Ekonomi

Pengertian APBD: Fungsi, Struktur, Dasar Hukum dan Mekanisme Penyusunannya

pengertian apbd
Written by Rosyda

Apa itu APBD? Pengertian APBD – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Simak penjelasan lebih lengkapnya mengenai APBD, berikut ini:

Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, (Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya), Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus serta Pendapatan lain-lain yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya dan Pendapatan Lain-Lain.

Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pengertian APBD Menurut Para Ahli

Achmad Fauzi – Menurut Achmad Fauzi, APBD adalah program pemerintah daerah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun mendatang, yang diwujudkan dalam satu bentuk uang.

1. Alteng Syafruddin

Menurut Alteng Syafruddin, APBD adalah rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama tahun kerja tersebut.

2. R.A. Chalit

Menurut R.A. Chalit, APBD adalah suatu bentuk konkrit rencana kerja keuangan daerah yang komprehensif yang mengaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang dinyatakan dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran.

3. M. Suparmoko

Menurut M. Suparmoko, APBD adalah anggaran yang memuat daftar pernyataan rinci tentang jenis dan jumlah penerimaan, jenis dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun tertentu.

Fungsi APBD

Menurut Ateng Syafruddin, fungsi dan kedudukan APBD yaitu: Sebagai dasar kebijakan menjalankan keuangan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk masa tertentu yaitu satu tahun anggaran. Sebagai pemberian kuasa dari pihak legislatif yaitu DPRD kepada kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif untuk melakukan pengeluaran dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah.

Sebagai penetapan kewenangan kepada kepala daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai bahan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berhak melaksanakan pengawasan bisa lebih baik. Pada Peraturan menteri dalam Negeri Nomor 13 Thn 2006 menyatakan bahwa APBD mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:

  • Fungsi Otorisasi – Anggaran daerah tersebut menjadi dasar untuk dapat melaksanakan pendapatan serta belanja daerah ditahun bersangkutan
  • Fungsi Perencanaan – Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman bagi manajemen didalam merencanakan suatu kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  • Fungsi Pengawasan – Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman untuk dapat menilai apakah kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
  • Fungsi Alokasi – Anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk dapat menciptakan lapangan kerja atau juga mengurangi pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga meningkatkan efisiensi & efektivitas perekonomian.
  • Fungsi Distribusi – Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
  • Fungsi Stabilisasi – Anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk dapat memelihara serta mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian suatu daerah.

 

Dasar Hukum APBD

Pada dasarnya tujuan penyusunan APBD sama halnya dengan tujuan penyusunan APBN. APBD disusun sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran penyelenggara negara di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Dengan APBD maka pemborosan, penyelewengan, dan kesalahan dapat dihindari. Dasar hukum dalam penyelenggaraan keuangan daerah dan pembuatan APBD adalah sebagai berikut Grameds:

  • UU No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.
  • UU No. 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  • PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
  • Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan Perhitungan APBD.

Prosedur Penyusunan APBD

Tahap proses penyusunan anggaran sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, dimulai dari proses penyusunan RPJP Daerah yang memuat visi, misi serta arah pembangunan daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Untuk lebih memahami prosedur penyusunan APBD, Grameds dapat membaca buku Pedoman Penyusunan APBD Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

beli sekarang

Setelah RPJP Daerah ditetapkan, tugas selanjutnya adalah Pemerintah Daerah menetapkan uraian dan penjabaran mengenai visi, misi dan program kepala daerah dengan memperhatikan RPJP Daerah dan RPJM Nasional dengan memuat hal-hal tentang arah kebijakan umum daerah, program serta kegiatan SKPD yang dituangkan dalam Renstra dengan acuan kerangka pagu indikatif.

RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak kepala daerah dilantik berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 19 ayat (3). Setelah itu dilanjutkan dengan penetapan RKPD yang ditetapkan setaip tahunnya berdasarkan acuan RPJMD, Renstra, Renja dan memperhatikan RKP dengan Peraturan Kepala Daerah sebagai dasar untuk penyusunan APBD.

Proses perencanaan dari RPJP Daerah, RPJM Daerah, sampai dengan RKP Daerah sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2005 berada di BAPPEDA.

Komponen Pembentuk APBD

Adapun komponen yang membentuk APBD diatas terdiri dari 4 bagian, yaitu ringkasan pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan.

1. Pendapatan

Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan. Untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber : Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi Transfer dari pusat, dan Pendapatan lainnya. Mengingat rata-rata sumber pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar 80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable (ketergantungan).

2. Belanja

Bagian ini menunjukkan perkembangan total belanja dalam periode 3 (tiga) tahun. Selain itu, akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain.

Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi ke dalam 10 (sepuluh) jenis , yaitu : Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Tak Terduga. 

Pemahaman lebih dalam mengenai hal ini juga bisa Grameds temukan pada buku Permendagri Pedoman Pemberian Hibah & Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.

beli sekarang

3. Surplus atau Defisit

Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja, dan surplus/defisit dalam periode 3 (tiga) tahun. Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus/defisit” secara Nasional. Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan terjadi karena hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan pelayanan publik secara optimal dalam beberapa hal.

4. Pembiayaan

Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah, jika Pendapatan lebih kecil maka terjadi defisit dan akan ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.

Sumber APBD

1. Retribusi

Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedia layanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat. Ada tiga jenis retribusi, antara lain:

  • Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees) seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan. Pemberlakuan biaya atau tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.
  • Retribusi Jasa Umum (Public Prices) adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas hiburan atau rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisi swasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
  • Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges) secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.

2. Pendapatan Daerah

Bisa bersumber dari Pajak daerah dibagi jadi 2 yakni pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Contohnya

  • Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan lainnya,
  • Retribusi daerah, misalnya retribusi pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain-lain.
  • Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, misalnya dividen dan penyertaan modal daerah pada pihak ketiga, Lain-lain penerimaan daerah yang sah, seperti jasa giro, pendapatan bunga, komisi, potongan,
  • Dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan Pendapatan lain seperti hibah dan pendapatan dana darurat.

Kemandirian APBD berkaitan erat dengan kemandirian PAD. Hal ini karena semakin besar sumber pendapatan dari potensi daerah, maka daerah akan semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Di mana kepentingan masyarakat tanpa muatan kepentingan pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

Buku Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Apbd juga bisa menjadi referensi dalam rangka emberikan pemahaman serta pedoman bagi para pengelola keuangan daerah dalam memberikan, menganggarkan, melaksanakan, dan menatausahakan, melaporkan, mempertanggung jawabkan serta memonitori dan mengevaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial.

beli sekarang

3. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Properti (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak properti. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yang lebih elastis.

4. Pajak Cukai

Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif administratif berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif. Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan.

Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun).

5. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)

Diantara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah didirikan basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.

6. Dana Bagi Hasil

Menurut PP No 55 Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1, dana bagi hasil (DBH) terdiri atas pajak dan sumber daya alam. DBH pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan. Sedangkan DBH sumber daya alam meliputi kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas, dan pertambangan panas bumi.

Besaran DBH sebagai berikut: Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari PBB dengan imbangan 10 persen untuk daerah. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari BPHTB dengan imbangan 20 persen untuk pemerintah dan 80 persen untuk daerah. Besaran dana bagi hasil pajak penghasilan dibagikan kepada daerah sebesar 20 persen. Dana bagi hasil dari sumber daya alam ditetapkan masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan.

7. Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN, dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Cara menghitung DAU sesuai ketentuannya sebagai berikut:

DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari dana alokasi umum.

DAU untuk suatu daerah kabupaten atau kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten atau kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten atau kota. Porsi daerah kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.

8. Dana Alokasi Khusus

Menurut UU No 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu. Tujuan DAK untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus tersebut adalah: Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan alokasi umum. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

9. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Thn 2000 mengenai suatu Pengelolaan Keuangan Daerah dikatakan ialah, bahwa pendapatan daerah adalah suatu hak pemerintah daerah yang diakui ialah sebagai penambah nilai kekayaan yang bersih. Penerimaan daerah adalah suatu uang yang masuk ke suatu daerah dalam periode thn anggaran tertentu.

Pada Undang-undang Nomor 25 Thn 1999 Pasal 21 menggemukan, bahwa suatu anggaran pengeluaran dalam APBD tersebut tidak dapat atau tidak boleh melebihi anggaran penerimaan.

Didalam penjelasan pasalnya tersebut, adalah daerah tidak dapat atau tidak boleh menganggarkan pengeluaran tanpa adanya kepastian terlebih dahulu tentang ketersedian sumber pembiayaannya serta juga mendorong daerah untuk dapat meningkatkan efisiensi pengeluarannya. Searah dengan hal itu Peraturan Pemerintah Nomor 105 Thn 2000 mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah mengemukakan, ialah bahwa jumlah belanja yang dianggarkan di dalam suatu APBD adalah suatu batas tertinggi untuk pada tiap-tiap jenis belanja.

Rekomendasi Artikel & Buku Terkait

Buku Terkait

1. Globalisasi, Ekonomi Konstitusi, Dan Nobel Ekonomi

globalisasi ekonomi

Beli Buku di Gramedia

2. Ekonomi Moneter: Study Kasus Indonesia

ekonomi moneter

Beli Buku di Gramedia

3. Politik Ekonomi Indonesia

politik ekonomi indonesia

Beli Buku di Gramedia

Sumber: dari berbagai sumber

About the author

Rosyda

Saya adalah Fauziyah dan menulis adalah bagian dari aktivitas saya, karena menulis menjadi salah satu hal yang menarik. Sesuai dengan latar pendidikan saya, tema yang saya suka seputar ekonomi dan manajemen.

Kontak media sosial Instagram saya Rosyda Nur Fauziyah