Agama Islam

Niat Mandi Wajib Pria dan Tata Caranya yang Tepat

Written by Yufi Cantika

Niat mandi wajib pria – Dalam Islam, kesucian dan kebersihan diri menjadi perhatian penting. Setiap kali hendak menjalankan salat, setiap Muslim harus dalam keadaan suci dan bersih. Baik dari diri maupun tempat ibadah.

Ketika seorang perempuan selesai masa menstruasi, setelah berhubungan seksual, nifas, dan hadas besar lainnya wajib melakukan mandi besar. Begitu pula dengan laki-laki, ketika selesai melakukan sesuatu yang berkaitan dengan hadas besar wajib untuk mandi besar.

Mandi wajib atau mandi besar merupakan salah satu cara bersuci dengan membasuhkan air ke seluruh tubuh dengan niat menghilangkan hadas besar atau janabat. Tata cara mandi wajib telah dijelaskan dalam Al-Quran, yakni pada surat An-Nisa ayat 43. Berikut bunyi ayatnya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.”

Pengantar Ilmu Fiqih

button rahmadSementara itu, untuk melakukan mandi wajib harus didasari dengan niat. Tanpa niat, mandi wajib tidak dapat dianggap sah atau sama seperti mandi biasa. Berikut dua versi niat mandi wajib.
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar, fardu karena Allah ta’ala.”

وَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الجِنَابَ

Nawaitul ghusla lirafil janabati.

Artinya: “Saya berniat mandi untuk menghilangkan junub.”

Penyebab Mandi Wajib Pria

Merangkum dari laman Suara.com, seorang pria harus melakukan mandi wajib atau mandi besar ketika melakukan hal-hal berikut ini.

  • Mengeluarkan air mani atau sperma dengan syahwat.
  • Melakukan hubungan seksual, walaupun tidak mengeluarkan air mani, Grameds wajib melakukan mandi besar
  • Tidak yakin dengan adanya air mani yang keluar tanpa sadar. Jika Grameds merasakan ini, dianjurkan menomorsatukan kehati-hatian (ihtiyath), yakni dengan menjalankan mandi wajib.

Syarat dan Tata Cara Mandi Wajib bagi Laki-Laki

Mandi wajib atau junub menjadi penting dan harus dilakukan supaya dapat melakukan ibadah dan dianggap sah di mata Allah. Sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 6. Berikut bunyi ayatnya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

Sebelum melakukan mandi wajib, harus memahami syarat mandi wajib pria. Syarat tersebut terdiri dari niat dalam hati, beragama Islam, berakal sehat, air yang digunakan suci dan mubah, tidak ada hal-hal yang menghalangi sampainya air ke kulit, dan telah berhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi wajib.

Sementara itu, dalam beberapa hadis, tat acara dan anjuran mandi wajib berbeda-beda. Menurut HR. Tirmidzi, menyela pangkal rambut hanya dikhususkan bagi laki-laki, perempuan tidak diwajibkan melakukan hal ini.

Sementara itu, dalam HR. Muslim dikatakan demikian, “Dari Aisyah dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudu dengan wudu untuk salat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut hingga rata. Setelah selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki.”

Melansir dari laman Suara.com, secara umum, tata cara mandi besar bagi laki-laki sebagai berikut.

  1. Membaca niat mandi wajib
  2. Sebanyak tiga kali, tangan dibersihkan. Kemudian, dilanjutkan dengan membersihkan dubur dan kemaluan. Lakukan hal tersebut dengan tangan kiri.
  3. Lalu, bersihkan tangan dengan mencucinya menggunakan sabun sampai bersih secar sempurna.
  4. Selanjutnya, Grameds wudhu dengan urutan yang sama seperti salat, yakni dari membasuh muka sampai kaki.
  5. Gunakan tangan untuk membersihkan sela-sela pangkal rambut. Grameds dapat menggunakan jari-jari tangan untuk menyentuk kulit kepala layaknya sedang menyisir rambut.
  6. Setelah itu, menyiramkan air di kepala sebanyak tiga kali. Pastikan air membasahi sampai pangkal rambut.
  7. Berikutnya, guyur seluruh bagian tubuh dengan air bersih. Pertama, basuh sisi kanan tubuh. Kemudian, ke sisi kiri tubuh.
  8. Ketika membasuh seluruh tubuh. Grameds harus memastika bahwa setiap bagian lipatan tubuh telah tersiram air dan telah dibersihkan.

Fiqih membahas tentang cara beribadah dan muamalah, sesuai yang tersurat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Untuk mengetahui lebih dalam lagi seputar fiqih, maka kamu bisa membaca buku Ringkasan Fiqih Islam : Ibadah & Muamalah. Kitab Ringkasan Fiqih Islami merupakan karya terbaik Doktor Shaleh bin al-Fauzan seorang ulama sekaligus mufti Kerajaan Arab Saudi yang ditulis kembali oleh Tim El-Madani dengan beberapa penambahan konten sehingga lebih memperkaya pemahaman kita mengenai Fiqih.

Ringkasan Fiqih Islam : Ibadah & Muamalahbutton rahmad

Niat Mandi Wajib Lainnya

Mandi wajib tidak hanya ditujukan pada pria. Perempuan pun harus melakukan mandi wajib jika melakukan hadas besar atau dalam keadaan junub. Berikut niat mandi wajib.

1. Niat Secara Umum

Niat mandi wajib berikut ini dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan yang dalam keadaan junub atau hadas besar. Berikut niat mandi wajib beserta artinya.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf ‘il hadatsil akbari fardhal lillaahi ta’aala.

Artinya: Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardu kerena Allah ta’ala.

2. Niat Mandi Wajib Setelah Haid

Haid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai peristiwa fisiologis dan siklus pada wanita dalam masa reproduksi dengan keluarnya darah dari rahim sebagai akibat pelepasan selaput lendir rahim; menstruasi.

Ketika seorang perempuan selesai masa haid maka harus melakukan mandi wajib atau mandi besar. Berikut niat mandi wajib setelah haid.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsil haidil lillahi Ta’aala.

Artinya: Aku niat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala.

3. Niat Mandi Wajib Setelah Nifas

Nifas dalam KBBI dimaknai sebagai darah yang keluar dari rahim wanita sesudah melahirkan; masa sejak melahirkan sampai dengan pulihnya organ produksi dan anggota badan (lamanya 40-60 hari).

Setelah nifas, harus melakukan mandi wajib atau mandi besar agar sah melakukan salat, puasa, dan ibadah lainnya. Berikut niat mandi wajib setelah nifas.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ النِّفَاسِ ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul ghusla liraf’i hadatsin nifaasi lillahi Ta’aala.

Artinya: Aku niat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari nifas karena Allah Ta’ala.

Tauhid merupakan pelajaran agama Islam pertama dan utama. Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketahui  lebih lanjut seputar Islam melalui buku Pelajaran Agama Islam 3. Buku ini didukung oleh media pembelajaran visual yang menarik dan sumber belajar mengajar yang disajikan dalam bentuk digital sehingga menjadi sebagai sumber belajar terlengkap untuk siswa.Pelajaran Agama Islam 3

button rahmad jpgKisah Tentang Mandi Wajib

Mandi wajib menjadi penting dilakukan oleh setiap Muslim ketika selesai melakukan hal-hal yang mewajibkan untuk mandi wajib. Seperti hubungan seksual, menstruasi, junub, dan lain sebagainya. Kewajiban ini telah ada sejak zaman Rasulullah. Dalam Buku Panduan Shalah An-Nisaa karya Abdul Qadir Muhammad Manshur yang diterbitkan oleh Republika Penerbit disebutkan, salah seorang keturunan Taimillah bin Tha’labah menceritakan kunjungannya kepada Aisyah yang dimuat dalam laman Islamdigest.republika.co.id. 

Dia berkata: “Aku mengunjungi Aisyah bersama ibu dan bibiku. Kemudian salah seorang dari keduanya bertanya kepada Aisyah: apa yang kalian lakukan saat mandi (junub)? Mendengar hal ini, Aisyah menjawab: “Rasulullah SAW berwudhu sebagaimana wudhu beliau untuk sholat. Lalu beliau menyiram kepala beliau sebanyak tiga kali. Sementara kami menyiram kepala kami sebanyak lima kali karena adanya jalinan rambut.” Hadits tersebut diriwayatkan Imam Tirmidzi dan berkadar sahih.

عن السّيدة عائشة رضي الله عنها في ذكر غُسل رسول الله – عليه الصّلاة والسّلام – من الجنابة قولها: (كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ إذَا اغْتَسَلَ مِنَ الجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ. ثُمَّ يُفْرِغُ بيَمِينِهِ علَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ. ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ. ثُمَّ يَأْخُذُ المَاءَ فيُدْخِلُ أصَابِعَهُ في أُصُولِ الشَّعْرِ، حتَّى إذَا رَأَى أنْ قَدِ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ علَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ. ثُمَّ أفَاضَ علَى سَائِرِ جَسَدِهِ. ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa apabila Rasulullah SAW mandi junub, beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan beliau. Selanjutnya, menggunakan tangan kanan untuk menuangkan air ketika membasuh alat kemaluan. Lalu Rasulullah berwudhu sebagaimana wudhu untuk sholat,”.

“Kemudian Rasulullah SAW memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana dan menyela-nyela rambut. Sampai ketika beliau melihat bahwa air telah mengenai kulit atau membersihkan kulit, beliau menyirami kepala beliau sebanyak tiga kali. Apabila masih ada air yang tersisa, beliau menyiramkannya lagi ke atas kepala beliau.”

Lalu, ketika tidak ada air apakah mandi wajib bisa tetap dilakukan? Atau ketika dalam keadaan tubuh tidak boleh terkena air? Seperti yang dimuat dalam laman Akurat.co, kisah Amr bin Ash yang mengganti mandi wajib dengan tayamum.

Pada suatu malam, sahabat Amr bin Ash mengalami junub. Namun, dia tidak berani menyentuh air karena khawatir dengan dingin yang menusuk kulit akan memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatannya.

Para sahabat lain mengetahui keadaan Amr bin Ash. Kemudian, berinisiatif bertanya pada Nabi Muhammad S.A.W. Kemudian, Nabi pun bertanya secara langsung kepada sahabat Amr bin Ash, “Ya Amr, engkau menjadi imam salat untuk para sahabatmu dalam keadaan junub?”

Amr bin Ash pun menjawab pertanyaan itu dengan menyebutkan salah satu firman Allah,

https://akurat.co/kisah-sahabat-amr-bin-ash-yang-ganti-mandi-junub-dengan-tayamum-begini-tanggapan-nabi

Wa laa taqtuluu anfusakum innallaha kaana bikum rahiimaa.

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29)

Jawaban yang dikatakan Amr bin Ash tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt memerintahkan kepada kita agar selalu menjaga diri sendiri. Adapun Amr bin Ash dalam hal ini adalah menjaga dirinya dari hawa dingin yang menusuk sehingga ia bertayamum.

Rasulullah saw yang mendengar penjelasan Amr bin Ash pun hanya tertawa dan tidak mengatakan sesuatu pun. (HR. Abu Dawud)

Rekomendasi Buku Fikih

Sebagai Muslim hendaknya kita memahami hukum-hukum di dalamnya termasuk tata cara beribadah. Berikut rekomendasi buku beserta rangkumannya sebagai salah satu referensi untuk mempelajari fikih Islam.

1. Fikih Seksual

Fikih Seksual

button rahmadNabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya seorang suami yang memandang istrinya dan istrinya pun memandangnya (dengan syahwat), maka Allah akan memandang dua insan tersebut dengan pandangan rahmat. Dan jika suami itu memegang telapak tangan istrinya dengan maksud mencumbunya atau menjimaknya, maka dosa-dosa kedua insan itu akan berjatuhan dari sela-sela jemarinya.” (HR Maisarah bin Ali dan Imam Rafi’i dari Abu Said al-Khudri). Selain demi melanjutkan keturunan (prokreasi), berhubungan seksual juga sumber kesenangan (rekreasi).

* Lebih dari itu, agama memandang aktivitas seks bagi suami istri sebagai ibadah. Bahkan dalam hadis lain ketika seorang suami memandang istrinya atau sebaliknya dengan penuh syahwat untuk bercumbu atau berjimak, Allah memandang mereka dengan pandangan rahmat. Pastinya, hadis ini hanya berarti jika perbuatan seksual dilakukan jauh di atas hubungan fisik semata. Maka, muslim yang baik perlu memahami tuntunan Islam mengenai seks agar perilaku dan kebutuhan seksnya mengantarkan pada kenikmatan, kesenangan, kesehatan, serta keindahan lahir dan batin mempunyai nilai di hadapan Allah.

2.  Fikih Kekayaan

Fikih Kekayaan

button rahmadBuku ini terdiri dari Enam BAB yang menjelaskan tentang hukum kekayaan dalam syariat Islam. Bab pertama membahas definisi kekayaan, Bab kedua membahas syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh kekayaan, Bab ketiga menjelaskan hukum-hukum syariat kekayaan, Bab keempat membahas jenis harta yang haram dinafkahkan dan yang halal.
Bab kelima membahas kewajiban yang dibebankan kepada orang kaya, Bab keenam mengupas masalah harta kekayaan negara Islam dan efek kekuasaan yang ditimbulkannya. Islam sebetulnya tidak mencela harta kekayaan, namun hanya mencela dampak buruk dan bencana yang ditimbulkannya. Malapetaka dan keburukan itu muncul akibat adanya penyimpangan dan penyelewengan dari metodologi Islam yang seharusnya mengatur perilaku dan tindakan orang-orang yang selalu menentang ajaran dan hukum Allah Swt.

3. Buku Pintar Fikih Wanita

Buku Pintar Fikih Wanita

button rahmadSecara lengkap, buku ini mengulas bagaimana Islam memberikan aturan-aturan luhur untuk perempuan demi mengangkat martabatnya yang mulia dalam kehidupan ini. Penulis menyisir satu per satu tema fikih wanita: dari aurat hingga imam shalat; dari aborsi hingga poligami; dari ibadah hingga keluarga; dari pendidikan hingga karier, dari jilbab hingga peran perempuan dalam ranah politik, sosial, dan budaya. Selain lengkap, metode pembahasannya akurat, cermat, dan ketat dalam mengajukan dalil dan menyimpulkan hukum.

Dengan bahasa yang mudah dipahami, berbagai pandangan ulama fikih dan hadis terkemuka dibeberkan demi memperkaya wawasan pembaca, lalu disarikan relevansinya dengan realitas kehidupan saat ini. Dengan memadukan kelengkapan materi dan keluasan pembahasan, buku ini sangat layak dijadikan rujukan bagi siapa saja, terutama kaum muslimah. Buku ini membimbing kita untuk menjalani hidup sesuai dengan tuntunan syariat Allah dalam segala aspek kehidupan.

4. Fikih Akhlak

Fikih Akhlak

“Sangat lengkap dan detail. Itulah nilai lebih dari buku ini. Penulis pun tak hanya menyuguhkan persoalan-persoalan, tetapi juga mengupasnya secara cerdas, argumentatif, dan menyebut banyak hal baru yang selama ini tak terlintas dalam benak dan pikiran kita ketika menjalankan kewajiban kita sebagai orangtua dalam mendidik anak.

“Yang memberi petunjuk hanyalah Allah!” tegas penulis. Karena itu, menurutnya, tugas orangtua dalam mendidik anak adalah mengantarkan mereka untuk mendapatkan petunjuk tersebut. Dan tentu saja, upaya untuk itu membutuhkan perhatian, kesungguhan tekad, dan pengetahuan khusus tentang bagaimana seharusnya orangtua mendidik anak sebagaimana yang telah dicontohkan dalam al-Qur`an, sunah Rasulullah s.a.w., dan pengalaman para sahabat Nabi terkemuka. Di Saudi Arabia, Musthafa al-Adawy, penulis buku ini, termasuk ulama yang cukup disegani. Ia tak hanya berfatwa, tetapi juga telah menulis banyak buku yang cukup inspiratif dan penting bagi kemajuan umat ini.”

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika