Sejarah

Sejarah Perkembangan Surat Kabar Periodisasi Perkembangannya

Written by Fandy

Sejarah Perkembangan Surat Kabar – Keberadaan surat kabar di Indonesia telah berlangsung dalam waktu sangat lama. Surat kabar juga berperan penting dalam menyebarkan informasi pada masa penjajahan. Bahkan, surat kabar sering dijadikan sebagai propaganda untuk meraih dukungan masyarakat dalam masa penjajahan dahulu.

Meskipun saat ini, keberadaan surat kabar perlahan digantikan dengan surat kabar elektronik, tetapi eksistensi surat kabar dengan bentuk kertas biasa masih tetap digandrungi oleh masyarakat banyak.

Pada zaman yang serba canggih seperti saat ini, wajar saja apabila surat kabar menjadi bentuk digital yang mudah disimpan dan dibawa kemana-mana dalam ponsel. Tidak hanya surat kabar saja, tetapi juga media massa cetak lainnya seperti buku dan majalah, juga banyak telah beralih menjadi bentuk digital.

Baik surat kabar bentuk kertas maupun surat kabar bentuk digital, isi informasinya sama saja kok. Keduanya sama-sama dapat memberikan informasi dan berita terkini kepada masyarakat pembacanya.

Nah, bagaimana ya perkembangan surat kabar di Indonesia ini? Lalu bagaimana pula perkembangan surat kabar yang populer hingga saat ini? Apa yang membuat surat kabar tersebut tetap bertahan di era digital seperti ini?

Yuk simak ulasan berikut mengenai perkembangan surat kabar di Indonesia!

Sejarah Awal Keberadaan Surat Kabar di Indonesia

Sejarah perkembangan surat kabar di Indonesia berkaitan dengan pengaruh pemerintah Belanda yang kala itu tengah menjajah negara kita. Perkembangan tersebut terbagi dalam dua babak.

Pada babak pertama, sekitar tahun 1744-1854, surat kabar muncul dengan redaksinya adalah para orang Eropa. Bahasa yang digunakan untuk menuliskan informasi dan beritanya menggunakan bahasa Belanda karena sasarannya adalah untuk kepentingan Belanda dan tidak ada kaitannya dengan pribumi.

Lalu, babak kedua yakni pada tahun 1854 sampai masa Kebangkitan Nasional. Pada babak ini, surat kabar yang menggunakan bahasa Belanda masih tetap ada tetapi muncul surat kabar dengan bahasa Melayu di tengah masyarakat Indonesia.

Pada sekitar tahun 1854-1860, terbit surat kabar dengan bahasa Melayu bernama Slompret Melajoe di Semarang yang diterbitkan oleh H.C.Klinkert.

Lalu, pada tahun 1860-1880, surat kabar dengan bahasa pra-Indonesia dan Melayu semakin berkembang dan bermunculan di tengah masyarakat Indonesia. Hal itu perlahan-lahan menjadi tonggak berkembangnya pers di Indonesia, meskipun pemimpin redaksi dalam surat kabar-surat kabar pada zaman tersebut adalah orang-orang Eropa.

Kemudian, pada tahun 1881 sampai masa Kebangkitan Nasional, para pekerja pers termasuk redaksi surat kabar bukan lagi orang-orang Eropa, melainkan orang-orang Tionghoa dan pribumi biasa. Surat kabar yang diterbitkan pun sudah menggunakan bahasa Indonesia.

Sekitar tahun 1920-an, muncul surat kabar yang pemiliknya adalah orang pribumi yang diberi nama Bromartani dan terbit di Surakarta.

Beli Buku di Gramedia

Periodisasi Perkembangan Surat Kabar di Indonesia

Perkembangan surat kabar di Indonesia ternyata dapat dirunut menurut zamannya, yakni sejak masa penjajahan hingga masa sekarang ini. Pembagian zaman tersebut berupa Zaman Belanda, Zaman Jepang, Zaman Kemerdekaan, Zaman Orde Lama, Zaman Orde Baru, dan Zaman Reformasi.

1. Zaman Belanda

Pada tahun 1744, diadakan percobaan pertama kalinya untuk menerbitkan media massa di tengah masyarakat Indonesia, walaupun menggunakan bahasa Belanda dan tidak ada hubungannya dengan pribumi sama sekali.

Lalu, pada tahun 1828, terbitlah surat kabar bernama Javasche Courant di Jakarta. Dalam Javasche Courant memuat berita-berita mengenai pemerintahan, pelelangan, dan kutipan-kutipan dari harian Eropa.

Dari terbitnya surat kabar Javasche Courant tersebut, akhirnya muncul banyak surat kabar lain. Setiap surat kabar yang beredar harus melalui proses “penyaringan” dari pihak pemerintahan Gubernur Jenderal di Bogor.

Selanjutnya pada tahun 1885, terbitlah sekitar 16 surat kabar dalam bahasa Belanda dan sekitar 12 surat kabar terbit dalam bahasa Indonesia.

2. Zaman Jepang

Ketika Jepang mulai memasuki Indonesia untuk menjajah “menggantikan” Belanda, surat-surat kabar yang telah beredar sebelumnya tersebut diambil alih oleh pihak Jepang. Alasan pihak Jepang melakukan hal tersebut adalah dengan alasan penghematan (dana negara), padahal sebenarnya mereka sedang mengawasi isi surat kabar yang beredar tersebut secara ketat.

Isi surat kabar yang sebelumnya memuat mengenai informasi berita justru dijadikan alat propaganda Jepang untuk memuja-muji pemerintahan Jepang. Lalu, Kantor Berita Antara diambil alih oleh pihak Jepang dan diubah menjadi kantor berita Yashima (pusat di Domei, Jepang).

Meskipun begitu, masih ada surat kabar yang terbit menggunakan bahasa Indonesia, bernama Tjahaja (dibaca Cahaya). Surat kabar Tjahaja tersebut terbit di Bandung tetapi memuat pemberitaan mengenai segala kondisi yang terjadi di Jepang.

Pemimpin redaksi surat kabar Tjahaja adalah Oto Iskandar di nata, R.Branata, dan Mohammad Kurdi.

Beli Buku di Gramedia

3. Zaman Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan, Indonesia melakukan perlawanan dalam hal sabotase komunikasi. Perlawanan tersebut dilakukan karena pihak Jepang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda pencitraan pemerintahan mereka.

Akhirnya, pihak Indonesia menerbitkan surat kabar sebagai “lawan” untuk pemerintahan Jepang, yang bernama surat kabar Berita Indonesia (BI). Surat kabar Berita Indonesia (BI) dicetuskan oleh Eddie Soeraedi supaya rakyat Indonesia mau datang beramai-ramai pada sebuah rapat raksasa untuk mendengarkan pidato Bung Karno di lapangan Ikada, Jakarta, pada 19 September 1945.

Dalam perkembangannya, surat kabar Berita Indonesia (BI) berulang-ulang mendapatkan aksi pembredelan dari pihak Jepang. Selama aksi pembredelan tersebut, para tenaga pers ditampung oleh surat kabar Merdeka yang didirikan oleh B.M Diah.

Ada juga surat kabar Harian Rakyat yang didirikan oleh Samsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi sebagai surat kabar perjuangan bangsa Indonesia lainnya. Dalam surat kabar Harian Rakyat ini, menampilkan “pojok” dan “Bang Golok” sebagai artikelnya yang paling terkenal.

Setelah itu, muncul surat kabar perjuangan lain dari berbagai wilayah di Indonesia, misalnya surat kabar Pedoman Harian yang berganti nama menjadi Soeara Merdeka yang terbit di Bandung, surat kabar Kedaulatan Rakyat yang terbit di Bukittinggi, (Sumatera Barat), surat kabar Demokrasi dan Oetoesan Soematra dari Padang.

4. Zaman Orde Lama

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan mengenai pembubaran Badan Konstituante hasil pemilu 1955 dan penggantian Undang-Undang Dasar, dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS) menjadi Undang-Undang Dasar 1945.

Setelah Dekrit Presiden tersebut keluar, muncul larangan kegiatan politik dan pers bagi masyarakat Indonesia. Bahkan untuk mendapatkan Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak semakin diperketat persyaratannya.

Situasi tersebut dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh dan pegawai surat kabar. Kemudian, para pegawai surat kabar yang bekerja di bagian setting, melambatkan pekerjaannya sehingga membuat banyak kolom pada surat kabar tidak memenuhi batas waktu cetak (deadline).

Akhirnya, kolom-kolom yang kosong tersebut diisi oleh iklan-iklan dan tidak dipatok harga alias gratis. Peristiwa tersebut menimpa beberapa surat kabar di Pulau Jawa, yakni surat kabar Soerabaja Post dan Harian Pedoman.

Beli Buku di Gramedia

5. Zaman Orde Baru

Pada sekitar tahun 1966 sampai 1998 adalah masa orde baru. Pada zaman tersebut, beberapa surat kabar dipaksa harus bekerja sama (afiliasi) untuk mendapatkan “pribadi” surat kabar seperti awal dibentuk.

Misalnya, surat kabar Kedaulatan Rakyat yang harus berganti kembali menjadi Dwikora.

Pada zaman orde baru ini, pers kampus mulai aktif kembali, meskipun masih ada pengawasan terhadap konten-konten yang diberitakan dalam surat kabar.

Pemberitaan-pemberitaan yang dianggap merugikan pemerintah langsung dibredel dan diberikan sanksi hukuman. Hal tersebut terjadi pada banyak surat kabar dan majalah, misalnya surat kabar Sinar Harapan, surat kabar Detik, majalah Tempo, majalah Editor, dan tabloid Monitor.

Pada zaman orde baru, pers terus-menerus dibayang-bayangi oleh kekuasaan pemerintah yang cenderung mengekang kebebasan dalam berpendapat. Bahkan fungsi pers yang sebelumnya adalah sebagai kontrol sosial terhadap kinerja pemerintahan pun semakin lama menjadi hilang karena tekanan dari pemerintah tersebut.

Beli Buku di Gramedia

6. Zaman Reformasi

Zaman reformasi mulai pada sekitar tahun 1998, ditandai dengan mundur Presiden Soeharto dari kursi pemerintahan Indonesia. Pada masa tersebut, nasib media massa nasional tidak langsung menjadi lebih baik.

Hal tersebut karena adanya aturan yang dikeluarkan, yaitu Undang-Undang No.40 Tahun 1999 mengenai Pers. Krisis multimedia nasional berpengaruh besar pada nasib media massa nasional di Indonesia.

Namun, pada zaman reformasi ini perlahan-lahan membuat para insan pers dapat bernapas lega. Mereka dapat terbebas dari belenggu pemerintahan Zaman Orde Baru yang mana mereka tidak berani menyuarakan pendapatnya secara lantang, terutama menyuarakan pendapatnya mengenai ketidakadilan penguasa.

Sebelum zaman reformasi, posisi pers di Indonesia sangat dibatasi. Surat kabar tidak boleh memberitakan hal-hal yang bertentangan dengan pemerintah. Banyaknya aksi pembredelan yang dilakukan pemerintah kepada beberapa surat kabar menjadi bukti bahwa pada zaman tersebut, pers belum sebebas sekarang ini.

Semakin berjalannya waktu, pemerintah semakin memperhatikan pentingnya pers dan surat kabar, sehingga banyak upaya yang dilakukan untuk membebaskan pers dari belenggu kekuasaan. Upaya-upaya tersebut misalnya pembebasan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), pembebasan organisasi kewartawanan, dan lain-lain.

Beli Buku di Gramedia

Nah, itulah penjelasan mengenai perkembangan surat kabar di Indonesia. Saat ini, surat kabar sudah dapat dijangkau di wilayah mana saja dengan harga yang murah. Meskipun berkembang juga surat kabar digital, tidak membuat masyarakat merasa dirugikan karena surat kabar digital tersebut justru memberikan banyak kemudahan.

Melalui surat kabar, tentu saja Grameds dapat menikmati banyak informasi dan berita yang terjadi di penjuru dunia, bukan… Maka dari itu, jangan malas membaca surat kabar ya supaya pengetahuan dan wawasan kita makin bertambah!

Rekomendasi Buku & Artikel

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.