Ketahui beberapa contoh surat cerai pada artikel ini, ya. Namun, sebelum itu, tak ada salahnya kalau kita membahas sedikit tentang perceraian.

Gambaran Sekilas Perceraian

1. Pengertian Gugatan Talak

Rukun talak merupakan unsur utama yang harus ada di dalam talak. Terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur yang dimaksudkan.

Salah satu rukun talak adalah suami. Suami merupakan pihak yang mempunyai hak talak dan yang berhak menjatuhkannya. Masing-masing suami hanya memiliki hak menjatuhkan talak terhadap istrinya sendiri.

Gugatan yang dibuat sebaiknya harus ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, minimal harus berisi judul gugatan, identitas kedua belah pihak, dan landasan gugatan atau dalam hukum dikenal dengan posita (fakta kejadian dan fakta hukum), petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita), atau tuntutan gugatan.

Petitum sebaiknya mengandung petitum primer dan subsider yang intinya berisi “Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya”, serta harus ditandatangani oleh pihak penggugat.

2. Pengertian Gugatan Cerai

Gugatan cerai dilaksanakan dengan cara mengajukan gugatan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariat. Surat gugatan bisa diubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum.

Jika pihak tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut, harus atas persetujuan tergugat. Gugatan itu diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariat yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (pasal 73 ayat[1] UU. No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah oleh UU. No. 3 Tahun 2006).

Gugatan di dalamnya mengandung identitas diri, yaitu nama, usia, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman pihak penggugat dan tergugat, posita, dan petitum. Surat gugatan cerai yang diajukan dapat dikerjakan sendiri, tetapi salinan elektronik berkasnya disimpan di flashdisk atau dengan bantuan Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM).

Secara umum, perceraian dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu diajukan oleh pihak suami (gugatan talak) dan diajukan oleh pihak istri (gugatan cerai). Dalam praktiknya, perceraian juga dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu bagi pihak yang melakukan pernikahan secara Islam dan nonmuslim.

Pengertian Pernyataan Cerai

Perceraian merupakan berakhirnya ikatan pernikahan antara suami dan istri sesuai dengan yang diatur di dalam Undang-Undang.

Perceraian memang memerlukan waktu yang sedikit lama karena harus menempuh berbagai langkah yang diajukan, mulai dari mempersiapkan dokumen yang diperlukan, mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan, membuat surat gugatan, mempersiapkan biaya perceraian, mengetahui tata cara dan proses persidangan, serta mempersiapkan menyiapkan saksi.

Menurut keterangan di laman Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN), perceraian itu hanya sah jika dilaksanakan melalui proses sidang di pengadilan.

Pernyataan cerai yang yang ditandatangani di atas materai dan disaksikan oleh Kepala Desa (Kades) belum dapat digunakan sebagai syarat menikah lagi di Kantor Urusan Agama (KUA). Surat itu tidak termasuk prosedur perceraian yang dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan.

1. Pengertian Surat Talak

Surat cerai talak merupakan permintaan hak ke pengadilan, baik lisan maupun tulisan, yang diajukan oleh pihak suami untuk bercerai dari istrinya. Pemohon dalam hal ini adalah pihak suami yang mengajukan cerai, sedangkan termohon dalam hal ini adalah pihak istri.

Pihak yang dapat mengajukan talak adalah pihak suami yang telah melaksanakan pernikahan yang sah (dibuktikan dengan surat nikah) dan hendak memutuskan ikatannya melalui pengadilan. Permohonan dapat diajukan di tempat kediaman istri atau tempat tinggal terakhir keduanya bermukim. Sebaiknya, pikirkan dahulu dengan matang sebelum mengajukan cerai karena menyangkut banyak hal.

2. Pengertian Surat Cerai

Pasangan suami-istri yang ingin melaksanakan perceraian biasanya akan melengkapi berbagai persyaratan untuk bercerai dan mendatangi KUA.

Pada awalnya, mereka akan mengajukan surat gugatan atau surat talak. Setelah resmi bercerai, kedua belah pihak menandatangani berkas-berkas cerai yang akan ditindaklanjuti oleh Pengadilan Agama dengan mengeluarkan akta cerai. Akta cerai tersebut dianggap telah legal.

Menurut keterangan BPHN, suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya di kantor pencatatan, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Dengan demikian, perceraian bagi pihak yang beragama Islam telah terjadi sejak jatuhnya keputusan Pengadilan Agama yang berkekuatan hukum tetap.

Namun, perceraian bagi pihak nonmuslim diputuskan oleh Pengadilan Negeri telah terjadi jika telah dibuatkan akta cerai oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setelah adanya penetapan dari Pengadilan Negeri hingga keluarnya akta cerai. Artinya, jika akta cerai belum ada, perceraiannya dikatakan belum sah.

Pendukung Gugatan Cerai

Anda harus menyiapkan berbagai surat dan saksi yang akan dijadikan sebagai alat bukti untuk menguatkan gugatan cerai. Surat-surat yang harus disiapkan antara lain:

  • Buku nikah asli.
  • KTP asli.
  • Akta kelahiran anak-anak asli (jika Anda memiliki anak).
  • Surat kepemilikan harta jika berhubungan dengan harta gono-gini (jika ada), misalnya Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), sertifikat rumah, sertifikat usaha, dan sebagainya.
  • Surat visum dari dokter atau yang surat-surat lainnya yang diperlukan (jika ada).

Surat-surat itu lantas difotokopi dan dilampiri materai dari kantor pos seharga Rp 10.000. Anda harus menyerahkan fotokopi surat-surat tersebut kepada Majelis Hakim sebagai alat bukti, sedangkan yang asli hanya ditunjukkan dan dibawa pulang kembali, kecuali buku nikah yang asli harus disimpan di pengadilan.

Saksi-Saksi yang Harus Disiapkan dalam Sidang Perceraian

Saksi-saksi yang harus disiapkan antara lain:

  • Saksi terdiri atas sedikitnya dua orang.
  • Saksi boleh berasal dari keluarga, tetangga, teman, atau orang yang tinggal di rumah Anda.
  • Saksi harus mengetahui (mendengar dan melihat) secara langsung peristiwa terkait dengan gugatan cerai Anda.
  • Saksi harus orang yang sudah dewasa (sudah berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah).
  • Saksi harus dihadirkan untuk diperiksa oleh Majelis Hakim pada sidang berikutnya, yaitu saat sidang pembuktian.

Langkah-Langkah Mengajukan Gugatan Cerai

Langkah 1: Mencari Informasi

  • Sebelum mengajukan gugatan cerai, ada baiknya Anda mencari informasi terlebih dahuu terkait proses gugatan cerai agar pilihan yang dilakukan sudah tepat.
  • Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengajuan gugatan cerai, Anda dapat langsung ke bagian meja informasi di pengadilan setempat, telepon, membuka situs, dan menghubungi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terdekat.

Langkah 2: Datang ke Pengadilan

  • Setelah Anda yakin, datanglah ke pengadilan dengan membawa surat gugatan cerai sesuai dengan format terlampir.
  • Jika memakai kuasa hukum, Anda dapat meminta kuasa hukum untuk membuat surat gugatan atas nama Anda.
  • Jika Anda merupakan penyandang tunanetra, buta huruf, atau tidak dapat baca tulis, Anda dapat mengajukan gugatan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan.

Langkah 3: Mengajukan Surat Gugatan ke Pejabat Kepaniteraan Pengadilan

  • Serahkan surat gugatan yang telah Anda persiapkan kepada pejabat kepaniteraan yang berada di pengadilan.

Langkah 4: Membayar Biaya Panjar Perkara

  • Pada hari yang sama setelah menyerahkan surat gugatan kepada kepaniteraan, pihak kepaniteraan akan menaksir biaya perkara yang dituangkan di dalam Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM).
  • Anda akan diminta membayar biaya panjar perkara di bank terdekat yang ditunjuk oleh pihak pengadilan.
  • Simpan tanda pembayaran yang dikeluarkan oleh bank dan serahkan kembali tanda pembayaran tersebut kepada pengadilan agar dilampirkan ke pendaftaran perkara.
  • Apabila tidak mampu membayar biaya perkara, Anda dapat mengajukan permohonan prodeo (proses berperkara di Pengadilan Agama secara atau gratis) kepada Ketua Pengadilan.

Panjar Biaya Perkara:

  1. Biaya perkara dibayarkan ketika pendaftaran sebagai panjar biaya perkara. Nantinya, akan diperhitungkan saat pembacaan putusan (lihat poin d di bawah ini).
  2. Ketentuan panjar biaya perkara ditetapkan oleh Ketua Pengadilan dan disesuaikan dengan radius atau jarak antara domisili Anda dengan kantor pengadilan, sehingga biaya perkara masing-masing orang bisa saja berbeda.
  3. Panjar biaya perkara meliputi biaya pendaftaran, proses, pemanggilan, redaksi, materai, dan biaya lain yang berhubungan dengan pemeriksaan setempat, penyitaan, dan bantuan panggilan melalui pengadilan lain.
  4. Perhitungan besarnya biaya perkara akan dicantumkan di dalam isi putusan. Biaya perkara itu nantinya akan diambil dari panjar yang sudah Anda bayarkan saat pendaftaran. Jika masih ada sisa panjar biaya perkara, uang sisa akan dikembalikan kepada Anda.

Langkah 5: Nomor Perkara

  • Setelah membayar panjar biaya perkara, Anda akan menmperoleh nomor perkara.

Langkah 6: Menunggu Hari Sidang

  • Ketua Pengadilan akan memutuskan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara itu dalam waktu 1–2 hari sejak mendaftarkan gugatan. Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk lantas menetapkan hari sidang.
  • Atas dasar penetapan hari sidang (PHS), juru sita memanggil Anda dan suami untuk mendatangi sidang. Surat panggilan tersebut harus Anda terima sekurang-kurangnya tiga hari sebelum persidangan.
  • Surat panggilan sidang diberikan di tempat tinggal Anda. Surat panggilan sidang untuk suami akan diberikan kepada suami di tempat tinggalnya. Jika Anda atau suami sedang tidak berada di rumah, juru sita akan menitipkannya kepada Kades atau Lurah.

Langkah 7: Menghadiri Sidang

  • Pada hari sidang yang dicantumkan dalam surat panggilan, Anda dan auami harus hadir di pengadilan. Anda akan dipanggil masuk ke ruang sidang sesuai dengan urutan kehadiran.

Contoh Surat Cerai

1. Contoh Surat Cerai Sederhana

Contoh Surat Cerai2. Contoh Surat Cerai Kekeluargaan

Contoh Surat Cerai3. Contoh Surat Cerai kepada Suami

4. Contoh Surat Cerai dari Ketua RT

Contoh Surat Cerai5. Contoh Surat Cerai di Atas Materai


Itulah artikel terkait “contoh surat cerai” yang bisa kalian gunakan sebagai referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rekomendasi Buku terkait Perceraian

1. Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak di bawah Umur Pasca Perceraian

Contoh Surat Cerai

Mayoritas Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syariat (PA/MS) dalam mengadili sengketa hadhanah (hak pengasuhan anak) yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun) menetapkan hak pengasuhan anak tersebut berada kepada ibunya. Penetapan tersebut didasarkan kepada ketentuan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan hadis Nabi Muhammad Saw yang berbunyi, “Engkau lebih berhak terhadap anakmu selama engkau belum kawin”, tetapi adakalanya Hakim PA tidak menerapkan ketentuan tersebut dengan menetapkan hak pengasuhan anak tersebut berada kepada ayahnya.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang orang tua yang paling berhak mengasuh anak yang belum mumayyiz pasca perceraian, alasan-alasan Hakim PA dalam memberikan hak pengasuhan anak yang belum mumayyiz kepada ayah pasca perceraian, dan akibat hukum dari putusan MA yang memberikan hak pengasuhan anak yang belum mumayyiz kepada ayah pasca perceraian.

Pada dasarnya, pengasuhan anak yang belum mumayyiz adalah hak ibunya, tetapi dalam keadaan tertentu dapat ditetapkan kepada ayahnya, dengan beberapa alasan, yaitu ibu melalaikan tanggung jawabnya, ibu berkelakuan buruk sekali, ibu pindah agama, dan ibu sudah menikah lagi dengan laki-laki lain. Keempat alasan tersebut bermuara kepada kepentingan dan kemaslahatan anak, yang didasarkan kepada aspek kualitas, integritas, moralitas, kesehatan, dan kemampuan untuk mengasuh dan juga memelihara anak.

2. Hukum Perceraian

button rahmadBuku ini memberikan pemahaman tentang hukum perceraian menurut hukum nasional, Islam, dan adat. Oleh karena itu, materi dan pembahasan dalam buku ini lebih sistematis dan komparatif yang terintegratif, serta mendalam sampai ke dasar filosofinya dibandingkan dengan buku-buku lainnya yang membahas tentang hukum perceraian hanya sebagai bagian (bab tertentu) dan buku yang membahas tentang hukum perkawinan.

Struktur buku ini di bagian awalnya menguraikan pendahuluan mengenai fenomena perceraian, kemudian menjelaskan istilah dan pengertian perceraian menurut doktrin hukum dan undang-undang. Untuk memahami dasar filosofinya, buku ini juga membahas asas-asas hukum perceraian dan sumber-sumber hukum perceraian, baik sumber hukum material perceraian maupun sumber hukum formal perceraian.

Selanjutnya, bagian tengah buku ini membahas bentuk-bentuk dan hikmah perceraian dan alasan-alasan hukum perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat. Pembahasan berikutnya membahas proses hukum perceraian dan pencatatan perceraian, yang kemudian dilanjutkan dengan membahas akibat-akibat hukum perceraian terhadap anak, mantan suami/istri, dan harta bersama. Bagian akhir dari buku ini membahas mengenai pengaturan hukum khusus perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS).

Ke Mana Larinya Harta Bersama Setelah Perceraian?

Ada banyak perkawinan di masyarakat di Indonesia yang masih memegang teguh perkawinan secara adat dan hukum adat yang berlaku bagi setiap individu pun masih sangat kuat, sehingga pada saat terjadinya suatu perceraian ataupun perpisahan maka pihak isteri adalah pihak yang tidak dapat membawa segala harta bersama yang dihasilkan dalam perkawinan sehingga harta bersama tersebut akan didiamkan saja atau dikuasai oleh pihak lain.

Pada bab-bab buku ini, penulis akan membahas dan memaparkan mengenai Sejarah Kepercayaan Parmalim sendiri hingga mengenai Perkawinan, Perpisahan dan Pembagian Harta Bersama dari sudut pandang Hukum Adat dan Hukum Nasional. Sedangkan pada bab terakhir buku ini penulis akan membahas hal yang lebih umum dan berlaku bagi masyarakat pada umumnya yaitu memaparkan penyelesaian sengketa perceraian/perpisahan yang dilakukan menggunakan hukum perkawinan adat dalam sudut pandang hukum nasional.

Baca juga:

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.