in

Review Buku Kematian Sebuah Bangsa Karya Khalil Gibran

Buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa ditulis oleh penyair ternama dunia asal Lebanon, Kahlil Gibran. Nama Kahlil Gibran mulai dikenal dunia, karena karyanya bersifat eksotik, bahkan mistis. Karya-karya Kahlil Gibran mayoritas menggambarkan sebuah pribadi yang keinginan untuk bebas dari ketertindasan, penuh gelora cinta, dan pesan-pesan untuk kehidupan kemanusiaan.

Kahlil Gibran sangat menggelora ketika berbicara tentang cinta. Ia juga begitu kritis berbicara tentang kebobrokan penguasa. Kahlil Gibran adalah sosok pembawa pesan cinta dan kemanusiaan yang dituangkan ke dalam bahasa sastra yang indah dan tidak membosankan. Dalam buku Kematian Sebuah Bangsa ini, pembaca akan menemukan berbagai pesan itu dalam bahasa sastra khas Kahlil Gibran.

Dalam buku karya Kahlil Gibran yang memiliki total 192 halaman ini, anda akan menemukan 14 bab cerita, yang mana setiap ceritanya memiliki keunikan masing-masing. Ke-14 bab buku Kematian Sebuah Bangsa ini, yaitu Prahara, Putri-Putri Laut, Perbudakan, Kami dan Kalian, John Si Gila, Debu Zaman dan Api Abadi, Di Balik Jubah, Bidadari yang Mempesona, Cita-Cita Violet, Kematian Sebuah Bangsa, Penyaliban, Penggali Kubur, Pesta Malam, dan Dewa-Dewa Bumi. Anda akan menemukan berbagai cerita yang berbeda tema, dan semuanya memiliki makna mendalam.

Profil Kahlil Gibran – Penulis Buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa

Sumber foto: orami.co.id

Kahlil Gibran adalah seorang penyair dan penulis asal Lebanon, Amerika, yang lahir pada 6 Januari 1883. Kahlil Gibran juga dikenal sebagai seniman visual, dan dianggap sebagai filsuf walaupun ia sendiri menolak julukan tersebut. Kahlil Gibran paling dikenal ketika dirinya menulis The Prophet, yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1923. Sejak tahun diterbitkannya tersebut, The Prophet menjadi salah satu buku terlaris sepanjang masa, dan sudah diterjemahkan ke lebih dari 100 bahasa.

Kahlil Gibran lahir dari pasangan Khalil Sa’ad Gibran dan Kamila Rahmah, yang merupakan putri seorang pendeta beragama Kristen Maronit. Kahlil Gibran memiliki dua adik perempuan yang bernama Marianna dan Sultana, dan seorang kakak tiri bernama Boutros. Kakak tirinya itu adalah hasil dari salah satu pernikahan sang ibu sebelum menikah dengan ayahnya. Keluarga Kahlil Gibran diketahui hidup dengan finansial yang kurang.

Pada tahun 1888, Kahlil Gibran mulai sekolah di salah satu kelas Bsharri, yang dijalankan oleh seorang pendeta. Di sana, Kahlil Gibran mulai belajar dasar-dasar bahasa Arab, Syria, dan aritmatika. Ayah Kahlil Gibran pada awalnya hanya bekerja di apotek, tetapi dia memiliki sejumlah hutang yang tidak mampu dia bayar. Maka dari itu, ia kemudian bekerja untuk administrator lokal yang ditunjuk Ottoman.

Pada tahun 1891, ketika bekerja sebagai pemungut pajak, ayah Kahlil Gibran sempat diberhentikan dan stafnya diselidiki. Ayah Kahlil Gibran kemudian pernah dipenjara karena kasus penggelapan, dan properti keluarganya disita oleh pihak berwenang. Kamila kemudian memutuskan untuk mengikut jejak kakaknya untuk pergi ke Amerika Serikat. Meskipun suaminya dibebaskan pada tahun 1894, Kamila tetap memutuskan untuk pergi ke New York pada tanggal 25 Juni 1895, membawa Boutros, Kahlil Gibran, Marianna, dan Sultana bersamanya.

Karir Kahlil Gibran diawali sebagai seorang seniman. Debut karirnya dimulai pada bulan Januari 1904, saat ia mengadakan pameran seni lukisannya di Boston, di Studio Day. Selama pameran ini, Kahlil Gibran bertemu dengan Mary Haskell, kepala sekolah perempuan di kota itu yang berusia sembilan tahun lebih tua darinya. Keduanya kemudian membentuk persahabatan yang berlangsung selama sisa hidup Kahlil Gibran.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Mary Haskell rela menghabiskan banyak uang untuk mendukung Kahlil Gibran dan juga membantu dia mengedit semua tulisannya ke dalam Bahasa Inggris. Status hubungan romantis mereka tetap tidak jelas, tetapi beberapa penulis biografi ada yang menyatakan keduanya merupakan sepasang kekasih. Hubungan mereka diketahui tidak direstui oleh keluarga Mary Haskell.

Namun, ada kabar yang menyatakan bahwa Kahlil Gibran dan Mary Haskell sempat bertunangan antara tahun 1910 dan 1911. Menurut Joseph P. Ghougassian, Kahlil Gibran sudah melamarnya, tetapi Mary Haskell membatalkannya, karena ia ingin mereka tetap menjadi sahabat saja. Mary Haskell kemudian menikah dengan seorang pria bernama Jacob Florance Minis pada tahun 1926. Meski begitu, ia tetap menjadi sahabat, pelindung, dan dermawan bagi Kahlil Gibran.

Pada tahun 1905, karya tulis pertama Kahlil Gibran berjudul A Profile of the Art of Music berhasil diterbitkan dalam bahasa Arab, oleh departemen percetakan Al-Mohajer di New York. Karya selanjutnya, Nymphs of the Valley, diterbitkan pada tahun 1906, juga dalam bahasa Arab. Pada tahun 1908, Kahlil Gibran menerbitkan sebuah buku yang sangat kritis terhadap otoritas sekuler dan spiritual, buku yang berjudul Spirits Rebellious. Buku ini juga diterbitkan dalam Bahasa Arab.

Kahlil Gibran didiagnosis dengan pembesaran hati. Hal ini membuat Kahlil Gibran harus dirawat di Rumah Sakit St. Vincent, Manhattan, pada 10 April 1931. Ia kemudian meninggal pada hari yang sama, dalam usianya yang baru empat puluh delapan tahun. Penyebab kematiannya adalah penyakit sirosis hati dengan tuberkulosis yang baru mulai di salah satu paru-parunya.

Sinopsis buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa

Kematian Sebuah Bangsa

Ini adalah kisah tentang seseorang yang telah kehilangan bangsanya sendiri. Bangsa yang sebelumnya makmur dan dipenuhi dengan sumber daya alam yang melimpah, kini telah hilang dan berlalu. Ini adalah kisah tentang seseorang yang menahan kesedihan dan kesepian, karena sudah kehilangan segalanya, bahkan ia juga kehilangan kekasihnya.

Bangsa yang dulu makmur, sekarang malah menjadi bangsa yang hancur dan dikuasai oleh orang-orang besar yang tak memedulikan orang kecil. Sekarang dia sudah bepergian ke bangsa-bangsa yang jauh dan makmur, tetapi sangat disayangkan, karena bangsanya sendiri telah tiada. Ini adalah cerita kematian sebuah bangsa.

Prahara

Dalam bab Prahara, dikisahkan bahwa Yusif El Fahri yang baru berusia 30 tahun menarik diri dari kehidupan masyarakat yang ramai dan tinggal dalam sebuah pertapaan yang terpencil di sekitar lembah Lebanon Utara. Banyak masyarakat desa yang berspekulasi bahwa Yusif adalah orang gila, dan banyak juga yang mengatakan bahwa Yusif berasal dari keluarga hartawan terpandang, tetapi ia dikhianati oleh wanita yang ia cintai.

Namun, ada juga yang berkata bahwa Yusif meninggalkan kehidupan kota supaya dia bisa mencatat pikiran-pikiran dan menyusun inspirasinya. Yusif adalah seorang sufi yang puas dengan kehidupan batin. Pada suatu hari, saat musim gugur, Kahlil Gibran berjalan-jalan ke daerah perbukitan yang berbatasan dengan area pertapaan Yusif. Saat itu, seketika prahara mengantarkan Gibran ke dalam sebuah goa yang ditinggali oleh Yusif. Saat Kahlil Gibran mengetuk pintu goa itu, ia melihat Yusif memegang seekor burung yang sekarat pada sebelah tangannya.

Kepala burung itu terluka dan sayapnya patah. Yusif mulai menyentuh kepala burung itu dengan lembut dan sangat berhati-hati, tetapi Kahlil Gibran merasa heran, karena ia juga mendapati sifat kejam dalam diri Yusif. Yusif memandang Kahlil Gibran dengan serius. Ia lalu mengatakan bahwa dirinya ingin supaya manusia bisa memperlihatkan naluri burung, dan ia ingin prahara itu bisa mematahkan sayap-sayap manusia, karena manusia cenderung penakut dan pengecut. Ia juga mengatakan, begitu ia merasakan kebangkitan prahara, dia langsung berangkat menuju goa untuk bersembunyi.

Cita-Cita Violet

Dalam bab ini diceritakan ada sebuah bunga violet yang yang terus mengeluh, karena ia merasa tidak penciptanya tidak adil. Ia merasa tidak adil, karena diciptakan menjadi bunga violet yang tidak seangkuh dan seanggun bunga mawar. Violet kemudian terobsesi dengan bunga mawar dan menolak takdirnya menjadi bunga violet. Dia juga berdoa dan berharap menjadi bunga mawar yang terlihat mewah, cantik, dan terlihat angkuh.

Setelah doa itu dipanjatkannya, violet akhirnya mendapatkan jawaban atas semua keinginannya. Diubahlah dirinya menjadi bunga mawar yang terlihat mewah, cantik, dan terlihat angkuh. Beberapa waktu setelah violet berubah menjadi mawar, terjadi sebuah bencana. Alam mengamuk dan memporak-porandakan seluruh tempat, tidak terkecuali tempat hidup violet dan mawar lain yang tumbuh bersamanya.

Bunga violet yang hidup di balik kokohnya tembok terlindungi dan tetap aman. Sedangkan, bunga mawar yang ada hancur semua. Mawar-mawar terlihat sekarat, tidak terkecuali violet yang baru saja berubah menjadi mawar. Kepuasan yang sudah didapatkan oleh violet setelah kejadian itu membawanya kepada kematian.

Violet sendiri tidak merasa menyesal, tetapi teman-teman violet yang malah merasa menyesal, karena ia telah memilih jalan yang salah. Jalan yang malah mengantarkannya kepada kematian. Sedangkan violet sendiri tersenyum dengan kemenangan, karena dia menganggap hidupnya diakhiri dengan menjadi bunga mawar yang cantik dan terlihat angkuh.

Kelebihan Buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa

Sama seperti karya-karya Kahlil Gibran yang lainnya, buku Kematian Sebuah Bangsa ini penuh dengan kalimat indah nan menawan yang penuh dengan romansa. Penyair asal Lebanon ini memang dikenal dengan karyanya yang eksotik. Kahlil Gibran selalu saja bisa membawa pembaca untuk menyelami dunia yang ditulisnya.

Kahlil Gibran juga sangat jujur dalam menulis karya-karyanya. Termasuk juga buku Kematian Sebuah Bangsa ini. Melalui buku ini, Kahlil Gibran mengemas kritik kepada pihak-pihak besar sebuah bangsa ke dalam sebuah cerita yang indah.

Tentunya, buku ini juga sarat akan makna. Banyak pesan moral yang bisa kita temukan dalam setiap cerita dalam buku Kematian Sebuah Bangsa ini. Isi cerita ini pun sangat indah dan begitu bergelora, yang membuat pembaca pasti terus merasa penasaran untuk membaca semua cerita dalam buku ini.

Kekurangan Buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa

Buku Kematian Sebuah Bangsa ini dituliskan dengan bahasa sastra yang membuat pembaca harus menginterpretasikan artinya sendiri. Beberapa pembaca menemukan kesulitan dalam memahami kalimat dalam buku ini. Beberapa kalimat perlu dibaca berulang kali, agar dapat memahami betul makna yang ingin disampaikan oleh Kahlil Gibran. Namun, jika sudah memahami maknanya, pembaca akan menemukan bahwa pesan tersebut sangat mendalam.

Pesan Moral Buku Kahlil Gibran: Kematian Sebuah Bangsa

Dari kisah Kematian Sebuah Bangsa ini, kita dapat mengetahui bahwa negeri lain tidak seindah seperti yang kita bayangkan. Kita memiliki kecenderungan untuk membayangkan negeri lain pasti lebih baik dibandingkan negeri sendiri. Padahal kenyataannya tidak begitu. Dari sini kita juga dapat belajar untuk tidak menilai sesuatu dari yang kelihatannya saja.

Dari kisah ini, kita juga dapat belajar untuk tidak menjadi seperti penguasa yang tidak bersyukur atas kekuatan yang dimilikinya. Penguasa yang seharusnya bersyukur atas kepercayaan yang diberikan banyak orang, tetapi malah mengecewakan. Jangan menjadi sosok yang buta akibat kekuasaan. Jangan menjadi sosok yang tamak dan tidak bertanggung jawab.

Sekian artikel ulasan buku Kematian Sebuah Bangsa karya Kahlil Gibran. Bagi kalian yang penasaran akan isi buku sang penyair dunia ini, kalian bisa langsung mendapatkannya di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi terlengkap dan terbaru bagi anda.

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy