in

Resensi Novel Teluk Alaska: Kisah Romansa Dua Laut yang Saling Bertemu

Resensi Teluk Alaska – Bagaimana jadinya jika dua belah lautan lepas yang berbeda bertemu pada satu titik? Dengan arus yang berlawanan, apakah akan saling tarik menarik, mendominasi atau justru menyatu. Di teluk, keduanya dipertemukan. Di Teluk Alaska keduanya berangsur-angsur menjadi satu ikatan.

Novel Teluk Alaska ini bukan cerita tentang laut, melainkan sebuah kisah dua manusia yang bertemu layaknya dua belah lautan. Kisah sederhana yang mampu membuat jutaan pembaca takjub akan romansa dua manusia yang berbeda.

Gema dari novel Teluk Alaska ini semakin terdengar sejak peluncurannya yang dialihwahanakan dalam bentuk web series pada 5 November 2021 lalu. Kisahnya diceritakan dengan menarik dalam 8 episode yang banyak membuat warganet tertarik.

Akan tetapi, terlepas dari itu kisah Ana dan Alister ini juga sudah jauh lebih ramai dalam versi Wattpadnya dan kemudian diterbitkan dalam sebuah novel dengan judul yang sama. Mengangkat romansa remaja yang ringan, lucu dan juga mengharukan sudah cukup membuat para pembaca menjadi senyum-senyum sendiri bahkan menangis karenanya.

Berdasarkan komentar kebanyakan pembacanya dalam platform Wattpad pun sudah bisa menunjukan bahwa Teluk Alaska memiliki pesona tersendiri yang sanggup merebut hati pembacanya.

Selain itu ketika diterbitkan dalam bentuk novel, Teluk Alaska juga menuai begitu banyak respon positif. Terutama bagi mereka yang senang dengan kisah persahabatan dan cinta di masa putih abu-abu.

Sang penulis, Eka Aryani pun juga mampu memberikan gaya penulisan yang membuat para pembaca tersihir dan terus hanyut dalam alur ceritanya. Setidaknya ada sekitar 57 juta pembaca yang mengikuti kisah Ana dan Alister ini.

Resensi Teluk Alaska

Profil Penulis

Eka Aryani, semakin marak dikenal publik atas karyanya setelah menerbitkan Teluk Alaska pada 2019 lalu. Penulis muda ini membuktikan bakatnya setelah mendapatkan penghargaan dari Ikatan Penerbit Indonesia untuk kategori Book of the Year.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Siapakah penulis berbakat ini? Eka Aryani, perempuan yang sudah berkecimpung di dunia penulisan online sejak lama, sudah sering kali menuliskan buah pikiran dan imajinasinya ke dalam berbagai novel.

Beberapa karyanya yang telah diterbitkan dalam bentuk novel yakni My Protective Billionaire, Ketika Hujan Menangis dan Teluk Alaska. Ada pula karya lain yang tidak kalah ramai dibaca jutaan pembaca di platform Wattpad yakni Dandelion dan Teluk Alaska 2.

Novel Teluk Alaska sejatinya telah diterbitkan sejak 2019 lalu, dan masih begitu ramai oleh antusias para penggemar hingga 2021. Bahkan 2021 seolah menjadi tahun penuh kebahagiaan bagi Eka Aryani karena pertama kalinya novel best sellernya itu dilirik oleh MD Entertainment.

Sebagai penulis, Eka Aryani juga aktif pada media sosialnya terutama instagram dan tiktok, juga masih aktif menulis di platform online yang membesarkan namanya. Selain itu, dirinya juga menjalankan bisnis pribadinya di RebekaBeauty.Id.

Resensi Teluk Alaska

Sinopsis

Teluk Alaska, bercerita tentang Anastasia Mhysa seorang gadis pendiam yang tidak memiliki kawan. Dirinya hanya hanya mampu bercerita pada buku diary berwarna pink yang selalu menemaninya kemanapun.

Namun, tanpa seorang pun tahu sebenarnya gadis yang kerap dipanggil Ana ini juga memiliki sebuah buku diary berwarna hitam tempat dia menuliskan semua rahasianya. Di sekolah, Ana yang terus dirundung oleh Tasya dan Cindi pun akhirnya memiliki teman, Bulan. Kehadiran bulan juga membawa pengaruh baik bagi Ana dan membuat dirinya menjadi lebih ceria.

Disisi lain Alister, memiliki geng yang seringkali merudung anak-anak lain termasuk Ana. Meskipun memiliki nama yang sama dengan teman kecilnya dulu, namun sifat Alister sekarang benar-benar berbeda dengan Alister yang ia kenal saat kecil. Inilah yang membuat Ana berpikir mungkin dia memang bukan orang yang sama.

Ana yang terus di bully oleh geng Alister dan juga Tasya tetap sabar dan berusaha tenang, karena kini ada Bulan yang sering membantunya saat sedih. Tetapi, semua tentang Alister cukup mengusik Ana, membuatnya bertanya-tanya apakah Alister ini sama dengan Alister di masa kecilnya. Dari sini, Ana pun memutuskan untuk mencari tahu tentang Alister.

Alister yang kasar, bahkan tidak segan-segan menyuruh orang-orang di kelas untuk tidak menjadi kawan Ana. Entah mengapa segala hal yang ada pada Ana selalu membuat dirinya kesal.  Suatu hari Alister mendapati bahwa dia melihat Ana di luar sekolah, kemudian Alister memutuskan untuk mengikutinya.

Rupanya Ana berhenti di sebuah pemakaman umum, dan menangis di depan batu nisan sang ayah. Selama ini, tanpa dia sadari ternyata Ana selalu bercerita pada mendiang ayahnya atas segala kesulitan yang dihadapi di sekolah.

Kenyataan bahwa Ana ternyata sosok rapuh yang hanya menguatkan diri di hadapannya membuat perasaan Alister mencelos dan hancur. Dirinya merasa bahwa telah berlaku berlebihan selama ini pada Ana. Hal ini juga yang memicu perubahan sikap Alister pada Ana, dia jadi tidak merudung Ana lagi.

Seiring berjalannya waktu, Alister menemukan sebuah buku diary pink milik Ana dan menyadari bahwa Ana adalah teman kecil yang selalu bersamanya dahulu. Hanan, nama kecil Ana yang sering digunakan untuk memanggil gadis itu.

Alister pun merasa bahwa betapa keterlaluannya dia, hingga tidak menyadari kehadiran kawan dekatnya itu. Alih-alih menyadari, dirinya justru bersikap jahat dan terus menyakiti perasaan Ana.

Disisi lain, Ana yang telah sadar bahwa benar Alister adalah kawan lamanya yang telah berubah sikapnya pun juga penasaran apa yang membuatnya begitu berbeda. Secara berangsur-angsur keduanya menyadari dan menjadi jauh lebih terbuka satu sama lain.

Baik Ana dan Alister, sama-sama mengetahui rahasia yang masing-masing. Alasan dibalik perubahan sikap Alister yang sedikit banyak disebabkan karena hubungannya dengan sang ayah yang tidak baik, juga rahasia yang telah Ana simpan rapat-rapat selama ini.

Dalam sebuah diary hitamnya Ana menuliskan segala hal yang tak mampu ia ceritakan pada orang lain. Tentang kondisi keluarganya pernah mengalami krisis, dan alasan mengapa Ana tidak mampu menerima perasaan Alister.

Ana sadar bahwa dirinya merasa tak perlu menjalin hubungan, saat dokter saja tidak mampu memberikannya kesempatan hidup lebih lama karena penyakitnya.

Pada akhirnya keputusan ada pada keduanya, sehingga bagaimana sikap Ana terhadap Alister dan bagaimana keputusan Alister merupakan keputusan yang terbaik. Bahkan ketika Alister sadar bahwa sosok perempuan rapuh di hadapannya itu tidak memiliki banyak waktu lagi.

Lantas, bagaimana akhir kisah perjalanan keduanya? Apakah kedua lautan ini memutuskan untuk saling membalikan punggung, atau justru menyatu?

Resensi Teluk Alaska

Kelebihan

Jika kamu suka membaca novel romantis tentang kehidupan remaja, tentunya sudah sangat familiar dengan Teluk Alaska. Novel ini juga menjadi best seller di seluruh cabang Gramedia di Indonesia bukan tanpa alasan.

Novel Teluk Alaska memiliki cara tutur dan pendekatan yang baik sebagai daya pikat utama, dan itulah yang menjadikan novel ini alasan kenapa kamu wajib membacanya. Kendati ceritanya terkesan sepele dan sederhana karena mengangkat latar kisah putih abu-abu.

Akan tetapi cerita Teluk Alaska tidak hanya sekedar kisah cinta monyet belaka. Eka Aryani selaku penulis kisah Alister dan Ana memberikan pengemasan cerita yang baik, belum lagi ditambah bumbu-bumbu kelucuan dan romantis yang sanggup mendebarkan hati para pembacanya.

Mulai dari diksi dan gaya bahasa yang dipaparkan dalam novel pun terasa begitu tepat, sehingga pembaca bisa merasakan keresahan dan emosi yang sama dengan karakter Ana dan Alister. Banyak pembaca juga mengaku ikut jatuh cinta pada karakter dua tokoh utama di novel ini.

Dari segi alur cerita sebenarnya kisah cinta keduanya cukup sederhana, mengangkat tema benci menjadi cinta yang dipadukan dengan kenangan masa lalu membuat pasang surut hubungan Ana dan Alister menjadi sedikit lebih kompleks.

Eka Aryani, juga mampu mendeskripsikan dengan baik bagaimana perubahan perasaan Alister terhadap Ana yang berawal dari rasa tidak sukanya menjadi rasa kepedulian dan kemudian berubah menjadi cinta.

Ada pula beberapa konflik tambahan yang disajikan sebagai alasan utama sang karakter utama bersikap demikian juga masih realistis dan believable. Hal ini merupakan poin sederhana namun sebenarnya sangat penting sebagai pemicu sisi Alister yang menjadi kasar, dan sisi Ana yang menjadi lebih pendiam.

Kekurangan

Novel ini merupakan kisah remaja, sehingga memang mengangkat alur yang sederhana. Akan tetapi dengan latar belakang keluarga dan juga masa lalu dua karakter utamanya, sebenarnya masih bisa dikembangkan lagi untuk membuat permasalahan terasa lebih kompleks.

Penulis memang sudah memberikan kompleksitas dari segi perasaan dan individual dua tokoh utamanya, akan tetapi dari tokoh pendukung lainnya tidak begitu dijelaskan. Hubungan ayah dan anak dari sisi Alister sebenarnya juga sangat menarik untuk lebih dikembangkan lagi.

Bagi sebuah novel yang diadaptasi atau dialihwahanakan mungkin akan menimbulkan perbedaan interpretasi dan gambaran dalam beberapa bagian cerita.

Misalnya bagi mereka yang sudah terlebih dahulu membaca novelnya kemudian menonton seri nya akan merasakan penurunan intensitas cerita karena para pembaca ini sudah memiliki gambaran terlebih dahulu di benak mereka. Begitu juga sebaliknya.

Hal ini dapat mempengaruhi penilaian pembaca terhadap kualitas cerita di kedua media yang berbeda. Tapi ini juga merupakan hal yang wajar, karena sering terjadi di hampir kebanyakan cerita yang diadaptasi.

Baik atau tidaknya sebuah karya memang memiliki standar yang berbeda-beda bagi setiap orang, dan hal ini adalah relatif. Namun secara keseluruhan, Teluk Alaska ini juga memiliki banyak alasan mengapa novel ini begitu dicintai.

Resensi Teluk Alaska

Nilai Moral dari Teluk Alaska

Eka Aryani tidak lupa membubuhkan pesan moral dan nilai kehidupan yang secara tidak langsung dia siratkan ke dalam karyanya ini. Melalui dua karakter utama ini kita bisa mendapatkan contoh moral yang baik dan mampu menjadi inspirasi.

Dari karakter Ana kita paham bahwa kehidupan memang tidak selalu mudah. Ana yang mengalami banyak lika-liku permasalahan yang terjadi pada dirinya dan keluarganya mampu bertahan meskipun harus susah payah.

Ana dan ibunya mengajarkan kita untuk pantang menyerah, mereka berjuang untuk bangkit lagi, membangun ekonomi keluarga supaya stabil setelah mengalami krisis besar. Selain itu ibunya sebagai satu-satunya orang terdekat Ana dan sebagai orang tua tunggal selalu memberikan kehangatan, kebaikan dan dukungan yang membuat Ana mampu bertahan.

Bahkan meskipun di sekolah Ana juga mengalami penindasan, namun setidaknya Ana memiliki ibu tempat dia berpulang dan merasakan kenyamanan lagi. Hubungan harmonis antara Ana dan ibunya ini memberikan banyak pesan pada kita, bahwa sekecil apapun sebuah dukungan dan motivasi mampu berperan besar bagi seseorang.

Ini juga yang membentuk kepribadian Ana, sebagai gadis yang baik dan sabar. Dirinya sendiri seringkali mengalami penindasan dan diperlakukan tidak baik oleh geng Alister, namun hal tersebut tidak membuat Ana menjadi marah bahkan dendam.

Meskipun seringkali Ana merasakan kesedihan yang dia pendam sendiri, akan tetapi gadis rapuh itu tidak ingin menunjukan sisi rapuh dirinya hanya untuk mendapatkan rasa iba orang lain. Dari sini kita mampu belajar bahwa kekurangan dan kelemahan bukanlah alasan untuk kita menjadi lemah dan merasa rendah diri.

Sebaliknya Ana justru selalu sabar dan tersenyum, yang membuat geng pembully merasa semakin geram. Ana juga tidak pernah melawan, karena dia sadar bahwa tidak ada gunanya membalas dengan emosi dan kemarahan.

Disisi lain ada bulan sebagai sosok paling berpengaruh dalam hidup Ana. Sebagai kawan baik, Bulan memberikan contoh bahwa sudah seharusnya kita saling mendukung dan membantu teman, disaat yang senang maupun susah.

Melalui karakter Alister, sang penulis seolah ingin menyampaikan bahwa ada kalanya manusia merasakan penyesalan, kemarahan, salah mengambil sikap dan memaafkan. Alister digambarkan menjadi sosok yang kasar, pemarah dan suka merundung orang yang dianggap lemah.

Semata-mata karena dirinya sendiri tidak mampu melampiaskan emosi dan jujur terhadap perasaannya terkait masalah yang dialami keluarganya. Sama halnya dengan Ana, hubungan tidak baik Alister dan ayahnya membuat dirinya sendiri menjadi sosok yang membenci dunia.

Alister bertahun-tahun merasakan kepalsuan dengan hidup sebagai sosok yang bahagia diatas penderitaan orang lain. Bahwa kepuasan dan pengakuan atas keberadaannya yang dia dapatkan dari merudung orang lain adalah sebuah kebahagiaan.

Sampai saat dirinya bertemu Ana yang mampu membolak-balikan perasaan hatinya. Membuat Alister menyadari bahwa masih ada lembaran putih untuk hidupnya. Dari Alister kita belajar bahwa manusia wajar melakukan kesalahan dan menyesal.

Bahwa kita perlu memaafkan diri sendiri dan orang lain, untuk bisa move on menjadi pribadi yang lebih baik. Setelah menyadarinya maka kita juga belajar introspeksi diri dengan tidak melakukan perbuatan yang sama lagi.

Alister juga memberikan gambaran kepada pembaca bahwa ada kalanya manusia berbuat salah, namun yang terpenting adalah bagaimana kita mampu memaafkan dan berubah.

Selain itu ada pula berbagai penyimpangan moral yang diceritakan di novel ini sebagai bentuk sisi kelam Alister yang diharapkan untuk tidak dicontoh oleh pembaca. Sebab hal tersebut juga akan merugikan orang lain dan menuai kebencian yang hanya berujung buruk.

Berdasarkan karakter yang ada pada novel Teluk Alaska, kita mempelajari nilai kehidupan dan moral yang perlu ditanamkan. Dari kisahnya kita mendapatkan pelajaran. Melalui romansa dan konfliknya kita mampu berkaca, mana hal yang tepat untuk diterapkan.

Eka Aryani menyampaikan pendapatnya mengenai konsep hubungan, yang harapannya selain dapat menghibur, juga bisa memberikan pelajaran. Tentang bagaimana jadinya, saat dua orang yang begitu berbeda bertemu dalam situasi yang sulit. Maka, hanya ada dua pilihan, untuk berpisah supaya tidak saling menyakiti, atau menyatu untuk saling menguatkan. Bagaimana pendapatmu?

Written by Ananda