in

Review Novel Leiden Karya Dwi Nur Rahmawati

Leiden merupakan sebuah novel karya Dwi Nur Rahmawati, penulis yang namanya dikenal dari Wattpad. Kisah Leiden ini pertama kali dipublikasi di akun Wattpad Dwi Nur Rahmawati yang bernama @aing_Rahmaaa. Kisah Leiden ini mampu menarik perhatian banyak orang dan menjadi sangat populer.

Hingga saat ini, per bulan November 2022, kisah Leiden ini telah dibaca sebanyak 13.6 juta kali di Wattpad. Lebih lanjut, kepopuleran kisah Leiden ini berhasil menarik perhatian pihak Penerbit Black Swan Books yang kemudian menerbitkan novel ini pada Desember 2021. Novel dengan total 376 halaman ini mengisahkan tentang penderitaan, sesuai dengan makna harfiah kata Leiden dalam Bahasa Jerman.

Semua orang pasti mempunyai luka, karena manusia dan luka merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Novel Leiden ini mengisahkan tentang Rhea yang sejak lahir telah dianggap sebagai lambang kesialan oleh orang tuanya sendiri. Hidup Rhea sangat suram, karena semua orang terdekatnya berubah begitu saja.

Sang kekasih yang bernama Skala, dahulu sangat mencintainya, tetapi dia kemudian tiba-tiba membenci dirinya tanpa alasan yang pasti. Kemudian, sahabat Rhea satu-satunya yang dulu berjanji untuk tidak pergi meninggalkannya, malah memilih untuk bunuh diri. Sampai sosok Atlas, yang dahulu sangat asing, kini berubah menjadi penting.

Terdapat begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Rhea. Ia menyadari kalau ada alasan yang disembunyikan dari segala hal yang terjadi padanya. Semesta sangat mempermainkan dirinya. Ia bagaikan dijunjung tinggi ke atas awan, lalu dijatuhkan begitu saja oleh takdir, tanpa diberi waktu untuk mempersiapkan.

Sinopsis Novel Leiden

Pros & Cons

Pros
  • Dwi Nur Rahmawati mengangkat isu yang dinilai cukup berani dan relate juga dengan permasalahan yang marak ditemukan di masyarakat.
  • Alur kisah ini mengalir, gaya bahasa yang digunakan juga santai, sehingga mudah untuk dimengerti.
  • Banyak pesan moral yang tersirat dari kisah ini.
  • Penulis mampu membangun atmosfir cerita, sehingga menggugah emosi pembaca.
Cons
  • Masih ditemukan kesalahan penulisan kata depan.
  • Kisah ini dapat menjadi pemicu bagi mereka yang memiliki trauma menjadi korban kekerasan.

 

Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi tidak membuat gadis bertubuh kurus itu menyudahi kegiatan belajarnya. Dia adalah Rhea Gilda Nagendra, gadis itu masih saja sibuk membolak-balikkan halaman buku tebal yang ada di tangannya. Ia masih bertahan mempelajari buku yang berisi tabel-tabel angka yang tampak sangat rumit.

Sebenarnya, Rhea sudah memahami materi yang ada di buku itu, tetapi jika ia berhenti belajar sekarang, maka sang Ayah akan marah besar dan memukulinya lagi. Bahkan, luka di sudut bibirnya saja masih terasa sakit dan belum kering. Tiba-tiba saja, ponsel milik Rhea bergetar, menandakan ada pesan yang masuk.

Sebelum mengambil ponselnya, Rhea melihat dulu ke arah pintu luar ruang belajarnya, memastikan bahwa ayahnya tak melihat ia sedang memainkan ponsel. Rhea menemukan notifikasi Whatsapp dari Fera Teresia. Ia menyuruh Rhea segera ke rumah Karina saat itu juga. Rhea menanyakan ada kepentingan apa, karena Rhea tidak diperbolehkan untuk keluar pada malam hari.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Pesan berikutnya yang dikirimkan Fera sangat memilukan, itu adalah hal yang paling tidak diharapkan oleh Rhea. Fera mengatakan bahwa Karina, sahabat satu-satunya Rhea, telah meninggal karena gantung diri. Fera kemudian mengirimkan sebuah foto kepada Rhea.

Ponsel yang Rhea pegang pun jatuh ke lantai begitu saja. Nyawa Rhea seakan ditarik beberapa detik saat membaca pesan terakhir dari Fera. Ditambah lagi melihat foto rumah Karina yang sudah dipenuhi para pelayat. Ia juga menemukan ada bendera kuning di depan rumahnya.

Karina bunuh diri. Dunia Rhea seakan hancur dibuatnya. Karina adalah satu-satunya orang yang peduli dengannya, tetapi kini dia telah tiada. Pergi meninggalkan Rhea sendiri di dunia yang kejam ini. Rhea masih mencoba untuk memproses informasi tersebut. Ia juga beberapa kali menyangkal kenyataan itu.

Rhea menggeleng tidak percaya akan pesan yang dikirim Fera. Karina tidak mungkin tega meninggalkannya, begitu pikirnya. Air mata mengalir dari pelupuk matanya. Rhea mempertanyakan kepada Tuhan, apakah semua ini hanya mimpi?

Mendengar suara barang jatuh membuat Faiza, ayah Rhea menanyakan apa yang terjadi. Mata Faizan kemudian menemukan ponsel Rhea yang sudah tergeletak di lantai. Ayahnya pun berteriak menyadarkan Rhea bahwa ponselnya jatuh. Rhea langsung berlari menghampiri Faizan, dan memegang lengan kekar sang ayah. Ia kemudian meminta ayahnya untuk segera mengantarnya ke rumah Karina.

Ayah Rhea menanyakan, apa yang ingin dia lakukan di sana? Besok ada ulangan harian, maka itu Faizan memerintah Rhea untuk kembali belajar. Rhea menggelengkan kepalanya, air matanya semakin deras membasahi pipinya. Ia kemudian meminta tolong ke ayahnya dan mengatakan bahwa Karina meninggal karena bunuh diri.

Rhea pun jatuh berlutut di depan ayahnya. Bahkan, ia memegangi kedua kaki Faizan dan terus memohon. Air matanya membasahi kaki Faizan yang memakai sepatu pantofel berwarna hitam mengkilat. Faizan pun terdiam sejenak.

Tak lama berdiam, ayahnya membuka suara. Ia mengatakan bahwa dirinya tak peduli, dan memerintah Rhea lagi untuk kembali belajar. Rhea memegangi kaki ayahnya semakin erat, kemudian memohon untuk kali ini saja mengijinkannya keluar, karena Karina lebih penting dibanding ulangan. Namun, Rhea mengatakan itu dengan nada suara yang cukup tinggi.

Faizan pun mendesis marah. La juga mengibaskan kakinya, membuat Rhea melepaskan pegangannya. Ia memperingatkan Rhea untuk jangan sampai membuatnya marah. Namun, Rhea tetap memohon kepada sang ayah.

BUGH – Rhea terdorong ke belakang sampai punggungnya membentur meja belajar. Suara rintihan pun terdengar dari mulut kecil gadis itu. Ayahnya menendang bahunya tanpa perasaan, membuat punggung Rhea terasa sangat sakit.

Ayahnya kemudian jongkok dan mencengkram dagu Rhea dengan kuat. Ia mempertanyakan Rhea yang berani membentaknya, dan memperingatkannya untuk tidak melakukannya lagi, atau ia akan memukulinya dengan lebih kasar. Faizan pun kemudian menghempaskan dagu anak gadisnya itu ke samping.

Ayahnya kemudian kembali menyuruh Rhea untuk belajar, dan memberitahu bahwa hal itu lebih penting dilakukan daripada melihat mayat sahabatnya. Rhea meringkuk di lantai yang dingin. Dinginnya lantai langsung menusuk kulitnya yang hanya dilapisi baju tidur berlengan pendek. Rhea pun menangis mengeluarkan rasa sesaknya.

Baru saja tadi sore ia bertemu dengan Karina, dan sahabatnya itu masih baik-baik saja, meskipun mata Karina terlihat sedikit membengkak. Rhea tau bahwa Karina tertekan akibat perpisahan kedua orang tuanya. Namun, ia tak berpikir bahwa Karina akan melakukan hal senekat ini. Ulu hatinya terasa ditusuk dengan belati beracun.

Bahkan rasa sakit ini ini lebih dari pukulan keras sang ayah kalau menggunakan ikat pinggang.

Dengan sisa tenaganya, Rhea mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai. la segera menelpon kekasih tercintanya. Baru saja ingin mengucapkan salam, Skala telah mencaci Rhea, karena ia kalah ngegame akibat telpon Rhea.

Rhea hanya bisa memejamkan mata mendengar cacian dari Skala. Setelah menerima pukulan dari sang Ayah, Rhea juga telah terbiasa dengan cacian dan makian dari Skala. Ia kemudian meminta Skala untuk menjemputnya dan mengantarkan ke rumah Karina. Namun, Skala langsung menolaknya mentah-mentah dan mengatakan kepada Rhea untuk tidak menyusahkan dirinya.

Rhea mencoba memohon kepada Skala, tetapi kekasihnya itu malah menutup sambungan telpon begitu saja. Sekarang Rhea benar-benar sendiri. Karina yang selalu menjadi tempat bersandarnya kini telah pergi ke tempat yang tidak mungkin bisa ia gapai. Lantas, kini Rhea harus bersandar kepada siapa?

Diacuhkan oleh kekasihnya, dikasari oleh sang ayah, tidak dipedulikan oleh ibunya, dan yang paling menyakitkan adalah ditinggal oleh sahabat satu-satunya. Segala hal itu membuat Rhea semakin terpuruk. Rhea benar-benar berada di titik yang paling rendah dalam hidupnya. Tidak ada siapapun yang peduli dengan kehadirannya.

Ditambah lagi dengan penyakit yang bersarang di tubuhnya, membuat Rhea semakin benar-benar kehilangan keinginan untuk hidup. Tampaknya, kebahagiaan sama sekali tidak pernah hadir ke kehidupan Rhea. Lantas, untuk apa Rhea hidup kalau harus selalu menderita. Tuhan, Rhea sudah tidak sanggup. Rhea ingin istirahat. Untuk selamanya.

Kelebihan Novel Leiden

Sebagai salah satu novel yang berhasil menempati rak best seller, novel Leiden ini memiliki banyak kelebihan. Dari premis ceritanya saja, yang dapat dilihat dari sinopsis di atas, dapat langsung menarik perhatian pembaca. Sebab, Dwi Nur Rahmawati mengangkat isu yang dinilai cukup berani dan relate juga dengan permasalahan yang marak ditemukan di masyarakat.

Gaya bercerita Dwi Nur Rahmawati juga dipuji, karena alurnya mengalir, dan ia juga menggunakan gaya bahasa yang santai, sehingga mudah untuk dipahami. Rahma juga dinilai mampu membangun atmosfir cerita sehingga membuat pembaca mampu terbawa emosi, merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh utama.

Novel Leiden ini juga banyak menyiratkan pesan moral melalui ceritanya. Pesan tentang bagaimana dunia dapat menjadi kejam kepada kita, tetapi dibalik itu semua, pasti ada kebahagiaan yang menunggu. Kisah ini mengajarkan pembaca untuk tidak menyerah kepada kehidupan.

Secara keseluruhan, novel Leiden ini adalah novel untuk remaja yang menyajikan kisah yang menarik dan memiliki makna yang mendalam. Novel ini sangat direkomendasikan bagi kalian yang sedang mencari bacaan yang ringan, tetapi mampu menggugah emosi Anda.

Kekurangan Novel Leiden

Selain kelebihan, novel Leiden ini juga masih memiliki kekurangan. Kekurangan pada novel ini terletak pada masih ditemukannya kesalahan penulisan kata depan. Kemudian, kisah novel ini juga dapat menjadi pemicu bagi mereka yang memiliki trauma menjadi korban kekerasan.

Pesan Moral Novel Leiden

Dari novel Leiden ini, kita dapat belajar untuk memandang kehidupan dalam sudut pandang yang lebih positif. Memang, ada kalanya hidup terasa begitu berat dan seolah jahat kepada kita. Namun, percayalah bahwa suatu saat nanti, kita pasti bahagia. Ada sesuatu yang besar, yang telah menunggu kita yang sudah berjuang dengan keras.

Dari kisah ini juga, kita dapat belajar untuk senantiasa memerhatikan orang-orang di sekitar kita. Berikanlah mereka perhatian dan kasih sayang. Hargai kehadiran mereka selagi mereka masih ada. Berbuat baiklah kepada semua orang.

Nah, itu dia Grameds ulasan novel Leiden karya Dwi Nur Rahmawati. Bagi kalian yang penasaran akan nasib Rhea, kalian bisa segera mendapatkan novel ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!

Rating: 3.87

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy