in

Review Buku Humankind dari Rutger Bregman

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk ciptaan yang paling sempurna diantara ciptaan lainnya. Dibandingkan dengan seluruh ciptaan yang lainnya, manusia memiliki kelebihan pada akal budi dan hati nuraninya. Jadi, manusia memiliki perasaan yang lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya.

Meskipun manusia pada dasarnya memiliki hati nurani yang baik. Tak dapat dipungkiri bahwa manusia juga memiliki sisi jahat yang dapat menyakiti orang lain. Baik secara perkataan, tindakan, dan pemikiran.

Saat ini, manusia memiliki image yang sangat buruk antara satu dengan yang lainnya. Manusia dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sisi gelap manusia yang sering kali menguasai kepribadian, sikap, pemikiran dan tindakan yang dilakukan.

Tindakan dari sisi gelap tersebut sering kali membuat seseorang terluka. Dengan melukai perasaan, mental, dan juga fisik orang lain, berarti kamu adalah seseorang yang sangat jahat dan bisa menjadi ancaman bagi orang lain.

Mungkin hal simpel yang dapat kamu temui dalam kehidupan keseharian adalah julid. Yap! Julid atau membicarakan orang lain tanpa dasar fakta dan kebenaran bisa menjadi sesuatu yang sangat jahat. Kamu bisa membentuk pemikiran yang dan perilaku yang jahat kepada orang yang sedang kamu bicarakan dengan tidak benar.

Manusia itu memiliki sifat dasar yang egois, agresif, dan cepat panik. Manusia cenderung akan mementingkan dirinya sendiri dibandingkan dengan orang lain. Sifat-sifat egois, agresif, dan cepat panik inilah yang menjadikan manusia memiliki karakter yang jahat.

Sebuah ungkapan dari bahasa latin yang banyak sekali diaminkan oleh sebagian besar umat manusia adalah Homo homini lupus. Ungkapan dalam bahasa latin tersebut memiliki arti yang menggambarkan dimana manusia adalah seekor serigala yang selalu siap untuk menerkam mangsanya ketika dihina.

Artikel kali ini akan membahas buku dari Rutger Bregman yang berjudul Human Kind: Sejarah Penuh Harapan. Jika tadi pada pembuka di atas dibahas tentang sisi gelap manusia yang sangat jahat karena egois, agresif, dan cepat panik. Kali ini dalam bukunya, Rutger Bregman melihat sesuatu yang berbeda.

Rutger Bregman memiliki pendapat yang berbeda tentang paradigma jahat manusia. Oleh karena itu, Rutger Bregman menuliskan pendapatnya melalui sebuah buku yang saat ini akan kita bahas bersama-sama, Human Kind: Sejarah Penuh Harapan.

Tanpa berlama-lama lagi, mari kita bahas apa yang dikemukakan oleh Rutger Bregman dalam buku ini tentang sisi baik dari manusia. Selamat membaca!

Review Buku Humankind Karya Rutger Bregman

Melalui buku Humankind ini, Rutger Bregman kembali melihat dan menganalisis sejarah masa lalu yang begitu kejam dengan penuh harapan, sehingga diharapkan hasilnya dapat membantu merancang masa depan yang penuh kebaikan. 

Dalam buku Humankind, Rutger Bregman membaginya ke dalam lima bagian bab, prolog, dan juga epilog. Buku Humankind dibuka dengan kisah sejarah Hitler yang menyerang Britania Raya. 

Melalui cuplikan kisah sejarah kejam, kisah tersebut justru menyadarkan dan memberikan penegasan bahwa dibalik ketegangan dan kejahatan serangan pada saat itu, manusia justru pada akhirnya akan kembali memunculkan sifat aslinya, yaitu saling menolong satu sama lain.

Bagian prolog dalam buku ini dibuka dengan sangat menarik oleh Rutger Bregman. Tanpa sadar, pada bagian awal, para pembaca akan setuju bahwa manusia memiliki sifat asli dan paling mendasar sebagai makhluk sosial, yaitu membantu orang lain dan membutuhkan orang lain.

Rutger Bregman kembali melanjutkan pendapatnya ke dalam bab-bab selanjutnya dalam buku ini. Rutger Bregman juga menguji jati diri manusia dari masa ke masa. Di bagian pertama, Rutger Bregman membawa pembaca kepada kisah kehidupan nenek moyang. Kemudian,  Rutger Bregman juga menghadirkan beberapa penelitian yang mengguncang dunia tentang penjara bawah tanah Stanford University.

Setelah Rutger Bregman memaparkan kisah tersebut, ia juga mulai membicarakan tentang “Mengapa manusia yang baik bisa menjadi jahat?”. Pertanyaan ini sama dengan kegelisahan Jonathan Haidt dalam buku The Righteous Mind. Kegelisahan Jonathan adalah mengapa orang baik dipisahkan oleh politik dan agama. 

Rutger Bregman mencoba untuk mengkritik tentang fenomena kekuasaan dan pencerahannya yang membuat orang-orang di luar sana buta terhadap kebaikan. Menurut Rutger Bregman, manusia harusnya memiliki naluri dasar dari homo puppy.

Dimana naluri ini mengatakan bahwa wajah seseorang yang memerah memang karena malu itu tak apa. Namun, Rutger Bregman tidak melihat hal tersebut pada orang-orang yang haus dan gila pada kekuasaan. 

Rutger Bregman menilai bahwa orang-orang tersebut memiliki wajah yang pucat. Mereka tidak memiliki rona merah pada wajahnya, sehingga seakan-akan orang-orang yang haus kekuasaan tersebut adalah orang yang terkena obat bius. 

Kekuasaan sebagai obat bius yang membuat masyarakat tidak peka terhadap orang lain. itulah yang dikatakan Rutger Bregman dalam buku Humankind. Rutger Bregman selanjutnya membahas bahwa jati diri manusia yang sesungguhnya adalah kebaikan.

Rutger Bregman mencoba untuk mengaplikasikan teori yang berkata bahwa manusia itu baik pada dasarnya dari ranah pendidikan.

Seorang anak dikenal dengan sikap yang selalu menirukan apa yang dilihat olehnya, bukan? Begitu pula yang ingin disampaikan oleh Rutger Bregman. Seorang anak yang melihat kelakukan, perbuatan, pikiran, sikap dan tindakan yang baik, akan berperilaku seperti apa yang dia lihat. Hal ini menjadikan anak ini menjadi baik.

Dengan menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan keseharian, anak pun akan membawa nilai tersebut selama masa tumbuh dan kembangnya. Alih-alih mengekang, seorang anak seharusnya diberikan kebebasan untuk bermain, bukan?

Kemerdekaan bermain adalah hak setiap manusia. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang suka untuk bersosialisasi dan bermain, homo ludens.

Namun, yang sangat mengecewakan dari fakta yang Rutger Bregman paparkan dalam buku ini adalah delapan puluh persen dari sepuluh ribu anak yang dijadikan sebagai penelitian berpikir bahwa orang tua mereka akan lebih mementingkan dan lebih senang jika nilai akademis mereka lebih bagus dibandingkan dengan sifat dan perilaku yang baik.

Sungguh naas bukan? Apakah kamu juga menerapkan nilai seperti itu kepada anak maupun orang disekitar kamu? Jawablah dalam hati dan mari kita lanjut membahas buku ini.

Dari penelitian tersebut, Rutger Bregman menemukan hasil bahwa dengan hilangnya sifat dasar manusia untuk bersosialisasi dan bermain, akan membuat manusia tersebut mengalami tingkat depresi yang sangat tinggi dan dijauhi dari perasaan bahagia.

Rutger Bregman menyebutkan bahwa dunia ini adalah fase dimana generasi manusia sekarang ini lupa cara untuk bermain. Fenomena ini membuat manusia memiliki sisi kaku dan serius yang keterlaluan.

Esensi dari sebuah permainan adalah kebebasan dan ruang kreatif. Namun, dengan batasan tersebut, ruang kita untuk bebas dan berimajinasi juga semakin dibatasi.

Pada bagian akhir bab dari buku Humankind karya Rutger Bregman, ditutup dengan sebuah ayat yang diambil dari Alkitab. Ayat tersebut berbunyi, jika seseorang menampar pipi kiri kamu, maka berikan pula pipi kanan kamu.

Hal ini diangkat Rutger Bregman untuk menjelaskan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh setiap orang harusnya totalitas dan tidak setengah-setengah. Kebaikan bukan hanya masalah tindakan yang baik, tetapi bagaimana cara kita menghargai sesama yang ada di sekeliling kita.

Totalitas lah saat kamu merangkul orang yang seiman atau sejalan dengan kamu. Namun, kamu juga harus totalitas kepada orang yang berbeda iman dan tidak sejalan dengan kamu. Manusia terlalu melihat sisi gelap mereka dan mementingkan prasangka buruk yang ada dalam benaknya terhadap manusia lainnya.

Prasangka tersebut juga lah yang membatasi pergerakan dan sosialisasi mereka. Di saat seperti inilah waktu yang paling tepat untuk minum teh bersama. Bahkan minum teh yang satu meja dengan para teroris.

Menurut Rutger Bregman, dengan begitu kita bisa saling mengerti dan memahami satu sama lain. Jika kamu ingin dimanusiakan oleh manusia, maka bersikap dan bersiaplah untuk memanusiakan manusia. Maka, apa yang kamu inginkan sebagai manusia akan terpenuhi.

Buku Humankind ini ditutup dengan epilog yang sangat baik. Rutger Bregman memaparkan sepuluh peraturan hidup yang dapat digunakan untuk memupuk dan menumbuhkan kebaikan serta memadamkan kobaran api kebencian yang ada dalam diri seorang manusia.

Sepuluh aturan hidup untuk memupuk kebaikan pada dasarnya dimulai dari dirimu sendiri dengan mengenali secara utuh siapa diri kamu.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, buku ini menyadarkan para pembacanya tentang nilai dasar dari seorang manusia. Manusia yang merupakan makhluk sosial pastinya akan membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain. 

Secara tanpa sadar, kebutuhan akan pertolongan dan kasih sayang adalah sebuah bentuk kebaikan dasar yang sering kali tak disadari oleh manusia. Namun, manusia juga memiliki sisi gelap yang membuatnya buta akan hal-hal baik.

Mereka sering mengabaikan perasaan mereka sebagai manusia sosial dan lebih mementingkan kepada nilai diri untuk pamer dan memenuhi kepuasan dari kehausan mereka akan kekuasaan dan penilaian orang lain.

Orang yang mabuk dengan kekuasaan, sudah pasti orang tersebut memiliki suara hati yang tertutupi dengan rasa serakah dari sisi gelap yang ada di dalam diri manusia. Mereka terlalu terbuai dengan kekuasaan, hingga mengabaikan hati nurani dan sikap berempati mereka terhadap manusia lainnya.

Meskipun begitu, Rutger Bregman mengajarkan kita untuk melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Supaya apa? Supaya kita bisa mengerti posisi manusia lain, posisi diri sendir, dan tindakan yang harus dilakukan guna mengatasi kejadian yang saat itu terjadi.

Rutger Bregman juga mengajarkan bahwa pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang butuh dengan kebebasan. Manusia membutuhkan ruang untuk bisa menjadi diri sendiri dengan menyalurkan creativity dan aspirasi mereka.

Rutger Bregman dalam buku Humankind juga menyatakan bahwa pada akhirnya, manusia punya potensi untuk melakukan perbuatan yang baik ataupun yang buruk. Namun, tergantung dari bagaimana kita memilih sisi tersebut. Apakah sisi yang baik atau malah memilih sisi yang buruk? Tergantung dari apa yang kita percayai dan bagaimana cara kita untuk menyikapinya.

Maka dari itu, Rutger Bregman pada akhir bukunya menyimpulkan bahwa pada akhirnya yang tahu tentang sisi baik dan buruk, tentang kebaikan dan keburukan hanya dari diri sendiri. Caranya adalah dengan mengenal diri sendiri dan menggali tentang siapa diri kita yang sebenarnya.

Berdasarkan dari review buku Humankind di atas, apakah kamu tertarik untuk melihat keseluruhan pendapat yang dikemukakan oleh Rutger Bregman dalam buku Humankind? 

Kelebihan dan Kekurangan Buku Humankind

Buku Humankind karya Rutger Bregman ini ditulis dengan sentuhan personal. Terlihat dari bagaimana Rutger Bregman menjelaskannya dalam bukunya ini. 

Buku ini memang seperti buku non fiksi pada umumnya. Strukturnya juga sama. Namun, kamu tidak akan pernah merasa bosan dengan pilihan quotes yang disajikan pada setiap bagian dari buku ini.

Quotes yang dipilih sangatlah mendalam dan memiliki makna yang begitu dalam seperti yang akan dibahas pada bagian bab tersebut. Sebelum membaca keseluruhan babnya, kamu akan terenyuh dan menyadari bahwa quotes ini menjelaskan garis besar dari pembahasan yang dilakukan.

Kelebihan lain dari buku ini adalah adanya sajian fakta yang begitu lengkap dan mendukung pernyataan dari Rutger Bregman. Rutger Bregman tidak hanya melakukan analisis terhadap kegiatan atau situasi buruk yang membuat manusia buta.

Rutger Bregman juga memberikan teori-teori dan saran yang bisa dilakukan oleh manusia untuk memperbaiki apa yang menurutnya salah. Teori yang dipaparkan oleh Rutger Bregman ini dapat diaplikasikan pada hampir seluruh nilai kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah dalam bidang edukasi, bisnis, dan juga pemerintahan. Selain itu, Rutger Bregman juga menambahkan istilah-istilah menarik yang sangat awam untuk dipikirkan oleh manusia. Hal ini membuat bukunya semakin menarik untuk di kulik dan dibaca. 

Kelemahan dalam buku ini adalah terdapat dapat informasi yang sangat padat sehingga sering kali para pembacanya merasa berat. Namun, lagi-lagi Rutger Bregman mengemasnya dalam buku yang sangat menyenangkan dengan sentuhan humor dan emosional.

Profil Penulis

Sumber: Pinterest.com

Rutger Bregman adalah seorang penulis di The Correspondent dan ia juga seorang sejarawan. Rutger Bregman adalah salah satu pemikir termuda yang sangat terkenal di Eropa. Rutger Bregman saat ini tinggal di Belanda.

Rutger Bregman lahir pada 26 April 1988 dan telah menerbitkan banyak buku yang berkisah tentang sejarah, filsafat, dan ekonomi. Di usia mudanya, Rutger Bregman sudah berpikir untuk menjadi seorang sejarawan akademis. 

Namun, pada kemudian hari Rutger Bregman bekerja sebagai seorang jurnalis dan secara teratur ia menulis jurnal online untuk De Correspondent. Selama menjadi jurnalis, Rutger Bregman sudah dua kali mendapatkan nominasi untuk European Press Prize untuk hasil karyanya di sana.

Pada tahun 2013 lalu, akhirnya Rutger Bregman mendapatkan penghargaan buku tahunan dari sebuah lembaga yang bernama Think Tank Liberales. Penghargaan tersebut Rutger Bregman dapatkan untuk buku non fiksi berbahasa Belanda yang paling hebat dan luar biasa, The History of Progress. 

Selain itu, pada tahun 2015, Rutger Bregman menuliskan sebuah esai untuk perayaan Bulan Filsafat bersama dengan Jese Frederik. Buku Humankind: Sejarah Penuh Harapan sendiri diterbitkan pertama kali pada tahun 2020 lalu dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.

Buat kamu Grameds yang senang mencari jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana nasib umat manusia di masa depan, bagaimana melihat kebaikan manusia, dan bagaimana cara memupuk kebaikan, kemungkinan kamu akan cocok dengan buku hasil karya dari Rutger Bregman yang berjudul Humankind: Sejarah Penuh Harapan. 

Banyak sekali hal menarik yang dibahas dalam buku karya Rutger Bregman yang satu ini. Meskipun padat dengan informasi, tetapi buku Humankind ini juga dibuat Rutger Bregman dengan sentuhan humor dan emosional yang mendalam. Sehingga buku ini terasa sangat dekat di hati.

Bagi kamu yang ingin membaca secara lengkap buku dari Humankind dan buku-buku menarik lainnya, kamu bisa mendapatkannya di www.gramedia.com loh! Jadi, selamat membaca!

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy