Biologi

Hukum Mendel: Pengertian, Perbedaan, Percobaan, dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Written by Nandy

Hukum Mendel – Grameds pasti sudah tahu dong jika gen dalam makhluk hidup sangat mempengaruhi bagaimana “wujud” dari keturunannya kelak, baik itu pada manusia, hewan, bahkan tumbuhan sekalipun. Yap, keberadaan gen dalam makhluk hidup ini menjadi subjek dan objek utama dalam ilmu Genetika, yakni suatu ilmu yang mempelajari bagaimana pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Gen juga menjadi aspek terpenting pada makhluk hidup karena melaluinya, mereka dapat melakukan reproduksi dan melestarikan keturunannya. Nah, untuk “menghitung” bagaimana perwujudan gen induk yang nantinya diberikan kepada keturunannya, dapat menggunakan Hukum Mendel.

Bahkan di zaman yang sudah maju ini, keberadaan Hukum Mendel tidak lantas menjadi materi pelajaran di bidang Biologi saja lho… Ternyata Hukum Mendel baik I dan II sudah diterapkan di Ilmu Pertanian, terutama untuk menemukan bibit-bibit unggul melalui persilangan. Lalu bagaimana sih bunyi dari Hukum Mendel I dan II? Bagaimana pula contoh percobaan yang dilakukan melalui Hukum Mendel I dan II ini? Mengapa gen menjadi hal penting dalam upaya pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://pixabay.com/

Apa Bunyi Hukum Mendel I dan II?

Sedikit trivia saja nih Grameds, Hukum Mendel yang membahas tentang sistem pewarisan sifat induk kepada keturunannya ini pertama kali dicetuskan oleh Gregor Johann Mendel, yang lahir pada 22 Juli 1840. Teori pertama Beliau mengenai sistem pewarisan dikemukakan pada tahun 1865, berdasarkan penelitian persilangannya yang menggunakan varietas kacang kapri. Hasil penelitian tersebut ditulis dalam sebuah makalah berjudul Experiment in Plant Hybridization.

Dalam penelitian persilangannya, induk jantan dan induk betina diberi nama parental (tertua) dan disimbolkan dengan huruf P. Nah, hasil persilangan parental tersebut diberi nama sebagai filius (anak) dan disimbolkan dengan huruf F. Sementara persilangan induk jantan dengan induk betina disebut dengan P1 dan filialnya disebut dengan F1. Lalu, persilangan antara jantan F1 dengan betina F1 yang dilakukan secara acak akan disebut dengan P2, sedangkan filialnya disebut dengan F2, dan seterusnya.

Hukum Mendel I

Hukum Mendel I ini memiliki nama lain yakni Hukum Segregasi. Dalam Hukum Segregasi ini menyatakan bahwa “Pada pembentukan gamet (sel kelamin) pada kedua gen yang merupakan pasangan, akan dipisahkan dalam dua sel anak’. Nah, Hukum Mendel I atau Hukum Segregasi ini berlaku untuk persilangan monohibrid alias persilangan dengan satu sifat beda.

Secara garis besar, Hukum Mendel I akan berkaitan dengan adanya 3 pokok, yakni:

  1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Inilah yang menjadikannya konsep akan dua macam alel, yakni a) alel resesif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar); dan b) alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R)
  2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misal ww) dan satu dari tetua betina (misalnya RR)
  3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda, alel dominan akan selalu terekspresikan (tampak secara visual dari luar). Alel resesif yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet (sel kelamin) yang dibentuk pada turunannya.

Perhatikan contoh penyilangan antara mawar merah yang bersifat dominan dengan mawar putih yang bersifat resesif, berikut ini

Nah, dalam Hukum Mendel I ini juga menyatakan bahwa dua alel (varian gen) yang mengatur sifat tertentu akan terpisah pada dua gamet (sel kelamin) yang berbeda. Hukum Mendel I mencakup beberapa hal, yakni:

  • Alel (variasi gen) terhadap variasi sifat yang diwariskan. Contoh: warna dua bunga bervariasi yang dinamakan dengan alel, akan menempati lokus yang sesuai dengan pasangan homolog.
  • Dua alel terhadap suatu karakter akan terpisah ketika gamet (sel kelamin) dihasilkan. Contoh: hasil persilangan yang mengandung satu alel warna bunga induknya (ungu atau putih)
  • Setiap karakter pada setiap organisme, akan mewarisi dua alel yang masing-masingnya berasal dari induk. Contoh: hasil persilangan yang kemungkinan akan menghasilkan 1 alel warna putih dan 1 alel warna ungu.
  • Apabila terdapat dua alel berbeda, maka salah satunya dapat bersifat dominan, sementara yang lainnya akan bersifat resesif. Contoh: terdapat perkawinan bunga berwarna ungu dengan bunga warna putih, maka akan menghasilkan keturunan warna ungu.

Hukum Mendel II

Pada Hukum Mendel II atau yang juga dikenal sebagai Hukum Independent Assortment atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas, menyatakan bahwa ‘bila dua individu berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka akan diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya’. Keberadaan Hukum Mendel II ini berlaku untuk persilangan dihibrid (dengan dua sifat yang berbeda). Pada persilangan dihibrid, misalnya terdapat suatu individu dengan genotip AaBb, maka A dan a serta B dan b akan memisah yang kemudian pasangan tersebut akan bergabung secara bebas. Melalui hal tersebut, maka kemungkinan gamet (sel kelamin) yang terbentuk akan memiliki sifat AB, Ab, aB, dan ab.

Singkatnya, melalui Hukum Mendel II ini menyatakan bahwa alel (variasi gen) dengan gen yang sifatnya berbeda itu tidak saling mempengaruhi. Hal ini juga menjelaskan bahwa gen yang menentukan tinggi tanaman, warna tanaman, itu tidak saling berpengaruh. Perhatikan contoh berikut!

Perbedaan Antara Hukum Mendel I dan II

Perbedaan antara Hukum Mendel I dan II paling kentara terlihat pada sifat yang disilangkan. Pada Hukum Mendel I menyatakan bahwa pembentukan gamet (sel kelamin) pada kedua gen induk yang berpasangan dengan alel, akan memisah alias segregasi. Hal itu menyebabkan setiap gamet akan menerima satu gen dari induknya.

Sementara pada Hukum Mendel II menyatakan bahwa jika terdapat individu yang berbeda satu sama lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka akan menurunkan sifat yang sepasang dan tidak bergantung pada sifat lainnya.

Kesimpulannya, pada Hukum Mendel I akan mengalami proses segregasi atau pemisahan sel secara bebas. Sementara pada Hukum Mendel II akan mengalami pengelompokan gen secara bebas.

Contoh Persilangan Dalam Hukum Mendel

Hukum Mendel I

1. Persilangan Monohibrid

Kala itu, Mendel membuat percobaan dengan menyilangkan dua individu dari kacang kapri yang memiliki sifat berbeda, yaitu antara kacang kapri berbatang tinggi dengan kacang kapri berbatang rendah. Sedangkan sifat ‘tinggi’ dominan terhadap sifat ‘rendah’, sehingga akan menghasilkan:

Jika melihat lagi teori pada Hukum Mendel I yang menyatakan bahwa dalam pembentukan gamet (sel kelamin) itu pasangan alel akan memisah secara bebas. Nah, peristiwa pemisahan tersebut akan terlihat ketika pembentukan gamet individu yang memiliki genotif heterozigot, sehingga setiap gamet (sel kelamin) akan mengandung salah satu alel tersebut.

2. Backcross dan Testcross

Backcross adalah proses menyilangkan atau mengawinkan individu hasil hibrida (F1) dengan salah satu induknya. Tujuannya adalah supaya dapat mengetahui genotip dari induknya (parental). Perhatikan contoh berikut dengan mengandalkan sifat ‘tinggi’ pada kacang kapri.

Sementara testcross adalah proses menyilangkan individu F1 dengan salah satu induknya yang homozigot resesif. Tujuannya adalah supaya dapat mengetahui apakah individu F1 itu memiliki homozigot atau heterozigot.

Hukum Mendel II

1. Persilangan Dihibrid

Melalui percobaan persilangan Dihibrid ini, Mendel mencoba melibatkan dua sifat sekaligus dan menyimpulkan bahwa dalam proses pembentukan gamet (sel kelamin), maka setiap pasang alel dalam satu lokus akan bersegregasi secara bebas dengan pasangan alel lokus lainnya, dan akan berpadu secara bebas dengan alel dari lokus lainnya. Singkatnya, monohibrid adalah hibrid dengan 1 sifat berbeda, sementara dihibrid adalah hibrid dengan 2 sifat berbeda.

Kala itu, Mendel menggunakan tanaman ercis sebagai objek pengamatannya, dengan alasan:

  • Memiliki pasangan sifat beda yang mencolok atau kontras.
  • Melakukan penyerbukan sendiri (autogami), sehingga sifat turun-menurunnya cenderung tetap.
  • Mudah dilakukan penyerbukan silang.
  • Cepat untuk menghasilkan keturunan.
  • Dapat memiliki keturunan dalam jumlah banyak.

Berikut ini adalah sifat yang dimiliki oleh tanaman ercis, sehingga dijadikan sebagai objek pengamatan untuk penyilangan dihibrid ini.

Proses persilangan dihibrid memiliki ciri khas berupa:

  • Persilangan dilakukan dengan memperhatikan dua sifat yang berbeda.
  • Jumlah gamet (sel kelamin) yang terbentuk pada setiap individu adalah 4 (2n)
  • Fenotip individu akan ditentukan oleh 2 macam sifat genetik.
  • Akan ditemui sekitar maksimal 16 variasi genotif pada F2.

Penyimpangan Semu Pada Hukum Mendel

Dalam Hukum Mendel baik I dan II akan terdapat penyimpangan semu, yang merupakan bentuk persilangan dengan menghasilkan rasio fenotip yang berbeda dengan dasar dihibrid. Meskipun tampak berbeda, tetapi sebenarnya rasio fenotip tersebut merupakan bentuk modifikasi dari penjumlahan rasio fenotip yang didasarkan pada semua Hukum Mendel.

Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dengan 2 sifat beda, ternyata ratio fenotip F2 tidak selalu 9 : 3 : 3 : 1. Namun, akan sering dijumpai perbandingan-perbandingan yang berbeda, tetapi merupakan penggabungan angka-angka perbandingan Mendel yang ditulis 9: 3: 3: 1 yaitu :

  • 9 : 7 = 9 : ( 3 + 3 + 1 )
  • 12 : 3 : 1 = ( 9 + 3 ) : 3 : 1
  • 15 : 1 = ( 9 + 3 + 3 ) : 1
  • 9 : 3 : 4 = 9 : 3 : ( 3 + 1 )

Apabila didasarkan pada Hukum Mendel II, maka alel satu tidak akan saling mempengaruhi segregasi pasangan alel lainnya dalam penentuan sifat yang berbeda. Gen-gen tersebut akan secara bebas berpasangan dan memunculkan sifat tertentu pada individu. Nah, itulah yang dinamakan dengan ‘Penyimpangan Semu Hukum Mendel’. Disebut “semu” karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku, dan disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat dalam penentuan ciri tertentu tersebut. Berikut ini ciri-ciri ‘Penyimpangan Semu Hukum Mendel’:

  • Ratio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan Hukum Mendel.
  • Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil pada filial 2.
  • Adanya interaksi antar gen.

Jenis-Jenis Penyimpangan Semu Hukum Mendel

1. Atavisme

Atavisme adalah proses interaksi antar gen yang menghasilkan filial atau keturunan dengan fenotip berbeda dari induknya. Contoh: atavisme pada jengger ayam yang memiliki empat tipe yaitu rose (R-pp), pea (rrP-), walnut (R-P-), dan bilang (rrpp). Maka akan menjadi hal berikut:

Ayam jantan berjengger rose homozigot disilangkan dengan ayam betina berjengger pea homozigot. Dari hasil persilangan tersebut, ternyata diperoleh bahwa seluruh F1 berjengger walnut. Jika F1 disilangkan dengan sesamanya, kemungkinan perbandingan F2- nya adalah 9:3:3:1

 2. Kriptomeri

Kriptomeri adalah peristiwa tersembunyinya gen dominan, terutama jika tidak berpasangan dengan gen dominan lainnya. Jadi, apabila gen dominan tersebut berdiri sendiri, maka sifatnya akan menjadi tersembunyi alias kriptos. Contoh: kriptomeri pada persilangan bunga Linaria Maroccana yang memiliki 4 gen, yaitu:

  • A = terbentuk pigmen antosianin
  • B = tidak terbentuk pigmen antosianin
  • C = protoplasma basa
  • D = protoplasma asam

Maka melalui 4 gen tersebut akan membentuk:

3. Polimeri

Polimeri adalah proses interaksi antar gen yang bersifat kumulatif atau saling menambah. Jadi, gen-gen tersebut nantinya akan saling berinteraksi untuk mempengaruhi dan menghasilkan keturunan yang sama. Contoh: polimeri pada gandum berbiji merah dengan 2 gen yaitu M1 dan M2, sehingga apabila kedua gen tersebut bertemu maka ekspresi warna yang didapatkan juga akan semakin kuat. Perhatikan penjelasan berikut!

4. Epistatis dan Hipostatis

Epistasis-Hipostasis adalah suatu peristiwa ketika gen yang bersifat dominan akan menutupi pengaruh dari gen dominan lainnya yang bukan alelnya. Gen yang menutupi itu disebut dengan epistasis, sementara gen yang ditutupi disebut dengan hipostatis. Contoh epistatis-hipostatis ini dapat ditemukan pada persilangan labu kuning dan labu putih.

5. Gen-Gen Komplementer

Komplementer adalah proses interaksi antar gen dominan, dengan sifat yang berbeda tetapi saling melengkapi, sehingga akan memunculkan fenotip tertentu. Apabila salah satu gen itu tidak muncul, maka sifat yang dimaksud juga tidak akan muncul. Contoh gen-gen yang berkomplementer ini dapat ditemukan pada persilangan bunga Lathyrus Odoratus yang memiliki 4 gen berupa:

  • C = membentuk pigmen warna.
  • c = tidak membentuk pigmen warna.
  • P = membentuk enzim pengaktif.
  • p = tidak mementuk enzim pengaktif.

Mengenal Teori Pewarisan Sifat

Pewarisan sifat dapat juga disebut dengan istilah “Hereditas” yang mengacu pada suatu pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Hereditas ini juga berkaitan dengan Genetika yakni sebuah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Nah, pewarisan sifat tersebut dapat ditentukan oleh kromosom dan gen. Terdapat teori-teori mengenai pewarisan sifat, di antaranya:

1. Teori Embryo

Teori ini dikemukakan oleh William Harvey yang berpendapat bahwa semua hewan itu berasal dari telur. Pernyataan tersebut semakin diperkuat oleh Reinier de Graaf sebagai peneliti pertama yang memperkenalkan bersatunya sel sperma dengan sel telur dalam pembentukan embrio. Reinier juga menyatakan bahwa ovarium pada burung itu sama dengan ovarium yang ada di tubuh kelinci.

2. Teori Preformasi

Teori ini dikemukakan oleh Jan Swammerdam yang menyatakan bahwa telur itu mengandung semua generasi yang akan datang, sehingga dapat dianggap sebagai miniatur dari individu yang telah terbentuk sebelumnya.

3. Teori Epigenesis Embriologi

Teori ini dikemukakan oleh C.F. Wolf yang menyatakan bahwa ada kekuatan vital yang terdapat di dalam benih organisme. Melalui kekuatan tersebut, dapat menyebabkan pertumbuhan embrio berdasarkan pola perkembangan sebelumnya.

4. Teori Plasma Nutfah

Teori ini dikemukakan oleh J.B. Lamarck yang menyatakan bahwa sifat yang terjadi itu dikarenakan adanya rangsangan dari luar (terutama lingkungan), terhadap struktur fungsi organ yang diturunkan pada generasi berikutnya.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Baca Juga!

About the author

Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya