Hukum

Pungli: Pengertian, Faktor, Dampak, dan Hukumnya

pungli adalah
Written by M. Hardi

Pungutan liar atau pungli adalah suatu hal yang masih sering terjadi di sekeliling kita. Ada banyak sekali kegiatan sehari-hari yang kemudian tak terlepas dari pungli. Berdasarkan dari jurnal Pungutan Liar (Pungli) dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi yang dikutip dari situs resmi Badan Pengawasan Keuangan serta Pembangunan (BPKP), pungli merupakan suatu tindakan meminta pembayaran sejumlah uang yang tak sesuai atau tidak berdasarkan kepada peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Pungli sendiri dapat dilakukan oleh siapa pun, baik dari masyarakat umum, pegawai negeri sipil (PNS), bahkan dari pejabat negara. Pungli juga termasuk kategori kejahatan jabatan. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pungli, kamu bisa simak penjelasan lebih lengkapnya mengenai pungli di bawah ini.

Pengertian Pungli

pungli adalah

Sumber: Pixabay

Pungutan liar ataupun pungli telah merambat ke banyak sektor seperti diantaranya sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor pelayanan publik dan lain sebagainya. Tindakan ini sendiri biasanya dijadikan oleh para oknum sebagai alat dalam mencari penghasilan tambahan di luar gaji yang telah diterima. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pungli ataupun pungutan liar merupakan kegiatan meminta sesuatu (dalam bentuk uang dan lain sebagainya) kepada seseorang (lembaga, perusahaan, dan lain sebagainya) tanpa mengikuti peraturan yang lazim.

Tindakan ini sendiri biasanya disamaartikan dengan perbuatan melanggar hukum lainnya seperti pemerasan, penipuan atau korupsi. Di samping itu, pungli juga termasuk ke dalam kategori kejahatan jabatan, yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dengan memaksa seseorang dalam memberikan sesuatu; membayar ataupun menerima pembayaran dengan potongan; ataupun mengerjakan sesuatu bagi dirinya.

Mengutip dari buku Palu Hakim Versus Rasa Keadilan terbitan Deepublish, secara norma hukum, pungli memang memenuhi unsur beberapa pasal dalam UU Tipikor, mulai dari UU gratifikasi, suap, hingga pada pemerasan, tergantung pada perbuatan pidana yang kemudian dilakukan pada masing-masing perkara.

Faktor Penyebab Pungutan Liar

pungli adalah

Sumber: Pixabay

Sebelum terdapat istilah pungli, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kemudian telah mengidentifikasi transaksi ilegal ini di beberapa istilah, antara lain pemerasan (Pasal 368), gratifikasi atau hadiah (Pasal 418), serta tindakan melawan hukum serta menyalahgunakan wewenang (Pasal 423).

Pada 1977 silam, Kaskopkamtib yang kemudian bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersamaan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), di mana sasaran utamanya adalah pungli. Usai kegiatan ini, istilah pungli kemudian menjadi terkenal.

Kala itu, penertiban pungli yang disertai dengan penertiban Usil (uang siluman), merujuk kepada mobilisasi uang yang kemudian diparkir dalam jangka waktu tertentu untuk dana taktis kantor. Saat itu juga semakin populer uang-uang pungli yang dilakukan oleh oknum atau Lembaga atau suatu LSM tertentu, baik dalam bentuk uang pengamanan, uang beking, maupun uang koordinasi, dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, ditemukan juga berbagai istilah Susu Ibu (sumbangan sukarela iuran bulanan), susu tekan (sumbangan sukarela tanpa tekanan) yang kemudian menunjukkan terdapat praktik pungli secara terstruktur serta melembaga.

Perbedaan Pungli, Pemerasan dan Suap

pungli adalah

Sumber: okezone.com

Berikut di bawah ini adalah penjelasan sederhana mengenai perbedaan antara pungli, pemerasan, dan suap:

  • Suap biasanya terjadi jika pengguna jasa secara aktif terus menawarkan imbalan kepada petugas layanan dengan maksud agar tujuannya menjadi lebih cepat tercapai, walau melanggar prosedur.
  • Pemerasan terjadi apabila petugas layanan secara aktif menawarkan jasa atau meminta imbalan pada pengguna layanan dengan maksud agar dapat membantu mempercepat tercapainya tujuan si pengguna jasa, walaupun melanggar prosedur yang berlaku.
  • Pungli terjadi jika kemudian pengguna layanan memberikan sesuatu kepada pemberi layanan tanpa adanya penawaran, terjadinya deal atau transaksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan. Biasanya hanya dengan memberikan, tanpa ada maksud apapun.

Dalam suatu kasus suap dan pemerasan, terdapat kata kuncinya, yaitu adanya transaksi ataupun deal di antara kedua belah pihak sebelum terjadinya kasus, sehingga bisa memunculkan kasus gratifikasi. Gratifikasi sendiri lebih sering dimaksudkan agar pihak petugas layanan umum atau khusus dapat tersentuh hatinya, agar di kemudian hari dapat mempermudah tujuan pihak pengguna jasa, namun hal tersebut tidak diungkapkan pada saat pemberian terjadi.

Istilah ini sendiri dapat disebut dengan “tanam budi” (atau atensi) si pengguna jasa kepada pemberi layanan. Perbedaan antara suap serta pungutan liar atau pemerasan adalah dalam konstruksi hukum penyuapan, pemberi suap adalah pelaku utama atau pelaku turut serta dalam aksi tindak pidana korupsi atau kolusi.

Sementara itu, dalam konsepsi pungli, pemberi pungli hanyalah korban, sehingga jika pemberi pungli sekalipun telah memberi sejumlah dana kepada aparatur negara (pelayanan publik), kemudian dirinya tak dapat dikriminalisasi, justru akan menjadi pelapor (missal blower) kepada pemerasan yang terjadi padanya.

Dampak Pungli Bagi Negara dan Masyarakat

pungli adalah

Sumber: Pixabay

Terdapat beberapa masalah atau dampak yang akan terjadi apabila pungutan liar (pungli) masih marak dilakukan, di antaranya:

Merusak Moral

Warga negara Indonesia yang selalu menjunjung tinggi kesopanan serta keramah-tamahan. Sayangnya, hal ini sering dimanfaatkan oleh sejumlah oknum dalam melakukan berbagai pungutan liar. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah ataupun pejabat daerah semakin berkurang. Alhasil, rasa cinta Tanah Air kemudian semakin terkikis. Rasa peduli di dalam masyarakat pun kian menipis dengan berpikir segala sesuatunya bisa diatur dengan uang.

Merusak Budaya

Pungutan liar yang dilakukan secara terus-menerus serta secara sistematik serta dalam jangka waktu yang sangat lama akan melahirkan budaya yang buruk, yakni budaya koruptif. Jika pungli telah menjadi budaya, tentu akan sangat sulit untuk disembuhkan.

Namun, jika banyak orang-orang yang kemudian terbiasa mempraktikkan nilai-nilai kebaikan dalam kesehariannya, niscaya budaya baik akan tercipta. Untuk itu, agar tak menjadi budaya, kasus pungli seharusnya segera ditumpas dengan tegas. Jangan dibiarkan saja, apalagi dalam waktu yang lama.

Merusak Demokrasi

Salah satu contoh pungli yang sering terjadi bahkan terlihat adalah penyogokan oleh seorang kandidat pemilihan. Mereka kemudian memberikan imbalan uang bagi siapa saja yang memilihnya agar Ia dapat menang dan menduduki jabatan tertentu. Tentu saja, perbuatan tersebut akan merusak demokrasi yang telah bersusah payah dibangun dengan pedoman tulus guna menjunjung kebebasan berbangsa dan bernegara.

Merusak Ekonomi

Penyebab perekonomian yang buruk pada suatu negara disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi atau pungli yang dilakukan oleh para oknum, terutama pada perusahaan-perusahaan. Tanpa disadari, perbuatan ini akan membuat perusahaan tak dapat bertahan secara efisien dan tidak berkembang, sehingga lapangan pekerjaan menjadi semakin berkurang.

Akibatnya, jumlah pengangguran juga menjadi semakin bertambah dan secara otomatis keamanan bagi suatu negara menjadi tidak lagi kondusif. Oleh karena itu, jangan sampai ekonomi di negara ini menjadi hancur akibat perbuatan segelintir oknum yang terbiasa melakukan pungutan liar hingga korupsi.

Terjadinya Krisis Kepercayaan

Dampak pungli bagi negara yang paling penting adalah tidak adanya kepercayaan terhadap lembaga pemerintah. Sebagian masyarakat kemudian menjadi tidak merasa puas dengan tindakan hukum yang dijatuhkan kepada para koruptor. Banyak koruptor yang menyelewengkan materi (uang) berjumlah besar, namun hukumannya tidak sebanding dengan perilakunya.

Akibatnya, rakyat tidak lagi percaya pada proses hukum yang berlaku. Alhasil, masyarakat juga lebih senang main hakim sendiri untuk menyelesaikan sebuah kasus. Hal inilah yang kemudian menandakan bahwa masyarakat Indonesia sudah tidak percaya dengan hukum di negaranya sendiri. Terlebih lagi, pada berbagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam menangani kasus pungli ataupun korupsi.

Tindak Pidana Pungutan Liar

pungli adalah

Sumber: Pixabay

Dalam suatu kasus tindak pidana pungutan liar tak terdapat secara pasti dalam KUHP, namun demikian pungutan liar dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan serta korupsi yang diatur juga dalam KUHP sebagai berikut:

Pasal 368 KUHP

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum, juga memaksa orang lain dengan kekerasan ataupun dengan ancaman kekerasan dalam memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau Sebagian adalah milik orang lain atau supaya memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 415 KUHP

Seorang pegawai negeri ataupun orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu yang dengan sengaja menggelapkan suatu surat-surat berharga yang disimpan karena jabatannya ataupun membiarkan uang atau surat berharga itu diambil ataupun digelapkan oleh orang lain atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam juga dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 418 KUHP

Seorang pegawai negeri yang kemudian kedapatan menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa hadiah ataupun janji itu akan diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberi hadiah ataupun janji itu ada hubungan dengan jabatannya yang diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan ataupun pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 423 KUHP

Pegawai negeri yang kemudian dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum serta menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu kemudian melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya adalah enam tahun.

Berdasarkan ketentuan pidana tersebut diatas, kejahatan pungutan liar dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:

  1. Tindak Pidana Penipuan: Penipuan dan pungutan liar adalah diantaranya tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama serta saling berhubungan di antara lain adalah untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
  2. Tindak Pidana Pemerasan Penipuan serta pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama serta saling berhubungan antara lain untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dengan cara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan ataupun dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
  3. Tindak Pidana Korupsi: Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kejahatan jabatan ini, karena rumusan yang terdapat pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki juga oleh UU No. 20 tahun 2001 yang dimuat dalam pasal 8.

Buku-Buku Terkait

Delik-Delik Korupsi

https://www.gramedia.com/products/delik-delik-korupsi?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Buku ini secara khusus membincangkan delik-delik korupsi dan penerapannya dalam putusan pengadilan. Korupsi kerugian keuangan negara sudah berubah menjadi delik materiil sehingga mutlak dengan pembuktian hubungan kausalitas. Kerugian keuangan negara tidak boleh lagi dimaknai sebagai potential loss.

Delik suap di antaranya ditandai dengan adanya meeting of mind, dan memungkinkan adanya OTT. Pada delik menerima gratifikasi, kedua ciri tersebut tidak ditemukan. Tidak mungkin OTT pada perkara korupsi menerima gratifikasi.

Buku ini juga mengurai korupsi penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, dan konflik kepentingan dalam pengadaan barang. Delik turut serta (medeplegen) yang mensyaratkan kesengajaan ganda (double opzet) juga dianalisis kontekstualisasi dan penerapannya dalam beberapa putusan pengadilan.

Say No To Korupsi! (Katakan Tidak Pada Korupsi)

https://www.gramedia.com/products/say-no-to-korupsi-katakan-tidak-pada-korupsi?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Korupsi ibarat kanker yang menggerogoti keuangan atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sementara itu, penanganan korupsi di Indonesia telah menimbulkan dilema sosial akibat manajemen koruptif yang telah membudaya dalam birokrasi pemerintahan dan swasta. Ditambah lagi proses penegakan hukum dalam memberantas korupsi yang dilakukan oleh pemerintah terasa sangat lambat.

Di sisi lain, peraturan perundang-undangan tentang korupsi sebagai hukum positif tidak akan mampu secara efektif menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia tanpa disertai kegiatan yang bersifat preventif dan kerja sama berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun masyarakat internasional.

Buku SAY NO TO KORUPSI! ini bukan hanya membahas korupsi secara umum, tetapi juga menyajikan alternatif solusi untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Di antaranya mengautopsi perkara-perkara korupsi; menyajikan 10 tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan pedoman Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 dan 10 fakta perbuatan koruptif yang wajib dihindari; menjabarkan rumusan delik dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi; serta menjelaskan tahap penyelidikan, penyidikan, dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Buku ini wajib dibaca oleh semua kalangan yang peduli dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama pelaku bisnis, pejabat pemerintahan, penegak hukum, praktisi hukum, mahasiswa jurusan hukum, serta masyarakat luas.

Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Republik Indonesia

https://www.gramedia.com/products/himpunan-peraturan-undang-undang-tindak-pidana-korupsi-dan-suap-dilengkapi-uu-pencucuian-uang?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Korupsi merupakan suatu tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.

Penutup

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pungli adalah suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan atau bahkan harus dihindari. Jika pungli terus dibiarkan, maka pelayanan tidak akan berjalan dengan baik dan hanya mementingkan individu tertentu saja.

Jika ingin mencari buku tentang korupsi, kamu bisa menemukannya di Gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Sofyan

Baca juga:

About the author

M. Hardi