in

Ketahui Perbedaan Asuransi Umum dengan Asuransi Syariah!

perbedaan asuransi umum dengan asuransi syariah – Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan finansial, asuransi menjadi salah satu solusi utama yang banyak dipilih. Namun, tahukah Grameds bahwa asuransi tidak hanya hadir dalam bentuk konvensional saja?

Ada pula asuransi syariah yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam dan menekankan unsur tolong-menolong antar peserta. Meski sekilas tampak serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi filosofi, pengelolaan dana, hingga sistem kerjanya.

Untuk itu, penting bagi Grameds memahami perbedaan antara asuransi umum dan asuransi syariah sebelum menentukan pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan nilai hidup Grameds.

Perbedaan antara Asuransi Umum dengan Asuransi Syariah

Sumber: Pexels

Secara Umum:

1. Asuransi Umum (Konvensional)

Asuransi umum adalah sistem perlindungan keuangan yang dijalankan berdasarkan prinsip bisnis komersial, di mana perusahaan asuransi menanggung risiko kerugian peserta dengan imbalan premi tertentu.

Dalam sistem ini, risiko yang dimiliki peserta dialihkan (ditransfer) sepenuhnya kepada perusahaan asuransi. Tujuan utamanya adalah memberikan ganti rugi atas kerugian finansial akibat kejadian tidak terduga, seperti kecelakaan, kebakaran, kerusakan, atau biaya kesehatan, sambil tetap mengedepankan laba perusahaan.

Contoh: Asuransi kendaraan, asuransi kesehatan konvensional, asuransi properti.

2. Asuransi Syariah

Asuransi syariah adalah bentuk perlindungan keuangan yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah Islam, khususnya tolong-menolong (ta’awun) dan hibah (tabarru’). Dalam model ini, peserta saling menanggung risiko dengan mengumpulkan dana tabarru’ yang digunakan untuk membantu sesama peserta yang terkena musibah.

Perusahaan asuransi hanya berperan sebagai pengelola (mudharib) dan tidak memiliki dana tersebut. Semua kegiatan operasional diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan sesuai dengan hukum Islam.

Contoh: Asuransi jiwa syariah, asuransi kesehatan syariah, asuransi perjalanan syariah.

Asuransi Syariah: Berkah Terakhir Yang Tak Terduga

Secara Filosofis:

1. Landasan Prinsip

  • Asuransi Umum (Konvensional):

Asuransi umum atau konvensional bekerja layaknya sebuah bisnis. Prinsip utamanya adalah mencari keuntungan dari layanan yang diberikan. Dalam sistem ini, nasabah (peserta asuransi) membayar sejumlah premi setiap bulan atau tahun kepada perusahaan asuransi.

Nah, premi itu dianggap sebagai “harga beli” atas perlindungan atau jaminan dari risiko tertentu, seperti sakit atau kecelakaan. Jika selama masa perlindungan terjadi sesuatu (misalnya, peserta dirawat di rumah sakit), maka perusahaan akan membayar klaim sesuai kesepakatan. Namun, jika tidak terjadi apa-apa, maka premi yang sudah dibayarkan tidak dikembalikan, karena sudah menjadi milik perusahaan.

Jadi, hubungan antara nasabah dan perusahaan di sini bersifat jual-beli, nasabah membeli perlindungan, dan perusahaan berhak atas premi sebagai keuntungan. Semua aktivitas didasari tujuan bisnis, yaitu profit (laba).

  • Asuransi Syariah:

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah tidak didasarkan pada transaksi bisnis biasa. Sistem ini berlandaskan prinsip ta’awun (yang berarti tolong-menolong) dan tabarru’ (yang berarti sumbangan atau hibah). Artinya, setiap peserta menyumbangkan dana dengan tujuan membantu sesama peserta yang mengalami musibah, bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau perusahaan.

Jadi, ketika seorang peserta mengalami kecelakaan atau sakit, dana bantuan yang digunakan berasal dari kumpulan dana tabarru’ milik semua peserta, bukan dari kantong perusahaan.

Dalam hal ini, perusahaan asuransi tidak bertindak sebagai pemilik dana, melainkan hanya sebagai pengelola (disebut wakil atau mudharib). Mereka hanya mendapatkan upah atau imbalan pengelolaan (ujrah), tanpa mengambil keuntungan dari dana risiko peserta.

Dengan sistem ini, asuransi syariah menjadi seperti wadah gotong-royong di mana peserta saling membantu, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjunjung keadilan dan kebersamaan. Tidak ada unsur riba, gharar (ketidakpastian berlebih), atau maysir (spekulasi).

2. Hubungan Hukum

  • Asuransi Umum:

Dalam asuransi konvensional, hubungan antara peserta (nasabah) dan perusahaan diikat dengan akad jual beli (mu’awadhah). Artinya, nasabah “membeli” perlindungan dari perusahaan dengan cara membayar premi setiap bulan atau tahun.

Sebagai gantinya, perusahaan berkewajiban membayar ganti rugi atau menanggung biaya tertentu jika nasabah mengalami risiko yang diasuransikan, seperti sakit, kecelakaan, atau kerugian harta.

Namun, kalau selama masa kontrak tidak terjadi klaim, maka premi yang sudah dibayar menjadi hak milik perusahaan sepenuhnya. Tidak ada pengembalian dana, karena dalam konsep jual beli, barang atau jasa yang sudah dibeli dianggap selesai transaksinya, terlepas dari apakah digunakan atau tidak.

Sederhananya, premi di asuransi konvensional seperti tiket masuk, kalau dipakai dapat manfaatnya, kalau tidak maka tiketnya hangus.

  • Asuransi Syariah:

Dalam asuransi syariah, hubungan antar peserta bukanlah jual beli, tetapi akad hibah (tabarru’) dan takaful (saling menjamin). Artinya, setiap peserta menyisihkan sebagian uangnya secara sukarela untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah. Uang yang terkumpul dari semua peserta ini masuk ke dana tabarru’, yang sifatnya milik bersama, bukan milik perusahaan.

Kalau ada peserta yang mengalami risiko, seperti sakit atau kecelakaan, biaya klaim diambil dari dana tabarru’ tersebut. Perusahaan asuransi syariah hanya bertugas sebagai pengelola dana (bukan pemilik), dan mendapat imbalan berupa biaya pengelolaan sesuai kesepakatan.

Menariknya, Grameds, kalau selama periode tertentu tidak banyak klaim, dana tabarru’ bisa mengalami kelebihan (surplus underwriting). Surplus ini bisa dibagikan kembali kepada peserta sesuai proporsi, setelah dipotong biaya pengelolaan. Jadi, uang yang disisihkan bukan sepenuhnya “hilang” jika tidak ada klaim.

Kalau disederhanakan, konsep ini seperti patungan gotong royong: kita semua menyumbang untuk membantu yang sedang kesulitan, dan kalau jarang dipakai, sebagian sumbangan bisa kembali ke kita.

Asuransi Syariah Di Indonesia: Telaah Teologis, Historis, Sosiologis, Yuridis, dan Futurulogis

3. Tujuan Pengelolaan Dana

  • Asuransi Umum:

Dalam asuransi konvensional, tujuan utamanya memang berorientasi pada keuntungan perusahaan. Cara kerjanya sederhana: perusahaan menerima premi dari peserta setiap bulan atau tahun, lalu menggunakan dana itu untuk membayar klaim jika ada nasabah yang mengalami risiko.

Nah, selisih antara premi yang masuk dan biaya klaim yang dibayarkan inilah yang menjadi laba perusahaan. Kalau jumlah klaim yang dibayar lebih kecil daripada premi yang terkumpul, perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sebaliknya, kalau klaim yang dibayar lebih besar dari premi yang diterima, perusahaan bisa mengalami kerugian.

Jadi, sistem ini pada dasarnya seperti model bisnis pada umumnya: perusahaan berusaha mengatur risiko dan mengelola premi agar tetap bisa memberikan manfaat kepada peserta sekaligus menghasilkan profit bagi pemilik saham atau investornya.

  • Asuransi Syariah:

Asuransi syariah memiliki tujuan utama menciptakan kesejahteraan bersama bagi semua peserta, bukan mencari keuntungan semata. Prinsip yang digunakan adalah tolong-menolong (ta’awun) dan saling menjamin (takaful).

Setiap peserta membayar kontribusi (premi) yang akan masuk ke dana tabarru’, yaitu dana yang dikumpulkan untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah. Perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai pengelola dana (mudharib atau wakil), bukan pemilik dana tersebut.

Yang menarik, jika di akhir periode terdapat kelebihan dana atau surplus underwriting (setelah dikurangi klaim dan biaya operasional, maka kelebihan ini bisa dibagikan kembali kepada peserta sesuai porsi yang adil, atau digunakan untuk memperkuat dana bersama).

Dengan begitu, sistem ini memastikan manfaatnya kembali lagi kepada peserta, bukan semata-mata menjadi keuntungan perusahaan.

4. Larangan Unsur Non-Syariah

  • Asuransi Umum:

Asuransi konvensional umumnya tidak memiliki aturan khusus yang secara ketat melarang adanya unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (unsur perjudian), atau riba (bunga).

Misalnya, dalam polis asuransi konvensional, sering kali ada ketidakjelasan dalam hal pembagian keuntungan, cara investasi dana, atau detail risiko yang ditanggung ini bisa masuk kategori gharar. Selain itu, konsep untung-untungan di mana nasabah bisa mendapatkan manfaat besar atau tidak sama sekali dari premi yang dibayar dianggap menyerupai maisir.

Dana premi yang dikelola perusahaan juga dapat diinvestasikan pada instrumen keuangan berbunga, seperti deposito bank konvensional atau obligasi yang mengandung unsur riba. Karena tidak ada batasan agama dalam pengelolaan dana tersebut, investasi bisa masuk ke sektor yang dalam pandangan syariah tidak halal, seperti industri alkohol atau perjudian.

Intinya, sistem konvensional lebih berfokus pada aspek bisnis dan profitabilitas, tanpa pertimbangan prinsip-prinsip syariah.

  • Asuransi Syariah:

Setiap proses asuransi syariah sangat dijaga agar terhindar dari unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (judi), dan riba (bunga). Artinya, semua aturan, akad, dan pengelolaan dana harus sesuai dengan syariat Islam.

Contohnya, unsur gharar dihindari dengan membuat polis yang transparan dan jelas. Mulai dari hak dan kewajiban peserta, cakupan perlindungan, hingga mekanisme klaim.

Maisir dihindari karena dana yang terkumpul adalah hasil gotong royong (tabarru’) antar peserta, bukan taruhan yang untung-untungan. Riba dihindari karena investasi dana hanya dilakukan pada instrumen halal, seperti sukuk syariah, properti, atau bisnis yang sesuai prinsip Islam.

Seluruh kegiatan ini diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), yaitu lembaga yang memastikan bahwa pengelolaan dana, penentuan manfaat, dan kebijakan investasi benar-benar mematuhi fatwa dan hukum syariah. Dengan begitu, peserta tidak hanya mendapatkan perlindungan finansial, tetapi juga ketenangan batin karena dananya dikelola secara halal.

Proses Akad Asuransi Konvensional dan Syariah

Sumber: Pexels

Grameds, proses akad atau perjanjian dalam asuransi pada dasarnya adalah tahapan resmi yang mengikat antara peserta dan perusahaan, namun alurnya berbeda antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.

1. Dalam Asuransi Konvensional

  • Pengajuan dan Penilaian Risiko: Calon nasabah mengisi formulir pendaftaran dan memberikan data kesehatan atau informasi lain yang diperlukan. Perusahaan menilai risiko untuk menentukan besaran premi.
  • Kesepakatan Premi: Perusahaan menawarkan jumlah premi sesuai profil risiko. Jika nasabah setuju, berarti terjadi kesepakatan harga perlindungan.
  • Penandatanganan Polis: Nasabah menandatangani polis sebagai tanda persetujuan akad jual beli (mu’awadhah).
  • Pembayaran Premi: Nasabah membayar premi secara rutin, dan perusahaan berkewajiban membayar klaim jika terjadi risiko. Premi yang sudah dibayarkan menjadi milik perusahaan sepenuhnya bila tidak ada klaim.

Asuransi Jiwa (Konvensional Dan Syariah)

2. Dalam Asuransi Syariah

  • Pengajuan dan Penilaian Risiko: Sama seperti konvensional, peserta mengisi formulir dan perusahaan menilai risiko.
  • Kesepakatan Kontribusi: Besaran kontribusi (mirip premi) disepakati, tetapi tujuannya adalah dana gotong royong, bukan keuntungan.
  • Penandatanganan Akad: Peserta menandatangani akad tabarru’ (hibah) atau takaful (saling menjamin).
  • Pembayaran Kontribusi: Dana kontribusi masuk ke rekening dana tabarru’ yang dikelola perusahaan. Dana ini digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena musibah.
  • Pembagian Surplus: Jika ada kelebihan dana setelah dikurangi klaim dan biaya pengelolaan, surplus underwriting dibagikan kembali secara adil kepada peserta.

Pengelolaan Dana Asuransi Umum dan Syariah

1. Asuransi Umum (Konvensional)

  • Kepemilikan dana

Premi yang dibayarkan peserta langsung menjadi bagian dari kekayaan perusahaan asuransi. Secara akuntansi, premi dicatat sebagai pendapatan perusahaan dan menjadi sumber dana untuk menutup klaim, biaya operasional, serta investasi perusahaan.

  • Penggunaan dan alokasi

Dari premi yang masuk, perusahaan menyisihkan beberapa pos penting: cadangan teknis (untuk kewajiban klaim di masa depan), biaya operasional, biaya akuisisi (komisi agen), lalu sisanya bisa diinvestasikan. Klaim dan biaya operasional dibayarkan perusahaan dari kas atau hasil investasi tersebut.

  • Investasi

Perusahaan bebas menempatkan dana pada instrumen pasar modal, deposito berbunga, obligasi, saham, properti, dan lain-lain sesuai kebijakan investasi dan regulasi. Keuntungan investasi menjadi bagian dari laba perusahaan.

  • Surplus / Laba

Jika total premi + pendapatan investasi > klaim + biaya, terjadi surplus (laba). Surplus ini menjadi hak pemegang saham/perusahaan dan dapat dibagikan sebagai keuntungan, ditahan sebagai modal, atau digunakan untuk ekspansi.

  • Pengendalian risiko

Untuk mengurangi risiko besar, perusahaan menggunakan reasuransi (reinsurance) — yaitu mengalihkan sebagian risiko ke perusahaan reasuransi. Selain itu ada ketentuan cadangan teknis sesuai peraturan untuk memastikan solvabilitas.

  • Transparansi untuk peserta

Peserta biasanya tidak memiliki hak atas pengembalian premi atau surplus; informasi alokasi investasi dan biaya ada dalam laporan perusahaan, tetapi peserta tidak mendapat pembagian langsung dari surplus underwriting.

2. Asuransi Syariah

  • Kepemilikan dana

Premi pada asuransi syariah disebut kontribusi/tabarru’ dan dikumpulkan ke dana peserta (dana tabarru’). Dana ini milik bersama peserta yang tujuannya saling tolong-menolong, bukan milik perusahaan.

  • Akuntansi terpisah

Secara akuntansi dana dibedakan: ada rekening dana tabarru’ (untuk membayar klaim peserta), dan ada rekening operasional / wakalah (biaya pengelolaan perusahaan). Pemisahan ini wajib agar jelas mana milik peserta dan mana hak operator.

  • Model pengelolaan (akad)

Wakalah (agency): perusahaan bertindak sebagai wakil pengelola dan menerima ujrah (fee) yang transparan dari kontribusi untuk biaya pengelolaan. Sisa kontribusi disimpan di dana tabarru’.

Mudarabah (profit sharing): dana peserta diinvestasikan; keuntungan investasi dibagi antara peserta dan operator sesuai nisbah yang disepakati.

Banyak Takaful modern menggunakan kombinasi wakalah + mudarabah (mis. wakalah untuk biaya, mudarabah untuk hasil investasi).

  • Investasi sesuai syariah

Dana tabarru’ dan hasil investasinya ditempatkan hanya pada instrumen halal (sukuk, deposito syariah, saham di perusahaan halal, properti, dsb.). Instrumen yang mengandung riba, perjudian, atau sektor haram dihindari.

  • Pembayaran klaim dan surplus

Klaim dibayar dari dana tabarru’. Jika di akhir periode dana tabarru’ memiliki surplus (setelah dikurangi klaim, cadangan teknis, dan biaya), surplus tersebut dapat: dibagikan kembali kepada peserta (proporsional), disimpan sebagai cadangan untuk periode berikutnya, atau digunakan untuk kegiatan sosial, sesuai ketentuan polis dan keputusan DPS. Peserta berpotensi menerima manfaat kembali dari surplus dimana hal ini berbeda dengan model konvensional.

  • Penanganan defisit

Bila dana tabarru’ mengalami defisit (klaim melebihi kontribusi + hasil investasi), mekanisme yang mungkin dipakai antara lain: penggunaan cadangan, klaim ke retakaful (takaful reinsurance), atau operator dapat memberikan qard (pinjaman tanpa bunga) yang nantinya dikembalikan dari kontribusi masa depan—seluruh langkah diatur agar tetap sesuai prinsip syariah.

  • Biaya pengelolaan (ujrah) dan transparansi

Biaya pengelolaan (ujrah/wakalah fee) harus jelas dan diumumkan; laporan penggunaan dana dan posisi surplus/defisit biasanya disajikan kepada peserta. Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengawasi agar praktik sesuai fatwa dan prinsip syariah.

Grameds, berikut tabel perbandingan pengelolaan dana antara asuransi umum (konvensional) dan asuransi syariah supaya lebih mudah dipahami.

Aspek Asuransi Umum (Konvensional) Asuransi Syariah
Kepemilikan Dana Premi menjadi milik perusahaan sejak dibayarkan peserta. Kontribusi/tabarru’ menjadi milik bersama peserta. Perusahaan hanya mengelola.
Tujuan Utama Pengelolaan Mencari keuntungan bagi pemegang saham/perusahaan. Mewujudkan tolong-menolong antar peserta dan menjaga kesejahteraan bersama.
Pengelolaan Dana Perusahaan bebas mengelola dan menempatkan investasi sesuai regulasi umum. Perusahaan mengelola sesuai prinsip syariah, diawasi Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Jenis Investasi Bisa di instrumen umum termasuk yang mengandung bunga (deposito konvensional, obligasi biasa, saham). Hanya di instrumen halal (sukuk, deposito syariah, saham halal, properti halal).
Surplus / Laba Menjadi hak perusahaan sepenuhnya. Peserta tidak mendapat pembagian. Jika ada surplus underwriting, dapat dibagi kepada peserta atau ditahan untuk cadangan.
Pembayaran Klaim Dibayar dari dana perusahaan. Dibayar dari dana tabarru’ (milik bersama peserta).
Defisit Dana Risiko ditanggung perusahaan, dapat menggunakan reasuransi. Defisit dapat ditutup dari cadangan, retakaful, atau pinjaman qard dari perusahaan.
Biaya Pengelolaan Tidak selalu dijelaskan rinci ke peserta; tercampur dalam premi. Harus jelas (ujrah/wakalah fee) dan transparan sejak awal akad.
Hak Peserta atas Dana Tidak ada hak klaim surplus atau pengembalian premi jika tidak ada klaim. Ada potensi mendapat surplus underwriting sesuai ketentuan akad.
Pengawasan Diawasi OJK untuk aspek finansial dan kepatuhan hukum. Diawasi OJK dan Dewan Pengawas Syariah untuk kepatuhan syariah.

Jadi, Grameds, perbedaan pengelolaan dana antara asuransi umum dan asuransi syariah bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut prinsip, tujuan, dan nilai yang dipegang. Dengan memahami perbedaan ini, kamu bisa memilih produk asuransi yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan.

Jika ingin memperdalam wawasan tentang asuransi, keuangan, atau literasi finansial lainnya, Grameds bisa menemukan berbagai buku referensi dan panduan praktis di Gramedia.com. Saatnya bijak memilih perlindungan untuk masa depan yang lebih aman!

Written by Vania Andini