Hukum

Pengertian Dekresi: Tujuan, Unsur, Prosedur, dan Manfaat

Diskresi adalah
Written by Alisa Q

Pengertian Dekresi – Undang-undang. peraturan pemerintah, peraturan kementerian, dan sederet peraturan hukum lainnya tidak selalu tepat sasaran dan mengatur dengan jelas serta lengkap. Oleh sebab itu, diskresi diperlukan sebagai solusi untuk mengatur peristiwa atau kejadian yang tidak ada peraturan atau perundang-undangan yang mengatur.

Diskresi biasanya dilakukan oleh lembaga negara yang mengurus persoalan administatif. Hal ini diperlukan untuk memotong prosedur yang lama dan panjang jika harus mengurus ke pihak legislatuf pusat. Maka, diskresi menjadi cara untuk menangani kasus atau permasalahan dengan cepat dan tepat.

Dalam pengaplikasiannya, pejabat pemerintah tidak boleh menerapkan diskresi secara serampangan. Hanya untuk kepentingan pribadi ataupun golongan. Peraturan mengenai diskresi diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Mari mengenal lebih dalam lagi apa itu diskresi dan bagaimana pengaplikasiannya.

Pengertian Diskresi

Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa diskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/ atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-perundangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Diskresi atau pouvoir discrectionnaire atau freies ermessen digunakan ketika tidak ada kejadian atau peristiwa penting dan mendesak, tetapi belum ada peratuiran pemerintah yang mengatur maka lembaga negara terkait dapat mengeluarkan peraturan atau melakukan tindakan agar permasalahan tersebut dapat tertatasi.

Adanya peraturan kebijaksanaan tidak dapat dilepaskan dari kewenangan bebas (vrijebevoegdheid) dari pemerintah yang akrab disebut dengan istilah Freies Ermessen. Secara bahasa freies ermessen berasal dari kata frei yang artinya lepas, bebas, tidak terikat, dan merdeka. Adapun, ermessen berarti menilai, memperkirakan, menduga, dan mempertimbangkan.

Dapat disimpulkan freies ermessen merupakan orang yang mmeiliki kebebasan untuk menduga, menilai, dan mempertimbangkan sesuatu. Hal tersebut mempermudah pejabat pemerintahan atau badan-badan administrasi negara dalam melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya dengan undang-undang.

Menurut Nana Saputra, diskresi (freies ermessen) adalah suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum. Kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.

Adapun Bahsan Mustafa mendefinisikan bahwa freies ermessen diberikan kepada pemerintah mengingat fungsi pemerintah atau administrasi negara, yakni menyelenggarakan kesejahteraan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk menyelesaikan sengketa antar penduduk. Keputusan pemerintah dalam konteks ini lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid).

Hukum Administrasi Negara

Tujuan Penggunaan Diskresi

Berikut tujuan diskresi yang diatur dalam pasal 22 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

  1. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Mengisi kekosongan hukum,
  3. Memberikan kepastian hukum
  4. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Unsur-unsur Diskresi (freis ermessen) dalam Negara Hukum

Pemerintah atau lembaga administrasi negara memiliki kewenangan atas pemanfaatan asas diskresi (freis ermessen). Namun, tidak dapat sembarangan digunakan. Penggunaan diskresi harus memenuhi beberapa unsur-unsur freis ermessen dalam suatu negara hukum. Berikut perinciannya menurut pendapat Sjahran Basah..

  1. Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik.
  2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara.
  3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum.
  4. Sikap tindak ini diambil atas inisiatif sendiri.
  5. Sikap tindak  itu  dimaksudkan  untuk  menyelesaikan  persoalan-persoalan  penting yang timbul secara tiba-tiba.
  6. Sikap tindak ini dapat dipertanggungjawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.

Prosedur Penggunaan Diskresi

Berikut prosedur penggunaan diskresi yang diatur dalam pasal 26 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

  1. Pejabat yang menggunakan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan.
  2. Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Atasan Pejabat.
  3. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan.
  4. Apabila Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penolakan, Atasan Pejabat tersebut harus memberikan alasan penolakan secara tertulis.

Akibat Penggunaan Hukum Diskresi

Berikut akibat dari penggunaan hukum diskresi yang diatur dalam pasal 30 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

  1. Penggunaan diskresi dikategorikan melampaui qewenang apabila:
  2. bertindak melampaui batas waktu berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. bertindak melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  4. tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
  5. Akibat hukum dari penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tidak sah.

Kewenangan Pejabat Pemerintah dalam Pengambilan Keputusan

Pejabat pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Berikut kewenangan yang dimiliki pejabat pemerintahan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

  1. Melaksanakan Kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan AUPB.
  2. Menyelenggarakan aktivitas pemerintahan berdasarkan Kewenangan yang dimiliki.
  3. Menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan Tindakan.
  4. Menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan.
  5. Menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya.
  6. Mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan.
  7. Menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan.
  8. Menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  9. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya.
  10. Memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya.
  11. Menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya.
  12. Menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya.
  13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada bawahan yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Asas-Asas Hukum Administrasi Negara

Kewajiban Pejabat Pemerintahan

Diskresi menjadi kewajiban bagi pejabat pemerintah. Namun, tugas pejabat pemerintah tidak hanya berkutat pada penentuan diskresi. Berikut kewajiban pejabat pemerintah berdasarkan pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

  1. Membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan kewenangannya.
  2. Mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan.
  4. Mematuhi Undang-Undang ini dalam menggunakan Diskresi.
  5. Memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu.
  6. Memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan.
  8. Menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan.
  9. Memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, serta membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
  10. Menerbitkan Keputusan terhadap permohonan Warga Masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding.
  11. Melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau Atasan Pejabat.
  12. Mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Syarat Menggunakan Diskresi

Diskresi dapat dilakukan dengan pada keadaan-keadaan genting. Penyelenggara pemerintah dapat melakukan diskresi ketika memenuhi beberapa syarat dan/atau keadaan genting sebagai berikut.

  1. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian inkonkreto terhadap suatu masalah tertentu, sementara masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam ataupun wabah penyakit menular, aparat pemerintah harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara maupun bagi masyarakat, tindakan yang timbul atas prakarsa sendiri.
  2. Peraturan perundangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalkan dalam pemberian izin berdasarkan Pasal 1 Hinder Ordonantie (HO), setiap pemberi izin bebas menafsirkan pengertian “menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-
  3. Adanya delegasi perundang-undangan, artinya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatanya. Misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber tersebut merupakan sumber yang sah.

Adapun, dalam pasal 24 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan syarat untuk pejabat pemerintahan menggunakan diskresi adalah sebagai berikut.

  1. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2).
  2. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Sesuai dengan AUPB; d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif.
  4. Tidak menimbulkan konflik kepentingan.
  5. Dilakukan dengan iktikad baik.

Cakupan Diskresi Pemerintahan

Dalam pasal 25 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan bahwa cakupan diskresi pejabat pemerintah melingkupi beberapa hal di bawah ini.

  1. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan.
  2. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur.
  3. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.
  4. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Manfaat Diskresi bagi Lembaga Pemerintahan

Menurut J. H. van Kreveld peraturan kebijaksanaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Peraturan itu  langsung  ataupun  tidak  langsung,  tidak  didasarkan  pada  ketentuan undang-undang   formil   atau   UUD   yang   memberikan   kewenangan   mengatur, dengan kata lain, peraturan itu tidak ditemukan dasarnya dalam undang-undang.
  2. Peraturan itu, tidak tertulis dan muncul melalui serangkaian keputusan- keputusan instansi pemerintahan dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan yang bebas terhadap warga  negara,  atau  ditetapkan  secara  tertulis  oleh  instansi pemerintahan tersebut.
  3. Peraturan itu   memberikan   petunjuk   secara   umum,   dengan   kata   lain   tanpapernyataan dari individu warga negara mengenai bagaimana instansi pemerintahan melaksanakan  kewenangan  pemerintahannya  yang  bebas  terhadap  setiap  individu warga negara yang berada dalam situasi yang dirumuskan dalam peraturan itu.

Adapun menurut Manan ciri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut.

  1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.
  2. Asas-asas pembatasan  dan  pengujian  terhadap  peraturan  perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
  3. Peraturan kebijaksanaan  tidak  dapat  diuji  secara  wetmatigheid,  karena memang tidak   ada   dasar   peraturan   perundang-undangan   untuk   membuat      keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.
  4. Peraturan kebijaksanaan   dibuat   berdasarkan   freies   Ermessen   dan   ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.
  5. Pengujian terhadap  peraturan  kebijaksanaan  lebih  diserahkan  pada  doelmatigheid dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.
  6. Dalam praktek  diberi  format  dalam  berbagai  bentuk  dap  jenis  aturan,  yakni keputusan,  instruksi,  surat  edaran,  pengumuman  dan  lain-lain,  bahkan  dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.

Negara Hukum Dalam Pemikiran Politik

Ciri-ciri yang telah dipaparkan di atas menjadi dasar untuk menentukan persamaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan. Persamaan-persamaan tersebut dikemukakan oleh A. Hamid Attamimi sebagai berikut.

1. Aturan yang Berlaku Umum

Peraturan  perundang-undangan  dan  peraturan  kebijaksanaan  mempunyai  adresat atau  subyek  norma  dan  pengaturan  perilaku  atau  obyek  norma  yang  sama,  yaitubersifat umum dan abstrak (algemene regeling atau algemene regel).

2. Peraturan yang Berlaku “ke Luar”

Peraturan perundang-undangan berlaku `ke luar’ dan ditujukan kepada masyarakat umum  (naar  buiten  werkend,  tot  een  ieder  gericht),  demikian  juga  peraturan kebijaksanaan  berlaku  ‘ke  luar’  dan  ditujukan  kepada  masyarakat  umum  yangbersangkutan (jegens de burger).

3. Kewenangan Pengaturan yang Bersifat Umum/Publik

Peraturan perundang-undangan   dan   peraturan   kebijaksanaan   ditetapkan   oleh lembaga/pejabat yang mempunyai kewenangan umum/publik untuk itu.

Adapun menurut A. Hamid Attamimi perbedaan-perbedaan antara perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan sebagai berikut.

  1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi pembentukan hukum melalui perundang-undangan  dilakukan  oleh  rakyat  sendiri, oleh wakil-wakil rakyat atau sekurang-kurangnya dengan persetujuan wakil-wakil rakyat. Kekuasaan di bidang perundang-undangan atau kekuasaan legislatif hanya diberikan kepada lembaga yang khusus untuk itu yaitu lembaga legislatif (sebagai organ kenegaraan, yang bertindak untuk dan atas nama negara).
  2. Fungsi pembentukan peraturan kebijaksaan ada pada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif).Kewenangan pemerintahan   dalam   arti   sempit   atau   ketataprajaan (kewenangan  eksekutif)  mengandung  juga  kewenangan  pembentukan  peraturan-peraturan  dalam  rangka  penyelenggaraan. Oeh  karena  itu,  kewenangan pembentukan   peraturan   kebijaksanaan   yang   bertujuan   mengatur   lebih   lanjut penyelenggaraan  pemerintahan  senantiasa  dapat  dilakukan  oleh  setiap  lembaga pemerintah yang mempunyai kewenangan penyelenggaraan pemerintah.
  3. Materi muatan  peraturan  perundang-undangan  berbeda  dengan  materi  muatan peraturan   Peraturan   kebijaksanaan   mengandung   materi   muatan yang  berhubungan  dengan  kewenangan  membentuk  keputusan-keputusan  dalam arti   beschikkingen,   kewenangan   bertindak   dalam   bidang   hukum   privat,   dan kewenangan membuat rencana-rencana (planen)  yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan materi muatan peraturan perundang-undangan mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar, seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat, yang apabila perlu disertai dengan sanksi pidana dan sanksi pemaksa.
  4. Sanksi dalam peraturan perundang-undangan dan pada peraturan kebijaksanaan. Sanksi pidana  dan  sanksi  pemaksa  yang  jelas  mengurangi  dan membatasi  hak-hak  asasi  warga  negara  dan  penduduk  hanya  dapat  dituangkan dalam  undang-undang  yang  pembentukannya  hams  dilakukan  dengan  persetujuan rakyat  atau  dengan  persetujuan  wakil-wakilnya.  Peraturan  perundang-undangan yang   lebih   rendah   lainnya   hanya   dapat   mencantumkan   sanksi   pidana   bagipelanggaran  ketentuannya  apabila  hal  itu  tegas-tegas  diatribusikan  oleh  undang-undang.  Peraturan  kebijaksanaan  hanya  dapat  mencantumkan  sanksi  administratifbagi pelanggaran ketentuan-ketentuannya.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Baca juga:

About the author

Alisa Q

Mengetahui wawasan tentang hubungan internasional sangatlah baik, karena kita jadi tahu hal-hal dari suatu negara. Selain itu, saya juga senang menulis, sehingga memadukan tema hubungan internasional dan menulis akan menghasilkan informasi yang bermanfaat.