Sejarah

Apa Yang Terjadi di Rengasdengklok? Begini Sejarah dan Kronologinya

Written by Fandy

Apa Yang Terjadi di Rengasdengklok – Grameds pasti tidak asing dengan peristiwa bersejarah Rengasdengklok? Yap, peristiwa Rengasdengklok disebut-sebut sebagai tonggak awal dari kemerdekaan Indonesia setelah bertahun-tahun dijajah oleh Belanda dan Jepang. Berkat kemerdekaan tersebut, Indonesia dapat menjadi negara seperti sekarang ini, yang mampu sejajar dengan negara-negara lain.

Lalu sebenarnya, apa sih yang terjadi di Rengasdengklok itu? Mengapa dapat menjadi tonggak awal dari kemerdekaan Indonesia? Selain itu, mengapa pula disebut sebagai Peristiwa Rengasdengklok?

Nah, supaya Grameds dapat memahami dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://pixabay.com/

Apa Yang Terjadi Di Rengasdengklok?

Secara umum, peristiwa yang terjadi di Rengasdengklok adalah sebuah penculikan yang dilakukan oleh sejumlah golongan muda kepada Soekarno dan Hatta. Disebut sebagai peristiwa Rengasdengklok karena ketika dua tokoh besar tersebut diculik, mereka dibawa ke sebuah tempat bernama Rengasdengklok, yang terletak di Kabupaten Karawang.

Jadi, dapat disimpulkan ya bahwa Rengasdengklok adalah nama sebuah kota yang menjadi saksi bisu atas penculikan dua tokoh besar Indonesia tersebut.

Aksi penculikan tersebut merupakan ide dari para golongan muda, antara lain Soekarni, Wikana, Sayuti Melik, dan Chaerul Saleh. Meskipun disebut sebagai penculikan yang mempunyai konotasi buruk, tetapi ternyata aksi itu justru menjadi sebuah ide bagus. Tujuan dari aksi penculikan yang dilakukan oleh para golongan muda, adalah supaya Soekarno dan Hatta sebagai perwakilan tokoh Indonesia, segera mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Apa Yang Terjadi Jika Peristiwa Rengasdengklok Tidak Pernah Ada?

Coba dipikir-pikir kembali, apa yang terjadi jika Peristiwa Rengasdengklok, yang merupakan tonggak awal dari kemerdekaan Indonesia ini tidak pernah ada?

Jawabannya ada lima kemungkinan dan kemungkinan terbesar adalah Indonesia juga belum tentu dapat melangsungkan kemerdekaan hingga menjadi negara seperti saat ini. Lima kemungkinan tersebut adalah:

  1. Indonesia belum tentu dapat merdeka.
  2. Para golongan tua justru akan semakin dipengaruhi oleh pihak Jepang.
  3. Jepang akan terus-menerus menjajah Indonesia, meskipun kala itu negara mereka tengah dibom oleh pihak Sekutu.
  4. Penderitaan rakyat Indonesia akan semakin bertambah karena negaranya tidak segera melangsungkan kemerdekaan.
  5. Jepang akan semakin kuat terutama di mata dunia.

Beli Buku di Gramedia

Bagaimana Kronologi dari Peristiwa Rengasdengklok?

1. Jepang Menyerah Tanpa Syarat Kepada Pihak Sekutu

Pada akhir tahun 1943, kedudukan Jepang dalam perang Asia Pasifik mulai terdesak. Beberapa kali tentara Jepang harus kalah dari tentara Sekutu. Hingga akhirnya, tentara Amerika Serikat berhasil melakukan pengeboman dua kota di Jepang yakni di Hiroshima (pada 6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) yang terletak di Jepang.

Akibat dari peristiwa pengeboman tersebut, kondisi politik dan ekonomi di Jepang tentu saja melumpuh seketika. Hal tersebut akhirnya memaksa pihak Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu pada 14 Agustus 1945.

Dengan adanya Jepang menyerah tanpa syarat tersebut juga berpengaruh pada bangsa Indonesia berupa kekosongan kekuasaan (Indonesia sebelumnya dikuasai oleh pihak Jepang).

2. Pendapat Golongan Tua VS Pendapat Golongan Muda

Berita mengenai kekalahan Jepang terhadap pihak Sekutu tersebut akhirnya sampai ke telinga kalangan pemuda bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar berita kekalahan tersebut melalui siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation).

Para pemuda bangsa Indonesia atau biasa kerap disebut sebagai golongan muda terdiri atas Wikana, Sukarni, Sayuti Melik, Yusuf Kunto, Iwa Kusuma, Chaerul Saleh, dan Singgih.

Setelah mendengar berita tersebut, mereka langsung menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Di sana, para golongan muda menunjuk Sutan Syahrir sebagai perwakilan golongan muda dengan meminta supaya Bung Karno dan Bung Hatta segera melakukan proklamasi kemerdekaan.

Namun, Bung Karno tidak menyetujui ide tersebut. Beliau berpikir bahwa proklamasi Indonesia perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Para golongan muda yang tengah terbakar gelora kepahlawanan akhirnya berdiskusi dengan beberapa anggotanya. Diskusi tersebut menghasilkan keputusan berupa perlu dilakukannya pengasingan terhadap Bung Karno dan Bung Hatta ke luar kota supaya mereka terhindar dari segala pengaruh pihak Jepang.

Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30 dini hari, para golongan muda bersama salah satu anggota PETA berhasil menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke wilayah Rengasdengklok. Tidak hanya dua tokoh besar tersebut, tetapi golongan muda juga membawa istri Bung Karno, Fatmawati dan putranya, Guntur, sekalian.

Rumah pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok.

https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/

Di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta dijaga oleh Komandan Kompi PETA yakni Cudanco Subeno. Di sana, para golongan muda berusaha meyakinkan Bung Karno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan karena mumpung sedang ada kekosongan kekuasaan tersebut. Para golongan muda juga telah bersiap atas apapun risikonya termasuk untuk melawan pihak Jepang.

Sementara itu, di Jakarta terjadi pula diskusi antara golongan muda dan golong tua. Dalam golongan tua terdapat beberapa tokoh besar antara lain Ahmad Subardjo dengan beberapa anggota BPUPKI dan PPKI.

Dalam perundingan antara golongan muda dan golongan tua tersebut diperolehlah kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan akan dan harus dilaksanakan di Jakarta. Akhirnya setelah proses perundingan antara tokoh-tokoh besar dan hebat tersebut, Bung Karno dan Bung Hatta bersedia untuk menyatakan kemerdekaan begitu kembali ke Jakarta.

Maka setelah perundingan memperoleh hasil yang diinginkan, Yusuf Kunto dari golongan muda mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Kemudian, mereka bersama-sama menjemput Bung Karno dan Bung Hatta untuk kembali ke Jakarta. Ahmad Soebardjo bahkan telah memberikan jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia akan diumumkan pada keesokan harinya yakni pada 17 Agustus 1945.

Beli Buku di Gramedia

3. Penyusunan Teks Proklamasi

Setelah peristiwa Rengasdengklok tersebut terjadi dan Bung Karno bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, maka pada saat rombongan di Jakarta, dilakukanlah penyusunan naskah proklamasi. Pada malam hari di tanggal 16 Agustus 1945, penyusunan naskah proklamasi dilakukan. Musyawarah tersebut dilakukan di rumah Laksamana Maeda, seorang kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang, yang terletak di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta.

Grameds, kamu pasti bingung kenapa Laksamana Maeda, seorang kepala Angkatan Laut Jepang mengizinkan rumahnya untuk dijadikan markas dalam penyusunan teks proklamasi tersebut?

Sebab, Laksamana Maeda kebetulan dekat dengan para Pemuda Indonesia dan bersahabat dengan Ahmad Soebardjo. Selain itu, Laksamana Maeda sangat bersimpati dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.

Pemilihan rumah Laksamana Maeda merupakan ide yang cukup cemerlang karena rumah tersebut dijamin akan keamanannya karena Laksamana Maeda memiliki jabatan tinggi sehingga sangat dihormati oleh para Angkatan Darat Jepang di sekitarnya. Kini, rumah tersebut telah dijadikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Malam itu juga, segera dilaksanakanlah musyawarah antara golongan muda dan golongan tua dalam rangka menyusun naskah proklamasi. Penyusunan naskah proklamasi tersebut berjalan lancar dengan kalimat pertama dalam naskah tersebut adalah hasil dari gagasan Bung Karno dan Ahmad Soebardjo dan kalimat terakhir adalah gagasan dari Bung Hatta.

Setelah konsep naskah proklamasi tersebut selesai dengan ditulis oleh Bung Karno, segera dibacakan di hadapan hadirin yang ada. Bung Karno dan Bung Hatta mengusulkan bahwa naskah tersebut harus ditandatangani oleh segenap hadirin. Namun, Sukarni memberikan usulan berupa yang menandatangani naskah tersebut sebaiknya adalah Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.

Usul dari Sukarni tersebut disetujui oleh para hadirin kemudian naskah proklamasi tersebut diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik miliknya.

Maka, diputuskanlah bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia akan dibacakan di tempat kediamanan Bung Karno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, tepat pukul 10.00 WIB.

4. Pembacaan Teks Proklamasi

https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/

Sebelum naskah proklamasi dibacakan, Bung Karno terlebih dahulu melakukan pidato mengenai bagaimana perjuangan bangsa Indonesia ini mencapai kemerdekaannya. Setelah itu, dilakukanlah pengibaran Sang Saka Merah Putih oleh Suhud dan Latief. Kemudian, acara yang terakhir adalah sambutan Walikota Jakarta yakni Suwirjo dan Dr. Muwardi.

Beli Buku di Gramedia

Hal-Hal yang Terjadi Setelah Peristiwa Rengasdengklok

Setelah peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta yang dilakukan oleh golongan muda di Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia berhasil diwujudkan. Meskipun hanya menggunakan fasilitas dan tempat seadanya, tetapi melalui dukungan dari rakyat, akhirnya Indonesia berhasil terbebas dari jajahan bangsa asing.

Sayangnya, setelah proklamasi kemerdekaan tersebut dideklarasikan, malah banyak peristiwa pemberontakan di beberapa daerah yang justru dapat mengancam keutuhan negara. Nah, berikut adalah beberapa hal yang terjadi setelah Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

1. Perundingan Linggarjati

Perundingan ini diberi nama demikian karena terjadi di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan ini terjadi antara pihak Indonesia dan Belanda, yang kemudian menghasilkan sebuah persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Perjanjian Linggarjati ini akhirnya ditandatangani secara sah di Istana Merdeka, Jakarta, pada 25 Maret 1947.

Sayangnya, perjanjian ini justru menimbulkan konflik berat antara kedua negara, sebab pada kala itu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang diboncengi oleh pihak NICA ke Indonesia.

Perlu diketahui bahwa AFNEI ini adalah sebutan untuk pasukan Sekutu yang bertugas untuk membawa pulang dan melucuti senjata dari para tentara Jepang. Nah, secara tidak langsung hal tersebut menyebabkan Sekutu “masuk” kembali ke Indonesia.

2. Peristiwa Westerling

Peristiwa ini sesungguhnya adalah sejarah bagi bangsa Indonesia, sebab pada kala itu para pasukan Belanda melakukan pembantaian besar-besaran terhadap ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan.

Peristiwa Westerling disebut demikian karena upaya pembantaian ini dipimpin oleh Raymond Pierre Paul Westerling pada bulan Desember 1946 hingga Februari 1747, selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

Akibatnya, total rakyat Sulawesi Selatan yang terbantai dalam peristiwa tidak manusiawi ini tidak diketahui berapa jelas jumlahnya. Namun, pada Delegasi Republik Indonesia pada tahun 1947, menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa jumlah korban pembantaian tersebut mencapai 40.000 jiwa.

Sebab terjadinya peristiwa ini adalah karena kedatangan pasukan Sekutu untuk membersihkan daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik dan menumpas perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur.

3. Pertempuran Puputan Margarana

Pertempuran Puputan Margarana ini juga terjadi antara pihak Indonesia dan Belanda, pada 20 November 1946. Pertempuran tersebut dipimpin oleh Kolonel I Gusti Ngurah Rai.

Pasukan dari pihak Indonesia mati-matian mengusir pasukan Sekutu yang mempunyai kedok keinginan ingin menjajah kembali Indonesia dan menegakkan kembali Hindia Belanda, setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II.

Pertempuran Puputan Margarana ini menewaskan seluruh seluruh pasukan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Akibat dari gugurnya Kolonel I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya, menjadikan Belanda berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Kemudian, dalam Negara Indonesia Timur tersebut diangkatlah Tjokorda Gedhe Raka Soekawati sebagai presidennya melalui sebuah Konferensi Denpasar, pada 18-24 Desember 1946.

Perlu diketahui, alasan Belanda “ngoyo” untuk mendirikan Negara Indonesia Timur adalah ingin menyaingi dan memaksa Republik Indonesia supaya mau menerima bentuk negara federasi. Negara Indonesia Timur ini merupakan salah satu dari sekian banyak negara “boneka” yang diciptakan oleh pihak Belanda.

Pertempuran ini dikenang sebagai Peristiwa Puputan. Dalam bahasa Bali, “Puputan” berarti  upaya memperjuangkan kemenangan hingga titik darah penghabisan yang dilakukan saat perang, daripada harus menyerah kepada musuh.

4. Proklamasi Negara Pasundan

Setelah mendirikan NIT, pihak Belanda terus-menerus melancarkan aksinya dalam menciptakan negara boneka ini. Target selanjutnya adalah Pasundan. Pihak Belanda berhasil membujuk Soeria Kartalegawa, Ketua Partai Rakyat Pasundan, untuk memproklamasikan Negara Pasundan pada 4 Mei 1947.

Negara Pasundan ini dapat disebut sangat lemah dalam militernya, sehingga sangat menggantungkan kekuatan kepada pihak Belanda. Ketika Belanda melakukan Agresi Militer, barulah negara ini eksis di mata rakyat.

5. Agresi Militer I

Agresi Militer I merupakan operasi militer yang dilakukan pihak Belanda di daerah Jawa dan Sumatera, mulai dari 21 Juli 1947 – 5 Agustus 1947. Istilah Agresi Militer I ini dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook, yang menegaskan bahwa hasil dari Perundingan Linggarjati itu sudah tidak berlaku lagi. Pihak Indonesia menganggap aksi ini menjadi bentuk pelanggaran dari Perundingan Linggarjati.

Indonesia kemudian mengadukan aksi ini kepada pihak PBB karena dinilai telah melanggar suatu perjanjian internasional, yakni Perundingan Linggarjati. Atas bantuan dari Australia dan India yang juga meminta bahwa masalah agresi militer ini dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, disetujui, pada 31 Juli 1947.

PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan bahwa konflik bersenjata tersebut harus dihentikan. Tidak hanya itu saja, PBB juga mengakui eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menyebutnya sebagai “Indonesia” bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” lagi.

Aksi Agresi Militer I dihentikan pada 15 Agustus 1947 atas tekanan dari pihak PBB kepada Pemerintah Belanda.

Beli Buku di Gramedia

6. Diangkatnya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Setelah aksi Agresi Militer I tersebut, seorang tokoh politik bernama Amir Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan, diangkat naik jabatan sebagai Perdana Menteri menggantikan Sutan Sjahrir.

Amir Syarifudin menawarkan Kartosoewirjo untuk duduk dalam jabatan Wakil Menteri Pertahanan kedua, tetapi tawaran tersebut ditolak. Kartosoewirjo mempunyai keinginan untuk menarik diri dari politik, sebab Beliau telah menyaksikan bahwa kondisi politik Indonesia sangat tidak menguntungkan, disebabkan oleh perjanjian-perjanjian yang sebelumnya dilakukan dengan pihak Belanda.

Tidak hanya itu, Kartosoewirjo juga tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang cenderung ke arah komunis. Perlu diketahui bahwa akhir hidup Amir Syarifudin adalah dengan dieksekusi mati. Hal tersebut lantaran dirinya dianggap terlibat dalam peristiwa Madiun 1948.

7. Perjanjian Renville

Lagi-lagi Indonesia membuat perjanjian dengan pihak Belanda yang disebut dengan Perjanjian Renville, pada 17 Januari 1948. Perjanjian ini bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam perjanjian Renville ini, menghasilkan batas wilayah antara Indonesia dan Belanda, yang disebut sebagai Garis Van Mook.

8. Mohammad Hatta Diangkat Sebagai Perdana Menteri

Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Amir Syarifudin diangkat menjadi Perdana Menteri. Nah, setelah Kabinet Amir ini runtuh terutama sesudah Perjanjian Renville ditandatangani, Presiden Soekarno menunjuk Moh. Hatta untuk menjadi sebagai Perdana Menteri.

Moh. Hatta diminta untuk memimpin suatu “kabinet presidensial” darurat selama 1948 hingga 1949, yang kemudian seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Presiden Soekarno.

9. Agresi Militer Belanda II

Lagi-lagi, pihak Belanda melancarkan aksi Agresi Militer II. Aksi ini diawali dengan serangan di Yogyakarta, yang kala itu merupakan ibukota Indonesia. Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 dan disertai juga dengan penangkapan beberapa tokoh besar, misalnya Soekarno, Moh. Hatta, Sjahrir, dan lain-lain.

Hal tersebut menyebabkan Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan, yang kemudian akhirnya dibentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera, yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Perlu diketahui bahwa Sjafruddin Prawiranegara ini juga termasuk dalam tokoh pahlawan nasional yang harus diingat, sebab tanpa jasa Beliau, kekuasaan Indonesia bisa saja jatuh kembali ke tangan pihak Belanda.

10. Serangan Umum 1 Maret

Sesuai namanya, aksi serangan secara besar-besaran ini terjadi pada 1 Maret 1949. Serangan ini direncanakan oleh pihak Indonesia, terutama berdasarkan instruksi Panglima Besar Sudirman. Serangan Umum 1 Maret ini dilakukan untuk membuktikan bahwa militer Indonesia itu masih ada dan cukup kuat, sehingga secara tidak langsung juga dapat memperkuat posisi Indonesia terutama ketika perundingan Dewan Keamanan PBB tengah berlangsung.

Beli Buku di Gramedia

Nah, itulah penjelasan mengenai apa yang terjadi di Rengasdengklok dan peristiwa apa saja yang terjadi ketika Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Rengasdengklok

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.