in

Review Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Saat Sendirian

Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian adalah buku yang ditulis oleh Desi Anwar. Buku ini diterbitkan pada akhir tahun 2020, dan masuk ke dalam kategori buku pengembangan diri. Buku Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian ini memuat sejumlah esai yang dibagi menjadi beberapa topik yang berbeda.

Dalam setiap bagiannya, Desi Anwar menawarkan permenungan yang berbeda, dari sudut pandang yang berbeda, dan menjelajahi berbagai topik yang ada di alam semesta. Pada intinya, buku ini membahas mengenai kesendirian. Kesendirian yang sangat dirasakan ketika pandemi menyerang dunia.

Dalam buku ini, Desi Anwar memaparkan bahwa salah satu pelajaran yang dapat kita ambil dari pandemi, yaitu cara mengatasi kesendirian. Peraturan karantina dan social distancing kini menjauhkan kita dari orang lain. Peraturan ini memaksa kita untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama sosok yang biasanya sulit untuk sediakan waktu baginya. Sosok itu adalah diri kita.

Sosok diri sendiri yang kerap kali kita abaikan ketika kita sibuk berinteraksi dengan dunia luar. Namun, sosok ini tak dapat kita hindari lagi, karena kita terpaksa menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Keadaan nampak begitu sulit. Namun, kita mampu mengubah masa sulit ini menjadi pelajaran yang bermanfaat. Berkurangnya interaksi sosial membuat kita menjadi memiliki lebih banyak waktu untuk berhubungan kembali dengan diri sendiri, dan merenungkan hubungan tersebut.

Menghabiskan waktu sendirian menjadi kesempatan yang langka dan sangat bernilai untuk menemukan hakikat diri kita yang sesungguhnya. Kita juga bisa mengajukan berbagai pertanyaan mengenai keberadaan diri atau kehidupan yang mungkin selama ini jarang terpikirkan atau bahkan kita anggap remeh.

Melalui buku ini, terdapat banyak kumpulan renungan dan pikiran acak dari pikiran penulis selama masa pandemi. Melalui buku ini, Desi Anwar ingin mencoba menunjukkan bahwa kesendirian bukan menjadi sebuah penderitaan atau siksaan yang harus ditakuti atau dihindari. Jika dinikmati secara utuh, kesendirian dapat menjadi seni yang mencerahkan dan menyembuhkan.

Profil Desi Anwar – Penulis Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Sumber foto: Twitter @desianwar

Desi Anwar merupakan wanita kelahiran Bandung, 11 Desember 1962. Desi Anwar merupakan seorang penulis dan presenter berita terkemuka di Indonesia. Desi Anwar merupakan anak dari pasangan Khaidir Anwar dan Wahidar, yang asalnya dari Minangkabau. Sang ayah berasal dari Lintau Buo, Tanah Datar, dan ibunya berasal dari VII Koto Talago, Lima Puluh Kota.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Kedua orang tua Desi Anwar bekerja sebagai akademisi dan ilmuwan. Ayahnya merupakan seorang ahli sosiolinguistik dan pernah mengajar di Universitas London, Inggris selama 20 tahun. Desi Anwar memulai karirnya dengan menjadi pembawa acara berita Seputar Indonesia, Buletin Siang dan Buletin Malam, dan Nuansa Siang, di stasiun televisi RCTI. Desi Anwar melakoni profesi sebagai pembawa acara di sana hingga tahun 1999.

Hingga pada akhirnya, Desi memutuskan untuk pindah ke situs portal berita bernama Astaga.com. Pada tahun 2000, Desi Anwar kembali melakoni dunia redaksi televisi dengan bergabung di stasiun berita pertama di Indonesia, yaitu Metro TV. Di Metro TV, Desi Anwar menjabat sebagai GM Marketing dan Business Development. Desi juga sempat beberapa kali tampil menjadi pembawa acara di Metro TV, seperti pada acara Face to Face with Desi Anwar, dan Economic Challenges with Desi Anwar.

Selain itu, Desi sempat bergabung menjadi jurnalis dan Dewan Redaksi di CNN Indonesia yang resmi rilis pada tanggal 17 Agustus 2015, yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-70. Di sana, ia menjadi pembawa acara Insight With Desi Anwar yang sempat ditayangkan juga di Trans7 untuk edisi khusus Presiden Joko Widodo serta Jejak Petualang. Desi juga sempat ikut serta dalam program CNN Indonesia News Report, dan CNN Indonesia Prime bersama Alfito Deannova Gintings di Trans TV di awal kemunculan CNN Indonesia.

Desi Anwar sebagai pembawa acara dikenal sukses dan populer. Ia juga telah mendapatkan berbagai penghargaan dari karirnya sebagai pembawa acara, di antaranya penghargaan dari Tabloid Citra sebagai Pembawa Acara Berita Terbaik (1994–1997), Panasonic Award sebagai Pembawa Acara Berita Terbaik (1997 dan 1998), dan Asian Television Awards sebagai Kandidat Pembawa Acara Berita Terbaik (1998). Selain sebagai seorang presenter, Desi Anwar juga dikenal sebagai seorang penulis.

Sejumlah buku yang ditulis oleh Desi Anwar, yaitu Tweets for Life: 200 Wisdoms for a Happy, Healthy, and Balanced Life (2011), Hidup Sederhana (2014), Faces & Places – 35 Tokoh & 50 Tempat Yang Menginspirasiku (2016), 148 Tips for Life (2016), Faces & Places: A Traveler’s Notes (2016), Being Indonesian: Life, Strife, and the Pursuit of Democracy in Indonesia, 1997-2007 : Collected Essays (2016), Lima Cerita: Kisah-Kisah Menjadi Dewasa (2019), Hidup Sederhana: Hadir di Sini & Saat Ini (2019), Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi (2020), OFFLINE: Finding Yourself in the Age of Distractions, dan The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian (2020).

Sinopsis Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Pada masa pandemi yang sedang melanda seluruh dunia, semua orang bagaikan musuh yang harus dihindari. Juga lebih seperti malaikat maut yang harus kita jauhi. Orang yang sudah tua, orang yang lemah, orang yang sakit, dan orang yang sedang tidak sehat sangat rentan untuk terinfeksi. Sedangkan, orang yang masih muda, yang lincah, yang kuat, berpotensi menjadi penyebar virus.

Jadi, pandemi ini menuntut kita untuk bertentangan dengan sifat asli kita sebagai makhluk sosial, kita kini tidak dapat saling bersosialisasi. Masing-masing diharuskan menciptakan gelembung keamanan sendiri. Kita menjadi tidak memiliki keberanian untuk keluar meninggalkan gelembung itu. Gelembung yang mungkin akan dibawa ke liang lahat, jika kita mati karena berlindung di dalamnya. Sebab, pandemi menjadi salah satu keadaan yang memaksa kita untuk saling memalingkan diri ketika kita justru sangat saling membutuhkan.

Sebagai contoh, pada saat-saat bahagia seperti pesta pernikahan atau pesta ulang tahun. Contoh lainnya, yaitu ketika merayakan pencapaian pribadi, seperti lulus sekolah atau berhasil menjadi anggota tim impian. Pada momen sedih, seperti ketika sakit dan kematian. Hal-hal yang biasa kita lakukan bersama, kini tak dapat kita lakukan.

Sementara, untuk hal-hal yang dapat kita lakukan, kita harus melakukannya sendirian atau bersama dengan beberapa orang yang tinggal bersama kita. Lantas, bagaimana kita mampu menghadapi saat-saat ini? Saat kita sendirian, padahal sedang tak ingin sendirian? Apa yang kita lakukan ketika sedang sendiri?

Bagaimana cara kita menghabiskan waktu? Apa pikiran yang muncul di benak kita? Bagaimana kita menyikapi berbagai pikiran itu? Desi Anwar akan membagikan bagaimana ia berusaha memandang masa pandemi ini sebagai anugerah. Anugerah bagiwaktu dan anugerah bagi diri Sendiri. Lagi pula, bukankah waktu ini adalah sesuatu yang selama ini selalu kita rasa kurang?

Bukankah ini komoditas berharga yang sering kita rasa habis? Bagaikan pasir yang tak bisa dihindari, yang akan lolos dari jari ketika kita berusaha menggenggamnya? Sementara itu, diri sendiri yang hanyut dalam berbagai kesibukan dan kegiatan sehari-hari, terlena untuk menjalankan peran, agar bisa bermanfaat bagi orang lain, dalam peran apa pun yang sedang kita jalani. Tiba-tiba, masyarakat dihadapkan pada dirinya sendiri.

Dalam kesendirian itu, kita dipaksa untuk menghadapi diri sendiri. Kita dipaksa untuk mengenal sosok diri kita, kita dipaksa untuk memahami bagaimana kita berfungsi dan memahami kehidupan kita, serta dunia tempat tinggal kita. Kita mungkin tak menyukai apa yang kita temukan kala ini, atau justru merasa nyaman.

Namun, kita akan menyadari bahwa pada akhirnya, diri ini adalah sesuatu yang tak dapat kita hindari. Oleh karena saat ini kita belum dapat naik pesawat dan menyusuri dunia. Hal yang sebaiknya kita lakukan adalah menggunakan kesempatan ini untuk memulai perjalanan batin untuk menemukan dan memahami diri sendiri.

Dalam tulisan ini, yang berupa kumpulan pikiran dan renungan acak yang muncul ketika saya tengah sendirian. Saya berupaya menjadikan kesendirian bukan sebagai siksaan atau penderitaan, melainkan bagai sebuah seni yang selalu berubah dan mampu menyembuhkan. Sebab, perjalanan sungai ke arah batin ini tak perlu menyeret kita ke dalam dunia yang pilu dan suram.

Namun, kesendirian justru dapat mendorong kita ke alam yang jernih, bagsi kejernihan batin. Dengan demikian, diri ini tak lagi menjadi sumber rasa sedih dan sakit yang kita ingin hindari, tetapi menjadi tempat berlindung yang dapat membuat kita merasa bebas dan nyaman. Tempat yang ingin kita kunjungi kembali berulang kali, tanpa henti. Nikmati kesendirian anda.

Kelebihan Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Desi Anwar mampu menyajikan esai yang dapat membuat para pembacanya merenung untuk dapat menyikapi kesendirian sebagai seni yang menyembuhkan. Gaya bercerita dan gaya bahasa Desi Anwar sangat baik. Pemilihan katanya mencerminkan bahwa ia menguasai Bahasa Indonesia dengan baik.

Bagian-bagian dari buku ini mampu membuat pikiran para pembacanya berkelana dan terbuai. Sangat mencerminkan keadaan yang sama ketika kita lagi sendirian. Keadaan di mana kita sering berpikir kemana-mana. Entah itu memikirkan memori masa lalu, memikirkan rencana masa depan, atau sebatas khayalan-khayalan acak yang di luar batas nalar.

Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian menjadi sebuah pengingat. Pengingat bagi para pembaca untuk dapat menjalani hidup dengan sadar penuh. Melalui buku ini, pembaca dapat mendapatkan gambaran besar bahwa kita bisa menemukan banyak hal dari momen kesendirian. Maka itu, akhirnya kita bisa mencoba untuk lebih sadar terhadapnya.

Para pembaca juga mendapati buku ini bagaikan teman yang menemani kita menghadapi kesulitan di masa pandemi. Teman yang membantu kita mengatur pikiran kita, agar dapat mengusir pikiran-pikiran yang negatif. Teman yang memberitahu kita bahwa kita dapat menciptakan kebahagiaan bagi diri kita sendiri. Teman yang membuka pikiran kita bahwa masa pandemi ini memiliki sisi positif.

Kekurangan Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Beberapa pembaca menemukan ada beberapa bagian yang kesannya monoton dan dipanjang-panjangkan. Inti pesan yang ingin disampaikan sedikit, tetapi narasinya terlalu panjang, sehingga pesan yg ingin disampaikan malah tak menonjol. Bagian yang panjang ini menjadi cukup berbelit dan membuat para pembaca kesulitan untuk memahami maksud dari pesan yang ingin disampaikan.

Pesan Moral Buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Kerap kali kita terlalu sibuk untuk meluangkan waktu bagi orang lain, orang terkasih, orang yang berharga dalam hidup kita. Namun, kita seringkali lupa bahwa diri sendiri juga merupakan sosok yang perlu kita apresiasi. Sosok yang perlu kita luangkan waktu baginya, sosok yang perlu kita kenal.

Kesendirian menjadi sarana bagi kita untuk mengenal diri sendiri dan memperlakukan diri kita sebagaimana kita memperlakukan orang lain. Perlakuan yang kita usahakan selalu baik.

Mungkin kita dilahirkan ke dunia bukan untuk kalah atau menang, melainkan untuk belajar.

Kesendirian bukan sebuah penderitaan dan tidak selalu bersifat menyedihkan. Kesendirian dapat menjadi suatu momen yang indah, yang dijalin oleh dirimu bersama dirimu sendiri.

Bagi kalian yang ingin mendalami makna dari kesendirian, kalian dapat membaca buku The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian karya Desi Anwar dengan mendapatkannya hanya di Gramedia.com.

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy