Penelitian

Mengenal Metode Landfill dalam Sistem Pengelolaan Sampah

Landfill
Written by Qotrun A

Pengertian Landfill – Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tempat pemrosesan akhir (TPA) atau landfill adalah tempat terakhir pengelolaan sampah. TPA menjadi tempat sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Inilah yang menyebabkan diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.

Berdasarkan data dari Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2007 tentang kondisi TPA di Indonesia, sebagian besar TPA di Indonesia merupakan open dumping atau tempat penimbunan sampah terbuka, sehingga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Data menyatakan bahwa 90% TPA dioperasikan dengan open dumping dan hanya 9% yang dioperasikan dengan controlled landfill dan sanitary landfill. Perbaikan kondisi TPA di sinilah sangat diperlukan dalam pengelolaan sampah skala kota.

Pengertian Landfill

TPA atau landfill adalah tempat untuk membuang sampah dan bahan limbah lainnya. Tempat ini dirancang untuk meminimalkan dampak sampah terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Mengutip penjelasan dalam laman National Geographic, TPA ditimbun dengan lapisan dari tanah liat dan plastik tipis, lalu ditimbun lagi dengan beberapa meter tanah agar tanaman bisa tumbuh di atasnya.

Beberapa TPA akan mengalami dekomposisi seiring berjalannya waktu, meskipun dirancang hanya untuk menampung sampah. Proses dekomposisi di TPA akan menghasilkan metana, yaitu gas yang berbahaya dan mudah terbakar. Sejumlah penelitian menemukan bahwa metana menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan.

TPA menjadi subsistem penting dalam pengelolaan sampah. TPA merupakan tempat berakhirnya proses pewadahan
pengumpulan, pengangkutan, pemilahan daur ulang, hingga pembuangannya. Fase ini dapat menggunakan berbagai metode, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat teknologi tinggi (Wahyono, 2012). TPA sangat diperlukan keberadaannya. Jika TPA tidak ada, sampah akan menumpuk di berbagai tempat dan menimbulkan berbagai pencemaran lingkungan.

Landfill

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2454-2000, terdapat beberapa metode pembuangan akhir sampah, yakni:

1. Open Dumping

Metode ini adalah metode pembuangan akhir yang dianggap paling sederhana karena tidak adanya perlakuan khusus terhadap sampah, serta operasinya sangat mudah. Sampah yang masuk hanya ditumpuk begitu saja tanpa adanya pemrosesan lebih lanjut. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan, seperti pencemaran udara karena bau, pencemaran air karena adanya leachate, estetika, dan lain-lain.

2. Controlled Landfill

Berbeda dengan metode open dumping, operasi yang digunakan dalam metode ini sedikit lebih rumit dan biaya operasionalnya juga cukup besar. Metode pengelolaanb sampah ini meliputi penimbunan, perataan, dan pemadatan. Setelah kapasitas lahan yang digunakan untuk menampung sampah penuh, timbunan sampah diberi lapisan penutup dengan periode waktu yang sudah ditentukan.

3. Sanitary Landfill

Metode ini adalah metode yang paling rumit dibandingkan dengan dua metode sebelumnya. Biaya yang digunakan juga relatif tinggi, tetapi berdampak positif untuk masyarakat yang tinggal di sekitar TPA. Pada metode ini, sampah ditumpuk hingga mencapai ketebalan tertentu, dipadatkan, dilapisi tanah, dan dipadatkan kembali. Selanjutnya, sampah dapat dihamparkan lagi di lapisan tanah paling atas, begitu seterusnya.

4. Landfill Mining

Land disposal atau penyingkiran limbah ke dalam tanah merupakan cara yang paling umum ditemukan dalam pengelolaan limbah. Metode penyingkiran limbah ke dalam tanah ini dilakukan dengan pengurugan atau penimbunan yang dikenal sebagai landfilling, yang diterapkan mulamula terhadap sampah kota (Damanhuri, 2010).

Pada saat ini, landfill mining adalah strategi baru yang dapat digunakan untuk mengembalikan sumber daya dan material yang bisa dimanfaatkan kembali. Konsep enhanced landfill mining (ELFM) adalah konsep landfill mining yang telah diperbarui, yang berarti sebagai landfill mining yang diperluas.

Konsep ELFM dapat didefinisikan sebagai pengondisian, ekskavasi, dan valorisasi yang aman dan terintegrasi terhadap sampah yang ditimbun, yang dapat dimanfaatkan sebagai material waste to material atau waste to energy dengan menggunakan teknologi inovatif dengan memperhatikan kriteria sosial dan lingkungan (Wahyono, 2012).

Pembentukan Gas di dalam Landfill

Landfill gas dihasilkan dari proses dekomposisi sampah yang tertimbun di dalam landfill oleh aktivitas mikroorganisme. Proses dekomposisi berlangsung secara anaerobik melalui beberapa tahapan, yaitu:

  • Hydrolisis, yaitu pemecahan rantai karbon panjang menjadi rantai karbon yang lebih sederhana dalam proses degradasi sampah oleh mikroorganisme.
  • Acidogenesis, yaitu senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek diubah menjadi asam organik akibat adanya aktivitas dari mikroorgansime acidogen.
  • Methanogenesis, yaitu tahap degradasi yang menghasilkan gas methan dan gas lain akibat aktivitas mikrooganisme pembentuk metana (CH4).

Secara umum, dekomposisi sampah di dalam landfill berlangsung secara anaerobik. Proses dekomposisi sampah secara anerobik akan membentuk gas. Komposisi gas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme yang mendekomposisi sampah dan secara umum gas yang dihasilkan sangat tekait dengan fase-fase penguraian sampah secara anerobik.

Tahap awal dekomposisi sampah disebut dengan fase aerobik, yang terjadi saat awal penimbunan sampah di TPA dan oksigen masih ada di dalam tumpukan sampah. Fase kedua dan ketiga disebut dengan fase transisi asam yang terkait erat dengan proses acidogenesis dan mulai terbentuk gas karbondioksida (CO2). Selanjutnya, gas mulai terbentuk pada tahap metagonesis, yaitu fase keempat yang menghasilkan CH4 dan CO2. Fase kelima adalah fase pematangan ketika sampah sudah menjadi produk yang lebih stabil.

Karakteristik gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah ditentukan oleh karakteristik sampah yang ditimbun. Komposisi terbesar dari gas yang dihasilkan adalah gas metana CH4 dan CO2. Gas-gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang sangat potensial dan jika tidak dikelola dengan baik juga akan menimbulkan pencemaran.

CH4 dan CO2 merupakan salah satu gas yang mempunyai kontribusi terhadap gas rumah kaca (GRK). Berdasarkan data penelitian yang telah banyak dilakukan, CH4 mempunyai kekuatan 21 kali lebih kuat dalam menyimpan panas dibandingkan dengan gas CO2. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan sampah di landfill merupakan salah satu kontributor dalam penyebab pemanasan global.

Landfill

Berdasarkan data SLHI tahun 2007, diketahui bahwa pengelolaan sampah di landfill yang tidak mengelola gas dengan baik menyumbang 3% efek pemasan global di Indonesia. Terkait dengan hal ini, Rencana Aksi Nasional (RAN) Perubahan Iklim dalam skala nasional memasukkan upaya pengelolaan gas di landfill sebagai salah satu upaya mitigasi untuk mengurangi pemanasan global. Gas metana yang dihasilkan harus dikelola dengan baik dan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Secara teoritis berdasarkan reaksi kimia ini, gas CH4 dan CO2 merupakan gas yang paling dominan dihasilkan dari proses degradasi sampah secara anerobik. Jumlah atau produksi gas yang dihasilkan sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu:

  • Unsur-unsur pembentukan sampah seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen yang diperoleh dari analisis karakteristik sampah, yaitu ultimate analysis.
  • Kecepatan degradasi sampah yang dibedakan atas sampah yang cepat terurai dan lambat terurai. Waktu untuk penguraian bahan organik yang mudah terurai adalah 5 tahun, sedangkan waktu penguraian bahan organik yang lambat terurai adalah 15 tahun.

Ketika gas mulai dihasilkan, tekanan di dalam landfill akan meningkat, sehingga memungkinkan adanya pergerakan gas di dalam landfill. Pergerakan gas bisa terjadi secara vertikal dan horisontal jika tekanan di luar (barometrik) lebih kecil dibandingkan tekanan di dalam. Gas akan cenderung bergerak ke arah vertikal dan keluar, sedangkan jika tekanan di luar lebih besar, gas cenderung bertahan di dalam landfill sampai mencapai keseimbangan tekanan.

Pergerakan gas sangat sulit untuk diprediksi. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, diketahui jika pergerakan gas metana ke arah horisontal dapat mencapai jarak lebih dari 1.500 feet. Gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi tidak boleh lepas begitu saja ke udara. Ini dikarenakan gas metana yang dihasilkan jika kontak dengan udara > 5% akan menimbulkan ledakan, sehingga diperlukan kontol dan monitoring terhadap landfill gas.

Kontrol gas secara umum dapat dilakukan dengan pembakaran gas atau memanfaatkan sebagai sumber energi, terutama untuk gas metana bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi yang sangat potensial. Secara umum, sistem kontrol gas dapat dibedakan secara aktif dan pasif.

Pembentukan Leachate

Landfill

Sampah yang tertimbun di lokasi TPA mengandung zat organik maupun anorganik. Apabila hujan turun, akan menghasilkan air lindi dengan kandungan mineral yang tinggi (Jonathan McIntosh/Creative Commons Attribution 2.0 Generic).

Sampah yang dibuang ke landfill mengalami beberapa perubahan fisik, kimia, dan biologis. Secara simultan, sampah-sampah tersebut akan menghasilkan cairan yang disebut dengan leachate (air lindi). Air lindi adalah suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan di timbunan sampah. Cairan ini sangat berbahaya dan beracun karena mengandung konsentrasi senyawa organik maupun senyawa anorganik tinggi, yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalamnya. Selain itu, cairan tersebut juga dapat mengandung unsur logam, yaitu seng (Zn) dan raksa (Hg).

Air lindi dalam kehidupan sehari-hari dapat dianalogikan seperti seduhan teh yang membawa materi tersuspensi dan terlarut dari produk degradasi sampah. Cairan itu dapat diproses menjadi biogas dan pupuk cair. Hal ini disebabkan karena air tersebut mengandung berbagai macam bahan organik, yaitu nitrat dan mineral.

Landfill

Dampak Metode Landfill

Secara sepintas, metode landfill relatif mudah dilakukan dan dapat menampung sampah dalam jumlah yang besar. Namun, anggapan ini kurang tepat karena landfill dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan. Masalah utama yang sering muncul adalah bau dan pencemaran air lindi. Selain itu, gas metana dari landfill yang tidak dimanfaatkan dengan baik akan menyebabkan efek pemanasan global, bahkan dapat meledak jika mampat di dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan diperlukan adanya unit pengolahan air lindi dan biogas yang baik dalam sistem landfill.

Sembiring dan Muntalif manambahkan bahwa dampak lain yang ditimbulkan oleh cairan tersebut adalah pencemaran air permukaan dan air bawah tanah yang berada di sekitarnya, karena umumnya cairan itu mengandung nilai BOD sebesar 2.000–30.000 mg/L dan COD 3.000–60.000 mg/L. Beberapa kasus pencemaran air lindi di Indonesia yang berhasil dicatat oleh Usman dan Santosa adalah puluhan tambak udang yang gagal panen di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, pencemaran sumur warga di sekitar TPA Bantar Gebang, dan pencemaran aliran Kali Asem.

Daftar Pustaka

Buku

  • Ali, Munawar (2011). Rembesan Air Lindi (Leachate): Dampak Kepada Tanaman Pangan dan Kesehatan. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur Press. ISBN 978-602-9372-44-1.
  • Arief, Latar Muhammad (2016). Pengolahan Limbah Industri: Dasar-Dasar Pengetahuan dan Aplikasi di Tempat Kerja. Yogyakarta: Andi. ISBN 978-979-2955-45-3.
  • Artomo (2015). Halaman Hijau: Cara Bijak dan Cerdas Mengelola Lingkungan dari Rumah. Jakarta: Agro Media Pustaka. ISBN 978-979-0065-51-2.
  • Hadisuwito, Sukamto (2007). Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta: Agro Media Pustaka. ISBN 978-979-0061-16-3.
  • Hariyanto, Sucipto, dkk (2019). Lingkungan Abiotik (Jilid 1). Surabaya: Airlangga University Press. ISBN 978-602-7924-95-6.
  • Ngatimin, Sri Nur Aminah; Syatrawati (2019). Teknik Menanggulangi Pencemaran Tanah Pertanian di Kota dan Desa. Yogyakarta: Leutika Prio. ISBN 978-602-3717-09-5.
  • Sutanto, Rachman (2002). Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 978-979-2101-86-7.

Jurnal

BACA JUGA:

About the author

Qotrun A