Psikologi

Penyebab Diskalkulia Secara Umum dan Aspek Psikologis Anak

Written by Sevilla Nouval

Diskalkulia – Akhir-akhir ini, banyak dijumpai anak-anak yang duduk di bangku awal Sekolah Dasar mengalami kesulitan belajar matematika. Anak menunjukkan prestasi yang rendah, tetapi tidak bodoh.

Kesulitan yang dialami oleh anak-anak itu sering kali disertai dengan perilaku yang menyimpang, seperti mengganggu teman, memukul, mondar-mandir, sehingga menyebabkan para gurunya kesal.

Diskalkulia

Ilustrasi diskalkulia (Rhetos/Creative Commons CC0 1.0 Universal Public Domain Dedication).

Diagnosis yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa inteligensi mereka normal, bahkan ada yang tinggi. Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik di bidang matematika sering disebut dengan anak diskalkulia.

Anak diskalkulia ini harus segera mendapatkan penanganan segera mungkin, supaya potensi yang dimilikinya dapat berkembang lebih optimal. Untuk menangani hal ini, diperlukan pemahaman tentang aspek-aspek psikologis.

Hasil tes inteligensi yang dilakukan oleh salah satu pakar bernama Tin Suharmini dengan menaggunakan tes colours progressive matrices (CPM) dan wechsler intelligence scale for children (WISC) menunjukkan hasil inteligensi yang cukup tinggi.

Ada bagian-begian tertentu yang cenderung rendah, misalnya aspek berhitung dan simbil, tetapi subtes yang lain menunjukkan hasil yang tinggi.

Jenis kesulitan belajar yang dialami anak diskalkulia seperti kesulitan membedakan simbol, menuliskan letak bilangan, kesulitan mencari hasil operasional bilangan, lemah menganalisis dan memecahkan soal-soal berhitung, serta tulisan tidak rapi.

Anak cenderung pemarah, emosi labil dan sensitif, agresif, dan ditolak teman-temannya. Gangguan perilaku yang sering menyertai seperti agresif, tidak disiplin, semau sendiri, dan kurang kontrol diri.

Suatu gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca. Disleksia terjadi pada anak-anak dengan penglihatan dan intelektual normal. Gejala termasuk terlambat bicara, lambat dalam belajar kata-kata baru dan membaca. Ketahui lebih lanjut seputar disleksia melalui buku Aku Disleksia.

Diskalkulia

Gambaran Umum Anak-Anak Diskalkulia

Masalah kesulitan belajar yang dialami oleh anak-anak diskalkulia sering dipandang aneh oleh para guru. Anak ini tidak buta, organ penglihatannya baik, dan mereka juga bukan tunarungu, tetapi fungsi penglihatan dan pendengarannya tidak seperti anak lain. Anak-anak ini sering kali memberikan persepsi yang salah, terutama di bidang pelajaran matematika.

Anak dengan inteligensi normal ke atas memiliki kesulitan khusus atau mengalami ketidakmampuan belajar matematika, termasuk anak yang mempunyai kesulitan belajar spesifik dengan bentuk diskalkulia. Anak ini perlu memperoleh penanganan agar prestasi belajar dan perkembangannya dapat optimal.

Penanganan anak diskalkulia ini akan dapat dilakukan dengan baik jika diketahui gambaran tentang dirinya, seperti inteligensi, aspek sosial dan emosi, serta perilaku menyimpang yang sering menyertai anak diskalkulia. Mengenai keadaan inteligensi anak diskalkulia tergolong normal, bahkan ada yang tinggi.

Hasil tes IQ dengan menggunakan Weschler dari seorang anak bernama Kathy dapat dilaporkan, yaitu verbal IQ = 111, performance = 147, dan full IQ = 132. Bagaimana dengan anak diskalkulia yang ada di Indonesia? Simak uraian di bawah ini hingga selesai untuk mengetahui penjelasan selengkapnya.

Setiap anak memiliki kepribadian spesial, berbeda dari yang lainnya. Salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk memahami anak Anda adalah dengan mengamatinya. Cobalah mencari pola dari perilaku anak Anda dari proses pengamatan tersebut.

Bagi para orang tua bisa mempelajari psikologi anak melalui buku Psikologi Perkembangan Anak. Buku ini memberi penjelasan bagi tentang pentingnya memperhatikan perkembangan anak agar tidak terjadi hambatan yang berarti dalam kehidupan mereka.

Diskalkulia

button rahmad jpg

Pengertian Diskalkulia

Diskalkulia

Anak-anak Sekolah Dasar (Fandy Aprianto Rohman/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Diskalkulia dibatasi sebagai suatu bentuk learning disability yang ditandai dengan kekacauan dalam berhitung. Lily Sidiarto (1990) mengemukakan jika diskalkulia adalah ketidakmampuan yang dialami oleh seorang anak karena gangguan di sistem saraf pusat.

Biasanya, anak lemah dalam kemampuan persepsi sosial, lemah dalam konsep arah dan waktu, dan memiliki gangguan memori. Anak mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk geometrik, simbol, konsep angka, sulit menghafal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian secara cepat.

Ciri-Ciri Anak Mengalami Diskalkulia

Berdasarkan penjelasan dari American Psychiatric Association, dijelaskan mengenai ciri-ciri anak yang mengalami diskalkulia, yaitu:

Linguistic skill

Linguistic skill, yaitu tidak mampu menyebutkan nama atau istilah-istilah, konsep, dan simbol matematika.

Perceptual skill

Perceptual skill, yaitu kesulitan dalam mengamati atau membaca simbol aritmetika, serta kesulitan mengklasifikasi objek dalam kelompoknya.

Attention skill

Attention skill, yaitu kesulitan dalam menjalin angka-angka atau gambar dengan benar, terbalik dalam menulis angka, kesulitan dalam operasional sesuai dengan tanda-tanda matematika yang benar.

Mathematical skill

Mathematical skill, yaitu kesulitan mengikuti langkah-langkah menghitung dalam matematika, menghitung objek, dan mempelajari angka-angka dalam tabel.

Tipe-Tipe Disakalkulia

Dikslakulia termasuk suatu keadaan ketika anak memiliki kesulitan belajar spesifik, khususnya di bidang matematika. Sylvia Farnham (1994) membatasi diskalkulia sebagai gejala ketidakmampuan untuk mengoperasikan aritmetika. Selanjutnya, dijelaskan ada empat tipe diskalkulia, yaitu:

Tipe 1. Lemah dalam Logika

Anak tidak mampu untuk menjelaskan tentang suatu bentuk dan ukuran segitiga pengaman. Dia tidak mampu membedakan ukuran dan sulit menjelaskan ukuran bangun segitiga (panjang dan lebarnya).

Kelemahan di bidang logika ini juga ditunjukkan ketika anak menulis hasil penjumlahan, misalnya menulis 1029 dengan 129 atau kadang menulis 1029 dengan 1000 29 (sesuai dengan ucapan, yaitu seribu dua puluh sembilan), tanpa memperhatikan bentuk hubungan yang signifikan.

Anak juga sering kesulitan dalam melihat kalender dan jam, serta kesulitan dalam menulis dan menggambar angka.

Dia tidak dapat menghitung 389 x 68. Cara mengerjakannya dimulai dari mengalikan 8 x 9 = 72, ditulisnya 72, tetapi di tempat lain. Ketika dia diminta menggambar manusia, dia coba menggambar dengan lingkaran kecil dan garis-garis. Dia juga tidak mampu untuk menuliskan atau menggambar porogapit dengan benar.

Tipe 2 . Lemah dalam Perencanaan

Anak dengan tipe ini tidak mampu untuk menganalisis suatu kondisi permasalahan yang sederhana. Akibatnya, anak kesukaran dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Tipe 3. Tekun dalam Tugas

Anak menunjukkan ketekunan dalam tugas, tetapi selalu salah.

Tipe 4. Ketidakmampuan untuk Menghitung Sederhana

Anak tidak mampu untuk menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, danb membagi soal-soal yang sederhana. Sebagai contoh, menjumlahkan soal 19 + 16 = ….. Cara mengerjakannya: 1 + 1 = 2, kemudian 9 + 6 =15, ditulis 215.

Selanjutnya, dijelaskan juga oleh American Psychiatric Association jika ada tiga kriteria pokok yang digunakan untuk mendiagnosis seorang anak mengalami diskalkulia, yaitu:

  • Inteligensi normal atau tinggi, umur, kemampuan matematika dibandingkan dengan standar tes tidak sesuai dengan tingkatannya.
  • Mengalami gangguan dalam melaksanakan tugas-tugas matematika sesuai dengan umur dan tingkatan kelasnya, sehingga prestasi di bidang matematika menjadi rendah.
  • Kesulitan belajar di bidang matematika ini disebabkan karena kondisi sensory deficit secara medis karena gangguan neurologi.

Diskalkulia

button rahmad

Jenis Kesulitan Anak Diskalkulia

Jenis kesulitan matematika yang sering kali dialami oleh anak diskalkulia dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Anak lemah untuk mengalisis dan memecahkan soal-soal berhitung. Dilaporkan anak selalu menolak untuk mengerjakan soal-soal berhitung yang berbentuk cerita, jika mau mengerjakan hasilnya selalu salah.
  • Anak tidak mampu untuk membedakan simbol (+), (-), dan (x). Pada waktu sunjek diberi soal matematika 10 soal dengan simbol yang sama (+) semua, hasilnya akan benar. Namun, kalau dari 10 soal itu ada simbol (+) dan (-), mereka akan bingung dan 10 soal dikerjakan salah semua. Anak juga kesulitan dalam mengalikan sederhana, seperti 3 x 3, mereka tidak dapat mengerjakannya. Data ini juga didukung ibunya yang mengatakan “untuk soal perkalian, anak saya kesulitan dan tidak dapat mengerjakannya”. Ketika guru meminta menuliskan angka 2004, yang ditulis adalah 2000 4.
  • Kesulitan untuk menuliskan angka dengan nilai tempat yang benar, misalnya diminta menulis 62 keliru 12, 52 ditulis 25, dan seterusnya. Demikian juga jika diminta membaca 16 dibaca 61 atau 25 dibaca 52.
  • Kesulitan menuliskan letak bilangan, misalnya 15 keliru 51, 25 keliru 52, 34 keliru 43, 39 keliru 93, 43 keliru 34, dan seterusnya.
  • Kesulitan mencari hasil operasional, misalnya 78 + 18 = …. Anak mengerjakan dengan urutan 8 + 8 = 16, 7 + 1 = 9, kemudian angka-angka itu disatukan dan menghasilkan 816.
  • Tulisannya tidak rapi.
  • Kesulitan mengemukakan urutan angka, misalnya 32 lalu 34, 43 lalu 45, dan seterusnya.

Aspek Sosial dan Emosi Anak Diskalkulia

Anak diskalkulia memiliki keinginan untuk bergaul dengan teman-temannya, tetapi dia sering dijauhi oleh teman-temannya karena sering marah, mengamuk, merusak, dan kesal. Anak diskalkulia biasanya tidak memiliki teman, apalagi sahabat. Mereka cenderung egois dan tidak mau berbagi dengan saudara maupun temannya.

Anak diskalkulia cepat marah dan mengamuk. Hal ini tampak pada perilaku subjek yang diteliti oleh Tin Suharmini, yaitu Ade. Perilaku anak ini membuat gurunya tidak suka, gurunya menganggap jika dia anak yang malas, bodoh, tidak disiplin, dan semaunya sendiri.

Gurunya mengatakan jika anak itu tidak mau mengerjakan tugas dan suka mengamuk. “Menurut saya lebih baik mempunyai anak didik yang tidak begitu cerdas dan pintar, tetapi disiplin dan penurut”, ungkapnya.

Tin Suharmini (2004) melaporkan jika anak diskalkulia memiliki keinginan untuk bergaul dan bermain dengan temanb sebayanya, tetapi teman-temannya selalu menolaknya. Anak selalu tidak mau mengikuti aturan bermain yang dibuat oleh teman-temannya.

Kemampuan memperhatikan dan konsetrasinya rendah, anak suka berpindah-pindah dalam memperhatikan, sehingga sulit untuk diajak kerja sama. Itu mungkin yang menyebabkan teman-temannya menolaknya.

Anak tidak betah duduk mendengarkan di kelas. Dia suka mondar-mandir, apalagi kalau tidak ada gurunya. Anak ini juga sering kali mengganggu temannya, inilah yang menyebabkannya dikenal sebagai anak nakal.

Selanjutnya, Tin Suharmini (2004) mengatakan bahwa ada penyimpangan perilaku yang menyertai anak diskalkulia, yaitu agresio hiperaktif, memiliki emosi tidak stabil, cepat trersinggung, dan mudah marah. Perkembangan sosial anak-anak diskalkulia yang diiringi dengan hiperaktif maupun gangguan emosi mengalami hambatan.

Aspek Psikologis Anak Diskalkulia

Hasil tes inteligensi yang dilakukan oleh Tin Suharmini dengan memakai WISC terhadap subjek bernama Ade dan Endar dapat digambarkan sebagai berikut.

Untuk inteligensi verbal ditemukan 92 (normal) dan inteligensi performance ditemukan 122 (di atas normal), sedangkan IQ lengkapnya ditemukan 107 (normal). Berdasarkan tes inteligensi CPM, tergolong grade II (di atas normal). Gambaran selengkapnya mengenai hasil tes inteligensi dari seorang anak diskalkulia yang bernama Ade dapat dilihat di tabel berikut ini.

Diskalkulia

Suharmini, Tin (2005). “Aspek-Aspek Psikologis Anak Diskalkulia”. Jurnal Pendidikan. 1(2): 75–86.

Dengan melihat tes verbal ini, dapat dilihat jika seorang anak diskalkulia memiliki skor berhitung yang rendah. Inilah yang harus dilakukan penelitian mengeni penyebab subjek memiliki skor berhitung yang rendah dibandingkan skor yang lain. Pada subtes digit span, ternyata anak dapat berhasil cukup baik. Hal ini membuktikan daya konsentrasi dan daya ingat anak cukup baik.

Pada inteligensi performance, anak memiliki angka inteligensi yang relatif tinggi (IQ perform: 122). Anak menunjukkan inteligensi kinestetik yang tinggi. Hasil tes inteligensi yang dilakukan terhadap subjek Endar, yang telah didiagnosis sebagai anak diskalkulia dapat digambarkan sebagai berikut.

Suharmini, Tin (2005). “Aspek-Aspek Psikologis Anak Diskalkulia”. Jurnal Pendidikan. 1(2): 75–86.

Berdasarkan hasil tes inteligensi yang dilakukan terhadap subjek Endar dapat dilihat bahwa pada tes inteligensi verbal subjek mengalami kesulitan dalam subtes berhitung dan dig span. Hasil digit span dan tes berhitung relatif rendah.

Pada tes performance, khususnya coding (tes simbol) subjek Endar mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes simbol. Dalam jangka waktu 120 menit, dia hanya dapat menyalin simbol: dari 5 simbol itu hanya 1 yang benar, sedangkan sisanya salah. Pada subtes lainnya, subjek Endar tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakannya.

Pola perkembangan kognitif anak-anak diskalkulia sama halnya dengan anak lain yang normal. Bedanya, anak diskalkulia ini memiliki gerakan motorik yang tinggi, tetapi tidak terkoordinasi.

Pada tes inteligensi ditemukan jika keduanya memiliki skor berhitung yang relatif rendah. Subjek Endar memiliki kemampuan simbol yang rendah dan dig span relatif rendah.

Cara Menuntun Anak Diskalkulia

Memberikan penanganan kepada anak-anak yang mengalami diskalkulia bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Berikut ini adalah sejumlah rekomendasi dari para pakar yang mungkin dapat dilakukan untuk membantu dan menuntun pemahaman seorang anak diskalkulia matematika.

  1. Membuat program pembelajaran yang dirancang secara khusus.
  2. Membuat permainan pembelajaran yang berkaitan dengan matematika.
  3. Mempraktikkan keterampilan matematika lebih sering dibandingkan kepada para siswa yang lain.

Berdasarkan penjelasan di situs WebMD, langkah lain yang dapat digunakan untuk menuntun dan membantu seseorang dengan diskalkulia, antara lain:

  1. Biarkanlah anakanak berhitung dengan memakai coret-coretan di kertas maupun jari-jari tangan mereka.
  2. Menggunakan buku atau kertas bergaris. Hal tersebut nentyinya dapat membantu mereka supaya angka dan kolom tetap berada di garis yang benar.
  3. Menggunakan alunan musik pelan ketika sedang belajar matematika.
  4. Mencari guru les atau pendamping matematika yang dapat membantu.
  5. Menggambar permasalahan matematika yang dialami.
  6. Memainkan permainan yang berkaitan dengan matematika.
  7. Menghargai jerih payah anak.
  8. Ajarkanlah anak-anak untuk mengurangi kekhawatirannya terhadap matematika.

Penutup

Anak diskalkulia mengalami gangguan pada perkembangan struktur kognitifnya. Piaget mengatakan jika struktur kognitif dasar manusia itu disebut dengan schema, salah satu bentuknya adalah refleks (lihat Helgenhahn, 1982). Gerakan refleks anak diskalkulia cenderung tinggi, tetapi kurang terkoordinir. Hal ini akan menganggu dalam perkembangan dan perubahan struktur kognitif ke arah yang lebih baik.

Gangguan emosi yang ada di subjek, seperti agresivitas akan memperparah keadaan dalam mencapai perkembangan yang maksimal. Anak-anak itu di sekolah mengalami kesulitan atau ketidakmampuan belajar matematika. Keadaan ini akan mengecewakan orang tua dan guru.

Guru di sekolah tidak perlu memarahinya dengan tujuan membimbing karena emosi anak yang tidak stabil. Perilaku subjek yang muncul mengekspresikan emosinya dengan merusak, menyakiti orang lain, dan diri sendiri. Perilaku itu di sekolah pun sering tidak terkendali ketika dirinya marah, merasa disakiti, dan ditekan. Tulisannya yang jelek juga kemungkinan disebabkan oleh dispraxia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan gerakan (motorik) dengan benar.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan ciri-ciri anak diskalkulia adalah memiliki masalah di bidang matematika, inteligensi normal ke atas, emosinya labil, kacau perhatiannya, memiliki masalah dalam merefleksikan bahasa secara formal, sering disertai gangguan perkembangan persepsi, dan memiliki gangguan neurologi.


Itulah artikel terkait “penyebab diskalkulia” yang bisa kalian gunakan untuk referensi bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

Buku

  • American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-IV. Washington DC: American Psychiatric Association.
  • Kartini, Kartono; Dali, Gulo. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: CV Pioner Jaya.
  • Mulyono, Abdurrahman. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Sidiarto, Lily Djokosetio. (2007). Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar pada Anak. Jakarta:UI Press.
  • Suharmini, Tin. (2004). Profil Anak Diskalkulia. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Situs

  • “Anak Alami Diskalkulia, Ini yang Harus Orang Tua Tahu”. Halodoc. Diakses pada 22 Februari 2023.
  • “Mengenal Diskalkulia, Kesulitan Memahami Konsep Matematika”. SehatQ. Diakses pada 22 Februari 2023.
  • “Seputar Diskalkulia pada Anak yang Perlu Diketahui Orang Tua”. SehatQ. Diakses pada 22 Februari 2023.
  • “Sulit Memahami Matematika, Wajar atau Sebenarnya Tanda Gangguan?” HelloSehat. Diakses pada 22 Februari 2023.

BACA JUGA:

About the author

Sevilla Nouval

Saya hampir selalu menulis, setiap hari. Saya mulai merasa bahwa “saya” adalah menulis. Ketertarikan saya dalam dunia kata beriringan dengan tentang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Membaca dan menulis berbagai hal tentang kesehatan mental telah membantu saya menjadi pribadi yang lebih perhatian dan saya akan terus melakukannya.

Kontak media sosial Instagram saya Sevilla