in

Gejala Omicron Orang Dewasa dan Anak-Anak, serta Cara Mengatasinya

Gejala Omicron Orang Dewasa dan Anak-Anak– Kasus positif Covid-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Namun, kasus positif yang pertama kali dikonfirmasi itu bukanlah orang Indonesia pertama yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Pada bulan Januari 2020, seorang pembantu rumah tangga Indonesia yang berada di Singapura tertular virus dari majikannya.

Pada 9 April 2020, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah sebagai provinsi paling terpapar SARS-CoV-2 di Indonesia. Kematian pertama akibat Covid-19 di Indonesia terjadi pada 11 Maret 2020. Walaupun demikian, seorang karyawan Telkom meninggal dunia pada 3 Maret 2020 dan baru dinyatakan positif Covid-19 pada 15 Maret 2020, sekaligus menulari istri dan anaknya.

Sampai tanggal 21 Agustus 2022, Indonesia telah melaporkan 6.315.557 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 157.377 kematian. Namun, angka kematian diperkirakan jauh lebih tinggi dari data yang dilaporkan lantaran tidak dihitungnya kasus kematian dengan gejala Covid-19 akut yang belum dikonfirmasi atau dites.

Sementara itu, diumumkan jika 6.107.680 orang telah sembuh, menyisakan 50.500 kasus yang sedang dirawat. Pemerintah Indonesia telah menguji 69.462.720 orang dari total 269 juta penduduk, yang berarti hanya sekitar 257.075 orang per satu juta penduduk.

Sebagai tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 2020. Kebijakan ini diganti dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada 2021. Pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menerima vaksin Covid-19 di Istana Negara, sekaligus menandai mulainya program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Riwayat Varian Omicron

Varian Omicron, juga dikenal sebagai garis keturunan B.1.1.529, adalah sebuah varian SARS-CoV-2, sebuah koronavirus yang menyebabkan Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (bahasa Inggris: World Health Organization, sering disingkat WHO) menyatakannya sebagai varian yang diwaspadai dan menamakannya dari kata Yunani Omicron.

Spesimen pertama yang diketahui dikumpulkan pada 9 November 2021 dari Botswana. Varian tersebut juga terdeteksi di Afrika Selatan pada 24 November 2021, satu kasus di Hong Kong, satu kasus terkonfirmasi diidentifikasi di Israel dari seorang pelancong Malawi (bersama dengan dua pelancong yang kembali dari Afrika Selatan dan satu pelancong dari Madagaskar), dan satu kasus terkonfirmasi di Belgia yang tampaknya melewati Mesir sebelum 11 November 2021.

Varian Omicron dan varian yang diwaspadai lainnya dari SARS-CoV-2 digambarkan dalam pohon yang diskalakan secara radial berdasarkan jarak genetik, berasal dari Nextstrain pada 1 Desember 2021.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Negara-negara yang mengumumkan pelarangan perjalanan dari Afrika Selatan menanggapi identifikasi varian tersebut meliputi Jepang, Kanada, Uni Eropa, Israel, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Pada 24 November 2021, varian tersebut mula-mula dilaporkan ke WHO dari Afrika Selatan. Pada 26 November 2021, Kelompok Penasehat Teknis WHO terhadap Evolusi Virus SARS-CoV-2 menyatakan bahwa B.1.1.529 adalah sebuah varian yang diwaspadai dan memberikannya sebutan Omicron.

Omicron adalah varian terbaru virus corona yang juga menyebabkan penyakit Covid-19. Mengutip laman Covid19.go.id, varian ini menyebar lebih cepat dari varian Covid-19 lainnya, tetapi dengan gejala lebih ringan atau cenderung tidak bergejala. Varian tersebut sudah terdeteksi di beberapa negara sejak pertama kali ditemukan di benua Afrika. Varian ini juga disebut sebagai salah satu yang sangat cepat dalam menularkan virus.

Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta. Kini, Omicron telah terdeteksi di lebih dari 110 negara dan diperkirakan akan terus meluas, sedangkan pergerakan Omicron di level nasional juga terus meningkat sejak pertama kali dikonfirmasi pada 16 Desember 2021. Perkembangan kasus Covid-19 varian jenis ini (B.1.1.529) di Indonesia telah mencapai 5.106 kasus per tanggal 13 Februari 2022. Varian jenis ini di Indonesia ini memiliki selisih 26 kasus dibandingkan hari sebelumnya.

Secara mingguan, kasus ini di Indonesia tumbuh 35,37 persen. Dengan jumlah varian Omicron tersebut, menempatkan posisi Indonesia berada di urutan pertama di Asia Tenggara. Negara dengan kasus Omicron tertinggi di Asia Tenggara masih ditempati Thailand sebanyak 2.177 kasus (Sumber: Global Initiative on Sharing All Influenza Data tanggal 13 Februari 2022).

Varian Omicron memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan. WHO menjelaskan bukti awal menunjukkan peningkatan risiko infeksi ulang dengan varian ini, dibandingkan dengan Variant of Concern (VOC) lainnya. WHO pun menetapkan varian Omicron sebagai VOC. VOC diartikan sebagai varian virus corona yang menyebabkan peningkatan penularan dan kematian, bahkan dapat memengaruhi efektivitas vaksin. Sebelum Omicron, WHO telah menetapkan varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sebagai VOC.

Gejala Virus Omicron yang Dialami Orang Dewasa dan Anak-Anak

Gejala varian virus corona Omicron tidak jauh berbeda dengan varian Covid-19 umumnya seperti demam, sakit kepala, batuk dan kehilangan penciuman. Saat ini, varian baru Covid-19 jenis ini menjadi salah satu yang mendapat perhatian dunia. Sejumlah laporan mengatakan bahwa infeksi varian ini cenderung menyebabkan gejala kelelahan dan nyeri tubuh. Gejala tersebut lebih banyak muncul dibandingkan kehilangan rasa maupun kehilangan penciuman.

Nalurita, Dokter Patologi Klinik dari Siloam Hostpitals Semarang, meminta masyarakat mewaspadai gejala Omicron yang terjadi kepada anak. “Masyarakat perlu memperhatikan MIS-C atau Multisystem Inflammatory Syndrome in Children, yaitu kumpulan sindrom akibat COVID-19 pada anak-anak. Angka kejadian memang sedikit, tetapi berisiko fatal sampai kematian,” ujar Nalurita seperti dilansir dari Antara.

Dia menambahkan bahwa COVID-19 telah mengalami mutasi ke beberapa varian, mulai dari varian Alpha, Beta, Delta, dan yang terkini adalah varian Omicron. Pemeriksaan yang paling ideal untuk mendeteksi infeksi virus corona sampai saat ini dapat dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction atau tes usap PCR. Metode tes usap digunakan untuk mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan.

Hasil penelitian menunjukkan varian Omicron lebih dominan di daerah tenggorokan tidak seperti varian Delta yang lebih dominan di parenkim paru. “Dari hal ini bisa diindikasikan betapa varian ini akan keluar menyebar apabila si ‘carrier‘, hanya dengan batuk saja. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa varian ini tidak berbahaya,” ucapnya.

Karakteristik virus varian baru Omicron yang cepat menular termasuk kemampuan virus guna menyebabkan suatu penyakit. “Varian Omicron menjadi varian of concern (VOC), karena sifatnya yang sangat menular dan ada kemungkinan penurunan efektivitas alat diagnostik dan vaksin yang ada sekarang,” katanya.

Dia menjelaskan varian menular dengan cepat dan dapat menginfeksi kembali penyintas atau yang sudah mendapatkan dosis vaksin. Meskipun hingga saat ini, risiko rawat inap, gejala berat, bahkan kematian akibat varian Omicron itu tergolong rendah.

“Hendaknya kita tetap waspada, karena semakin banyak yang kena, semakin tinggi risiko kelompok rentan (lansia, anak-anak, dan komorbid) untuk terinfeksi, meningkatkan angka keterisian rumah sakit dan rumah sakit bisa penuh, lama-lama yang butuh penanganan bisa tidak tertangani,” paparnya. Dia mengingatkan masyarakat untuk terus menjalankan protokol kesehatan dan juga melakukan vaksinasi dan menerapkan hidup sehat dengan konsumsi makanan bergizi dan rutin berolahraga.

Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa anak-anak yang terinfeksi COVID varian Omicron mengalami batuk keras yang disebut dengan croup, terutama anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun. Croup merupakan infeksi saluran pernapasan bagian atas yang memicu batuk keras, seperti menggonggong. Croup mungkin disertai dengan demam, serak dan pernapasan yang bekerja keras atau terdengar berisik.

Sementara itu, melansir laman Parents, bukti awal menunjukkan jika varian Omicron sering menyebabkan penyakit ringan, dengan gejala yang sedikit berbeda dari jenis virus corona lainnya. Menurut Purvi Parikh, ahli alergi dan imunologi di Jaringan Alergi dan Asma, pasien telah melaporkan bahwa mereka tidak ada kehilangan bau atau rasa dan tenggorokan gatal, tetapi banyak gejala klasik lainnya tetap sama.

Angelique Coetzee, ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan, menjelaskan beberapa gejala dari pasien Omicron yang dia rawat di antaranya mengeluhkan nyeri dan nyeri tubuh, batuk ringan, dan sakit kepala ringan. Pasiennya juga tidak mengalami penurunan kadar oksigen yang signifikan dan mereka pulih di rumah tanpa komplikasi, seperti dilansir dari Reuters.

Dikutip dari laman University of California Davis Health, Senin (22/8/2022), varian Omicron memiliki gejala yang mirip dengan varian Covid-19 lainnya, termasuk Delta. “Ini mungkin termasuk batuk, demam, dan kelelahan,” tutur Dean Blumberg, kepala penyakit menular pediatrik di Rumah Sakit Anak UC Davis.

Namun demikian, Covid-19 varian Omicron tak boleh disepelekan lantaran bisa memicu risiko fatal hingga kematian bagi kelompok rentan, seperti lansia, komorbid, dan mereka yang belum divaksinasi.Sementara itu, Harish Chafle, konsultan senior-pulmonologi dan perawatan kritis di Rumah Sakit Global Parel Mumbai, mengklasifikasikan gejala Omicron menjadi tiga kategori, yaitu gejala paling umum, kurang umum, dan tergolong serius. Berikut informasinya.

Sejumlah tanda gejala umum Omicron yang dialami oleh anak-anak dan orang dewasa antara lain:

  1. Pilek.
  2. Bersin.
  3. Demam ringan.
  4. Tenggorokan gatal.
  5. Batuk terus-menerus.
  6. Kelelahan.
  7. Kehilangan penciuman dan rasa.

Sejumlah tanda gejala Omicron kurang umum yang dialami oleh anak-anak dan orang dewasa antara lain.

  1. Sakit tenggorokan.
  2. Sakit kepala.
  3. Diare.
  4. Ruam kulit.
  5. Keringat dingin.
  6. Perubahan warna di jari tangan dan kaki.
  7. Mata merah atau iritasi.

Sejumlah tanda gejala Omicron yang tergolong serius dialami oleh anak-anak dan orang dewasa antara lain:

  1. Kesulitan bernapas atau sesak napas.
  2. Kehilangan bicara atau mobilitas.
  3. Kebingungan.
  4. Nyeri dada.

Perlu dicatat, cara terbaik untuk memastikan seseorang terkena Covid-19 varian Omicron adalah dengan melakukan tes.

Menurut laman Ciputra Hospital, kondisi ini dapat dikendalikan dengan pengobatan di rumah. Orang tua dapat menggunakan obat-obatan, seperti yang ditentukan oleh dokter atau mengadopsi pengobatan rumah untuk meringankan gejala anak mereka. Pastikan anak-anak duduk dalam posisi tegak yang nyaman.

Beri mereka minum banyak cairan yang hangat dapat membantu melonggarkan lendir di orofaring. Sementara itu, anak perlu istirahat yang cukup. Jika gejala anak memburuk dan tidak lekas membaik, carilah bantuan medis segera.

Hal terpenting yang perlu kita lakukan untuk mengurangi risiko paparan virus Covid-19 varian Omicron adalah melakukan beberapa tindakan berikut.

  1. Mengenakan masker yang menutupi hidung dan mulut. Pastikan tangan bersih saat memakai dan melepas masker.
  2. Mencuci tangan secara teratur, bila tidak memungkinkan kenakan pembersih tangan.
  3. Menghindari ruangan berventilasi buruk dan keramaian.
  4. Membuka jendela untuk meningkatkan pertukaran udara di dalam ruangan.
  5. Melakukan vaksinasi Covid-19 yang disetujui oleh Kementrian Kesehatan dan aman.

Penanganan Pasien dengan Kasus Omicron

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/1391/2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron (B.1.1.529). SE yang ditandatangani Menkes pada 30 Desember 2021 tersebut ditujukan kepada para gubernur dan bupati/walikota serta kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Poin utama dari aturan ini untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah serta fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) dalam menghadapi ancaman penularan Omicron. Mengingat dalam beberapa waktu terakhir kasus transmisi lokal terus meningkat, kesiapan daerah dalam merespons penyebaran varian jenis ini sangat penting agar tidak menimbulkan klaster baru penularan Covid-19.

Berikut ketentuan pencegahan dan pengendalian varian Omicron yang disampaikan Menkes melalui SE-nya.

  1. Seluruh kasus probable dan konfirmasi varian Omicron, baik yang bergejala (simptomatik) maupun tidak bergejala (asimptomatik) harus dilakukan isolasi di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19.
  2. Kasus probable dan konfirmasi varian Omicron sebagaimana dimaksud di angka 1 dengan kriteria sebagai berikut.
    • Probable varian Omicron, yaitu kasus konfirmasi Covid-19 yang hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif S-Gene Target Failure (SGTF) atau uji deteksi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) mengarah ke varian Omicron.
    • Konfirmasi varian Omicron, yaitu kasus konfirmasi Covid-19 dengan hasil pemeriksaan sekuensing positif Omicron SAR-COV-2.
  1. Segera dilakukan pelacakan kontak dalam waktu 1 x 24 jam untuk penemuan kontak erat. Setelah ditemukan, setiap kontak erat wajib segera dilakukan karantina selama 10 hari di fasilitas karantina terpusat dan pemeriksaan entry dan exit test menggunakan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Jika hasil pemeriksaan NAAT positif, harus dilanjutkan pemeriksaan SGTF di laboratorium yang mampu pemeriksaan SGTF dan secara pararel spesimen dikirim ke laboratorium Whole Genome Sequencing (WGS) terdekat sesuai dengan Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/Menkes/4842/2021 tentang Jejaring Laboratorium Surveilans Genomen Virus SARs-CoV-2.
  2. Kontak erat sebagaimana dimaksud di angka 3 adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau kasus terkonfirmasi varian Omicron. Untuk menemukan kontak erat varian ini (B.1.1.529.) sebagai berikut.
    • Pada kasus probable atau konfirmasi varian ini bergejala dihitung sejak 2 hari sebelum gejala timbul sampai 14 hari setelah gejala timbul (atau hingga kasus melakukan isolasi).
    • Kasus probable atau konfirmasi varian ini tidak bergejala dihitung sejak 2 hari sebelum pengambilan swab dengan hasil positif sampai 14 hari setelahnya (atau hingga kasus melakukan isolasi).
  1. Kriteria selesai isolasi dan sembuh dalam kasus probable dan konfirmasi varian Omicron sebagai berikut.
    • Pada kasus yang tidak bergejala isolasi dilakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi ditambah hasil pemeriksaan NAAT negatif selama 2 kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 24 jam.
    • Pada kasus yang bergejala isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan serta hasil pemeriksaan NAAT negatif selama dua kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 24 jam.
  1. Dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pencatatan dan pelaporan serta berkoordinasi dengan Kemenkes dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus varian Omicron. Pencatatan dan pelaporan kasus varian jenis ini dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Allrecord TC-19.
  2. Pembiayaan isolasi di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19 varian Omicron dan karantina terpusat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara umum, upaya pencegahan penyebaran Covid-19 (terutama Omicron) tidak cukup jika hanya dilakukan secara upaya tunggal, seperti mendapatkan vaksinasi yang lengkap tanpa menjaga protokol kesehatan maupun sebaliknya. Adanya proteksi ekstra meliputi kedua upaya tersebut bersamaan merupakan langkah yang harus dilakukan oleh seluruh masyarakat agar mampu melindungi diri dan orang di sekitar dari paparan Covid-19, serta meminimalisir dari hospitalisasi (keadaan tertentu atau darurat yang mengharuskan seseorang tinggal di rumah sakit) dan kematian akibat Covid-19.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait