Agama Islam

Pengertian Namimah, Dosa Besar yang Menimbulkan Keburukan Bagi Umat Muslim

Namimah, Dosa Besar yang Menimbulkan Keburukan Bagi Umat Muslim
Written by Yufi Cantika

Pengertian Namimah – Lidah memang tak bertulang. Perumpaan ini dimaksudkan untuk mengingatkan manusia agar menjaga ucapannya. Misalnya namimah (النمیمه), yaitu menyebutkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk merusak hubungan di antara keduanya.

Menurut Ustadz Ainul Yaqin, Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), perbuatan tercela ini biasanya bersamaan dengan akhlak buruk lainnya seperti ghibah, fitnah dan hasud, rangkaian akhlak yang sangat dibenci Allah dan rasul-Nya.

Adz Dzahabi di sisi lain mengatakan:

والنمام هو الذي ينقل الحديث بين الناس وبين اثنين بما يؤذي أحدهما أو يوحش قلبه على صاحبه أو صديقه بأن يقول له قال عنك فلان كذا وكذا

Artinya: “Nammam (pelaku namimah) adalah orang yang menukil perkataan dari satu orang ke orang lain atau antara dua orang untuk menimbulkan ketidaknyamanan kepada salah satunya, atau memprovokasi salah satu dari mereka terhadap yang lain atau terhadap temannya. Yaitu dengan mengatakan: ‘si Fulan mengatakan tentang kamu demikian dan demikian” (Al Kabair: 217).

Menurut Imam Nawawi, namîmah adalah menceritakan perkataan seseorang kepada yang lain dengan tujuan membuat kerusakan (Al-Adzkâr: 336), sedangkan Imam Al Ghazali menguraikan hakikat namimah, yakni menyebarkan rahasia dan menyingkap sesuatu yang tertutup dari apa yang dibenci untuk dibuka (ditunjukan) (Ihya’ ‘Ulumuddin, 3/156).

Ustadz Ainul Yaqin menambahkan jika pada hakikatnya ada tiga karakter namimah, yaitu:

  • Menyampaikan berita dengan tujuan mengadu domba.
  • Menyampaikan berita benar, tetapi tidak disertai dengan tujuan mengadu domba. Namun, sebenarnya tidak pantas disampaikan karena akan menyebabkan ketidaknyamanan orang lain.
  • Bentuk namimah yang menyampaikan berita bohong atau mengarang cerita, mengatasnamakan kebenaran dan disebarkan ke orang lain dengan tujuan mengadu domba, atau merusak situasi sosial maupun personal.

Namimah ini adalah termasuk perbuatan dosa besar, kelihatan sepele dalam pengamalannya, tetapi berakibat sangat fatal dan merusak semua sendi kehidupan sosial. Pertama, mulai dari disebarkan benih saling mencurigai di antara sesama, hati jadi kotor dan benci. Kedua, pertaruhan nama baik dan martabat seseorang yang akan hancur dan dirugikan, terlepas benar atau tidak. Ketiga, memicu kegalauan sosial, kekacauan, distabilitas, dan putusnya silaturahim dalam hubungan sosial,” tuturnya.

Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al-Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah” (Q.S. Al-Qalam: 10-11).

Dalam sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al-qattat (tukang adu domba)” (H.R. Al Bukhari). Ibnu Katsir menjelaskan, “Al-qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba”.

Pengertian Namimah

Namimah (mengadu domba) atau Nammami (bahasa Arab: النمیمه) adalah salah satu dari dosa besar yang artinya adalah menyebutkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk merusak hubungan persahabatan keduanya.

Namimah termasuk di antara dosa lisan yang sangat dicela dalam Al-Qur’an dan hadis. Perbuatan ini biasanya bersamaan dengan akhlak buruk lainnya seperti ghibah, fitnah, dan hasud. Dijelaskan, terjadinya pembunuhan, keterhinaan, dan terbongkarnya aib di antara konsekuensinya di dunia dan dijauhkan dari surga di antara konsekuensinya di akhirat.

Namimah artinya adalah menyebutkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk merusak hubungan persahabatan keduanya. Namun, namimah tidak terbatas hanya dengan ucapan saja, melainkan juga mencakup penyampaian berupa tulisan dan isyarat. Mengungkapkan beberapa masalah yang orang tidak ingin orang lain ketahui juga disebut namimah.

Orang yang bermaksud menghancurkan persahabatan seseorang, dengan menyebutkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan cara menghasut, disebut nammam. Dalam banyak kasus, namimah sering disertai dengan mengungkapkan rahasia, fitnah, kemunafikan, hasud, kebohongan dan ghibah. Namimah dalam bahasa Indonesia biasa disebut adu domba, bergosip, ujaran kebencian, dan menyebar fitnah.

Tuti Yustiani (2008) menyebut jika namimah bisa diartikan sebagai adu domba, sedangkan pengertian namimah menurut istilah adalah melakukan perbuatan yang dapat mengadu domba dua orang atau kelompok, sehingga terjadi permusuhan dan saling membenci.

Menurut hadis, namimah dapat diartikan seperti hadis berikut ini “Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al’adhhu? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia” (H.R. Muslim).

Setiap muslim disarankan untuk menjauhi sikap namimah ini karena dapat membahayakan bagi umat muslim. Perilaku namimah ini dapat menimbulkan perpecahan dan kerusakan dalam hubungan sesama manusia seperti yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi, “Para ulama menjelaskan namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka”.

1. Dalam Al-Qur’an dan Riwayat

Kata “namim” yang artinya pelaku namimah disebutkan satu kali dalam Al-Qur’an. Dalam Surah Al-Qalam disampaikan larangan untuk mengikuti namim (penghasut). Disebutkan bahwa kata “humazah” dalam ayat pertama Surah Al-Humazah juga disebut namim. Demikian pula sebagian dari mufasir ketika menafsirkan “hammalat al-khatab” tentang istri Abu Lahab mengacu kepada tindakan namimah. Sebagian dari ulama akhlak menyebut namim adalah di antara mereka yang dicela dalam surah Al-Baqarah ayat 27 dan Al-Syura ayat 42.

Namimah dalam hadis disebut sebagai salah satu bentuk keburukan moral dan termasuk dosa besar. Al-Kulaini dalam al-Kafi menukil tiga hadis dalam bab al-namimah. Dalam riwayat tersebut namim disebut sebagai orang yang paling buruk dan diharamkan surga untuknya.

Sebagian riwayat lainnya menyebutkan namimah adalah salah satu penyebab seseorang akan mendapat azab kubur. Disebutkan pula pada sejumlah hadis, kecenderungan untuk melakukan namimah adalah salah satu bentuk dari kemunafikan.

2. Dalam Fikih dan Akhlak

Dalam kitab-kitab akhlak, namimah dijelaskan sebagai salah satu bentuk kerusakan akhlak dan termasuk dosa lisan. Demikian pula dalam kitab-kitab fikih, namimah dibahas dalam pembahasan hudud dan ta’zirat (batasan dan sanksi) dan makasib al-muharramah (bisnis terlarang).

a. Aturan dalam Fikih

Namimah adalah salah satu dosa besar dan diharamkan. Dailami dalam kitab Irsyad al-Qulub menyebutkan namimah sebagai dosa yang lebih besar dari ghibah. Allamah Hilli mengatakan bahwa seorang komandan perang tidak boleh mengikutsertakan seorang namim dalam perang dan jika seorang namim ikut dalam pasukan perang, ia tidak diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan perang.

Dalam pandangan fukaha Syiah, mendapatkan harta melalui namimah atau dengan cara mengadu domba haram hukumnya. Demikian pula, seseorang yang mengaitkan namimah kepada orang lain akan mendapatkan sanksi dan hukuman.

b. Pengecualian

Dalam beberapa kasus, namimah diperbolehkan; seperti mempraktikkan namimah di antara pasukan musuh untuk membuat perpecahan di antara mereka.

Perbedaan Namimah dengan Si’ayah

Si’ayah adalah salah satu bentuk dari namimah. Menyebutkan kata-kata seseorang kepada orang lain yang ia takuti (seperti raja) disebut si’ayah. Al-Naraqi menganggap si’ayah sebagai namima terburuk dan menganggap kesalahannya lebih besar dari jenis namima lainnya. Ia percaya bahwa si’ayah berasal dari keserakahan dan iri hati.

Sumber dan Faktor Penyebab Namimah

Al-Naraqi menyebut sumber dari namimah adalah amarah dan nafsu. Dalam sebagian kitab-kitab akhlak, disebutkan alasan atau motif seseorang cenderung melakukan namimah adalah sebagai berikut:

  • Ingin merugikan seseorang yang kata-katanya dilaporkan.
  • Senang jika ada orang menyampaikan perkataan orang lain kepadanya.
  • Sebagai hiburan dan kesenangan.
  • Gemar kepada seseorang yang beromong kosong.
  • Bermaksud memecah belah.
  • Kedengkian.

Pengaruh dan Akibat Namimah

Saking bahayanya perbuatan namimah di masyarakat, Yahya bin Abi Katsir menyebutkan bahwa namimah lebih bahaya dari sihir karena namimah dapat merusak hubungan antar manusia dalam waktu yang singkat hanya bermodalkan perkataan. Menurut Rasulullah SAW sendiri, perbuatan namimah ini akan mendapatkan siksa kubur yang sangat pedih, tetapi tidak banyak yang menyadari bahwa mereka telah malakukan perbuatan namimah atau adu domba ini.

Dalam riwayat disebutkan sejumlah akibat buruk dari namimah, di antaranya sebagai berikut:

1. Azab Kubur

Ibnu Abbas meriwayatkan 1/3 dari azab kubur berkaitan dengan namimah. Dalam hadis lain Abdullah bin ’Abbas menuliskan sebagai berikut:

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Artinya:

Nabi melewati dua kuburan, lalu beliau Shallallahu‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namîmah (adu domba)”. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian beliau menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Mengapa Anda melakukannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab: “Semoga Allâh SWT meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering” (H.R. Al-Bukhâri, No. 218; Muslim, No. 292).

2. Dijauhkan dari Surga

Diriwayatkan dari Imam Baqir as, namim adalah di antara orang yang diharamkan memasuki surga. Selanjutnya, dari Hammâm bin al-Hârits berkata sebagai berikut:

عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: كَانَ رَجُلٌ يَنْقُلُ الْحَدِيثَ إِلَى الْأَمِيرِ، فَكُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ الْقَوْمُ هَذَا مِمَّنْ يَنْقُلُ الْحَدِيثَ إِلَى الْأَمِيرِ، قَالَ: فَجَاءَ حَتَّى جَلَسَ إِلَيْنَا فَقَالَ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ»

Artinya:

Dahulu ada seorang laki-laki yang menyampaikan berita kepada amir (gubernur). Kami sedang duduk di dalam masjid, orang-orang mengatakan, “Orang ini biasa menyampaikan berita kepada amir”. Dia datang dan duduk dekat kami, Hudzaifah lantas berkata, “Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: ‘Tidak akan masuk surga orang yang melakukan namîmah’” (H.R. Muslim, No. 105).

3. Perbuatan yang pelakunya dicela oleh Allah SWT

Allah SWT berfirman sebagai berikut:

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ ﴿١٠﴾ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

Artinya:

“Dan janganlah kamu taat kepada orang-orang yang suka bersumpah dan hina. Yang suka mencela dan berjalan kian kemari untuk berbuat namîmah” (Al-Qalam/68: 10-11).

4. Tidak Terkabulnya Doa

Disebutkan oleh Ka’ab al-Ahbar, suatu ketika Bani Israel dilanda kelaparan. Nabi Musa as berkali-kali memohon kepada Allah SWT agar diturunkan hujan, tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa as, “Di kalangan kalian ada seorang yang gemar mengadu domba, selama orang tersebut masih ada, Aku tidak akan mengabulkan permintaanmu“. Nabi Musa as kemudian meminta agar Allah SWT memberitahu siapa orangnya. Allah SWT berfirman, “Aku melarangmu untuk namimah, bagaimana mungkin Aku sendiri akan melakukannya?

5. Kehinaan dan Terbongkarnya Aib

Disebutkan namimah akan selalu diiringi dengan kebohongan, hasud, dan nifak dan ini adalah pemanggang yang dengan api mengobarkan kehinaan dan aib.

6. Melahirkan Kebencian dan Perpecahan

Diriwayatkan dari Imam Ali as, “Jauhilah namimah, karena menabur benih permusuhan dan dapat menjauhkan antara Tuhan dengan manusia“.

Cara Mencegah Perbuatan Namimah

Cara mencegah namimah adalah dengan cara meninggalkan pemicunya, seperti hasad (dengki) dan dendam. Begitu juga dengan mengingat akibat buruk dari namimah di dunia dan akhirat yang telah dijelaskan dalam riwayat-riwayat yang ada, dapat dijadikan solusi untuk sembuh dari kebiasaan melakukan namimah.

Faidh Kasyani memberikan nasehat hal-hal yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan pelaku namimah:

  • Tidak membenarkan atau tidak menyetujui penyampaian dari pelaku namimah.
  • Mencegah dan melarangnya dari perbuatan namimah.
  • Tidak memiliki asumsi buruk mengenai orang lain setelah mendengarkan penyampaian namim.
  • Tidak menyelidiki mengenai benar tidaknya penyampaian namim.
  • Tidak menyampaikan atau menyebarkan ucapan namim.
  • Menjadikan namim sebagai musuh.

Sikap terhadap Pelaku Namimah

Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: ‘Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,’” hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:

  • Tidak membenarkan perkataannya karena tukang namimah adalah orang fasik.
  • Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya, dan mencela perbuatannya.
  • Membencinya karena Allah SWT.
  • Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
  • Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
  • Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah dia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan kepadaku begini dan begini”. Dengan begitu, dia telah menjadi tukang namimah karena dia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut”.

Perbuatan yang Bukan Termasuk Namimah

Apakah semua bentuk berita tentang perkataan atau perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya “tidak”. Bukan termasuk namimah jika seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunah atau wajib bergantung kepada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan kepada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain.

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga maupun hartanya”.

Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi atau mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam”.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika