Hukum

Pengertian Hukum Perdata Internasional dan Pentingnya untuk Indonesia

Written by Alisa Q

Hubungan manusia dan negara tidak hanya berlaku dalam satu wilayah saja. Setiap negara saling berhubungan dengan negara lain. Baik dalam hal ekonomi, pertahanan, politik, dukungan, kesehatan, dan bidang-bidang lainnya.

Oleh sebab itu, dalam hubungan tersebut dibutuhkan adanya hukum atau aturan yang mengikat dan menjadi kontrol atas segala bentuk kegiatan yang sedang terjadi. Tidak terkecuali urusan perdata baik individu ataupun negara. Dalam hubungan internasional memiliki hukum perdata internasional sebagai landasan hukum.

Berikut akan dibahas mengenai hukum perdata internasional yang telah dirangkum dari berbagai laman di internet.

Pengertian Hukum Perdata Internasional

Hukum Perdata Internasionao (HPI) merupakan badan hukum yang mengatur interaksi antarnegara, yang meliputi organisasi negara dan nonnegara, organisasi internasional, dan individu atau perusahaan. Bidang ini cukup kompleks. Bahkan dapat menjadi cukup rumit.

Prof. J.G. Sauveplanne berpendapat bahwa hukum perdata internasional atau Internationale Privaat Recht (Nederlandse) adalah keseluruhan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum perdata yang mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negaranegara asing, sehingga dapat pertanyaan apakah penundukan langsung ke arah hukum asing itu tanpa harus menundukkan diri pada hukum intern (hukum Belanda).

Sementara itu, Prof. Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum perdata internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

HPI dalam pandangan Sudargo Gautama merupakan suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga (warga) negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal.

Adapun, hukum perdata internasional dalam pandangan Prof. Sunaryati merupakan seperangkat aturan mengenai setiap peristiwa/hubungan hukum yang mengandung unsur asing, baik di bidang hukum publik maupun hukum privat.

Sebagai contoh hukum perdata internasional dapat dilihat dari beberapa persoalan berikut ini yang dirangkum dari buku ajar “Hukum Perdata Internasional” yang disuusn oleh Ida Bagus Wyasa Putra, dkk.

  • Seorang warga negara Indonesia menikah dengan seorang warga negara Jepang. Pernikahan dilangsungkan di Tokyo, dan karena salah satu pihak ternyata masih terikat pada suatu perkawinan lain yang sudah ada, maka pihak itu dianggap telah melakukan poligami, dan pihak yang lain mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Indonesia di Jakarta.
  • Sebuah kontrak jual beli antara sebuah perusahaan ekspor dari Indonesia dengan sebuah perusahaan importir di negara bagian Florida Amerika Serikat mengenai barang-barang yang harus diangkut dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Miami Florida. Perjanjian dibuat di Jakarta. Ketika barang siap dikirimkan, ternyata importir tidak memenuhi janjinya untuk melakukan pembayaran pada waktunya. Eksportir Indonesia kemudian berniat untuk mengajukan gugatan wanprestasi dan menuntut ganti rugi melalui Pengadilan di kota Miami, Florida.

Pengantar Hukum Perdata Internasional

Pentingnya Hukum Perdata Internasional untuk Indonesia

Dahulu, hukum perdata internasional menganut Pasal 131 dan 163 IS. Penduduk di Indonesia dibagi dalam berbagai golongan penduduk, yakni golongan bumiputera (penduduk Indonesia asli, inlanders) yang menerapkan hukum adat masing-masing.

Golongan Eropa (europeanen) yang disamakan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau bulgerlijk wetboek, golongan Timur Asing Cina, dan WNI keturunan cina berlaku KUHPerd dengan sedikit perubahan.

Kemudian, bagi golongan timur asing lainnya berlaku hukum adat mereka. Berikut isi dari Pasal 131 IS.

1. Hukum-hukum perdata, dagang dan pidana, begitu pula hukum acara perdata dan pidana, diatur dengan “undang-undang” (ordonansi), dengan tidak mengurangi wewenang yang diberikan oleh atau berdasarkan undang-undang kepada pembentuk perundang-undangan pidana. Pengaturan ini dilakukan, baik untuk seluruh golongan penduduk atau beberapa golongan dari penduduk itu ataupun sebagian dari golongan itu, ataupun baik untuk bagian-bagian dari daerah secara bersama maupun untuk satu atau beberapa golongan atau bagian dari golongan itu secara khusus.

2. Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum perdata dan dagang ini:

a. untuk golongan Eropa berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, dan penyimpangan dari itu hanya dapat dilakukan dengan mengingat baik yang khusus berlaku menurut keadaan di Indonesia, maupun demi kepentingan mereka ditundukkan kepada peraturan perundang-undangan menurut ketentuan yang sama bagi satu atau beberapa golongan penduduk lainnya;

b. untuk orang-orang Indonesia, golongan Timur Asing atau bagianbagian dari golongan-golongan itu, yang merupakan dua golongan dari penduduk, sepanjang kebutuhan masyarakat menghendaki, diberlakukan baik ketentuan perundang-undangan yang sama dengan golongan Eropa, sedangkan untuk hal-hal lain yang belum diatur di situ, bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adat kebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila ternyata kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya.

3. Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum pidana, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, bila hal itu berlaku secara khusus untuk golongan Eropa, dianut undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, akan tetapi dengan perubahan-perubahan yang diperlukan yang disebabkan oleh keadaan khusus di Indonesia; bila karena penerapan atau penundukan diri kepada peraturan umum yang berlaku sama bagi golongan lain atau sebagian dari golongan itu, barulah undang-undang itu diberlakukan bila terdapat persesuaian dengan keadaan yang khusus itu.

4. Orang-orang Indonesia dan golongan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan kepada peraturan yang sama bagi golongan Eropa, berhak untuk menundukkan diri secara keseluruhan atau sebahagian, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata dan hukum dagang untuk golongan Eropa yang sebetulnya tidak berlaku bagi mereka itu. Penundukan diri kepada hukum Eropa ini beserta akibat-akibat hukumnya diatur dengan ordonansi.

5. Ordonansi-ordonansi yang disebutkan dalam pasal ini berlaku hanya di daerah-daerah di mana orang-orang Indonesia diberi kebebasan untuk menggunakan hukum acaranya sendiri dalam beperkara, bila penerapannya dapat disesuaikan dengan keadaan setempat.

6. Hukum perdata dan hukum dagang yang sekarang berlaku bagi orangorang Indonesia dan golongan Timur Asing masih tetap berlaku selama belum diganti dengan ordonansi-ordonansi seperti yang disebutkan dalam ayat (2) b seperti tersebut di atas.

Sementara itu, isi dari Pasal 163 IS sebagai berikut.

1. Bila ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, peraturan umum dan verordening lainnya, reglemen, pemeriksaan polisi dan peraturan administrasi berbeda-beda yang digunakan untuk golongan Eropa, orang Indonesia dan golongan Timur Asing, berlakulah pelaksanaanpelaksanaan seperti berikut.

2. Ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa berlaku bagi:

a. semua orang Belanda;

b. semua orang yang tidak termasuk dalam poin a yang berasal dari Eropa;

c. semua orang Jepang dan selanjutnya semua pendatang dari luar negeri yang tidak termasuk dalam poin a dan poin b yang di negeri asalnya berlaku bagi mereka hukum keluarga yang pada dasarnya mempunyai asas-asas hukum yang sama dengan hukum keluarga Belanda;

d. Anak-anak yang sah atau yang diakui sah berdasarkan undangundang di Indonesia beserta keturunan-keturunan dari orang-orang seperti yang disebutkan dalam poin b dan poin c.

3. Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi orang-orang Indonesia, kecuali bagi orang-orang Kristen-Indonesia yang keadaan hukumnya telah ditetapkan dengan ordonansi, berlaku bagi semua orang yang termasuk penduduk asli Indonesia dan yang tidak mengalihkan status hukumnya ke golongan lain dari penduduk asli Indonesia, dan termasuk mereka yang merupakan golongan lain dari penduduk asli Indonesia akan tetapi telah membaurkan diri dalam penduduk asli Indonesia.

4. Ketentuan-ketentuan untuk golongan Timur Asing, kecuali yang status hukumnya telah ditetapkan dalam ordonansi bagi mereka yang memeluk Agama Kristen, berlaku bagi semua orang yang tidak memenuhi unsurunsur seperti yang disebutkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini.

5. Dengan persetujuan Raad van Indonesia, Gubernur Jenderal berwenang untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa bagi mereka yang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan tersebut di atas. Pernyataan berlakunya ketentuan-ketentuan ini bagi mereka, berlaku pula demi hukum bagi anak-anak mereka yang sah yang dilahirkan kemudian dan anak-anak mereka yang sah berdasarkan undang-undang dan keturunan-keturunan lanjutan mereka.

6. Setiap orang berdasarkan peraturan yang ditetapkan dalam ordonansi dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk ditetapkan dalam kategori mana orang itu berada.

Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku 1 Edisi 5

Bagi penduduk golongan Eropa, dan golongan Timur Asing Cina dan Timur Asing lainnya memiliki status sebagai warga negara asing. Oleh sebab itu, sebaiknya menggunakan hukum nasional masing-masing.

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Algeemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië (Peraturan Umum mengenai Perundang-undangan untuk Indonesia. Selanjutnya disebut dengan “AB”). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa status dan kewenangan hukum WNI berlaku hukum Indonesia di manapun ia berada.

Ketentuan ini juga dimaknai secara analogi bagi WNA yang ada di Indonesia. Namun, karena mereka termasuk dalam penggolongan penduduk yang berlaku di Indonesia. status asingnya dikesampingkan dan bagi mereka berlaku ketentuan-ketentuan hukum intern Indonesia yang sesuai dengan golongan penduduknya.

Berikut bunyi pasal 16 AB.

“Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang mengenai status dan wewenang seseorang tetap berlaku bagi kaulanegara Belanda, apabila ia berada di luar negeri. Akan tetapi apabila ia menetap di Negeri Belanda atau di salah satu daerah koloni Belanda, selama ia mempunyai tempat tinggal di situ, berlakulah mengenai bagian tersebut dan hukum perdata yang berlaku di sana.”

Secara sederhana, hukum perdata internasional merupakan hukum perdata nasional untuk masalah-masalah yang sifatnya internasional. Berikut contoh mengenai persoalan hukum perdata internasional yang telah dirangkum dari buku modul yang disusun oleh Zulfa Djoko Basuki, dkk sebagai berikut.

1. Perkawinan dan Perceraian

Perkawinan atau perceraian dapat terjadi antara WNI dengan WNA atau WNA dengan WNA di Indonesia ataupun negara lain. Mengingat perceraian termasuk masalah status personal (pasal 16 AB berlaku secara analogi), maka akan berlaku hukum nasional mereka yang tidak mengenal perceraian. Padahal Indonesia mengenal perceraian.

Sementara itu, erkara semacam ini jelas memperlihatkan unsur asing, atau bersifat HPI, karena para pihak adalah WN Filipina, atau Spanyol, bertempat tinggal di Jakarta dan mengajukan perkara di Pengadilan Negeri di Jakarta.

2. Jual Beli Internasional

Sebagai contoh terjadi kontrak jual beli antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Singapura. Penandatanganan kontrak dapat saja terjadi di Singapura atau dilakukan melalui surat-menyurat, telegram atau surat elektronik (email).

Jika terjadi sengketa maka adakalanya para pihak telah memilih baik hukum yang akan berlaku (choice of law), dan juga forum (badan peradilan) yang berwenang untuk menangani kasus HPI itu bila kelak timbul sengketa (choice of forum).

Misalnya terdapat kontrak jual beli kopi luwak antara pedagang kopi luwak di Lampung dengan pedagang kopi di California, Amerika Serikat. Dalam kontrak itu para pihak sepakat untuk memilih hukum Indonesia. Akan tetapi apabila timbul sengketa, misalnya terjadi keterlambatan penyerahan, akan diselesaikan melalui American Arbitration Association atau International Chambers of Commerce, (ICC), Paris. Choice of law hukum Indonesia, tapi choice of forum memilih arbitrase asing

3. Masalah Dwikewarganegaraan

Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU No.62/1958, menganut asas ius sanguinis yang ketat. Dalam suatu perkawinan campuran, yaitu perkawinan antara WNI Indonesia dengan WNA, anak-anak yang dilahirkan di manapun, hanya memperoleh kewarganegaraan ayahnya.

Misalnya, negara di mana anak dilahirkan menganut asas ius soli, yang memberikan kewarganegaraannya pula kepada anak itu, maka ia menjadi bipatride (mempunyai dua kewarganegaraan). Dalam waktu satu tahun sang ayah harus menyatakan anaknya akan memilih menjadi WNI atau WNA. Bila tidak ia akan menjadi tanpa kewarganegaraan (apatride).

Akan tetapi UU No. 12/2006 memberikan kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak-anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan campuran, sampai si anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berumur 18 (delapan belas) tahun ia harus memilih menjadi WNI atau WNA. Kalau tidak ia akan menjadi apatride.

4. Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) yang Dikaitkan dengan Perkawinan Campuran

Berdasarkan pasal 21 ayat (1), hanya seorang WNI yang dapat mempunyai tanah dengan status hak milik. Akan tetapi apabila seorang perempuan WNI menikah dengan laki-laki WNA, maka ia dan anak-anaknya tidak bisa memiliki tanah dengan status hak milik, walaupun tanah dengan status hak milik merupakan harta bawaan atau diperoleh karena hibah atau warisan, kecuali ada perjanjian perkawinan.

Demikian juga dengan anak-anak yang dilahirkan karena berstatus kewarganegaraan ganda tidak mungkin mempunyai tanah dengan status hak milik. Terhadap mereka berlaku pasal 21 ayat (3), dalam waktu satu tahun tanah itu harus dialihkan atau diturunkan statusnya menjadi hak pakai.

5. Adopsi Internasional

Umum diketahui bahwa masalah pengangkatan anak (adopsi) di Indonesia dapat terjadi antara sesama warga negara atau dapat juga dilakukan oleh orang asing terhadap anak-anak Indonesia atau sebaliknya anak asing diangkat oleh orangtua WNI (adopsi internasional).

Umumnya untuk pengangkatan anak ini dipakai hukum domisili (habitual residence) si anak. Menurut pasal 2 UU No.62 Tahun 1958 apabila seorang anak asing yang belum mencapai umur 5 (lima) tahun diangkat oleh orangtua WNI status anak itu berubah menjadi WNI.

Sebaliknya, jika seorang anak WNI yang belum berumur 5 (lima) tahun diangkat oleh orangtua WNA, maka statusnya berubah menjadi WNA. Akan tetapi dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2006, untuk kasus di atas, anak tersebut akan mendapat status kewarganegaraan ganda, yaitu kewarganegaraan ayah dan kewarganegaraan ibunya sampai ia berumur 18 (delapan belas) tahun. Dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berumur 18 (delapan belas) tahun ia harus memilih jadi WNA atau asing.

https://cdn.gramedia.com/uploads/items/img20220304_14390951.jpg

About the author

Alisa Q

Mengetahui wawasan tentang hubungan internasional sangatlah baik, karena kita jadi tahu hal-hal dari suatu negara. Selain itu, saya juga senang menulis, sehingga memadukan tema hubungan internasional dan menulis akan menghasilkan informasi yang bermanfaat.