in

Mengenal Filosofi Stoicism: Cara Menciptakan Kebahagiaan dalam Hidup

Filosofi Stoicism – Halo Grameds, hari ini sudah merasakan bahagia belum? Semoga kita semua selalu bisa menciptakan kebahagiaan untuk diri kita sendiri ya.

Nah, kali ini penulis akan membahas mengenai stoicism, stoik, atau stoisisme, yaitu sebuah filosofi yang mengajarkan kepada kita cara untuk menciptakan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan nyata.

Jika berbicara tentang kebahagiaan, hal ini erat kaitannya dengan fokus kita terhadap hal yang bisa atau tidak bisa kita kendalikan. Nah, coba ngaku deh. Grameds selama ini lebih sering fokus ke hal-hal yang bisa dikendalikan atau malah berfokus pada hal-hal yang tidak bisa kalian kendalikan?

Sayangnya, kebanyakan orang di dunia ini lebih sering berfokus pada hal-hal diluar jangkauan mereka dibandingkan dengan berfokus pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan. Padahal, kunci untuk menjadi seorang yang memiliki hidup bahagia, menjadi sosok yang tangguh, dan juga bijaksana, adalah dengan cara memusatkan diri pada hal-hal yang ada di dalam kendali kita, bukan malah sebaliknya.

Dari penjelasan tersebut, Grameds perlu tahu bahwa di dunia ini terdapat dua jenis ilmu filsafat yang secara khusus diciptakan untuk hal tersebut. Ya benar sekali, ilmu tersebut adalah stoicism.

Stoicism merupakan sebuah filosofi yang berkaitan dengan kebahagiaan hidup dan bagaimana menghindari pikiran-pikiran stres dan jenuh. Ilmu yang satu ini mengajarkan pada kita tentang bagaimana kebahagiaan seseorang itu bersumber dari hal-hal yang bisa kita kendalikan. Jadi untuk meraih kebahagiaan yang dimaksud, kita perlu memfokuskan diri pada apapun yang bisa kita kendalikan.

Apa itu Filosofi Stoicism dan Sejarahnya?

Stoicism, stoic, atau stoisisme, berasal dari bahasa Yunani yaitu “stoikos” yang artinya “dari stoa (serambi atau beranda). Hal tersebut mengacu pada Stoa Poikile, atau “Beranda Berlukis” yang ada di Athena. Di mana para filsuf stoik Zeno dari Citium yang memberikan pengaruh besar pada stoisisme pernah mengajar.

Stoicism ini diciptakan di kota Athena, Yunani oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke 3 sebelum Masehi. Filsafat ini dianut oleh beberapa filsuf dari Yunani, mulai dari Epictetus yaitu seorang mantan budak, Seneca yaitu politisi di era Kaisar Nero, dan juga Marcus Aurelius yaitu seorang kaisar.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Ajaran filosofi stoa ini sangat beragam, tetapi bisa disimpulkan bahwa dasarnya adalah mengenai perkembangan logika yang terbagi menjadi dua, yaitu retorika dan dialektika. Selain itu, filosofi ini juga membahas mengenai perkembangan fisika dan juga etika yang memuat teologi dan politik.

Adapun pandangan mencolok terkait etika adalah tentang bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, yaitu hidup pasrah dan tawakal dengan menerima semua keadaan yang ada di dunia. Sikap tersebut adalah cerminan dari kemampuan nalar manusia dan juga kemampuan tertinggi dari semua aspek hidup.

Di dalam filosofi stoicism, semua hal yang terjadi dalam hidup manusia itu bersifat netral. Tidak ada yang berperan positif atau negatif, tidak ada hal buruk atau baik. Hal yang bisa menjadikan hal-hal tersebut menjadi positif atau negatif, baik atau buruk adalah interpretasi kita terhadap hal itu.

Para filsuf Stoic menganggap kebahagiaan itu bukan untuk dikejar. Mereka lebih fokus pada cara bagaimana dapat mengurangi emosi negatif, mulai dari marah, sedih, stres, dan juga galau. Dengan memperbaiki nalar tersebut, maka kita akan lebih mampu mengendalikan perilaku kita dalam menghadapi emosi tersebut. Ketakutan kita untuk menghadapi situasi yang tidak kita diharapkan sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan akibat yang akan muncul dari peristiwa tersebut.

Menurut konsep stoicism, jalan termudah untuk menuju kebahagiaan adalah didasarkan pada beberapa prinsip berikut:

  1. Kemampuan dalam melihat diri sendiri, dunia, serta manusia lain secara objektif dan menerima sifat mereka dengan apa adanya.
  2. Disiplin untuk mencegah diri sendiri dikendalikan oleh keinginan untuk bahagia atau takut terhadap rasa sakit dan juga penderitaan.
  3. Membuat sebuah perbedaan antara apa yang ada di dalam kekuatan kita dan apa apa yang tidak ada.

Selain itu, konsep ini juga mengajarkan kepada kita bahwa apa yang ada di dalam kendali kita hanyalah pikiran, persepsi, keyakinan, dan tindakan kita sendiri.

Stoicism mengungkapkan bahwa kebijakan atau kebijaksanaan merupakan sebuah kebahagiaan dan penilaian yang harus didasarkan pada perilaku, bukan kata-kata. Dimana kita tidak bisa mengendalikan apapun yang terjadi jika itu berasal dari luar diri kita atau bersifat eksternal. Kita hanya bisa mengendalikan diri kita dan bagaimana cara kita merespon hal-hal yang terjadi di sekitar kita.

Para Stoa mengungkapkan bahwa perasaan takut atau cemburu (entah itu nafsu seksual atau cinta yang penuh gairah terhadap apapun) muncul dari penilaian yang tidak tepat dari orang-orang pada umumnya. Namun bagi orang-orang yang bijak yaitu seseorang yang sudah mencapai kesempurnaan dalam hal moral serta intelektual. Maka hal tersebut tidak akan mereka alami.

Stoik pada masa Seneca dan juga Epictetus menekankan pada sebuah doktrin yang sudah menjadi ajaran Stoa awal, bahwa orang yang bijak akan benar-benar kebal terhadap masalah apapun, kemalangan ataupun derita. Itu artinya, sikap kebajikan sudah cukup untuk mencapai kebahagiaan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak semata-mata bahwa hanya orang bijak saja yang bebas dari penderitaan sedangkan orang lain secara moral bersifat jahat. Filosofi ini tidak peduli dengan teori dunia yang rumit. Cara tersebut hanya ingin membantu kita dalam mengatasi emosi yang merusak dan bagaimana cara bertindak dengan benar.

Getting Back to Happy: Bahagia Itu Perlu Usaha
Getting Back to Happy: Bahagia Itu Perlu Usaha

tombol beli buku

Kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan pekerjaan dalam waktu berdekatan, misalnya. Sungguh membuat down. Sulit membayangkan cara agar bisa bahagia kembali dalam kondisi seperti itu.

Pengalaman ini juga dirasakan oleh Marc dan Angel Chernoff, pasangan suami istri sekaligus pakar pengembangan pribadi. Namun, mereka berhasil mengubah pola pikir dan kebiasaan sehingga bisa bangkit kembali dari keterpurukan.

Melalui buku ini, mereka berbagi ceritanya bahwa dalam meraih kebahagiaan itu diperlukan usaha.

Cara Membentuk Pola Pikir Stoicism

Bagi kalian yang sudah memiliki kebiasaan buruk menunda-nunda pekerjaan atau tugas. Bahkan sampai tidak tahu lagi cara menghilangkan kebiasaan tersebut. Nah, kali ini penulis akan memberikan beberapa cara agar kalian bisa membentuk pola pikir stoicism dan mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru yang lebih baik lagi. Berikut adalah cara membentuk pola pikir stoicism.

1. Bedakan Antara Hal yang Bisa Diubah dan Tidak

Sebuah praktik penting yang ada di dalam filosofi stoicism adalah tentang bagaimana membedakan hal-hal apa saja yang bisa diubah dan hal apa saja yang tidak bisa kita ubah. Apa yang kita punya dan apa yang kita tidak punya. Contoh hal-hal yang kita punya adalah tinggi badan, warna kulit, bentuk tubuh, cuaca, dan tanah kelahiran. Contoh hal yang tidak kita punya yaitu  jadwal transportasi umum yang bisa saja tiba-tiba berubah jadwalnya. Tidak peduli seberapa keras usaha kita, kita tidak akan pernah bisa memaksa orang lain untuk menyukai kita. Dibanding memikir hal-hal yang tidak dapat kita capai, lebih baik kita lebih bersyukur terhadap apa yang sudah kita punya dan kita genggam saat ini.

2. Biasakan Diri Menyusun Jurnal

Apabila kalian ingin memulai hidup dengan menerapkan prinsip stoicism, maka kalian perlu membiasakan diri untuk menulis sebuah jurnal harian. Dalam filosofi Yunani kuno, kebiasaan menulis jurnal tidak seperti menulis buku harian loh. Jurnal harian ini adalah filosofi yang nantinya akan mempersiapkan kalian untuk menghadapi hari-hari di masa depan.

Dengan berbekal jurnal harian ini, kita bisa bercermin pada kejadian yang ada di masa lampau. Jurnal tersebut dapat kalian isi dengan kebijaksanaan dari guru, buku, teman, atau pengalaman pribadi. Dengan rutin menulis jurnal pribadi, bukan tidak mungkin kita akan mengenali diri kita sendiri. Sehingga di masa mendatang kita akan merasa lebih bahagia.

3. Persiapkan Diri dan Tetap Sabar Menghadapi Segala Masalah

Perlu diingat, bahwa sejatinya hidup bukan hanya tentang hal-hal yang indah dan menyenangkan saja. Akan ada waktunya kita terpuruk, terjatuh, dan juga terluka. Hal tersebut merupakan bagian dari hidup. Hidup dengan menerapkan ilmu stoicism ini artinya kita harus siap dengan sebuah pandangan bahwa sejatinya hidup itu tidak selalu senang dan nyaman.

Ada kemalangan dan kesedihan yang menyertai hidup kita. Oleh karena itu, berusahalah untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi hari-hari yang kelam dan belajarlah untuk dapat berdamai dan menerima emosi-emosi negatif yang menghampiri, seperti takut ataupun cemas. Biasakan diri sendiri untuk tetap tegar dan kuat untuk menghadapi beberapa skenario terburuk.

4. Setiap Hal Buruk yang Hadir Merupakan Sumber Kebahagiaan Baru

Hidup akan terasa lebih berat dan sulit, apabila kita hanya berfokus pada permasalahan yang ada. Daripada hanya memikirkan keburukan yang datang, cobalah untuk memberikan sebuah kebaikan dan fokus kepada hal-hal yang baik juga. Misalnya dengan membantu seseorang yang sudah membuat kita sedih atau marah, atau mungkin memberikan senyuman kepada orang-orang yang sengaja menyerobot antrean kita dan menyenggol kita dengan sengaja. Di dalam konsep stoicism, kebahagiaan merupakan sesuatu hal yang kita ciptakan sendiri. Jadi bukan hanya sekedar menunggu kebahagiaan datang. Jadi, daripada kalian larut dalam kesedihan, lebih baik ayo kita ciptakan kebahagiaan kita sendiri dan tersenyumlah.

5. Ingatlah, Kita Hanyalah Butiran Kecil di Alam Semesta

Inti dari konsep stoicism sebenarnya sangat sederhana. Kita hanya perlu sadar, bahwa sebenarnya kita adalah makhluk yang sangat kecil di muka alam semesta. Begitu juga semua hal yang kita hadapi. Mulai dari kesedihan , rintangan, dan hal-hal negatif lainnya. Itu semua hanyalah butiran debu. Perlu kalian ingat juga bahwa semua pencapaian dalam hidup bisa saja bersifat sementara. Kalian bisa saja sekejap memilikinya dan sekejap pula kehilangan hal tersebut. Jadi, mengapa kita tidak mengganti semua hal buruk yang hadir dengan hal-hal yang baik saja?

Filosofi Hidup Bahagia
Filosofi Hidup Bahagia

tombol beli buku

Bagaimana kamu tahu kamu bahagia atau tidak bahagia?

Filosofi Hidup Bahagia adalah resep kebahagiaan yang menarik dan aplikatif untuk manusia modern saat ini. Bukan karena penulisnya seorang filsuf, ilmuwan, dan pakar matematika kelas dunia, akan tetapi juga karena isi buku ini datang dari sudut pandang yang masuk akal serta faktual.

Inilah salah satu karya penting Russell yang mengantarkan kita selangkah demi selangkah menjadi manusia yang paling bahagia.

Konsep Hidup Filosofi Stoicism

Di dalam filosofi stoicism kita diminta untuk bertanggung jawab atas cara pandang kita terhadap sesuatu. Konsep tersebut menganggap bahwa salah satu penyebab dari penderitaan yang kita alami adalah karena diri kita sendiri. Kitalah yang sebenarnya bisa menentukan penderitaan ataupun kebahagiaan yang ingin kita rasakan.

Selain itu, di dalam konsep stoicism, kita juga diharuskan untuk menarik garis pembeda antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Banyak orang yang akhirnya tidak bahagia dan sedih karena mereka mencoba mengendalikan hal-hal yang tidak bisa mereka kendalikan. Hal tersebut tentu akan membuat mereka merasa tidak berdaya, kesal, dan merasa tidak berguna.

Jadi, filosofi stoicism sebenarnya berfokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan menyadari bahwa memang ada beberapa hal yang tidak bisa kita kendalikan. Saat kita berfokus pada apa yang bisa kita kendalikan, maka kita akan merasa berguna, efektif, dan bisa memecahkan sebuah masalah dengan mudah.

Bahagia Itu “Dipraktekin”
Bahagia Itu “Dipraktekin”

tombol beli buku

Bahagia itu mudah, menyenangkan, dan tentu bisa dipelajari. Bukan dengan teori-teori atau duduk di sebuah seminar, tapi dengan DIPRAKTIKKAN.

Dengan halaman full-color dan gaya penyampaian yang serba visual, serta pembahasan yang singkat-padat, kalian akan merasakan perbedaannya. Buku ini tidak sekadar membuat informasi Anda bertambah, tapi juga akan membuat kalian tersenyum, terperangah, sekaligus manggut-manggut. Asyik dibaca!

Cara Menjalani Filosofi Stoicism di Kehidupan Sehari-hari

1. Kendalikan Bagaimana Cara Kita Berpikir

Seperti yang sudah dijelaskan di atas mengenai prinsip dari ilmu stoicism ini yaitu tentang beberapa hal yang bisa kita kendalikan dan beberapa hal yang tidak bisa kita kendalikan. Kemudian ada banyak ketidakbahagiaan yang disebabkan oleh pemikiran dimana kita menganggap bahwa kita bisa mengendalikan hal-hal yang sebenarnya tidak bisa dikendalikan.

Lalu, apa saja yang bisa kita kendalikan? Epictetus mengungkapkan bahwa kita dapat mengontrol apa yang terjadi pada diri kita sendiri. Ketika orang lain melakukan hal buruk terhadap kita, itu adalah hal yang tidak bisa kita kendalikan. Namun, kita bisa mengendalikan emosi dari dalam diri kita dalam menghadapi perlakukan tersebut. Itu artinya, yang bisa kita kendalikan adalah diri kita sendiri, bukan orang lain.

Hal tersebut menyadarkan kita pada prinsip dasar dari Epictetus, yaitu bukan hal-hal yang membuat kita marah, namun ini adalah tentang bagaimana cara berpikir kita tentang berbagai hal yang terjadi pada diri kita.

Apabila kita berpikir akan ada suatu hal buruk yang terjadi pada diri kita. Maka kemungkinan besar kita akan dilanda rasa takut, cemas, dan sedih. Begitu pula ketika kita menilai bahwa suatu hal yang sangat buruk sudah terjadi pada diri kita, maka kita akan merasa kesal, marah, dan sedih.

Konsep stoicism mengajarkan bahwa semua rasa emosi yang kita rasakan merupakan hasil dari penilaian kita terhadap sesuatu. Hal yang ada di dalam diri sendiri sebenarnya bersifat netral. Sebab, apa yang mungkin terlihat mengerikan bagi kita mungkin saja terlihat sepele bagi orang lain. Dan begitupun sebaliknya.

Paradoks Stoicisme, seperti yang dirumuskan oleh Epictetus, mengungkapkan bahwa kita hampir tidak mempunyai kendali atas apapun. Tetapi pada saat yang bersamaan, kita mempunyai kendali penuh yang potensial untuk kebahagiaan kita.

2. Melatih Pikiran

Salah satu tokoh stoicism yaitu Seneca, merekomendasikan kita untuk menuliskan hal-hal yang kita rasakan saat merasa kesal dengan sesuatu yang bersifat sepele atau bertindak dengan rasa emosi kepada seseorang yang mungkin saja tidak pantas kita marahi. Dengan menuliskan semua itu, kita akan mempunyai harapan dan berpikir untuk tidak melakukannya lagi di kemudian hari.

Selain itu, seorang tokoh filsuf lain yaitu Marcus Aurelius mempunyai strategi lain. Dimana Ia selalu mengingatkan diri sendiri bahwa Ia mungkin saja akan bertemu dengan orang-orang yang sedang marah, sedih, stres, dan tidak sabar. Dengan memikirkan hal tersebut, Ia berharap agar nantinya Ia akan cenderung tidak menanggapi mereka dengan cara yang sama, yaitu kemarahan. Namun Ia merefleksikan sebuah fakta bahwa tidak ada orang di dunia ini yang melakukan hal buruk di atas dengan sengaja. Mereka mungkin saja korban dari penilaian yang keliru dari mereka sendiri.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa tidak ada yang memilih untuk tidak bahagia, marah, stres, ataupun sedih. Sebenarnya, itu semua merupakan hasil dari penilaian dari kita sendiri, yaitu salah satu hal yang ada di dalam kendali kita.

3. Terima Apapun yang Terjadi

Hal lain dari konsep stoicism yang mengingatkan diri sendiri terkait hal yang tidak penting, yaitu menyadarkan kita bahwa dunia tidak hanya berputar di sekitar kita saja. Seperti yang dikatakan Epictetus, apabila kita mengharapkan bahwa semesta akan memberikan hal-hal yang kita inginkan, maka yang akan kita dapatkan justru kekecewaan. Namun jika kita menerima apapun yang diberikan oleh semesta, maka hidup kita akan jauh lebih damai dan bahagia.

Nah, itulah beberapa penjelasan mengenai filosofi stoicism. Untuk Grameds yang merasa perlu mendalami ilmu tentang kebahagiaan. Kalian bisa cari dan baca-baca bukunya di Gramedia.com

Filosofi Teras Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini
Filosofi Teras Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini

tombol beli buku

Lebih dari 2000 tahun lalu, filsafat menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif. Stoisisme atau Filosofi Teras adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi roller coaster-nya kehidupan.

Jauh dari kesan filsafat sebagai topik berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan Generasi Milenial dan Gen Z masa kini.



ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by R Adinda

Dunia psikologi memang selalu menarik untuk dibahas. Selain menarik, dunia dengan mengetahui dunia psikologi akan membantu seseorang dalam dalam mengenali dirinya sendiri.