in

Review Buku Leaders Eat Last by Simon Sinek

Saat menginjak usia 20 tahun, kamu akan dihadapkan dengan situasi yang baru dari perjalanan hidup kamu. Sejak lahir, kamu sudah biasa menjadi seseorang yang membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup.

Entah dari orang tua maupun orang dewasa lain (yang sudah memiliki cukup umur dan kestabilan ekonomi, maupun mental). Saat menginjak usia dua puluh tahun, kamu akan 

Tentunya, lingkungan kerja seseorang akan memengaruhi mental dan kondisi fisik dari pekerjanya. Lingkungan yang nyaman akan membuat orang yang bekerja di sana juga merasa nyaman dan lebih produktif.

Saat lingkungan kerja kita tidak membuat kita nyaman untuk bekerja, tentu saja aktivitas pekerjaan kita akan semakin menurun (tidak produktif). Selain menyebabkan penurunan dari produktivitas pekerja, lingkungan toxic juga akan memengaruhi mental seseorang.

Kesehatan mental akhir-akhir menjadi isu yang sangat diperhatikan oleh semua orang. Ketika seseorang sudah merasakan toxic pada lingkungan kerjanya, ia akan mendapatkan tekanan berkali-kali lipat dibandingkan dengan lingkungan yang membuat ia merasa nyaman.

Seseorang yang sudah merasakan lingkungan toxic, memiliki kecenderungan akan tetap bertahan di tempat tersebut. Mereka lebih memilih untuk merasakan beratnya keadaan kantor dibandingkan dengan menganggur. 

Pasalnya, bukan masalah yang mudah untuk berhenti dari suatu pekerjaan dan harus menganggur untuk sementara waktu. Namun, ada juga orang yang berpikir bahwa lebih baik tidak ada pekerjaan dibandingkan harus bekerja dengan lingkungan yang toxic.

Buku Leaders Eat Last ini akan membahas secara detail alasan mengapa hal tersebut menjadi suatu hal yang sangat rumit ketika kita sudah bekerja di lingkungan yang toxic. 

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Dalam buku Leaders Eat Last akan ada tambahan tentang pembahasan resep bagaimana cara milenial menghandle hidup bermasyarakat dan pekerjaannya. Namun, dalam pembahasan ini kita tidak akan membahas tentang hal tersebut. Kita akan fokus bagaimana garis besar dari isi buku Leaders Eat Last ini.

Pada awal pembahasan dalam buku Leaders Eat Last banyak sekali orang yang salah paham akan kelanjutan topik dari buku ini. Para pembaca akan mengira bahwa buku ini akan membahas tentang masalah militer. 

Pada awalnya, buku ini menceritakan bagaimana seorang pilot dari militer mengambil sebuah tindakan yang sangat gegabah. Pilot militer ini mengambil tindakan yang melenceng dari peraturan militer, sehingga dianggap sangat membahayakan nyawa orang lain. 

Bagaimana menurut kamu? Apakah pilot militer ini benar-benar membahayakan nyawa banyak orang dengan mengambil tindakan gegabah? Tahukah kamu kalau setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu. 

Tindakan gegabah yang dilakukan sang pilot bukanlah tanpa alasan. Ia mengambil tindakan tersebut atas dasar dari analisis dan situasi yang sedang terjadi saat itu. Kejadian yang terjadi di tempat itu bukan lah sesuatu yang bisa kamu prediksikan. 

Saat itu, keadaan dari tim polit tersebutlah yang memaksa ia untuk melakukan tindakan tersebut. Kejadian yang sebenarnya terjadi adalah adanya perang di bawah sana dan pilot saat itu bekerja sebagai pemantau dan juga back up yang diperlukan).

Tak membahas lebih jauh, di akhir kisah pilot militer yang melakukan tindakan gegabah ini, penulis menjelaskan maksud dan pemahaman yang ia ingin sampaikan kepada para pembacanya. Konsep militer yang digunakan dalam cerita ini sebenarnya hanya untuk lebih-lebihkan cerita dan suasana.

Meskipun konsep militer dijadikan sebagai sebuah konsep yang melebihkan suasana cerita dan melebihkan kejadian untuk mendukung alur cerita tersebut, tetapi sebenarnya cerita tersebut merupakan salah satu pengalaman nyata yang menjadi salah satu pembelajaran dari buku ini.

Mari kita simak apa saja yang bisa dipelajari dari buku Leaders Eat Last karya Simon ini. Berikut adalah pelajaran yang dapat diambil.

Belajar dari Bangsa Sparta

Salah satu cerita di buku Leaders Eat Last menceritakan tentang bagaimana bangsa Sparta melakukan segala hal yang mereka kerjakan dengan kemampuan yang sangat baik. Bangsa ini terkenal sebagai bangsa penakluk yang memiliki kemampuan kerja yang luar biasa teratur.

Bangsa ini sangat kaku dengan peraturan. Banyak sekali kode etik yang harus ditaati oleh seorang prajurit saat ingin melakukan perang. Bangsa ini melihat bahwa, salah satu hal yang paling penting dalam peperangan adalah perisai yang digunakan untuk mempertahankan dan melawan musuh.

Bangsa Sparta tidak akan mempermasalahkan jika salah satu orang dari prajuritnya kehilangan alat-alat perang, seperti helm kepala dan pelindung dada. Namun, sebaliknya, jika salah satu orang dari antara barisan prajurit menghilangkan perisai perang. Ia akan dihadapkan dengan hukuman yang cukup berat.

Mengapa hal ini dianggap sangat penting? Karena soal nilai yang dianut oleh bangsa Sparta ini. Apa yang menurut kamu menjadi masalah ketika seorang prajurit dalam barisan tersebut tidak punya perisai? Yap! Mereka langgar kode etik dasar. Kode etik dasar yang telah disepakati adalah jika ingin melakukan perang maka kamu harus memiliki perisai.

Hal ini sangat penting. Dikarenakan, bangsa Sparta melihat dengan kehilangan salah satu perisai yang menjadi pelindung dan pertahanan dalam barisan perang, akan membuat kekuatan dan pertahanan dari barisan anggota prajurit akan berkurang dan melemah. Oleh sebab itu, mereka sangat konsen dengan hal ini. 

Lalu, apa hubungannya dengan masa sekarang ini? Buku Leaders Eat Last ini menceritakan tentang circle of safety, yang memiliki arti bahwa keadaan di dalam sebuah circle harus kuat terlebih dahulu sebelum melihat atau menyerang ke luar.

Hal ini sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Sparta, bukan? Mempersiapkan segala sesuatu sampai keadaan dan situasi benar-benar siap. Sehingga, ketika musuh datang dan menyerang, kita secara fisik dan mental, tenaga dan pikiran, sudah bisa difokuskan untuk melihat sisi di sekitar lingkungan.

Tugas pertama dan utama dari seorang leader di sebuah perusahaan adalah untuk memastikan bahwa setiap anggota atau karyawannya telah bekerja dengan porsinya dan mendapatkan sesuai dengan porsinya juga. Tidak lebih dan kurang, harus porsi yang pas.

Rasa aman adalah mesin utama dari kemajuan perusahaan dan rasa aman adalah hal yang harus dijaga oleh pemimpin dan kelompoknya. Inilah yang dikatakan oleh buku Leaders Eat Last. Rasa aman memang tidak terbentuk secara manual. Namun, harus dibangun dengan ketulusan dan kebaikan.

Pemimpin dalam sebuah perusahaan sangat wajib untuk menjamin keamanan dari para pegawainya. ketika rasa aman tercipta maka perusahaan akan berjalan dengan baik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan perisai yang kuat kamu bisa melindungi keseluruhan prajurit dan wilayah yang ingin kamu amankan. Dengan pemimpin perusahaan yang tahu batasan untuk mempekerjakan karyawannya, maka perusahan juga mendapat perlindungan (kepercayaan, kenyamanan, dll ) dari karyawannya, karena kenyaman pegawai adalah mesin utama dari berjalannya perusahaan.

Lingkungan yang Toxic

Kita lanjut kepada pembahasan berikutnya. Tempat kerja yang asik dan nyaman adalah impian semua orang, bukan? Baik dari lingkungan pertemanan, maupun hubungan kamu dengan atasan dan sesama karyawan. 

Sebagian orang berpendapat bahwa akan lebih berbahaya jika kamu bekerja di tempat yang sangat toxic, dibandingkan dengan tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Apakah dari antara kalian yang membaca pembahasan ini pernah mengalami lingkungan kerja yang toxic?

Kata toxic di sini memiliki maksud sebagai sebuah kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak ada sisi kerjasama antar karyawannya, tidak ada keterbukaan, tidak ada kedisiplinan dari pimpinan yang tidak bertanggung jawab atas timnya, dan adanya persaingan ketat untuk mendapatkan upah yang maksimal (dalam buku ini tidak disebutkan tentang pengembangan diri saat bekerja).

Hal ini sempat dibuktikan juga dengan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Universitas Canberra. Dimana hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa bekerja di tempat yang tidak membuat kamu bahagia, secara tidak langsung akan membuat diri kamu terancam bahaya secara kesehatan (fisik dan non fisik atau mental), bahkan jauh lebih buruk daripada kamu tidak memiliki pekerjaan sama sekali.

Tugas utama sebagai seorang pemimpin adalah dengan membentuk sebuah budaya yang sehat dalam lingkungan pekerjaannya. Bagaimana pemimpin harus terbuka dan bijaksana atas semua masalah yang terjadi. Sikap tegas dan saling menghormati, serta menghargai juga penting.

Mengapa hal tersebut harus dilakukan oleh seorang pemimpin? Hal ini dikarenakan pemimpin adalah orang yang menjadi role model karyawannya. Pemimpin adalah panutan bagi mereka semua yang bekerja di bawahnya.

Jika kamu sebagai pemimpin memiliki rasa tanggung jawab yang besar, kepribadian yang baik, maka karyawan akan berlaku hal yang sama kepada pelanggan dari perusahaan kamu. Karyawan akan belajar mengenai bagaimana caranya untuk menangani masalah, berkomunikasi dengan pemegang saham, berkomunikasi kepada pelanggan, dan mengutamakan nilai-nilai baik dalam bekerja. 

Jadi, sebagai pemimpin kamu akan ditiru oleh karyawan kamu. Jika kamu sudah menerapkan lingkungan toxic yang sangat tidak menyenangkan dan tidak nyaman bagi karyawan, itu akan berdampak kepada keseluruhan perusahaan. 

Namun sebaliknya, jika kamu sudah menanamkan budaya disiplin dan baik secara etika, maka karyawan juga akan merasa nyaman dan membuat perusahaan berjalan dengan produktif. Lingkungan sekitar dari karyawan sangat memengaruhi bagaimana goals kedepannya dari perusahaan. Jadi, jangan sampai kamu sebagai pemimpin memberikan lingkungan yang tidak baik.

Empati dan Kedekatan

Tanpa rasa empati dan kedekatan yang terbangun antara karyawan dengan pemimpinnya, suatu saat akan terjadi hal yang membuat kalian menanggung konsekuensi buruk (saling melukai). 

Dalam buku Leaders Eat Last ini, Simon mengatakan bahwa kepedulian terhadap karyawan perusahaan adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab seorang pemimpin perusahaan. Jika kamu bersikeras untuk tidak menjalin hubungan yang erat dengan karyawan kamu, sama saja kamu mengabaikan tugas dan tanggung jawab dari pemimpin. 

Rasa tanggung jawab seorang pemimpin itu tumbuh dari rasa empati. Jika seorang pemimpin tidak pernah berempati terhadap karyawannya, maka hal ini akan menjadi bumerang terhadap keputusan yang akan dibuatnya. 

Apalagi jika sebagai pemimpin kamu tidak pernah turun kelapangan dan melihat situasi dari karyawan kamu. Wah, itu adalah hal yang sangat tidak baik untuk dilakukan. Kamu bisa menimbulkan persepsi buruk tentang dirimu dihadapan karyawan.

Semakin buta keputusan yang kamu buat, makan pemimpin biasanya akan lebih memfokuskan kepentingan dirinya dibandingkan dengan perusahaan atau kepentingan bersama (karyawan) yang akan menimbulkan kerugian pada pihak-pihak lainnya.

Perilaku Egois Manusia

Perilaku yang paling memakan banyak sekali kerugian untuk orang lain. Khususnya untuk para pimpinan yang merupakan generasi boomers. Dimana kebiasaan mereka dengan hidup enak dan serba disediakan sudah menjadi perilaku yang normal.

Namun, hal ini berpengaruh kepada bagaimana para boomers ini memimpin perusahaan. Kebiasan untuk mendapatkan keuntungan tanpa memerlukan kerja yang begitu keras membuat mereka menjadi pimpinan yang cenderung egois. Mereka akan memerintahkan segala sesuatu demi keuntungan diri sendiri.

Salah satu  contohnya adalah hal yang pernah dialami oleh warga Amerika pada tahun 2009 silam. Dimana kejadian tersebut telah menewaskan lebih dari 8 orang akibat dari budaya egois untuk meraih keuntungan.

Saat itu, wabah terjadi karena secara sengaja perusahaan yang bernama Peanut Corporation of America mengirimkan kacang-kacangan yang telah terkontaminasi. Perusahaan tahu bahwa hal ini salah, tetapi agar cash flow perusahaan ini tidak terganggu. Mereka sengaja tetap mengirimkan kacang yang terkontaminasi tersebut.

Bayangkan bagaimana perasaan kamu jika mengetahui hal tersebut? Marah dan kesal bukan? Yap! Perusahaan ini tetap mementingkan bagaimana keuangan tetap terjaga dibandingkan dengan keselamatan pelanggannya. 

Keegoisan memuncak saat kacang yang terkontaminasi dikirimkan kepada lebih dari tiga ratus perusahaan untuk dijualkan kembali. Hingga pada akhirnya wabah salmonella menyebar dan menewaskan lebih dari 8 orang.

Buku Leaders Eat Last ini mengajarkan bahwa keegoisan adalah hal yang sangat tidak dibutuhkan oleh pemimpin. Sikap egois ini menjadikan pemimpin sebagai pusat dari segalanya, hingga membuat orang lain harus mengalami kerugian. 

Jangan sampai kamu menjadi pemimpin egois yang tidak pernah mementingkan orang-orang di sekitar perusahaan dan pelanggan kamu ya.

Kemauan membentuk Ikatan

Salah satu hal lain yang harus kamu miliki sebagai seorang pemimpin. Jika kamu ingin mencapai sesuatu, maka kamu harus memiliki kemauan yang kuat. Ini berhubungan dengan sikap empati dan kedekatan.

Dimana, ketika kamu memiliki kemauan untuk bersosialisasi dengan karyawan kantor atau orang-orang di lingkungan kantor, kamu bisa menjadi pemimpin yang disenangi. Dengan kemauan tersebut, kamu juga bisa menciptakan rasa nyaman dan membentuk kepercayaan dari karyawan terhadap sikap dan arahan yang kamu berikan. 

Simon dalam buku Leaders Eat Last ini mengatakan bahwa, integritas dan kemampuan untuk membentuk sebuah ikatan dengan anggota tim adalah kunci dari sebuah kepemimpinan. Kita tahu bahwa seorang pemimpin juga manusia.

Manusia tentunya bisa melakukan kesalahan, bukan? Tak perlu khawatir. Dengan kamu terbuka, berkata jujur, berterus terang atas kesalahan kamu, dan bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang kamu lakukan, kamu juga mengajarkan kepada anggota perusahaan untuk berperilaku seperti itu. 

Oleh karena itu, kamu sudah bisa membentuk budaya perusahaan yang baik dan tidak toxic bagi mereka. Semuanya saling terhubung bukan? Yap. Buku Leaders Eat Last ini mengajarkan banyak sekali hal-hal lain seperti mementingkan kepentingan bersama dan sedikit mengesampingkan kepentingan individu untuk perusahaan yang lebih baik.

Leaders Eat Last ini adalah buku karya dari Simon Sinek yang membuat kamu belajar akan pentingnya nilai-nilai yang harus disiapkan sebelum kamu menjadi seorang pemimpin. Tentunya tidak mudah. Namun, semua bisa kamu pelajari dan terapkan dalam perjalanan kepemimpinan kamu. 

Pastikan bahwa kamu adalah orang yang mau belajar, bersosialisasi, berempati, dan bertanggung jawab atas segala hal yang kamu lakukan. Dengan begitu, secara tanpa sadar budaya lingkungan pekerjaan kamu akan membantu kamu menjadi pemimpin yang baik.

Untuk kamu yang ingin membaca secara keseluruhan bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik menurut buku Leaders Eat Last dari Simon Sinek ini, kamu bisa mendapatkannya di www.gramedia.com ya! Selamat membaca.

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy