in

Review Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino

Review Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya – Keajaiban Toko Kelontong Namiya merupakan novel best seller internasional dari Jepang yang ditulis oleh Keigo Higashino. Ia adalah salah satu penulis terpopuler di negeri sakura yang sudah menulis berbagai jenis novel dengan hasil penjualannya yang mencapai ratusan juta eksemplar di seluruh dunia. Maka tidak heran apabila karyanya banyak yang berhasil dialihwahanakan ke dalam bentuk film ataupun serial televisi di berbagai negara.

Berbeda dengan karya-karya dari Keigo Higashino lainnya yang mengambil genre horor-misteri, karya tulisnya terbitan tahun 2012 ini, memuat genre fantasi yang tentunya lain dari yang lain. Bagi penyuka novel dengan genre fantasi yang mampu menghangatkan hati, Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini dapat dijadikan referensi bacaan yang tepat.

Alur Cerita Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Keajaiban Toko Kelontong Namiya

tombol beli buku

Novel ini dimulai dengan kisah tiga pemuda berandal–ya, bisa dikatakan kelas ikan teri–bernama Kohei, Shota, dan Atsuya yang hendak lari dari kejaran dan pencarian polisi, setelah mereka bertiga melakukan aksi perampokan saat malam hari. Disebabkan oleh adanya suatu batu sandungan, mereka pun memutuskan untuk istirahat sejenak pada sebuah toko kelontong tua ketika malam itu dengan rencana pergi dari toko itu esok paginya.

Namun, kejanggalan mulai terasa, yaitu saat mereka mendapatkan surat misterius yang meminta suatu pendapat. Sesudah ketiganya membalas surat tersebut, tampaklah surat balasan lainnya dengan surat baru dari pengirim yang berbeda. Shota, Kohei, dan Atsuya saat itu merasa ada yang aneh dan berpikir bahwa mereka seakan dipermainkan oleh seseorang.

Dengan kata lain, ada dalang di balik semua itu yang secara sengaja mempermainkan atau sekadar iseng pada mereka. Pada akhirnya, salah satu dari ketiganya tersadar akan beberapa fakta memungkinkan bahwa surat tersebut adalah asli, yaitu surat dari masa lampau yang dikirim ke masa saat ini.

Latar waktu pada novel ini seketika berjalan mundur menjadi ke masa lampau, yaitu saat Katsuro, seorang anak dari desa yang memiliki impian menjadi seorang musisi ternama, tetapi orang tuanya justru meminta dirinya untuk menjadi penerus bisnis keluarganya. Jelas  saja, ‘bisnis’ yang dimaksud di sini adalah bukan sesuatu layaknya bisnis pada perusahaan besar, melainkan sebagai penjual ikan.

Merasa dilema dengan keadaan yang ada, Katsuro akhirnya mengirimkan surat ke Toko Kelontong Namiya sebab dirinya kerap kali mendengar isu bahwa toko tersebut menerima semacam konsultasi lewat surat untuk dimintai sebuah saran atau pendapat. Katsuro mengirimkan surat itu pada kisaran tahun 1970-an yang tanpa disadari olehnya bahwa surat tersebut dibalas oleh tiga pemuda beranda di masa depan (Kohei, Shota, dan Atsuya).

Pada mulanya, Katsuro merasa kebingungan akan balasan dari surat itu, terlebih gaya bahasa penulisan surat balasan tersebut tidak merepresentasikan sebuah ‘kebijaksanaan’, layaknya isu yang kerap kali didengar olehnya mengenai Toko Kelontong Namiya.

Namun, Katsuro tidak berhenti sampai di situ, ia pun tetap berupaya dan berjuang untuk menggapai impiannya seperti yang disarankan surat balasan dari toko kelontong Namiya itu, sampai dirinya mampu memperoleh dukungan dari sang orang tuanya. Walaupun Katsuro mengikuti saran dari orang di masa depan, tetapi yang pasti Keigo selaku penulis buku ini tidak segampang itu memberikan akhir kisah dari Katsuro, seperti ekspektasi pembaca yang lainnya.

Lalu, alur mengisahkan mengenai latar belakang dari toko kelontong Namiya ini. Ada seorang kakek bernama Namiya, pemilik toko kelontong tua tersebut yang masih hidup dan aktif dalam membalas surat permintaan saran, mulai dari surat yang tidak serius sampai surat yang amat serius. Mulanya, kakek Namiya hanya berniat untuk mengisi waktu luang dari akhir-akhir masa tuanya.

Kemudian, awalnya pula pengirim surat berasal dari anak-anak kecil yang sekadar iseng, tetapi si kakek itu selalu membalas dan menjawab pertanyaan tersebut dengan serius. Akhirnya, pada suatu hari, si kakek memutuskan untuk menutup ‘jasa konsultasi’ melalui surat. Mengapa? Hal itu karena adanya suatu peristiwa dan mengikuti saran dari anaknya untuk meninggalkan toko kelontong itu agar menetap saja bersama sang anak.

Namun, sang kakek merasa bahwa sumber kebahagiaan di masa tuanya itu terletak pada balas-membalas berbagai surat tersebut. Ia pun meminta tolong kepada anaknya untuk mengantarkan dirinya kembali ke toko kelontong itu. Walaupun hanya semalam, kakek Namiya hanya ingin ditinggal seorang diri di toko kelontong itu guna memberikan sebuah nasihat juga saran secara tulus pada orang-orang yang meminta pertolongan.

Mulai dari situ, sebuah keajaiban terjadi. Apa keajaiban yang muncul? Baca dan ikuti keajaiban kisah kakek Namiya di buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Salvation of a Saint
Salvation of a Saint

tombol beli buku

Seorang lelaki ditemukan tewas di rumahnya akibat kopi beracun. Istrinya memiliki motif kuat sebagai tersangka setelah dia dicampakkan oleh sang suami. Masalahnya, pada hari pembunuhan, wanita itu berada ribuan kilometer dari tempat kejadian.

Detektif Kusanagi dan Detektif Utsumi Kaoru yang menyelidiki kasus ini memiliki opini bertentangan soal siapa pelakunya. Namun, Utsumi merasa Kusanagi terlalu berempati terhadap istri korban dan itu membuat penilaiannya kabur.

Review Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Novel yang sebenarnya sudah pernah dialihwahanakan ke dalam bentuk film ini sangatlah membuat perasaan menjadi hangat dan nyaman. Mulanya, boleh jadi kita sebagai pembaca akan merasa bahwa setiap tokoh tidak memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya. Akan tetapi, siapa yang mengira nyatanya masing-masing dari tokoh saling berhubungan dan berpengaruh pada tokoh yang lain.

Peralihan waktu dan keajaiban yang terjadi saat malam tersebut, terasa dekat dengan akhir cerita semakin menakjubkan dan mengejutkan. Cerita yang disuguhkan benar-benar membuat pembaca senang setiap kali membaca halaman demi halamannya karena ceritanya pun tidak membuat jenuh.

Sudut pandang yang ditampilkan dalam buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini pun mampu menciptakan rasa penasaran yang tinggi pada setiap pembacanya dengan kehidupan dari para tokoh yang ada di dalamnya.

Masing-masing cerita nyatanya saling bertautan antara satu dan lainnya. Pembaca akan dibawa ke masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang selama membaca jalinan cerita di novel ini secara runtut. Adapun di dalamnya memuat sindiran terhadap Olimpiade di tahun 1980 dan perjalanan salah satu boy group The Beatles.

Perjalanan akan kehidupan yang disajikan oleh sang penulis sungguh membuat hati merasa tenang, hangat, dan menyentuh. Dari awal kisah sampai akhir kisah, pembaca akan dibawa untuk terus mengikuti rentetan cerita yang sangat mengena. Kadang kala dalam menjalani dan menghadapi suatu permasalahan, sebenarnya kita sudah mengetahui jawaban atas segala pertanyaan yang ada, atau setidaknya kita sudah memiliki gambaran solusi atas semua persoalan.

Namun, kita masih memerlukan penegasan, motivasi, dan dukungan dari orang lain agar solusi yang sebenarnya sudah kita pegang itu menjadi pilihan yang lebih kuat dan matang lagi. Mungkin benar, kata-kata mampu memengaruhi sangat kuat, entah itu bagi kehidupan diri sendiri maupun orang lain.

Selain itu, karakter dari kakek Namiya sendiri divisualisasikan sebagai seorang pemikir yang dalam. Hal tersebut dibuktikan melalui beberapa surat balasan yang ditulis olehnya untuk setiap orang yang meminta saran atau pendapat pada dirinya. Ia acap kali memikirkan kemungkinan kondisi orang-orang tersebut setelah memperoleh surat balasannya.

Dirinya merasakan kekhawatiran bilamana orang tersebut akan mengalami nasib yang jauh lebih buruk setelah melakukan saran atau masukan yang diberikan–walaupun si kakek tidak pernah memaksakan mereka semua untuk mengikut saran darinya.

Ia pun kerap kali menanggapi dan membalas beberapa surat itu dengan sangat serius meskipun kadang kala sang pengirim surat sekadar anak-anak yang hendak mendapatkan nilai sempurna di sekolahnya tanpa belajar.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ketika membaca buku ini, suasana hati menjadi semakin hangat dan menyejukkan. Terlebih, di dalam buku ini pun, pembaca akan dipertemukan pada karakter dari tokoh kakek Namiya yang bijaksana dan penuh pertimbangan dalam memberikan saran, solusi, serta masukan pada setiap surat dari ‘pelanggannya’ itu.

Berbagai kisah perjuangan dari pengirim surat saat memperoleh balasan dari si kakek Namiya sendiri pun terbilang menyentuh hati dan mengharukan. Orang-orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda tentu memiliki permasalahan hidup yang berbeda pula. Namun, tujuan mereka tetaplah sama, yaitu mengirim surat pada kakek Namiya untuk didengar dan mendapatkan sebuah penegasan ataupun keyakinan bahwa langkah yang diambilnya adalah pilihan yang tepat.

Bagi yang pernah menonton anime dari Studio Ghibli, kalian akan merasakan nuansa-nuansa yang sama persis dengan anime tersebut; sebuah kota kecil dengan suasana yang menyenangkan. Selain itu, buku ini sarat akan pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi para pembacanya.

Bisa dikatakan, secara garis besarnya, buku ini memang menuangkan tema kekeluargaan sebab di dalamnya memuat banyak kisah dari beberapa keluarga yang mana tidak semua kisah yang diceritakan cukup baik. Bagian ini yang justru akan membuat perasaan pembaca menjadi naik turun dan campur aduk saat membaca kisah dari beberapa keluarga.

Berkenaan dengan hal demikian, Keigo selaku penulis buku ini dirasa hendak menyampaikan sebuah amanat bahwa keluarga sebagai aspek penting dalam kehidupan seseorang. Melalui surat balasan dari kakek Namiya itu, sang penulis menyuguhkan sebuah pesan akan pentingnya keluarga yang disampaikannya sebagai berikut ini.

“Konsep sederhana saya akan makna keluarga, yaitu sebisa mungkin mereka harus selalu bersama-sama, tentu saja kecuali mereka berpisah demi mengejar hal positif. Memisahkan diri dari keluarga, entah dengan alasan benci atau kesal, menurut saya bukan wujud keluarga sesungguhnya.”

dan

“Memang melarikan diri bukan pilihan yang tepat, tetapi selama kalian sekeluarga bisa berada di kapal yang sama, masih ada kemungkinan untuk kembali ke jalan yang benar.”

Selain kisah mengenai keluarga, ada bagian yang menarik, seperti pada bagian saat tiga berandal menyatakan sebuah pernyataan: Dia hendak mengucapkan ucapan terima kasih banyak pada kita–untuk para manusia sampah seperti kita. 

Dari situ kita mungkin bisa menilai atau bisa dijadikan sebagai bahan renungan bahwa sebenarnya beberapa orang yang melakukan tindak kriminal adalah orang yang tengah kehilangan arah dan tujuan sehingga tidak tahu menahu harus melakukan atau berbuat apa. Terlebih, lingkungan yang mencap dan menganggap mereka tidak berguna layaknya sampah.

Dengan anggapan dari orang-orang seperti itu, mereka mulai membenarkan perkataan dan anggapan orang mengenai dirinya. Hingga akhirnya pun mereka melakukan tindakan yang menyalahi aturan, melakukan tindakan yang keluar dari batas norma, dan sebagainya. Dalam hal ini, tentu kita tidak boleh mengindahkan perbuatan tersebut sebab apa yang mereka lakukan tentunya akan merugikan orang lain sehingga tetap harus ditindak lanjuti.

Jadi, poin sebenarnya adalah kadang kala anggapan seseorang untuk orang lain bisa sangat berpengaruh pada kondisi kejiwaan dan cara pandang orang tersebut akan dirinya sendiri. Ada yang menganggapnya sebagai angin lalu, tetapi ada pula yang menganggapnya hal itu sebagai sesuatu yang ‘memang benar adanya’.

Dalam buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini, Shota, Kohei, dan Atsuya mulai menyadari bahwa sesungguhnya mereka ini tak sepenuhnya seperti ‘sampah’, setelah mereka bertiga telah sukses melakukan perbuatan berguna untuk beberapa orang. Dari kejadian itulah, perkembangan karakter di antara ketiga pemuda berandalan itu mulai terukir.

Catatan Pembunuhan Sang Novelis
Catatan Pembunuhan Sang Novelis

tombol beli buku

Novelis laris Hidaka Kunihiko ditemukan tewas di rumahnya pada malam sebelum ia meninggalkan Jepang untuk pindah ke Kanada. Tubuhnya ditemukan di ruang kerjanya yang terkunci di rumahnya yang juga terkunci oleh istri dan sahabatnya. Keduanya punya alibi kuat.

Penggambaran Karakter Tokoh dalam Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Di dalam buku ini memuat beberapa karakter tokoh. Ada tiga pemuda berandal bernama Atsuya, Kohei, dan Shota. Tokoh Atsuya merupakan seorang pemimpin dari ketiga pencuri kelas teri itu. Sebenarnya ia adalah anak yatim piatu yang pergi meninggalkan rumah, kemudian menetap di rumah yatim piatu, tepatnya Rumah Perlindungan Anak Taman Marumitsu. Atsuya tidak merasa harus membalaskan berbagai surat di toko kelontong itu sebab mereka hanya sementara berada di sana.

Kemudian, Kohei merupakan teman masa kecil dari Atsuya dan pernah menetap di rumah yatim piatu yang sama seperti Kohei. Ia membalas berbagai surat yang dikirimkan ke toko kelontong itu dengan sepenuh hatinya. Tokoh Shota, teman masa kecil Atsuya yang juga tinggal di rumah yatim piatu yang sama. Shota terbilang memiliki karakter keras kepala dan kadang kala terlibat adu cakap dengan Atsuya.

Lalu, Yuji Namiya, pemilik toko kelontong Namiya yang kerap membalaskan pesan dengan serius setiap kali ada surat masuk dan meminta saran padanya. Setelah istrinya meninggal, ia merasa bahwa hidupnya menjadi lebih menyala dan berwarna sebab ia merasa andil pada kehidupan orang lain.

Dalam buku ini, diceritakan bahwa kakek Namiya menderita penyakit kanker pankreas. Ia menjalani sisa waktu di masa tuanya dengan membalas setiap surat yang masuk itu. Ia pun tersadar bahwa adanya keajaiban yang muncul di toko kelontong Namiya. Oleh sebab itu, ia meminta anaknya untuk melakukan suatu hal untuk dirinya saat di usia 32 tahun mendatang.

Selain itu, ada Kelinci Bulan, yaitu seorang atlet perempuan yang memiliki dilema dan kebingungan antara merawat sang tunangan yang tengah mengalami sakit keras atau mewujudkan impian mereka berdua untuk mengikuti Olimpiade. Ada pula Artis Toko Ikan, remaja yang memiliki kebingungan dalam hidupnya antara melanjutkan bisnis toko ikan milik ayahnya atau mengejar dan menggapai impiannya menjadi seorang musisi.

Sungai Hijau, seorang gadis muda yang dilema antara melakukan tindakan aborsi sebab kondisi finansial yang tidak memungkinkan (baca: miskin) atau tetap melahirkan sang anak sebab barang kali ini bisa jadi kesempatan ia yang terakhir.

Paul Lennon, remaja yang berasal dari keluarga terpandang alias kaya yang bimbang untuk ikut dengan keluarganya yang melarikan diri pasca kebangkrutan yang menimpa mereka atau memilih kehidupan dan jalannya sendiri. Anak Anjing yang Kebingungan, seorang gadis muda yang merasa dilema dan kebingungan dalam memilih pekerjaan agar bisa memperoleh uang.

Pesan Moral dalam Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Setiap orang tentu memiliki persoalan dalam hidupnya. Akan tetapi, alangkah baiknya apabila ada seseorang yang bisa memberikan sebuah saran atau nasihat saat orang tersebut membutuhkannya. Melalui karakter dari tokoh Namiya, si pemilik toko kelontong tua itu, pembaca akan belajar mengenai arti sebuah ketulusan dalam memberikan nasihat pada orang-orang yang meminta saran dengan tanpa menghakimi kehidupannya dan berupaya keras memberikan pendapat serta saran terbaik.

Walaupun saran yang diberikan itu belum tentu diwujudkan oleh sang pengirim suratnya. Namun, setidaknya kebaikan dan keikhlasan hati si pemilik toko kelontong Namiya yang masih ingin membalas setiap surat yang masuk dengan sungguh-sungguh serta memberikan saran terbaik atas segala persoalan yang dialami oleh si pengirim surat. Dengan begitu, setidaknya pula kakek Namiya membantu sedikit kehidupan dari orang-orang yang sudah mengirimkan pesan dan meminta saran dari kakek Namiya.

Tiga pemuda berandal yang andil dalam penjelajahan lintas waktu dan menggantikan posisi serta peran kakek pemilik toko itu dengan tulusnya membalas satu per satu surat, kemudian memberikan saran terbaik pada pengirim surat itu. Hal tersebut sudah sangat membantu sehingga dapat mengenal sisi lain dari ketiga pemuda ini–Atsuya, Kohei, dan Shota.

Meskipun pada dasarnya mereka merupakan seorang berandal atau penjahat, tetapi mereka memiliki kebaikan dan ketulusan hati untuk membantu orang lain melalui saran yang ketiganya berikan. Adapun pelajaran lainnya mengenai jalinan dengan keluarga dan orang tua.

Ini tentang memilih jalan kehidupan, mengenai cara meraih dan mewujudkan sebuah mimpi, dan memiliki keyakinan akan suatu keputusan yang telah dipilih, tanpa harus ada rasa penyesalan pada apa yang diambil sebab tentunya pilihan itu sudah dipertimbangkan lebih jauh.

Buku ini dikhususkan bagi kalian yang suka dengan kisah yang menghangatkan hati, nuansa khas Jepang yang terbilang erat dan berbagai cerita mengenai pentingnya sebuah keluarga. Selain itu, perlu diketahui pula karena buku ini memiliki alur maju mundur, barang kali bagi sebagian orang akan merasa bingung. Namun, bagi yang sudah terbiasa dengan alur seperti itu, buku ini dapat dijadikan referensi bacaan.

Selain itu, apabila kalian menyukai novel dengan genre fantasi, perjalanan kisah lintas waktu, dan penuh inspiratif, Keajaiban Toko Kelontong Namiya dapat dijadikan pilihan yang tepat. Tema yang disuguhkan mengenai kekeluargaan, persahabatan, dan sebuah kisah percintaan pun sangat erat di novel ini.

Ketika membaca buku karya Keigo Higashino yang satu ini, kalian akan mendapatkan pengalaman membaca yang menakjubkan nan ajaib.

Itulah Review Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari buku sebagai referensi bacaan, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.

Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia

Sumber: dari berbagai sumber

Pembunuhan di Nihonbashi
Pembunuhan di Nihonbashi

tombol beli buku

Detektif Kaga Kyoichiro baru dipindahkan ke Nihonbashi, Tokyo. Ia memang pendatang baru, tapi sangat berpengalaman menangani kasus kriminal. Ia bergabung dengan tim untuk menyelidiki pembunuhan seorang wanita. Semakin terlibat dalam kasus itu, semakin banyak tersangka baru bermunculan. Bahkan, hampir semua orang yang tinggal dan bekerja di distrik Nihonbashi memiliki motif sebagai pelaku.

Written by Tasya Talitha