in

Review Novel Little Women Karya Louisa May Alcott

Little Women merupakan novel dewasa yang ditulis oleh novelis asal Amerika Serikat, Louisa May Alcott. Novel ini pertama kali diterbitkan dalam dua jilid pada tahun 1868 dan 1869. Novel Little Women langsung meraih kesuksesan secara komersial dan kritis, dengan keinginan para pembaca untuk tahu lebih banyak tentang karakter para tokohnya.

Maka dari itu, Louisa Alcott pun segera menyelesaikan jilid kedua buku ini yang berjudul Good Wives di Inggris Raya, walaupun judul ini diberikan oleh pihak penerbit, bukan yang dicetuskan Louisa Alcott.

Sama dengan jilid pertamanya, jilid kedua ini berhasil meraih kesuksesan. Kedua jilid karya Louisa Alcott itu kemudian diterbitkan sebagai novel tunggal berjudul Little Women pada tahun 1880. Louisa Alcott kemudian menulis dua sekuel dari karya populernya itu, dan keduanya turut menampilkan March bersaudara. Adapun kedua judul sekuel tersebut adalah Little Men (1871) dan Jo’s Boys (1886).

Novel Little Women akan membahas tiga tema utama, yaitu rumah tangga (keluarga), pekerjaan, dan cinta sejati. Ketiga tema itu saling bergantung dan masing-masing diperlukan untuk mencapai identitas individu pahlawan wanita.

Dalam novel ini, Louisa May Alcott menciptakan empat sosok perempuan yang paling dicintai dalam sejarah sastra Amerika. Sosok pertama adalah Meg yang cantik dan tertib, lalu ada Jo yang penuh semangat dan susah diatur, Beth si pendiam dan baik hati, dan si bungsu Amy yang memiliki jiwa seni dan kekanak-kanakan.

Mereka berempat tinggal bersama ibu mereka, sedangkan ayah mereka bertempur dalam perang saudara. Sebagai saudari, mereka semua saling mencintai, saling membenci, dan kerap bertengkar dengan satu sama lain. Mereka juga saling mengejek dan memuji.

Namun, mereka juga tetap saling melindungi, karena mereka menyadari kehadiran saudari mereka lebih berharga dibandingkan dengan apapun. Selain itu, cucu laki-laki tetangga mereka yang bernama Laurie juga turut memberikan warna tersendiri dalam kehidupan empat gadis ini.

Menurut Sarah Elbert, Louisa Alcott menciptakan sebuah bentuk sastra baru, yang mengambil unsur-unsur dari fiksi romantis anak-anak dan menggabungkannya dengan tema novel-novel sentimental yang lain. Dengan novel ini. Louisa menghasilkan genre yang benar-benar baru. Sarah Elbert juga berpendapat bahwa di dalam Little Women, dapat ditemukan visi pertama dari “All-American girl” dan sejumlah aspeknya tergambar oleh March bersaudara.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Novel Little Women sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa, dan sering diadaptasi untuk teater dan film layar lebar. Salah satunya, novel ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Serambi Ilmu Semesta pada 6 September 2015, dengan total 492 halaman.

Profil Louisa May Alcott – Penulis Novel Little Women

Louisa May Alcott adalah wanita asal Amerika Serikat, yang lahir pada 29 November 1832. Louisa Alcott dikenal sebagai seorang novelis Amerika, penulis cerita pendek, dan penyair yang paling dikenal sebagai pengarang novel Little Women (1868) dan sekuelnya Little Men (1871) dan Jo’s Boys (1886). Louisa dibesarkan di New England oleh orang tua transendentalisnya, yaitu Abigail May dan Amos Bronson Alcott.

Louisa tumbuh di antara banyak sosok intelektual populer saat itu, seperti Margaret Fuller, Nathaniel Hawthorne, Ralph Waldo Emerson, Henry David Thoreau, dan Henry Wadsworth. Longfellow. Keluarga Alcott diketahui hidup dengan kesulitan finansial, maka itu Louisa bekerja untuk membantu menghidupi keluarga sejak ia masih kecil.

Setelah beranjak dewasa, Louisa Alcott menjadi seorang abolisionis dan feminis. Pada tahun 1860, Louisa Alcott mulai menulis untuk Atlantic Monthly. Ketika Perang Saudara pecah, dia sempat bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Union di Georgetown, DC, selama enam minggu pada tahun 1862 hingga 1863. Louisa tadinya bermaksud untuk melayani sebagai perawat selama tiga bulan saja, tetapi dia terjangkit demam tifoid dan menjadi sakit parah di tengah pelayanannya, sehingga ia harus memperpanjang masa pelayanannya di sana.

Surat-surat yang dikirimkannya ke rumah, direvisi kemudian diterbitkan di koran anti-perbudakan Boston Persemakmuran, dan kemudian dikumpulkan sebagai Sketsa Rumah Sakit (1863, yang diterbitkan ulang dengan tambahan pada tahun 1869). Karya ini berhasil membawa pengakuan kritis pertamanya atas pengamatan serta humornya. Buku ini menjadi buku pertamanya yang terinspirasi oleh pengalaman tentara. Louisa Alcott menulis tentang salah urus rumah sakit, ketidakpedulian beberapa ahli bedah yang ditemuinya, dan hasratnya sendiri untuk melihat perang secara langsung.

Tokoh utama kisah ini adalah Tribulation Periwinkle, yang menunjukkan peralihan dari kepolosan menuju kedewasaan, dan merupakan “saksi yang serius dan fasih”. Novelnya Louisa Alcott yang berjudul Moods (1864) ditulis berdasarkan pengalamannya sendiri. Novel ini juga cukupĀ  menjanjikan. Setelah menyelesaikan pelayanan sebagai perawat, ayah Louisa Alcott menulis puisi yang menyentuh hatinya.

Puisi itu berjudul “To Louisa May Alcott. From her father”. Puisi itu menggambarkan betapa bangganya ayahnya kepada Louisa, karena bekerja sebagai perawat dan membantu tentara yang terluka, serta membawa keceriaan dan cinta ke dalam rumah mereka.

Dia mengakhiri puisi itu dengan mengatakan padanya bahwa dia selalu ada di hatinya, karena menjadi putri setia yang tidak mementingkan diri sendiri. Puisi ini ditampilkan dalam buku Louisa May Alcott: Her Life, Letters, and Journals (1889) dan Louisa May Alcott, the Children’s Friend, yang berbicara tentang masa kecilnya dan hubungan dekat dengan ayahnya.

Louisa Alcott mulai menerima kesuksesan kritis untuk tulisannya pada sekitar tahun 1860-an. Di awal karirnya, dia terkadang menggunakan nama pena, seperti A. M. Barnard, di mana dia menulis cerita pendek dan novel sensasional untuk orang dewasa yang berfokus pada hasrat dan balas dendam.

Adapun karya-karya Louisa May Alcott yang paling terkenal adalah The Little Women series, yang terdiri dari Little Women, or Meg, Jo, Beth and Amy (1868), Bagian Kedua dari Little Women: “Good Wives” (1869), Little Men: Life at Plumfield with Jo’s Boys (1871), dan Jo’s Boys and How They Turned Out: Sekuel dari “Little Men” (1886). Selain itu, Louisa sudah menerbitkan beberapa karya novel lainnya, di antaranya adalah sebagai berikut.

  • The Inheritance (1849, baru diterbitkan 1997)
  • Moods (1865, revisi pada 1882)
  • The Mysterious Key and What It Opened (1867)
  • An Old Fashioned Girl (1870)
  • Will’s Wonder Book (1870)
  • Work: A Story of Experience (1873)
  • Beginning Again, Being a Continuation of Work (1875)
  • Eight Cousins or The Aunt-Hill (1875)
  • Rose in Bloom: Sebuah Sekuel dari Eight Cousins (1876)
  • Under the Lilacs (1878)
  • Jack and Jill: A Village Story (1880)
  • Proverb Stories (1882) (kumpulan cerita pendek)

Karya Louisa May Alcott yang paling legendaris adalah Little Women, yang diterbitkan pada tahun 1868. Kisah ini berlatar di rumah keluarga Alcott, Orchard House, di Concord, Massachusetts, dan secara longgar didasarkan pada pengalaman masa kecil Louisa May Alcott dengan tiga saudara perempuannya, Abigail May Alcott Nieriker, Elizabeth Sewall Alcott, dan Anna Alcott Pratt.

Kisah ini sudah diadaptasi untuk drama panggung, film, dan televisi berkali-kali. Louisa Alcott adalah seorang abolisionis dan feminis dan tetap tidak menikah sepanjang hidupnya. Dia menghabiskan hidupnya aktif dalam gerakan reformasi seperti pertarakan dan hak pilih perempuan. Dia meninggal karena stroke di Boston pada 6 Maret 1888, hanya dua hari setelah ayahnya meninggal.

Sinopsis Novel Little Women

Empat gadis bersaudara dan ibu mereka, yang mereka panggil Marmee, tinggal di lingkungan baru, di daerah Massachusetts dalam kesederhanaan. Setelah kehilangan semua uangnya, ayah mereka melayani sebagai pendeta untuk Union Army dalam Perang Saudara Amerika, dan tinggal jauh dari rumah. Ibu dan keempat gadis itu pun harus menghadapi Natal pertama mereka tanpa sang ayah.

Saat Marmee meminta keempat putrinya untuk memberikan sarapan Natal mereka kepada keluarga miskin, gadis-gadis itu dan juga Marmee akhirnya pergi ke kota dengan membawa keranjang, untuk memberi makan anak-anak yang kelaparan. Saat mereka kembali, mereka menemukan tetangga mereka yang kaya dan tua, Tuan Laurence, sudah mengirimkan makan malam kejutan dekaden untuk menebus sarapan mereka.

Kedua keluarga itu menjadi akrab setelah melakukan kebaikan ini. Meg dan Jo harus bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. Meg bekerja membimbing keluarga terdekat yang memiliki empat anak. Sedangkan, Jo membantu March, bibi buyutnya yang sudah lanjut usia, yang sekaligus seorang janda kaya yang tinggal di sebuah rumah besar, Plumfield.

Adapun Beth terlalu takut untuk sekolah, ia merasa puas untuk tinggal di rumah saja dan membantu pekerjaan rumah. Sedangkan, Amy masih sekolah. Meg adalah gadis cantik dan tradisional, Jo adalah gadis tomboy yang berani, Beth adalah pembawa damai dan seorang pianis, dan Amy adalah seniman yang merindukan keanggunan dan masyarakat yang baik.

Para suster berusaha untuk membantu keluarga mereka dan meningkatkan karakter mereka, karena mereka menganggap sosok Meg sia-sia, Jo adalah pemarah, Beth sangat pemalu, dan Amy materialistis. Kehidupan mereka berempat diwarnai oleh cucu laki-laki Tuan Laurence yang bernama Laurie. Laurie berteman dekat dengan para suster, juga Jo so tomboy.

Gadis-gadis itu tetap sibuk semasa perang berlangsung. Jo menulis sebuah novel yang kemudian berhasil diterbitkan, tetapi merasa frustrasi karena harus menyuntingnya dan ia tak mampuĀ  memahami tanggapan kritis yang saling bertentangan.

Meg diundang untuk menghabiskan dua minggu dengan teman-temannya yang kaya, di mana ada pesta dan pesta bagi para gadis untuk berdansa dengan anak laki-laki dan meningkatkan keterampilan sosial mereka. Laurie diundang ke salah satu pesta dansa, dan teman-teman Meg salah mengira bahwa Meg jatuh cinta padanya. Padahal, Meg lebih tertarik pada John Brooke, tutor muda Laurie.

Lalu, bagaimana akhir kisah cinta pada novel ini? Siapa yang akan dipilih oleh Meg untuk jadi kekasihnya?

 

Kelebihan dan Kekurangan Novel Little Women

Pros & Cons

Pros
  • Cerita yang cukup kompleks, sehingga akan banyak konflik yang terjadi.
  • Karakter tokoh yang sangat kuat.
  • Suasana cerita mudah dipahami oleh pembaca.
  • Pemilihan kata dan penyusunan kalimatnya dinilai tepat.
Cons
  • Alur cerita yang dinilai cukup lambat

Kelebihan Novel Little Women

Grameds pastinya sudah pernah mendengar tentang Little Women, baik itu dalam bentuk film, drama teater, ataupun buku. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, novel Little Women ini seperti membentuk genre sendiri, yang mana menggabungkan kisah keluarga, pekerjaan, dan cinta di dalam satu kisah.

Novel Little Women ini juga mengangkat isu feminisme melalui karakter Jo yang berani, mandiri, dan tidak ingin mengikuti aturan yang membatasi kebebasannya. Tidak hanya karakter Jo yang menarik, salah satu kelebihan yang menonjol dari kisah ini adalah karakteristik para tokohnya yang bisa membuat para pembaca jatuh hati.

Semua karakter dalam kisah ini setara, tidak ada yang lebih menonjol atau paling sempurna, semuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hal ini membuat para tokoh dalam kisah ini sangat realistis.

Louisa dinilai menuliskan narasi novel ini dengan sangat mengalir dan detail, sehingga pembaca bisa membayangkan bagaimana keadaan yang sedang diceritakan. Asapun latar belakang pada abad ke-19 ini membuat paradigma baru kepada para pembacanya. Sebab, Louisa Ascott benar-benar menggambarkan bagaimana kehidupan yang terjadi di masa itu, mulai dari bentuk transportasi, makanan, cara bergaul, juga cara berpakaiannya.

Kisah yang berputar dalam kehidupan sehari-hari dan konflik yang disajikan pun disajikan dengan manis, walaupun konflik yang ditonjolkan tidak banyak. Lalu, kisah Little Women ini dinilai memberikan memberikan banyak pelajaran hidup. Buku ini menjadi sebuah pengingat akan hal-hal kecil yang bisa memberikan pengaruh besar dalam kehidupan di masa depan.

Kemudian, versi terjemahan novel Little Women dalam Bahasa Indonesia juga dinilai nyaman untuk dibaca. Pemilihan kata dan penyusunan kalimatnya dinilai tepat. Secara keseluruhan, novel Little Women ini sangat direkomendasikan bagi Anda yang sedang mencari kisah yang hangat.

Kekurangan Novel Little Women

Selain memiliki kelebihan, novel Little Women ini juga masih memiliki kekurangan. Kekurangan pada novel ini terletak pada alur cerita yang dinilai cukup lambat, sehingga pembaca mungkin merasa bosan pada bagian pertengahan cerita.

Pesan Moral Novel Little Women

Kisah Little Women ini memberikan pengajaran bahwa kesederhanaan pun dapat memberikan kebahagiaan dan hidup yang berkualitas. Asalkan kita bisa memaknai segala sesuatunya secara positif, juga dikelilingi dengan orang-orang terkasih, seperti keluarga dan sahabat, hidup akan terasa lebih baik. Sebab, keluarga dan kasih sayang lebih berharga dibandingkan dengan harta sebesar apapun.

Kisah ini juga mengingatkan kita, bahwa saat kita merasa tidak puas, kita harus melihat kembali ke dalam diri kita. Melihat segala yang kita punya, kemudian lihat hal tersebut sebagai berkat, lalu bersyukur atas semua itu.

Kisah ini juga mengajarkan kita bahwa kualitas paling baik dari semua kelebihan atau kekuatan adalah kerendahan hati. Apapun kelebihan yang kita miliki, jika tidak disertai dengan kerendahan hati, maka tidak akan menjadikan kelebihan itu sebagai sebuah kualitas.

Nah, itu dia Grameds ulasan novel Little Women karya Louisa May Alcott. Penasaran akan kisah kehidupan keempat gadis hebat ini? Yuk langsung saja dapatkan buku ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Rating: 4.14

Penulis: Gabriel

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy