Ekonomi

Pengertian Devaluasi: Tujuan, Penyebab, dan Perbedaannya dengan Sanering

Written by Rosyda

Pengertian devaluasi – Perekonomian memang selalu menjadi pembahasan yang menarik, bahkan ini dicari-cari demi mewujudkan impiannya yang begitu besar. Nah sobat Grameds, kali ini akan mengkaji tentang devaluasi yang mungkin ada hubungannya dengan perekonomian. Demi memperbaiki perekonomian suatu negara beragam cara dapat dilakukan pemerintah, salah satunya dengan melakukan devaluasi. Dari sini sobat mungkin bertanya, sebenarnya apa devaluasi itu?

Pengertian Devaluasi

pixabay

Baik, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), devaluasi merupakan penurunan nilai uang yang dilakukan dengan sengaja terhadap uang luar negeri atau terhadap emas, hal ini misalnya untuk memperbaiki kondisi perekonomian. Selain itu, dalam pengertian lain devaluasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara oleh pemerintah yang bersangkutan terhadap mata uang negara lain. Devaluasi ini terjadi akibat kebijakan moneter yang menetapkan suatu patokan kurs tetap terhadap mata uang asing.

Adapun menurut buku Ekonomi 2: sekolah menengah atas kelas xi (2009) yang di tulis oleh Leni Permana dkk, dalam tulisannya menjelaskan bahwa devaluasi sebagai tindakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang negaranya terhadap nilai mata uang negara lain secara mendadak dan dalam perbedaan yang cukup besar atau penurunan nilai-nilai tukar secara resmi atas mata uang domestik terhadap valuta asing atau mata uang dari negara-negara lain.

Dalam tindakan itu telah mengakibatkan harga barang-barang negara lain menjadi relatif lebih murah di pasaran luar negeri dan sebaliknya harga barang-barang negara lain menjadi relatif mahal di pasaran dalam negeri. Sehingga makin tinggi tingkat yang dilakukan, maka makin baik juga daya saing negara yang bersangkutan terhadap negara lain. Tindakan tersebut memungkinkan suatu negara dalam jangka pendek dapat menaikkan ekspornya dan mengurangi impornya.

Berbeda dengan revaluasi, sebaliknya bahwa revaluasi adalah kebijakan meningkatkan mata uangnya. Jika devaluasi mengekspansi net ekspor dan pendapatan agregat, namun revaluasi akan mengurangi net ekspor dan menurunkan pendapatan agregat. Sementara itu, penurunan nilai mata uang di negara dengan sistem nilai tukar mengembang disebut dengan depresiasi.

Sama halnya dengan devaluasi, depresi juga akan meningkatkan net ekspor dan pendapatan agregat. Sebaliknya, apresiasi atau peningkatan nilai mata uang akan mengurangi net ekspor dan menurunkan pendapatan agregat.

Dalam perdagangan internasional, permintaan akan barang terjadi karena adanya kelangkaan dan adanya choices atau pilihan. Oleh sebab itu, suatu negara mengimpor barang karena tidak dapat diproduksinya sendiri atau hasil produksinya tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri.

Selain itu, impor dapat terjadi karena harga barang yang sama yang berasal dari luar negeri lebih murah dari dalam negeri. Jadi, perbedaan harga ini berkaitan dengan perbedaan nilai mata uang suatu negara dengan negara lain serta pergerakannya.

Dalam dunia ekonomi, pasti dikenal dengan ekonomi makro dan ekonomi mikro. Ekonomi makro adalah ekonomi yang memiliki jangkauan cukup besar, sedangkan ekonomi mikro jangkauannya lebih kecil. Nah, jika kamu kamu ingin mendalami ilmu ekonomi makro, maka buku Ekonomi Makro karya Ali Ibrahim Hasyim sangat pas untuk dijadikan sumber bacaan.

 

Tujuan Devaluasi

pixabay

Setelah memahami berbagai pengertian hingga sekilas wacana tentang devaluasi, namun kita harus bergeser menuju tujuan daripada devaluasi tersebut, sebagai berikut. Tujuan dari devaluasi diambil biasanya dilakukan dalam rangka memperbaiki neraca pembayaran luar negeri. Sehingga kurs mata uang asing menjadi relatif lebih stabil, inilah tujuannya.

  • Untuk memperbesar ekspor
  • Untuk memperkecil impor
  • Menambah devisa negara
  • Mengurangi beban hutang
  • Menstabilkan nilai mata uang
  • Mengimbangkan kelebihan pembelanjaan produksi.

Setelah membahas tentang pengertian devaluasi dan juga tujuannya, maka pada pembahasan selanjutnya, kita akan membahas tentang penyebab terjadinya devaluasi. Jadi, tetep simak artikel ini sampai selesai, Grameds.

Penyebab Devaluasi

pixabay

Selanjutnya, ada pula penyebab devaluasi terjadi karenan adanya ketidak-seimbangan atau defisitnya neraca pembayaran. Neraca pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar dari pada jumlah penerimaan.

Berikut rinciannya:

  • Tingginya kegiatan impor yang dilakukan oleh suatu negara tanpa diimabngi dengan kegiatan ekspor yang tinggi pula
  • Semakin meningkatnya permintaan untuk mengkonversi nilai mata uang
  • Akibat tingginya kegiatan impor
  • Semakin menurunnya nilai mata uang suatu negara
  • Kegiatan ekspor hanya terpusat pada makanan dan biota laut
  • Tingginya tingkat pengangguran

Dalam melakukan kegiatan ekspor impor pastinya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, bagi sebagian orang mungkin belum mengetahui peraturan kegiatan ekspor dan impor. Lewat buku Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor ini, kamu bisa mengetahui lebih lanjut tentang peraturan ekspor impor. Buku ini sebagian besar berisikan aturan-aturan kebijaksanaan pemerintahan dibidang ekspor-impor antara lain bersumber dari Keputusan Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan aturan-aturan dari WTO serta dari Kadin Internasional (ICC).

 

Riwayat Devaluasi di Indonesia

Di Indonesia sendiri pernah mengalami devaluasi, apakah kamu sudah tahun devaluasi yang terjadi di Indonesia pada tahun berapa? Devaluasi di Indonesia telah dilakukan sebanyak empat kali. Berikut penjelasannya.

Devaluasi Tahun 1971

Berdasarkan buku Menembus Batas, pada tanggal 23 Agustus 1971, pemerintah melakukan devaluasi pertama kali dan menaikkan harga Dolar As dari Rp378 menjadi Rp415. Harga Dolar AS tersebut bertahan paling lama dalam sejarah ekonomi Orde Baru hingga 15 November 1978.

Devaluasi Tahun 1978

Devaluasi tanggal 15 November 1978 bertujuan untuk mendorong sektor ekspor di Indonesia. Saat itu, pemerintah tidak lagi mematok harga Dolar As pada tingkat tertentu, tetapi membiarkannya hingga mengambang terkendali atau disebut managed floating exchange rate. Dikutip dari buku Pengantar Keuangan Internasional, pada sistem kurs mengambang terkendali ini, nilai rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan rentang tertentu. Penerapan sistem ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi (pelemahan) terhadap Dolar AS.

Devaluasi Tahun 1983

Kebijakan devaluasi kembali diterapkan pada 30 Maret 1983. Saat itu, harga minyak di pasar global menurun tajam sehingga pendapatan devisa berkurang drastis. Program penggalakan ekspor non migas dan penggunaan produk dalam negeri mulai gencar dilaksanakan. Namun, rupiah tetap mengalami depresiasi.

Devaluasi Tahun 1986

Pemerintah menerapkan kebijakan devaluasi untuk keempat kalinya pada 12 September 1986. Saat itu, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 40% sejak devaluasi tahun 1983. Hingga akhir Oktober 1997, rupiah terus terdepresiasi hingga 124%. Menanggapi hal tersebut, pemerintah menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating rate). Sistem ini menyerahkan nilai tukar seluruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi ekuilibrium yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal negara yang bersangkutan. Meski demikian, sistem kurs mengambang bebas tidak lepas dari campur tangan pemerintah dengan dasar hukum Undang-Undang No. 23 dan 24 tahun 1999 yang memberi Bank Indonesia kewenangan untuk melakukan intervensi berkala, selektif, dan pada waktu yang diperlukan. Sistem kurs mengambang bebas ini masih diterapkan hingga sekarang.

Bagi mahasiswa yang mengambil jurusan ekonomi, pastinya tidak asing lagi dengan istilah perdagangan internasional. Namun, terkadang untuk mencari buku tentang perdagangan internasional masih kesulitan. Tenang saja, lewat buku Perdagangan Internasional karya Andri Feriyanto, pembaca akan lebih mudah memahami perdagangan internasional. Pembahasan dalam buku ini dimulai secara berurutan dari Bab 1 hingga Bab 11 dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

 

Perbedaan Devaluasi dan Sanering

pixabay

Devaluasi serupa dengan sanering. Namun, terdapat perbedaan di mana sanering merupakan pemotongan nilai untuk mata uang dalam negeri. Sedangkan devaluasi merupakan penurunan nilai tukar dari mata uang asing. Kebijakan sanering diikuti dengan penarikan uang yang sedang berlaku dan menggantikannya dengan uang baru.

Sanering dilakukan oleh bank sentral saat negara mengalami hiperinflasi. Sedangkan devaluasi bertujuan memperbaiki neraca perdagangan dan pembayaran. Berdasarkan Buku Siswa Ekonomi Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, devaluasi mengakibatkan harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah jika dibeli dengan mata uang asing, sehingga mampu bersaing dengan barang-barang luar negeri dan meningkatkan jumlah ekspor.

Adanya peningkatan ekspor berdampak pada perbaikan neraca perdagangan dan neraca pembayaran.

Saat ini, perkembangan ekonomi Islam bisa dibilang berkembang cukup cepat. Jika kamu ingin mencari buku tentang sistem ekonomi Islam, maka buku Sistem Moneter Islam ini sangat pas karena berisi tentang penghapusan riba. Penghapusan bunga (riba) adalah bagian dari prinsip-prinsip ekonomi Isian]. Namun, hal terpenting yang dilakukan bukan hanya sebatas penghapusan riba dari sistem konvensional yang tengah kita pakai sekarang ini, melainkan bagaimana memperkenalkan dan menerapkan sebuah sistem yang baru dan lebih tepat, yaitu sistem ekonomi dan moneter Islam. Sebuah tatanan ekonomi yang baru berdasarkan pokok-pokok syarikat Islam perlu segera diwujudkan.

 

Penerapan Devaluasi dan Sanering di Indonesia

Mengutip buku Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, kebijakan devaluasi telah dilakukan sebanyak empat kali dan sanering dua kali. Berikut contoh kebijakan devaluasi dan sanering di Indonesia. Namun sebelumnya anda perlu mengerti arti sanering, merupakan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemangkasan nilai mata uang.

Logikanya, dengan adanya sanering daya beli masyarakat menurun karena nilai uang yang dimiliki berkurang, sementara harga barang tetap normal.

Contoh sanering semisal uang Rp10.000, kemudian diturunkan nilainya menjadi Rp 10. Jika sebelumnya harga sepotong roti itu Rp10.000 per bungkus, setelah dilakukan sanering maka harga roti tersebut tetap sama, tapi kita mesti merogoh kocek berlipat ganda untuk bisa membeli roti tersebut. Berikut adalah tabel terjadinya sanering dan devaluasi:

Periode Kebijakan Perubahan
19 Maret 1950 Sanering Nilai uang dipotong sebesar 50%. Misalnya, uang Rp1.000 nilainya menjadi Rp500. Kebijakan ini dikenal dengan istilah Gunting Syarifudin.
13 Desember 1965 Sanering Pemerintah menarik semua peredaran uang diganti dengan mata uang baru, yaitu Rp1.000 menjadi Rp1.
23 Agustus 1971 Devaluasi Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 10% dari Rp378 menjadi Rp415 per satu Dolar AS.
15 November 1978 Devaluasi Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 50,6% dari Rp415 menjadi Rp625 per satu Dolar AS.
30 Maret 1983 Devaluasi Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 38% dari Rp702 menjadi Rp970 per satu Dolar AS.
12 September 1986 Devaluasi Terjadi devaluasi terhadap Dolar AS sebesar 45% dari Rp1.134 menjadi Rp1.644 per satu Dolar AS.

Kondisi perekonomian nasional saat itu dinilai sangat meresahkan. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang sangat rendah, nilai investasi yang merosot, dan inflasi yang sangat tinggi telah menjadikan nilai rupiah anjlok. Pemerintah kala itu pun menilai rupiah sudah tak lagi mencerminkan nilai riilnya sehingga sanering menjadi tak terelakkan. Pada waktu itu, kebijakan sanering ini terpaksa ditempuh untuk mencegah inflasi semakin tinggi, mengendalikan harga, meningkatkan nilai mata uang, dan memungut keuntungan tersembunyi dari perdagangan.

Kebijakan sanering di Indonesia pertama kali dilakukan pada 19 Maret 1950, setelah situasi perekonomian terpuruk akibat utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melonjak tajam. Pemerintah kemudian melakukan sanering, yang dikenal dengan sebutan kebijakan Gunting Syafruddin, di mana uang kertas yang dilainya Rp 5 ke atas nominalnya dipotong 50 persen. Kebijakan sanering 1950 berhasil mengisi kas pemerintah yang kosong setelah kemerdekaan dan menurunkan harga akibat inflasi.

Namun, selain dampak positif, pemberlakukan sanering pada 1950 juga mendatangkan dampak negatif. Pasalnya, kebijakan sanering 1950 dirasa kurang tepat karena menyebabkan terjadinya tindakan sanering berikutnya yang semakin menyebabkan masyarakat menderita. Seperti diketahui, dengan penerapan sanering maka uang yang dipegang masyarakat secara otomatis nilainya berkurang drastis. Sanering pada 1950 juga cenderung dilakukan untuk kepentingan pemerintah semata, yakni untuk mengatasi utang pemerintah yang menumpuk tanpa memikirkan kesulitan rakyat akibat pemotongan nilai rupiah.

Selanjutnya, periode 1965 Sanering yang ketiga dilakukan oleh Pemerintah RI pada 1965, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar akibat inflasi. Pada 13 Desember 1965, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan nilai Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Namun, kebijakan itu tidak membawa perubahan yang lebih baik karena terjadi depresiasi nilai rupiah tanpa henti. Kebijakan sanering 1965 membuat perekonomian Indonesia semakin kacau, di mana harga barang terus meroket, bahkan inflasi sempat menyentuh 594 persen.

Puncaknya terjadi pada 1966, ketika inflasi mencapai 635,5 persen dan rakyat pun kian menderita karena pendapatan mereka habis dimakan inflasi. Ketika terjadi krisis moneter di Asia pada 1997, nilai rupiah pun semakin turun dan tidak berharga.

Jika kamu ingin mencari lebih lanjut tentang hukum perbankan di Indonesia, maka buku Hukum Perbankan di Indonesia karya Dadang Husen Sobana. Buku ini ditulis menggunakan bahasa yang ringan, sehingga sangat pas untuk dibaca oleh pemula. Lewat buku ini, pembaca akan mengetahui hukum-hukum perbankan yang berlaku di Indonesia.

Dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa devaluasi adalah penurunan nilai mata uang. Penyebab devaluasi ini, salah satunya adalah tingginya kegiatan impor. Oleh sebab itu, sudah seharusnya bagi suatu negara untuk bisa mengendalikan belanja impornya agar cadangan devisa bisa terus tersedia.

Terjadinya devaluasi ini bisa mempengaruhi perekonomian suatu negara. Itulah pemahaman mengenai devaluasi yang dapat kamu jadikan sebagai referensi. Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk Grameds.

Kamu juga dapat membaca buku-buku terkait perekonomian negara atau bagaimana membangun bisnis yang baik dan lengkap penjelasannya, atau buku-buku lainnya di gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas Gramedia selalu memberikan produk terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Mochamad Aris Yusuf

 

About the author

Rosyda

Saya adalah Fauziyah dan menulis adalah bagian dari aktivitas saya, karena menulis menjadi salah satu hal yang menarik. Sesuai dengan latar pendidikan saya, tema yang saya suka seputar ekonomi dan manajemen.

Kontak media sosial Instagram saya Rosyda Nur Fauziyah