Agama

Persyaratan Nikah di KUA yang Harus Diketahui Calon Pengantin

Persyaratan Nikah
Written by Fandy

Persyaratan Nikah – Pernikahan adalah salah satu proses pengikatan janji suci antara kaum laki-laki dan wanita. Prosesi ini dikatakan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Pernikahan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang yang harus dijaga hingga maut memisahkan kedua pasangan.

Upacara pengikatan janji ini yang dirayakan atau dilakukan oleh satu orang laki-laki pemerima sakral suci dan satu wanita dengan maksud meresmikan ikatan pernikahan secara norma agama, hukum, dan sosial.

Upacara pernikahan mempunyai ragam dan variasi menurut tradisi suku, agama, adat, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu terkadang berhubungan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Nikah merupakan akad serah terima antara laki-laki dan wanita dengan tujuan saling memuaskan satu sama lainnya, membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, dan masyarakat yang sejahtera.

Pengesahan pernikahan secara hukum biasanya terjadi ketika dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat yang berlaku, serta kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga.

Laki-laki dan wanita yang sedang melakukan pernikahan dinamakan pengantin. Setelah upacaranya selesai, mereka lantas disebut dengan suami dan istri dalam ikatan pernikahan.

Dalam agama Islam, terdapat beberapa pandangan ulama dan ilmu fiqh pernikahan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang fiqh pernikahan, maka kamu bisa membaca buku Fiqh Pernikahan: Studi Pernikahan Usia Dini Dalam Pandangan Ulama.

Persyaratan Nikah

Etimologi Pernikahan

Pernikahan merupakan bentukan kata benda dari kata dasar nikah; Kata tersebut berasal dari bahasa Arab, yaitu kata nikkah, yang berarti “perjanjian pernikahan”; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah yang berarti persetubuhan.

Persyaratan Nikah di Indonesia

1. Persyaratan Nikah Berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang pernikahan, syarat melangsungkan pernikahan antara lain:

  • Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
  • Bagi yang belum berumur 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tua. Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  • Apabila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara, atau keluarga yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan jika pernikahan bagi yang beragama Islam meliputi:

  • Calon istri.
  • Calon suami.
  • Wali nikah.
  • Dua orang saksi.
  • Ijab dan kabul.

2. Persyaratan Nikah Agama

a. Islam

Persyaratan Nikah

Pakaian adat dalam pernikahan suku Banten (Raudalkhudri/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia dan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar terhadap keluarga yang akan dibimbing dan dipeliharanya menuju jalan kebenaran.

Pernikahan mempunyai manfaat yang paling besar terhadap berbagai kepentingan sosial. Kepentingan itu meliputi pemeliharaan kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia, serta menjaga ketenteraman jiwa.

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 yang menyebutkan bahwa:

Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang laki-laki sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“.

Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup hanya dengan ikatan lahir atau batin saja, tetapi harus keduanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah, pernikahan merupakan suatu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan.

Sebagai perbuatan hukum karena prosesi itu menimbulkan akibat-akibat hukum, baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan pelaksanaan suatu pernikahan itu sendiri.

Syarat sah pernikahan dari segi agama Islam penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang laki-laki dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual, sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia.

Menurut ajaran Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah SWT, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Hukum di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

Agama Islam menggunakan tradisi pernikahan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:

Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya“.

Pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu, kesadaran masyarakatnya juga menghendaki demikian.

Salah satu tata cara pernikahan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah pernikahan yang tidak dicatatkan kepada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Pernikahan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam, sehingga pernikahan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.

Setiap pernikahan yang dijalani oleh setiap orang pastinya akan mengharapkan hal-hal yang romantis. Dengan adanya keromantisan dalam pernikahan, maka hubungan antara suami istri pun akan jadi lebih dekat. Jika ingin mencari buku yang pas untuk bekal pernikahan yang romantis, maka kamu bisa membaca buku Kado Pernikahan Istimewa. 

Pernikahan sudah sah jika telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Adapun yang termasuk dalam rukun pernikahan yaitu:

  • Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah, yaitu mempelai laki-laki dan wanita.
  • Adanya akad (sighat), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (kabul).
  • Adanya wali dari calon istri.
  • Adanya dua orang saksi.

Jika salah satu syarat itu tidak dipenuhi, pernikahan tersebut dianggap tidak sah dan dianggap tidak pernah ada pernikahan. Oleh karena itu, diharamkan baginya yang tidak memenuhi rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam pergaulan. Dengan demikian, pernikahan yang dilakukan sudah dianggap sah jika keempat rukun itu sudah terpenuhi.

Pernikahan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974 tentang pernikahan yang berbunyi:

Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku“.

Pernyataan itu dipertegas dalam dalam undang-undang yang sama dalam pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak laki-laki mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun.

Pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa pernikahan dapat disahkan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain, yang diminta oleh kedua orang tua pihak laki-laki atau pihak wanita jika keduanya masih belum cukup umur.

b. Kristen

Persyaratan Nikah

The bride and groom sign the book after their wedding ceremony is complete (Jason Hutchens/Creative Commons Attribution 2.0 Generic).

Menurut ajaran Kristen, upacara pernikahan dipandang sebagai kesetiakawanan antara suami dan istri di hadapan Tuhan. Perkawinan itu suci. Seorang laki-laki dan wanita membentuk rumah tangga karena dipersatukan oleh Tuhan. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu.

Pada prinsipnya, makna pernikahan dalam ajaran Kristen dan Katolik mempunyai makna kesamaan, tetapi berbeda dalam ritus dan peraturannya. Peraturan pernikahan dalam Kristen tidak seketat dan serumit dalam Katolik.

Persyaratan Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA)

Pernikahan merupakan komitmen seumur hidup dengan mengikat janji antara dua insan untuk hidup bersama sebagai suami-istri. Ada banyak tempat untuk melangsungkan pernikahan, salah satunya Kantor Urusan Agama (KUA).

Menikah di KUA kini menjadi salah satu tren yang populer di masyarakat, terutama kalangan pasangan muda. Selain mudah dan sederhana, menikah di kantor agama tersebut juga bisa menjadi momen yang berkesan. Bagi calon mempelai yang ingin melakukan pernikahan di KUA, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum melangsungkan akad nikah.

Persyaratan menikah di KUA diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 4. Berdasarkan aturan tersebut, syarat nikah di KUA 2023 adalah sebagai berikut.

  • Fotokopi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran calon pengantin yang dikeluarkan oleh desa/kelurahan setempat.
  • Fotokopi KTP/resi surat keterangan telah melakukan perekaman e-KTP bagi yang sudah berusia 17 tahun atau sudah pernah menikah.
  • Surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal calon pengantin.
  • Fotokopi kartu keluarga (KK).
  • Surat rekomendasi nikah dari KUA kecamatan setempat bagi calon pengantin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya.
  • Surat persetujuan kedua mempelai.
  • Surat izin orang tua atau wali bagi calon pengantin yang belum mencapai usia 21 tahun.
  • Surat izin dari wali yang memelihara/mengasuh/keluarga yang mempunyai hubungan darah/pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali sebagaimana dimaksud meninggal dunia sehingga tidak mampu menyatakan kehendak.
  • Surat izin dari pengadilan, dalam hal orang tua wali dan pengampu tidak ada.
  • Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai usia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (kurang dari usia 19 tahun).
  • Surat izin dari atasan atau kesatuan jika calon mempelai berstatus anggota TNI/Polri.
  • Penetapan izin poligami dari Pengadilan Agama bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang.
  • Akta cerai/kutipan buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
  • Akta kematian suami atau istri dibuat oleh lurah atau kepala desa atau pejabat setingkat bagi janda atau duda yang ditinggal mati.
  • Surat rekomendasi menikah dari KUA Kecamatan apabila pernikahan dilangsungkan di luar wilayah tempat tinggal calon pengantin.
  • Pas foto ukuran 2×3 sebanyak 5 lembar.
  • Pas foto ukuran 4×6 sebanyak 2 lembar.

Cara Mendaftar Nikah di KUA

Setelah menyiapkan berbagai dokumen syarat nikah, tahapan selanjutnya adalah melakukan pendaftaran nikah di KUA melalui situs web Simkah Kemenag (Sistem Informasi Manajeman Nikah Kementerian Agama). Berikut cara mendaftarnya.

  • Akses situs web Simkah Kemenag di https://simkah4.kemenag.go.id/.
  • Pilih menu “Buat Akun Simkah” menggunakan email Anda. Sistem akan otomatis mengirimkan kode OTP ke surel yang telah didaftarkan.
  • Masukkan kode OTP yang telah dikirimkan ke surel kalian.
  • Setelah berhasil, lakukan login atau masuk ke akun Simkah yang telah didaftarkan.
  • Klik menu “Daftar Nikah” di dashboard akun Simkah.
  • Masukkan Nomor Daftar Nikah dan Nomor Rekomendasi Nikah.
  • Pilih tempat KUA dan waktu pelaksanaan nikah, yang meliputi Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, serta tanggal dan jam pelaksanaan pernikahan.
  • Masukkan data calon suami dan calon istri, termasuk kedua orang tua calon suami dan calon istri, serta wali nikah.
  • Unggah dan lengkapi dokumen yang diminta.
  • Masukkan nomor telepon dan alamat surel.
  • Unggah foto.
  • Cetak bukti pendaftaran nikah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama, terdapat dua jenis biaya nikah di KUA, yaitu:

  • Pernikahan yang dilakukan di kantor KUA pada hari dan jam kerja dikenai biaya Rp0,- (gratis).
  • Pernikahan yang dilakukan di luar kantor KUA dan/atau di luar hari dan jam kerja dikenai biaya Rp 600.000.

Hikmah Pernikahan

Salah satu hikmah yang dapat dijumpai dalam pernikahan adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari kerusakan seksual. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadisnya yang muttafaq alaih yang berasal dari Abdullah ibn Mas’ud, ucapan Nabi:

Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang telah mempunyai kemampuan untuk kawin, lekas kawinlah karena perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual). Siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu baginya akan mengekang syahwat”.

Itulah artikel terkait “persyaratan nikah” yang bisa kalian gunakan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rekomendasi Buku dan e-book Terkait Pernikahan

1. Pernikahan Eden di Tengah Gelombang Perceraian dan LGBTIQ

Gelombang Pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia ini telah menyebabkan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan yang mengakibatkan roda perekonomian tersendat dan terjadilah krisis keuangan. Hal ini menyebabkan stres dan konflik dalam rumah tangga yang sering kali berujung pada perceraian. Ironisnya, ketika tren perceraian terjadi di kalangan orang dunia, gelombang perceraian itu juga turut menghanyutkan biduk rumah tangga umat Tuhan di Indonesia. Janji pernikahan yang pernah diucapkan oleh mereka di hadapan Tuhan: sampai maut memisahkan kita, kini telah berubah menjadi sampai utang telah memisahkan kita.

Selain itu, banyak orang berpikir bahwa peceraian bisa terjadi dan sah hukumnya karena telah terjadi perzinaan. Hal ini didasari oleh pernyataan Matius, “Barang siapa menceraikan istrinya, kecuali karena zina, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zina” (Mat. 19:9). Dengan demikian, terdapat anggapan bahwa orang yang merasa telah dikhianati boleh memutuskan untuk menceraikan pasangannya dan melakukan pernikahan ulang tanpa dianggap sebagai perzinaan.

Penulis membahas tentang eksposisi pernyataan Kristus tentang pola Pernikahan Eden dan isu tentang perceraian yang terambil dari Matius pasal 19 kepada orang orang Yahudi pada abad pertama, agar pembaca dapat memahami arti dari ayat tersebut sesuai dengan konteks awalnya, sebagai solusi terhadap tren perceraian.

Buku ini juga menghadirkan prinsip pola Pernikahan Eden bagi umat Tuhan di tengah gelombang perceraian masyarakat Indonesia yang kian hari kian meningkat, juga disertai dengan Manifesto Kerajaan Allah.

2. Nikah Siri: Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri

Pernikahan siri merupakan persoalan aktual yang patut untuk diperbincangkan. Dalam berbagai kesempatan, sering dikemukakan tentang tema pernikahan siri, terutama hal keberadaannya yang kontroversial. Pendapat lain di satu sisi ada yang beranggapan bahwa nikah siri adalah sah menurut pandangan agama, tetapi di sisi yang lain tidak sedikit yang “menggugat” nikah siri lantaran dampak negatif yang ditimbulkannya karena tidak memiliki kekuatan hukum secara formal.

Buku ini memberikan gambaran tentang nikah siri, baik dari kajian hukum agama maupun hukum negara formal. Salah satu pembahasan penting di dalamnya, yaitu tentang wacana pemberlakuan sanksi pidana bagi pelaku nikah siri. Semoga buku ini bisa melengkapi khazanah pembahasan tentang nikah siri, sekaligus memberikan pencerahan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Baca juga:

 

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.